Professional Documents
Culture Documents
I. Pendahuluan
Islam telah mengisaratkan adanya firqah-firqah yang akan terjadi dalam kehidupan
umat manusia, termasuk firqah dalam Islam. Setidaknya terdapat 14 hadits yang menjelaskan
hal tersebut, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi;Artinya; Dari Sufyan al-
Tsauri Nabi Saw. Bersabda:Sesungguhnya Bani Israil itu terpecah menjadi tujuh puluh
dua aliran, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga aliran. Semua aliran itu
akan masuk neraka, kecuali satu. Para sahabat bertanya: Siapakah satu aliran itu ya
Rasulallah? (mereka itu adalah aliran yang mengikuti) apa yang aku lakukan dan para
sahabatku.(Ahli Sunnah wal Jamaah)
2[2] Martin Van Bruinessen, NU, Tradisi, Relsi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana
Baru, (Yogyakarta, LkiS, 1994), hlm. 31-32
yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi oleh suatu problem teologis pada
masanya dan mempunyai sifat dan aktualisasinya tertentu.
Oleh sebab itulah, penulis tertarik untuk mengupas tentang pemahaman Aswaja dari
sudut pandang KH Hasyim Asyari dan dari sudut pandang KH Said Aqil Siradj dalam
sebuah makalah.
III. Pembahasan
Dari rumusan masalah diatas, maka dalam pembahasan makalah ini akan terfokus pada:
1. Pengertian dan Sejarah Aswaja
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa Aswaja bukanlah sebuah paham
(mazhab) keagamaan, melainkan Aswaja adalah sebuah manhaj Al fikr (metode berpikir),
tapi tidak sedikit diantara kita khususnya kaum nahdhiyyin (kader NU) yang menganggap
bahwa Aswaja adalah sebuah mazhab dan idiologi yang QotI, sehingga tidak heran timbul
sebuah pertanyaan yang sedikit nyeleneh tetapi logis Mengapa Aswaja menghambat
perkembangan intelektual masyarakat? dampaknya adalah paradigma jumud (mandeg), kaku
dan eksklusif. Kalau kita pahami Aswaja adalah sebuah mazhab bagaimana mungkin dalam
satu mazhab kok mengandung beberapa mazhab dan bagaimana mungkin dalam satu ideologi
ada doktrin yang kontradiktif antara doktrin imam satu dengan imam yang lain.
a. Pengertian Aswaja
Ahlu sunnah waljamaah berasal dari kata Ahlun yang artinya keluarga, golongan atau
pengikut. Ahlussunnah berarti orang orang yang mengikuti sunnah (perkataan, pemikiran atau
amal perbuatan Nabi Muhammad SAW.) Sedangkan Wal Jamaah memiliki arti Mayoritas
ulama dan jamaah umat Islam pengikut sunnah Rasul. Dengan demikian secara
bahasa aswaja berarti orang-orang atau mayoritas para Ulama atau umat Islam yang
mengikuti sunnah Rasul dan para Sahabat atau para Ulama.
Sedangkan secara Istilah Berarti golongan umat Islam yang dalam bidang Tauhid
menganut pemikiran Imam Abu Hasan Al Asyari dan Abu Mansur Al Maturidi, sedangkan
dalam bidang ilmu fiqih menganut Imam Madzhab 4 (Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali) serta
dalam bidang tasawuf menganut pada Imam Al Ghazali dan Imam Junaid al Baghdadi.
Nahdlatul Ulama sebagai Jamiyyah Diniyyah Islamiyyah berakidah Islam menurut faham
Ahlussunnah wal Jamah mengikuti salah satu madzhab empat : Hanafi, Maliki, Syafii dan
Hambali.3[3]
Dalam pengertian yang lebih sederhana dapat dikatakan bahwa ahlusunnah
waljamaah adalah paham yang dalam masalah aqidah mengikuti Imam Abu Musa Al Asyari
dan Abu Mansur Al Maturidi. Dalam praktek peribadatan mengikuti salah satu empat
madzhab yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali, dan dalam bertawasuf
mengikuti Imam Abu Qosim Al Junaidi dan Imam Abu Hamid Al Gozali.
Kalau kita mempelajari Ahlussunnah dengan sebenarnya, batasan seperti itu nampak
begitu simple dan sederhana, karena pengertian tersebut menciptakan definisi yang sangat
eksklusif Untuk mengkaji secara mendalam, terlebih dahulu harus kita tekankan bahwa
Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) sesungguhnya bukanlah madzhab, Aswaja hanyalah
sebuah manhaj Al fikr (cara berpikir) tertentu yang digariskan oleh para sahabat dan
muridnya, yaitu generasi tabiin yang memiliki intelektualitas tinggi dan relatif netral dalam
mensikapi situasi politik ketika itu. Meski demikian, bukan berarti dalam kedudukannya
sebagai Manhaj Al fikr sekalipun merupakan produk yang bersih dari realitas sosio-kultural
maupun sosio politik yang melingkupinya.
Salah satu karakter Aswaja adalah selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi,
oleh karena itu Aswaja tidaklah jumud, tidak kaku, tidak eksklusif, dan juga tidak elitis, apa
lagi ekstrim. Sebaliknya Aswaja bisa berkembang dan sekaligus dimungkinkan bisa
mendobrak kemapanan yang sudah kondusif. Tentunya perubahan tersebut harus tetap
mengacu pada paradigma dan prinsip al-sholih wa al-ahslah.
Karena implementasi dari qaidah al-muhafadhoh ala qodim al-sholih wa al-akhdzu bi
al jadid alashlah. Adalah menyamakan langkah sesuai dengan kondisi yang berkembang
pada masa kini dan masa yang akan datang. Yakni pemekaran relevansi implementatif
pemikiran dan gerakan kongkrit ke dalam semua sektor dan bidang kehidupan baik, aqidah,
syariah, akhlaq, sosial budaya, ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya. Semua itu
dilakukan sebagaim wujud dari upaya untuk senantiasa melaksanakan ajaran Islam dengan
sungguh-sungguh.
b. Sejarah Perkembangan
3[3] Ali Khaidar, Nahdlatul Ulama dan Islam Indonesia; Pendekatan Fiqih dalam
Politik, (Jakarta: Gramedia, 1995), hlm. 69-70.
Istilah ahlussunnah waljamaah tidak dikenal di zaman Nabi Muhammad SAW
maupun di masa pemerintahan al-khulafa al-rasyidin, bahkan tidak dikenal di zaman
pemerintahan Bani Umayah (41-133 H /611-750 M). Terma Ahlus sunnah wal
jamaah sebetulnya merupakan diksi baru, atau sekurang-kurangnya tidak pernah digunakan
sebelumnya di masa Nabi dan pada periode Sahabat. 4[4] Bahkan bila dirunut dari catatan,
kata ini belum dipakai pada kurun masa tabiin (masa Sahabat) dan/atau tabiut tabiin (masa
sesudah periode tabiin).
Pada masa Al-Imam Abu Hasan Al-Asyari (w. 324 H) umpamanya, orang yang
disebut-sebut sebagai pelopor mazhab Ahlus sunnah wal jamaah itu, istilah ini belum
digunakan. Sebagai terminologi, Ahlus sunnah wal jamaah baru diperkenalkan hampir empat
ratus tahun pasca meninggalnya Nabi Saw, oleh para Ashab Asyari (pengikut Abu Hasan Al-
Asyari) seperti Al-Baqillani (w. 403 H), Al-Baghdadi (w. 429 H), Al-Juwaini (w. 478 H), Al-
Ghazali (w.505 H), Al-Syahrastani (w. 548 H), dan al-Razi (w. 606 H).
Memang jauh sebelum itu kata sunnah dan jamaah sudah lazim dipakai dalam
tulisan-tulisan arab, meski bukan sebagai terminologi dan bahkan sebagai sebutan bagi
sebuah mazhab keyakinan. Ini misalnya terlihat dalam surat-surat Al-Mamun kepada
gubernurnya Ishaq ibn Ibrahim pada tahun 218 H, sebelum Al-Asyari sendiri lahir,
tercantum kutipan kalimat wa nasabu anfusahum ilas sunnah (mereka mempertalikan diri
dengansunnah), dan kalimat ahlul haq wad din wal jamaah (ahli kebenaran, agama dan
jamaah)5[5].
Pemakaian Ahlus sunnah wal jamaah sebagai sebutan bagi kelompok keagamaan
justru diketahui lebih belakangan, sewaktu Az-Zabidi menyebutkan dalamIthaf Sadatul
Muttaqin, penjelasan atau syarah dari Ihya Ulumuddinnya Al-Ghazali:idza uthliqa uthliqa
ahlus sunnah fal muradu bihi al-asyairah wal maturidiyah (jika disebutkan ahlussunnah,
maka yang dimaksud adalah pengikut Al-Asyari dan Al-Maturidi).
Dari aliran ahlussunnah waljamaah atau disebut aliran sunni dibidang teologi
kemudian juga berkembang dalam bidang lain yang menjadi cirri khas aliran ini, baik
dibidang fiqh dan tasawuf. sehingga menjadi istilah, jika disebut akidah sunni (ahlussunnah
4[4] Said Aqil Siradj, Ahlussunnah wal Jamaah; Sebuah Kritik Historis, (Jakarta:
Pustaka Cendikia Muda, 2008), hlm. 6.
6[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Jaya, 2001),
hlm. 195-197.
Suud sendiri adalah pengganti Syarif Husain, penguasa Arab yang lebih dulu membelot dari
Khilafah Utsmaniyah. Jadi, secara historis lahirnya NU tidak terlepas dari persoalan Khilafah.
Di sisi lain, NU sejak kelahirannya tidak berpaham sekular dan tidak pula anti
formalisasi. Bahkan NU memandang formalisasi syariah menjadi sebuah kebutuhan. Hanya
saja, yang ditempuh NU dalam melakukan upaya formalisasi bukanlah cara-cara paksaan dan
kekerasan, tetapi menggunakan cara gradual yang mengarah pada penyadaran.
Hal ini karena sepak terjang NU senantiasa berpegang pada
kaidah fiqhiyah seperti: m l yudraku kulluh l yutraku kulluh (apa yang tidak bisa dicapai
semua janganlah kemudian meninggalkan semua); daral-mafsid muqaddamun ala jalb al
mashlih (mencegah kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil kemaslahatan).
Sejarah NU menjadi bukti bahwa sejak kelahirannya NU justru concern pada perjuangan
formalisasi Islam.7[7]
Oleh sebab itulah tidak mengherankan jika kemudian NU bisa diterima umat Islam
Indonesia, bahkan bisa berkembang pesat menjadi salah satu paham terbesar yang dianut oleh
umat Islam terutama yang dianggap Islam tradisional.
7[7] Ainul, Yaqin, Warga NU, Aktivis Lembaga Kajian Islam Hanif (L-
Jihan) Sidogiri.com
Penjelasan KH. Hasyim Asyari tentang ahlussunnah waljamaah
versi Nahdlatul Ulama dapat difahami sebagai berikut:
1. Penjelasan aswaja KH Hasyim Asyari, jangan dilihat dari pandangan tarif
menurut ilmu Manthiq yang harus jami wa mani ( ) tapi itu
merupakan gambaran ( )yang akan lebih mudah kepada masyarakat
untuk bisa mendaptkan pembenaran dan pemahaman secara jelas (
). Karena secara definitif tentang ahlussunnah waljamaah para ulama
berbeda secara redaksional tapi muaranya sama yaitu maa ana alaihi wa
ashabii.
2. Penjelasan aswaja versi KH. Hasyim Asyari, merupakan implimentasi dari
sejarah berdirinya kelompok ahlussunnah waljamaah sejak masa
pemerintahan Abbasiyah yang kemudian terakumulasi menjadi firqah
yang berteologi Asyariyah dan Maturidiyah, berfiqh madzhab yang empat
dan bertashuwf al-Ghazali dan Junai al-Baghdadi
3. Merupakan Perlawanan terhadap gerakan wahabiyah (islam modernis)
di Indonesia waktu itu yang mengumandangkan konsep kembali kepada al-
quran dan as-sunnah, dalam arti anti madzhab, anti taqlid, dan anti TBC.
( tahayyul, bidah dan khurafaat). Sehingga dari penjelasan aswaja versi
NU dapat difahami bahwa untuk memahami al-quran dan As-sunnah
perlu penafsiran para Ulama yang memang ahlinya. Karena sedikit sekali
kaum m uslimin mampu berijtihad, bahkan kebanyakan mereka itu
muqallid atau muttabi baik mengakui atau tidak.8[8]
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka KH. Hasyim Asyari
merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab Itiqad
Ahlussunnah wal Jamaah. Kedua kitab tersebut, kemudian diejawantahkan dalam Khittah
NU, yang dijadikan dasar dan rujukan sebagai warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam
bidang sosial, keagamaan dan po1itik.
Khusus Untuk membentengi keyakinan warga NU agar tidak terkontaminasi oleh
paham-paham sesat yang dikampanyekan oleh kalangan modernis, KH Hasyim Asy'ari
menulis kitab risalah ahlusunah waljamaah yang secara khusus menjelaskan soal bidah dan
sunah. Sikap lentur NU sebagai titik pertemuan pemahaman akidah, fikih, dan tasawuf versi
8[8] KH. Hasyim Asyari, Al-Qanun Al-Asasi; Risalah Ahlus Sunnah Wal
Jamaah,terjemah oleh Zainul Hakim, (Jember: Darus Sholah, 2006).
ahlusunah waljamaah telah berhasil memproduksi pemikiran keagamaan yang fleksibel,
mapan, dan mudah diamalkan pengikutnya.9[9]
Dalam perkembangannya kemudian para Ulama NU di Indonesia menganggap
bahwa Aswaja yang diajarkan oleh KH Hasyim Asyari sebagai upaya pembakuan atau
menginstitusikan prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tasamuh (toleran) dan tawazzun
(seimbang) serta taaddul (Keadilan). Prinsip-prinsip tersebut merupakan landasan dasar
dalam mengimplimentasikan Aswaja.
9[9] Marwan Jafar, Ahlussunnah Wal Jamaah; Telaah Historis dan Kontekstual,
(Yogyakarta: LKiS, 2010), Cet. Pertama, hlm. 81.
10[10] Said Aqil Siraj dalam Muhammad Idrus Ramli, Pengantar Sejarah
Ahlussunah Wal Jamaah (Jakarta: Khalista, 2011).
IV. Penutup
Dari pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Ahlu sunnah waljamaah berasal dari kata Ahlun yang artinya keluarga, golongan atau
pengikut. Ahlussunnah berarti orang orang yang mengikuti sunnah (perkataan, pemikiran atau
amal perbuatan Nabi Muhammad SAW.) Sedangkan Wal Jamaah memiliki arti Mayoritas
ulama dan jamaah umat Islam pengikut sunnah Rasul. Aswaja berarti orang-orang atau
Demikian makalah ini kami susun, penulis yakin bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh sebab itulah kritik dan saran senantiasa kami nantikan demi
perbaikan pada penyusunan makalah yang lain. Dan semoga makalah ini bermanfaat, amien.