You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Radiasi adalah suatu kenyataan dari kehidupan yang diciptakan Tuhan
seperti halnya ciptaan-ciptaan yang lain. Panas dan cahaya matahari,
gelombang mikro untuk memasak (microwave oven), sinar X, lampu
listrik, gelombang suara (termasuk ultrasonic), sinar dari bahan radioaktif
adalah beberapa contoh dari radiasi yang sering dimanfaatkan dalam
kehidupan sehari-hari
Secara umum radiasi adalah pancaran energy dalam bentuk
gelombang atau partikel. Dalam bentuk gelombang energy dapat
dibedakan kedalam bentuk electromagnet atau mekanik. Dalam bentuk
partikel dapat dibedakan kedalam energy bermuatan atau tidak bermuatan.
Radiasi juga dapat dibedakan kedalam jenis radiasi pengion dan non
pengion. Radiasi pengion adalah gelombang elektromagnetik dan partikel
bermuatan yang karena energy yang dimilikinya mampu mengionisasi
media yang dilaluinya, salah satu contohnya adalah sinar X
Penemuan sinar-X (Rontgen) merupakan suatu revolusi dalam dunia
kedokteran karena ternyata dengan hasil penemuan itu dapat diperiksa
bagian-bagian tubuh manusia yang sebelumnya tidak pernah dapat dicapai
dengan cara pemeriksaan konvensional. Setelah diketahui bahwa sinar
roentgen dapat mengakibatkan kerusakan yang dapat berlanjut sampai
berupa kanker kulit bahkan leukemia, maka mulailah diambil tindakan
-tindakan untuk mencegah kerusakan tersebut. Pengaruh radiasi pada
organ tubuh manusia dapat bermacam-macam, bergantung pada jumlah
dosis dan luas lapangan radiasi yang diterima.
Setiap pemanfatan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya
selain memiliki manfaat juga menimbulkan potensi bahaya radiasi, oleh
karena itu dalam pemanfaatannya harus dilakukan oleh petugas yang
cakap dan terlatih serta memenuhi persyaratan untuk bekerja dengan
radiasi yang selanjutnya disebut Petugas Proteksi Radiasi (PPR) sesuai

1
dengan peraturan Pemerintah RI No.33 tahun 2007 tentang Keselamatan
Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif.
Pada kongres Internasional Radiologi di Kopenhagen tahun 1953
dibentuk The Internasional Committee On Radiation Protection yang
menetapkan peraturan-peraturan lengkap untuk proteksi radiasi sehingga
diharapkan selama seorang mengindahkan semua petunjuk tersebut, maka
tidak perlu khawatir akan bahaya sinar roentgen. Diantara petunjuk
proteksi terhadap radiasi sinar roentgen tersebut adalah :
Menjauhkan diri dari sumber radiasi
Menggunakan alat proteksi jika harus berdekatan dengan sumber
radiasi
Mengadakan pengecekan berkala menggunakan personil monitoring
radiasi
Pemeriksaan kesehatan secara rutin khususnya sel darah putih
(leukosit)
Proteksi Radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi. Keselamatan
Radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pekerja,
anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi. Program
Proteksi dan Keselamatan Radiasi adalah rencana yang harus disusun dan
dilaksanakan oleh Pemegang Izin untuk mewujudkan hal tersebut. Dalam
peraturan pemerintah nomor 29 tahun 2008 pada pasal 10 menyebutkan
bahwa
Setiap orang atau badan yang akan melaksanakan pemanfaatan Sumber
Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir wajib memiliki izin dari Kepala
BAPETEN .
Selanjutnya pada pasal 11 disebutkan bahwa
Pemohon, untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam pasal
10 ayat (1) harus memenuhi persyaratan :

1.1.1 Administratif
Persyaratan administrasi yang dimaksud pada pasal 11 yaitu :
a. Identitas pemohon izin
b. Akta pendirian badan hukum atau badan usaha;

2
c. Izin dan/atau persyaratan yang ditetapkan oleh instansi lain
yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan; dan
d. Lokasi Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan
Nuklir.
1.1.2 Teknis; dan/atau
Adapun persyaratan teknis yang dijelaskan pada pasal 14 sebagai
berikut :
a. Prosedur operasi
b. Spesifikasi teknis Sumber Radiasi Pengion atau Bahan Nuklir
yang digunakan, sesuai dengan standar keselamatan radiasi.
c. Perlengkapan proteksi radiasi dan/atau peralatan Sumber
Radioaktif.
d. Program proteksi keselamatan radiasi dan/atau program
keamanan Sumber Radioaktif.
e. Laporan verifikasi keselamatan radiasi dan/atau keamanan
Sumber Radioaktif.
f. Hasil pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi yang dilakukan
oleh dokter yang memiliki kompetensi, yang ditunjuk
pemohon izin, dan disetujui oelh instansi yang berwenang di
bidang ketenagakejaan; dan/atau
g. Data kualifikasi personil, yang meliputi:
a. Petugas proteksi radiasi dan personil lain yang memiliki
kompetensi;
b. Personil yang menangani Sumber Radiasi Pengion;
dan/atau
c. Petugas keamanan Sumber Radioaktif atau Bahan Nuklir
1.2 Tujuan
Tujuan utama program proteksi dan keselamatan radiasi adalah
menunjukkan tanggung jawab managemen dalam rangka proteksi dan
keselamatan radiasi melalui penerapan struktur management, kebijakan,
prosedur dan susunan rencana organisasi yang sesuai dengan sifat dan
tingkat resiko yang dapat ditimbulkan dalam pemanfaatan sumber
radiasi pengion (PP 29 Th 2008, Bab V pasal 66 ayat(1) tentang
Kewajiban Pemegang Izin )
1.3 Ruang Lingkup

3
Keselamatan radiasi pengion di bidang medik yang selanjutnya
disebut Keselamatan Radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
melindungi pasien, pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup
(Perka BAPETEN No 8 Th 2011, Bab 1 pasal 1 tentang Ketentuan
Umum)
1.4 Definisi
Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi adalah rencana yang
harus disusun dan dilaksanakan oleh Pemegang Izin untuk mengurangi
pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi yang berlebih
sehingga terwujud keselamatan radiasi bagi pekerja, anggota
masyarakat dan lingkungan hidup. (Perka BAPETEN No 8 Th 2011,
Bab 1 pasal 1 tentang Ketentuan Umum).

BAB II
PENYELENGGARA PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI
2.1 Struktur Organisasi
Penyelenggara Proteksi dan Keselamatan Radiasi merupakan wadah
yang terdiri dari perwakilan setiap personil yang ada di fasilitas atau
instalasi yang memanfaatkan tenaga nuklir, dapat berbentuk orang
perorangan, komite atau organisasi, bertugas untuk membantu Pemegang
Izin dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Berikut susunan organisasi
penyelenggara program proteksi dan keselamatan radiasi.

PEMEGANG IZIN
Ir. H. Soleh Yahya

4
DIREKTUR RS PKU
MUHAMMADIYAH WONOSOBO
dr. Bryan Prima Arta Sp.OG

KEPALA INSTALASI
RADIOLOGI
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad

PETUGAS PROTEKSI
RADIASI
Umar Fauzi, Amd.Rad

PEKERJA RADIASI
Radiografer
1. Alan Maulana Akbar, Amd.Rad
2. Arief Rahman E, Amd.Rad
3. Ayu Ningtias P, Amd.Rad
Radiolog
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad

2.1.1 Uraian tugas


a. Bapak Ir. H. Soleh Yahya selaku pemegang izin instalasi
radiologi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Wonosobo
b. dr. Bryan Prima Arta , Sp.OG selaku Direktur Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Wonosobo
c. Pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan pemanfaatan tenaga
nuklir:
d. Umar Fauzi, Amd.Radselaku Petugas Proteksi Radiasi Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Wonosobo.
e. Alan Maulana Akbar, Amd.Rad, Arief Rahman E, Amd.Rad, Ayu
Ningtias P, Amd.Radsebagai pekerja radiasi di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Wonosobo.
2.1.2 Tanggung jawab pemegang izin
a) Pemegang izin merupakan penanggung jawab utama
keselamatan radiasi.
Pemegang izin adalah orang atau badan yang telah menerima
izin Pemanfaatan Tenaga Nuklir dari BAPETEN (Peraturan
Pemerintah No. 33 tahun 2007)

5
1. Tanggung jawab pemegang izin sebagaimana yang
dimaksud Peraturan Pemerintah no. 33 tahun 2007 pasal 6
ayat(2)
a) Mewujudkan tujuan keselamatan radiasi sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan pemerintah
b) Menyusun,mengembangkan,melaksanakan,danmendo
kumentasikan program proteksi dan keselamatan
radiasi, yang dibuat berdasarkan sifat dan resiko untuk
setiap pelaksanaan pemnafaatan tenaga nuklir
c) Membentuk dan menetapkan pengelola keselamatan
radiasi di dalam fasilitas atau instansi sesuai dengan
tugas dan tanggung jawabnya
d) Menentukan tindakan dan sumber daya yang
diperlukan untuk mencapai tujuan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, dan memastikan bahwa
sumber daya tersebut memadai dan tindakan yang
diambil dapat dilaksanakan dengan benar.
e) Meninjau ulang setiap tindakan dan sumber daya
secara berkala dan berkesinambungan untuk
memastikan tujuan sebagaimana dimaksud pada huruf
a dapat dicapai.
f) Mengidentifikasi setiap kegagalan dan kelemahan
dalam tindakan dan sumber daya yang diperlukan
untuk mewujudkan keselamatan radiasi, serta
mengambil langkah perbaikan dan pencegahan
terhadap terulangnya keadaan tersebut
g) Membuat prosedur untuk memudahkan konsultasi dan
kerjasama antar semua pihak yang terkait dengan
keselamatan radiasi
h) Membuat dan memelihara rekaman yang terkait
dengan keselamatan radiasi
2. Kewajiban pemegang izin tertuang dalam pasal 7 s/d pasal
19 Peraturan Pemerintah no. 33 tahun 2007
a) Kewajiban pemegang izin :

6
1) Membuat standar operasi prosedur dan kebijakan
yang menempatkan Proteksi dan Keselamatan
Radiasi pada prioritas tertinggi
2) Mengidentifikasi dan memperbaiki faktor-faktor
yang mepengaruhi Proteksi dan Keselamatan
Radiasi sesuai tingkat potensi bahaya
3) Mengidentifikasi secara jelas tanggung jawab
setiap personil atas Proteksi dan Keselamatan
Radiasi
4) Menetapkan kewenangan yang jelas masing-
masing personil dalam setiap pelaksanaan
Proteksi dan Keselamatan Radiasi
5) Membangun jejaring komunikasi yang baik pada
seluruh tingkatan organisasi, untuk menghasilkan
arus informasi yang tepat mengenai Proteksi dan
Keselamatan Radiasi
6) Menetapkan kualifikasi dan pelatihan yang
memadai untuk setiap personil
b) Pemegang izin wajib menyelenggarakan
pemantauan kesehatan untuk seluruh pekerja
radiasi
c) Pemegang izin, dalam melaksanakan pemantauan
kesehatan, harus:
a) Melaksanakannya berdasarkan ketentuan umum
kesehatan kerja
b) Merancang penilaian terhadap kesesuaian
penempatan pekerja dalam melaksanakan
pekerjaan yang ditugaskan padanya
c) Menggunakan hasil pemantauan sebagai landasan
informasi pada:
Kasus munculnya penyakit akibat kerja setelah
terjadinya Paparan Radiasi berlebih
Saat memberikan konseling tertentu bagi
pekerja mengenai bahaya Radiasi yang
mungkin didapat

7
Penatalaksanaan kesehatan pekerja yang
terkena Paparan Radiasi berlebih
b) Pemantauan kesehatan dilaksanakan melalui:
1) Pemeriksaan kesehatan
2) Konseling dan/atau
3) Penatalaksanaan kesehatan pekerja yang
mendapatkan Paparan Radiasi berlebih
4) Pemegang izin harus menyimpan dan memelihara
hasil pemantauan kesehatan pekerja dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) tahun terhitung sejak
tanggal pemberhentian pekerja yang bersangkutan
5) Pemegang izin wajib melakukan pemeriksaan
kesehatan pekerja pada saat:
Sebelum bekerja
Selama bekerja
Akan memutuskan hubungan kerja
c) Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh dokter yang
memiliki kompetensi yang ditunjuk oleh pemegang
izin, dan disetujui instansi berwenang di bidang
ketenagakerjaan
d) Pemeriksaan kesehatan untuk pekerja radiasi wajib
dilakukan secara berkala paling sedikit sekali dalam 1
(satu) tahun
e) Pemeriksaan kesehatan disesuaikan dengan jenis
pekerjaan yang dilakukan dan jika dianggap perlu,
pemeriksaan khusus dapat dilakukan terhadap pekerja
tertentu.
f) Pemegang izin wajib menyediakan konseling untuk
memberikan konsultasi dan informasi yang lengkap
mengenai bahaya radiasi kepada pekerja
g) Pemegang Izin wajib melakukan penatalaksanaan
pekerja yang mendapatkan Paparan Radiasi berlebih
melalui pemeriksaan kesehatan dan tindak lanjuti,
konseling, dan kajian terhadap Dosis yang diterima
h) Pemegang izin bertanggung jawab menanggung biaya
pemantauan kesehatan

8
i) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemantauan
kesehatan diatur dengan peraturan Kepala BAPETEN
j) Pemegang izin wajib menyediakan personil yang
memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan
jenis Pemanfaatan Tenaga Nuklir
k) Personil yang dimasud paling sedikit terdiri dari:
1) Petugas Proteksi Radiasi
2) Pekerja Radiasi
3) Tenaga Ahli
4) Operator dan/atau
5) Tenaga medik atau paramedik
l) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi dan
kompetensi personil diatur dengan Peraturan Kepala
BAPETEN
m) Pemegang izin wajib meningkatkan kemampuan
personil yang bekerja di fasilitas atau instalasi melalui
pendidikan dan pelatihan untuk menumbuhkan
pemahaman yang memadai tentang:
1) Tanggung jawab dalam Proteksi dan Keselamatan
Radiasi
2) Pentingnya menerapkan Proteksi dan Keselamatan
Radiasi selama melaksanakan pekerjaan yang
terkait dengan Radiasi
n) Pendidikan dan pelatihan sekurang-kurangnya harus
disesuaikan dengan:
1) Potensi Paparan Kerja
2) Tingkat pengawasan yang diperlukan
3) Kerumitan pekerjaan yang akan dilaksanakan
4) Tingkat pelatihan yang telah diikuti oleh personil
o) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan dan
pelatihan diatur dengan Peraturan Kepala BAPETEN
p) Pemegang Izin wajib membuat, memelihara dan
menyimpan rekaman
q) Rekaman yang dimaksud meliputi rekaman teknis dan
rekaman mutu yang harus ditunjukkan pada saat
BAPETEN melakukan Inspeksi
r) Pemegang izin wajib membuat Rekaman Paparan
Radiasi yang mengakibatkan terjadinya Dosis yang

9
melebihi Nilai Batas Dosisi dan melaporkan segera
secara lisan kepada BAPETEN
s) Pemegang izin wajib menyampaikan laporan tertulis
mengenai terjadinya Paparan Radiasi yang melebihi
Nilai Batas Dosis kepada BAPETEN paling lambat 3
(tiga) hari kerja terhitung sejak diterimanya
pemberitahuna lisan.
2.1.3 Tanggung jawab pihak lain
a. Petugas Proteksi Radiasi (PPR)
1. Petugas Proteksi Radiasi adalah petugas yang ditunjuk
oleh Pemegang izin dan oleh BAPETEN dinyatakan
mampu melaksanakan pekerjaan yang berhubungan
dengan Proteksi Radiasi
2. Berdasarkan SK Kepala BAPETEN No. 01/Ka-
BAPETEN/V-99 menyebutkan bahwa Petugas Proteksi
Radiasi berkewajiban membantu pengusaha instalasi
dalam melaksanakan tanggung jawabnya di bidang
Proteksi Radiasi
3. Berdasarakan Peraturan Kepala BAPETEN no 8 tahun
2011 Pasal 21, Petugas Proteksi Radiasi diberi
wewenang untuk mengambil tindakan-tindakan sebagai
berikut:
a) Membuat dan memutakhirkan program proteksi dan
keselamatan radiasi
b) Memantau aspek operasional program proteksi dan
keselamatan radiasi;
c) Memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan
proteksi radiasi, dan memantau pemakaiannya;
d) Meninjau secara sistematik dan periodik, program
pemantauan di semua tempat dimana pesawat sinar-X
digunakan;
e) Memberikan konsultasi yang terkait dengan proteksi
dan keselamatan radiasi;
f) Berpartisipasi dalam mendesain fasilitas radiologi;
g) Memelihara rekaman;

10
h) Mengidentifikasi kebutuhan dan mengorganisasi
kegiatan pelatihan;
i) Melaksanakan latihan penanggulangan dan pencarian
fakta dalam hal paparan darurat;
j) Melaporkan kepada pemegang izin setiap kejadian
kegagalan operasi yang berpotensi menimbulokan
kecelakaan radiasi; dan
k) Menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan
program proteksi dan keselamatan radiasi, dan
verifikasi keselamatan.
2.1.4 Pekerja Radiasi
a. Pekerja Radiasi adalah setiap orang yang bekerja di Instalasi
Radiologi Diagnostik dan Intervensional yang diperkirakan
dapat menerima Dosis Radiasi tahunan melebihi Dosis untuk
masyarakat umum.
b. Berdasarkan SK Kepala BAPETEN No. 01/Ka-
BAPETEN/V-99 menjelaskan bahwa seorang pekerja radiasi
ikut bertanggung jawab terhadapkeselamatan radiasi di
daerah kerjanya, dengan demikian iamempunyai kewajiban
sebagai berikut:
1. Mengetahui memahami dan melaksanakan semua
ketentuankeselamatan kerja radiasi.
2. Memanfaatkan sebaik-baiknya peralatan keselamatan
radiasi yangtersedia, bertindak hati-hati, serta bekerja
secara aman untukmelindungi baik dirinya maupun
pekerja lain.
3. Melaporkan setiap kejadian kecelakaan bagaimanapun
kecilnyakepada Petugas Proteksi Radiasi.
4. Melaporkan setiap gangguan kesehatan yang dirasakan,
yang didugaakibat penyinaran lebih atau masuknya zat
radioaktif ke dalamtubuhnya

Struktur Organisasi Program


Proteksi dan Keselamatan Radiasi

11
Pemegang
Izin

Direktur RS PKU
Muhammadiyah Wonosobo

Petugas Proteksi
Radiasi

Pekerja Radiasi/
Radiografer

Keterangan :
1. Panah Hitam : Garis Komando

2. Panah Merah : Alur pelaporan jika terjadi kondisi darurat

2.1.5 Data Personil


Adapun personil yang bekerja di Instalasi Radiologi
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Wonosobo sebagai
berikut :
1. Petugas Proteksi Radiasi
Nama : Umar Fauzi Amd.Rad
Tempat Tanggal Lahir : Banjarnegara,10 Januari
1992
Pendidikan : D3
Nomor Kartu SIB :
Kualifikasi PPR :
Masa berlaku SIB :
2. Pekerja Radiasi
a. Nama :
Tempat Tanggal Lahir :
Pendidikan :
b. Nama :
Tempat Tanggal Lahir :
Pendidikan :
c. Nama :

12
Tempat Tanggal Lahir :
Pendidikan :

2.1.6 Pelatihan
1. Lulus mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Petugas
Proteksi Radiasi
2. Lulus mengikuti ujian Surat Ijin Bekerja sebagai
Petugas Proteksi Radiasi bidang medik tingkat 2
3. Lulus mengikuti ujian kompetensi dan Sertifikat
Tanda Registrasi Radiografer

2.1.7 Sertifikat Training


1. Pendidikan dan Pelatihan Petugas Proteksi Radiasi
Bidang Radiodiagnostik dengan nomor sertifikat
DM.02.04/A.III/408/2013 yang diselenggarakan oleh
Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi,
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang yang
bekerjasama dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (
BAPETEN ) dengan materi antara lain :
a. Materi Dasar
1) Dasar Fisika Radiasi
2) Dasar Proteksi Radiasi
3) Dosimetri
4) Alat Ukur Radiasi
5) Efek Biologi Radiasi
b. Materi Utama
1) Peraturan Perundang-Undangan
Ketenaganukliran
2) Proteksi Radiasi terhadap paparan kerja
3) Paparan medik dalam radiologi diagnostik,
radioterapi dan kedokteran nuklir
c. Materi Praktek
1) Penggunaan alat ukur proteksi radiasi
2) Prinsip dan penerapan proteksi radiasi eksterna
3) Penggunaan peralatan sumber radiasi ( secara
operasional )
d. Materi Penunjang
1) Pendalaman materi

13
BAB III
DESKRIPSI FASILITAS, PESAWAT SINAR-X DAN PERALATAN
PENUNJANG, DAN PERLENGKAPAN PROTEKSI RADIASI

3.1 Deskripsi Fasilitas


Perka BAPETEN No 8 Th 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam
Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan
Intervensional, Paragraf 3 tentangBangunan Fasilitas
Pasal 56
Disain bangunan fasilitas pesawat sinar-X sebagaimana dimaksud
dalam pasal 41 huruf c, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Pembatasan dosis untuk pekerja radiasi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 37 huruf a, untuk perisai pada dinding ruangan
dan/atau pintu yang berbatasan langsung dengan ruang kerja
Pekerja Radiasi
b. Pembatas dosis untuk anggota masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam pasal 37 huruf b, untuk perisai pada dinding ruangan
dan/atau pintu yang berbatasan langsung dengan akses anggota
masyarakat

Pasal 57
(1) Setiap perencanaan pesawat sinar-X harus mempertimbangkan
beban kerja maksimum, faktor guna penahan radiasi dan faktor
penempatan daerah sekitar fasilitas
(2) Setiap perencanaan fasilitas pesawat sinar-X harus
mempertimbangkan kemungkinan perubahan di masa mendatang
dalam setiap parameter atau semua parameter yang meliputi
penambahan tegangan tabung, beban kerja, modifikasi teknis yang

14
mungkin memerlukan tambahan pesawat sinar-X, dan
bertambahnya tingkat pempatan daerah sekitar fasilitas
(3) Fasilitas pesawat sinar-X sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling kurang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Ukuran ruangan pesawat sinar-X dan mobile station harus
sesuai dengan spesifikasi teknik peswat sinar-X dari pabrik
atau rekomendasi standart international atau memiliki ukuran
sebagaimana yang tercantum pada lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala
BAPETEN
b) Jika ruangan memiliki jendela, maka jendela paling kurang
terletak pada ketinggian
c) m (dua meter) dari lantai
d) Dinding ruangan untuk semua jenis pesawat sinar-X terbuat
dari bata merah ketebalan 25 cm (dua puluh lima centimeter)
atau beton dengan kerapatan jenis 2,2 g/cm3(dua koma dua
gram persentimeter kubik) dengan ketebalan 20 cm (dua puluh
centimeter) atau setara dengan 2mm (dua millimeter) timah
hitam (pb), dan pintu ruang pesawat sinar-X harus dilapisi
dengan timah hitam dengan ketebalan tertentu
e) Kamar gelap atau pengolahan film
f) Ruang tunggu pasien
g) Ruang ganti pakaian
a. Tanda radiasi, poster peringatan bahaya radiasi dan lampu merah
(4) Tanda radiasi dan poster peringatan bahaya radiasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf g tercantum dalam lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala BAPETEN
ini.

Pesawat Sinar X sekurang-kurangnya terdiri dari generator


tegangan tinggi, panel control, tabung Sinar X, alat pembatas berkas,
dan peralatan penunjang.
Pesawat Sinar X dapat digunakan untuk Radiografi dan
Fluoroskopi dari berbagai atau organ tubuh dan pembuluh darah. Ada
beberapa jenis pesawat Sinar X berdasarkan Peraturan Kepala

15
BAPETEN No. 8 tahun 1997 pasal 2 ayat 1 yaitu: a. diagnostic, b.
intervensional, c. penunjang radioterapi, d. penunjang kedokteran
nuklir.
3.2 Deskripsi pesawat Sinar X
Pesawat Sinar-X
Perka BAPETEN No 8 Th 2011 tentang Keselamatan Radiasi
Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan
Intervensional, Paragraf 1
Pasal 42
1) Pemegang Izin hanya boleh menggunakan pesawat sinar-X
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a yang memenuhi
ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain
yang tertelusur yang diterbitkan oleh lembaga akreditasi atau
sertifikat yang dikeluarkan oleh pabrikan.
2) Pesawat sinar-X sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
kurang terdiri atas komponen utama:
a. tabung;
b. pembangkit tegangan tinggi;
c. panel kontrol; dan/atau
d. perangkat lunak.
Pasal 43
(1) Pesawat sinar-X untuk pemeriksaan umum secara rutin harus
mempunyai spesifikasi:
a. daya generator paling rendah 5 kW (lima kilowatt);
b. kuat arus tabung paling rendah 50 mA (limapuluh
miliamper); dan
c. tegangan tabung dapat dioperasikan hingga 100 kV (seratus
kilovolt).
(2) Spesifikasi kuat arus tabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b tidak berlaku untuk jenis pesawat sinar-X:
a. Radiologi Kedokteran Gigi;
b. Mamografi;

16
c. Fluoroskopi; dan
d. Pengukur Densitas Tulang.
(3) Spesifikasi tegangan tabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c tidak berlaku untuk jenis pesawat sinar-X:
a. Radiologi Kedokteran Gigi;
b. Mamografi; dan
c. Pengukur Densitas Tulang.
(4) Pengukur densitas tulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d dan ayat (3) huruf c dapat berupa pesawat C-arm digital.
Pasal 44
(1) Pesawat Sinar-X Kedokteran Gigi Intraoral harus dilengkapi
dengan konus.
(2) Konus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh
digunakan dengan spesifikasi:
a. panjang konus tidak boleh kurang dari 20 cm (duapuluh
sentimeter) untuk tegangan
b. operasi di atas60 kV (enampuluh kilovoltage);
c. panjang konus tidak boleh kurang dari 10 cm (sepuluh
sentimeter) untuk tegangan 60 kV (enampuluh kilovoltage);
dan
d. diameter konus tidak boleh lebih dari 6 cm (ena sentimeter).
Pasal 45
Pesawat Sinar-X Fluoroskopi harus dilengkapi dengan system
pencitraan, paling kurang meliputi:
a. clossed circuit television (CCTV); atau.
b. charge coupled device (CCD).

Pasal 46
(1) Pesawat Sinar-X Mobile hanya boleh digunakan untuk
pemeriksaan rutin di:
a. instalasi gawat darurat;
b. instalasi perawatan intensif;

17
c. ruang radiologi apabila Pesawat Sinar-X Terpasang Tetap
mengalami kerusakan;
d. mobile station;
e. klinik;
f. puskesmas; atau
g. praktek dokter.
(2) Dalam hal Penggunaan Pesawat Sinar-X Mobile dalam mobile
station sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, persyaratan
ukuran ruangan mobile station harus sesuai sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Kepala BAPETEN ini.
Pasal 47
Pesawat Sinar-X Portabel dilarang digunakan untuk pemeriksaan
rutin.
Pasal 48
(1) Dalam hal tertentu, ketentuan ruangan mobile station sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) dan ketentuan pelarangan
Pesawat Sinar-X Portabel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
dapat dikecualikan.
(2) Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
Penggunaan pada:
a. Daerah Terpencil;
b. daerah bencana;
c. daerah konflik; dan

d. pemeriksaan massal (mass screening) bagi anggota masyarakat


yang diduga terjangkit penyakit menular.
(3) Pemeriksaan massal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
hanya boleh dilakukan oleh instansi pemerintah.
Pasal 49
(1) Pesawat Sinar-X Kedokteran Gigi Portabel dilarang untuk
digunakan untuk pemeriksaan rutin.

18
(2) Dalam hal pemeriksaan dental victim identification untuk
kepentingan forensik, Pesawat Sinar-X Kedokteran Gigi Portabel
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) boleh digunakan dengan
memperhatikan Keselamatan Radiasi.
Pasal 50
Pesawat Sinar-X Fluoroskopi tanpa tabir penguat citra (image
intensifier) dan Mass Chest Survey (MCS) dilarang untuk digunakan.
Pasal 51
(1) Pesawat Sinar-X harus dioperasikan oleh Radiografer, kecuali
Pesawat Sinar-X Fluoroskopi.
(2) Dalam hal pengoperasian Pesawat Sinar-X Mammografi,
Radiografer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan
perempuan.
Pasal 52
Pesawat Sinar-X Fluoroskopi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
harus dioperasikan oleh Dokter Spesialis Radiologi atau Dokter yang
Berkompeten.
Pasal 53
Citra Radiografi yang dihasilkan pesawat sinar-X harus diinterpretasi
oleh Dokter Spesialis Radiologi atau Dokter yang Berkompeten.
Pasal 54
(1) Citra Radiografi yang dihasilkan pesawat sinar-X kedokteran gigi
harus diinterpretasi oleh Dokter Gigi Spesialis Radiologi
Kedokteran Gigi, Dokter Gigi yang Berkompeten, atau Dokter
Spesialis Radiologi.
(2) Dalam hal Citra Radiografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk proyeksi periapikal dapat diinterpretasi oleh dokter gigi.
Peralatan Penunjang Pesawat Sinar-X
Pasal 55
(1) Pemegang Izin hanya boleh menggunakan peralatan penunjang
pesawat sinar-X sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b

19
yang memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau
standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh lembaga
akreditasi atau sertifikat yang dikeluarkan oleh pabrikan.
(2) Peralatan penunjang pesawat sinar-X sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling kurang terdiri atas komponen:
a. tiang penyangga tabung;
b. kolimator; dan
c. instrumentasi tegangan.

3.3 Jenis PesawatSinar X Diagnostik di RS PKU Muhammadiyah


Wonosobo:
3.3.1 Spesifikasi Pesawat Sinar X CT Scan Radiodiagnostik:
1) Merek : General Electric CT
2) Tipe : MX165SCT
3) Seri : 61060B10
Alat penunjang:
1) Alat fiksasi kepala
2) Alat fiksasi tubuh
3) Alat fiksasi kaki
4) Tabung oksigen
5) Viewing box
6) Printer automatic

3.3.2 Spesifikasi Pesawat Sinar X Mobile, yang ditempatkan


dalam ruang ICU:
1) Merek : BMI Jolly 30 Plus
2) Tipe : MQD
3) Seri : MQD30R
4) Kondisi Max : 125 kV/400mA
5) No. Registrasi : 029449.1.204.00000.130315
6) Masa ijin : sampai tanggal 12 Maret 2017
Alat penunjang meliputi:
1) Kaset radiologi semua ukuran
2) Automatic prosesing
3) Tabung oksigen
4) Viewing box
5) Tabir pelindung
6) Apron
3.3.3 Spesifikasi Pesawat Sinar X Stationer, yang ditempatkan
dalam ruangan:

20
1) Merek : DRGEM
2) Tipe :
3) Seri :
4) Kondisi Max :
Alat penunjang meliputi:
1) Kaset radiologi semua ukuran
2) Automatic prosesing
3) Tabung oksigen
4) Viewing box

3.4 Deskripsi Pembagian Kerja


Daerah kerja dapat dikelompokan menjadi daerah pengawasan dan
daerah pengendalian.Batas daerah kerja harus diberi tanda yang jelas.
3.4.1 Daerah pengawasan yaitu daerah yang memungkinkan
seseorang menerima dosis radiasi kurang dari 15 mSv (1500
mrem) dalam setahun dan bebas kontaminasi. Daerah
pengawasan dibagi menjadi dua yaitu:
a. Daerah radiasi sangat rendah dengan dosis 1 mSv sampai 5
mSv dalam satu tahun.
b. Daerah radiasi rendahdengan dosis 5 mSv sampai dengan 15
mSv dalam satu tahun.
3.4.2 Daerah pengendalian yaitu daerah yang memungkinkan
seseorang menerima dosis radiasi 15 mSv atau lebih dalam
setahun. Daerah pengendalian dibagi menjadi tiga yaitu:
c. Daerah radiasi sedang dengan dosis 15 mSv sampai dengan
50 mSv per tahun
d. Daerah radiasi tinggi dengan dosis 50 mSv atau lebih dalam
satu tahun.
e. Daerah kontaminasi (pada zat radioaktif)

3.5 Deskripsi Perlengkapan proteksi Radiasi

21
Perka BAPETEN No 8 Th 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam
Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan
Intervensional,
Pasal 35
(1) Perlengkapan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 huruf c harus disediakan oleh Pemegang Izin untuk setiap
Pekerja Radiasi.
(2) Perlengkapan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus sesuai dengan ketentuan Standar Nasional Indonesia
(SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh
lembaga akreditasi atau sertifikat yang dikeluarkan oleh pabrikan.
(3) Perlengkapan Proteksi Radiasi meliputi:
a. peralatan pemantau Dosis perorangan; dan
b. peralatan protektif Radiasi.
(4) Perlengkapan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) harus digunakan oleh setiap Pekerja Radiasi.
(5) Peralatan pemantau Dosis perorangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a meliputi film badge atau TLD badge, dan/atau
dosimeter perorangan pembacaan langsung.
(6) Peralatan protektif Radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b meliputi:
a. apron;
b. tabir yang dilapisi Pb dan dilengkapi kaca Pb;
c. kacamata Pb;
d. sarung tangan Pb;
e. pelindung tiroid Pb;
f. pelindung ovarium; dan/atau
g. pelindung gonad Pb.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Proteksi Radiasi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala BAPETEN ini
3.5.1 Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Wonosobo
Yang perlu diperhatikan dalam Instalasi ruangan pesawat Sinar X
diagnostic sebelu didirikan, yaitu lokasi bangunan, letak bangunan,
disain ruangan dan tebal dinding maupun perisai pintu.ruangan Sinar X
harus dibangun dengan cukup kuatuntuk menahan beban peralatan
yang ada. Dan harus sesuai dengan PerKa Bapeten No. 8 Tahun 1997.

22
No Jenis Pesawat Ukuran Ukuran di Keterangan
Standar Instalasi
dengan tebal Radiologi
dinding RSPKUWSB
1 Pesawat Sinar X 4x 3x 2,8 4,5x 4,2x 3 Standar
Tebal dinding Tebal dinding 30
Mobile diruangan BAPETEN
20cm beton cm batu bata +
atau 25 cm beton
batu bata atau
setara 2 mm
Pb
2 Pesawat Sinar X CT 6x 4x 2,8 5,8x 5,5x 3 Standar
Tebal dinding Tebal dinding 30
Scan BAPETEN
20cm beton cm batu bata +
atau 25 cm beton + 2mm Pb
batu bata atau
setara 2 mm
Pb
3 Ruangan Kamar 3x 2x 2,8 3x 2x 3 Standar
Sirkulasi Sirkulasi udara
gelap BAPETEN
udara dan dan tersedia air
tersedia air bersih
bersih

3.5.2 Ruang Operator


Ruang Operator tempat kabin pesawat sebaiknya dibuat terpisah
dari ruang penyinaran, atau berada dalam ruangan penyinaran harus
disediakan tabir Pb dan dilengkapi dengan kaca intip dari Pb.

3.5.3 Pintu Ruang Pesawat Sinar X

23
Pintu ruang pesawat Sinar X harus diberi penahan radiasi yang
cukup sehingga terproteksi dengan baik. Pintu terbuat dari tripleks
dengan tebal tertentu yang ditambah lempengan Pb setebal 1-1,5 mm
3.5.4 Tanda Radiasi
Tanda-tanda peringatan. Persyaratan untuk tanda-tanda peringatan
terletak di posisi yang tepat dan memperlihatkan
a. Peruntukan daerah
b. Sifat dari sumber radiasi
c. Risiko yang ditimbulkan
d. Tanda bagi ibu hamil

Gb.1 Tulisan Bahaya Radiasi

Gb.2 Simbol Bahaya Radiasi

Gb.3 Tanda bagi ibu hamil


BAB IV
PROSEDUR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI

4.1 Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Operasi Normal

24
Keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan
untuk melindungi pasien, pekerja, anggota masyarakat, dan
lingkungan hidup dari bahaya radiasi.
Proteksi radiasi adalah tindakan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang
merusak akibat paparan radiasi.
Tujuan Keselamatan Radiasi adalah:
4.1.1 Mencegah terjadinya efek non stokastik yang membahayakan dan
membatasi peluang terjadinya efek stokastik pada suatu nilai yang
dapat diterima oleh masyarakat.
4.1.2 Untuk menyakinkan bahwa pekerjaan atau kegiatan yang berkaitan
dengan panyinaran radiasi dapat dibenarkan.
Prosedur Kerja
1. Komisioning
Apabila suatu pesawat sinar X diagnostic yang baru dipasang atau
pemasangan kembali di lokasi yang baru atau pesawat Sinar X yang
mengalami perbaikan besar atau dilakukan modifikasi struktur yang
dilakukan pada Instalasi, maka instalasi tersebut tidak boleh dilakukan
komisioning tanpa pemeriksaan radiologi oleh petugas proteksi radiasi
atau orang lain, yang oleh instansi berwenang dianggap mampu dalam
proteksi dan keselamatan operasional pada Instalansi Sinar X. laporan
hasil pemeriksaan tersebut harus disimpan untuk diberikan pada saat
inspeksi oleh instansi yang berwenang.
2. Inspeksi Periodik
Inspeksi secara periodic terhadap peralatan sinar X, baju pelindung
Pb(apron) dan hal yang menyangkut keselamatan atau penahan radiasi
ruangan pesawat sinar X harus dilakukan perbaikan dalam hal adanya
komponen yang rusak atau hal yang berhubungan dengan keselamatan
radiasi. Laporan hasil inspeksi tersebut harus disimpan.
3. Operasi Peralatan Sinar X
a. Peralatan Sinar X harus dioperasikan dengan radiasi primer (berkas
utana) diarahkan ke daerah dengan factor penempatan minimum.
b. Peralatan Sinar X yang lebih dari satu 1 dalam satu ruangan yang
sama harus memperhatikan hal diatas.

25
c. Hanya pasien yang mendapatkan oenyinaran radiologi boleh
berada dalam ruangan, kecuali dalam hal yang disebutkan poin
pembantu pasien.
4. Penel Kontrol
Apabila panel control dalam satu ruangan dengan pesaawat Sinar x
itu sendiri maka panel control harus ditempatkan sejauh mingkin dari
pesawaat sinar x itu dan diberi perisai proteksi ( tabir operator)
5. Perabotan dan Peralatan Lain
a. Agar ruangan pesawat Sinar X hanya diisi dengan perabotan yang
penting saja dan fasilitas yang di perlukan untuk pemeriksaan,
sedemikinan sehingga tidak diperkenankan orang yang tidak
berkepentingan atau pasien dalam ruangan.
b. Ruangan pesawat Sinar X tidak boleh digunakan sebagai kantor
atau tujuan lain selain untuk pemeriksaan radiologi.
6. Pembatasan Arah Sinar X
Arah berkas sinar utama dari pesawat Sinar X tidak boleh
diarahkan ke panel control atau daerah lain yang tidak cukup penahan
radiasi atau yang hanya dipersiapkan untuk radiasi hambur.
7. Pembantu Pasien
a. Untuk membantu memengang pasien anak-anak atau orang yang
lemah pada saat penyinaran harus dilakukan oleh orang dewasa
sebagai keluarga bukan oleh petugas.
b. Apron dan sarung tangan harus dikenakan pada mereka, peralatan
imobilisasi sebaiknya digunakan untuk menghindari pergerakan anak
selama penyinaran.
c. Dalam kasus apaun maka film atau tabung tidak boleh dipegang.
8. Keselamatan Petugas
Semua usaha harus dilakukan dalam melaksanakan penyinaran
sinar X sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil yang baik dengan
paparan minimum pada pasien dan petugas.
9. Petugas Operasional
a. Selama penyinaran, tidak seorangpun kecuali petugas yang
berhubungan dan pasien berada dalam ruang penyinaran.
b. Pesawat Sinar X dilarang dioperasikan oleh petugas yang tidak
berwenang.
10. Peralatan Mobil

26
Peralatan Sinar X Mobil agar digunakan dengan peralatan
keselamatan yang cukup untuk melindungi pasien dan
sekitarnya.Untuk mencapai hal tersebut yaitu dengan fakor
penempatan yang minimum, jarak maksimum dari daerah kerja dan
penahan radiasi temporer harus digunakan untuk tujuan ini.
11. Unit Perbaikan
a. Perbaikan pesawat Sinar X harus dilakukan oleh teknisi yang telah
diberi mandate oleh penguasa yang berwenang. Teknisi tersebut
mempunyai keahlian dan latar belakang proteksi radiasi untuk
mengerjakan pekerjaan dengan aman.
b. Sebagai tambahan dengan peralatan monitoring personil, petugas
tersebut harus menggunakan surveymeter radiasi yang sesuai dan
dosimeter bacaan langsung untuk verifikasi dari kondisi kerjanya.

4.2 Proteksi dan Keselamatan Radiasi untuk Personil


Menurut PerKa BAPETEN No. 8 Tahun 2011,
Persyaratan proteksi radiasi melipuri 3 asas proteksi radiasi yaitu
justifikasi, limitasi dan penerapan optimisasi dan keselamatan
radiasi. Persyaratan proteksi radiasi tersebut harus diterapkan
pada tahap perencanaan, desain dan penggunaan fasilitas di
Instalasi untuk Radiologi Diagnostik dan Intervensional.
Berdasarkan asas limitasi yaitu asas ini menghendaki agar
dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan
suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas dosis (NBD) yang
ditetapkan oleh instansi yang berwenang.Yang dimaksud nilai
NBD adalah dosis radiasi yang diterima penyinaran radiasi
eksterna dan interna selama satu tahun tidak tergantung pada laju
dosis.penetapan NBD ini tidak memperhitungkan penerimaan
dosis untuk tujuan medic dan yang berasal dari radiasi alam.NBD

27
berlaku untuk pekerja radiasi dan anggota masyarakat.Nilai NBD
tidak berlaku untuk pasien dan pendamping pasien.

Dosis efektif untuk pekerja radiasi sebagaimana dimaksud dalam


Perka BAPETEN No. 8 tahun 2011 pasal 30 ayat 3 huruf a tidak
boleh melampaui 20 mSv pertahun rata-rata selama 5 (lima)
tahun berturut-turut.
Untuk memastikan agar nilai batas dosis tidak terlampaui,
pemegang ijin harus:
a. Menyelenggarakan pemantauan paparan radiasi dengan surveymeter
b. Melakukan pemantauan dosis yang diterima personil dengan film
badge atau TLD Badge yang sudah dikalibrasi, dan melakukan
pemantauan dosis yang diterima personil dan dosimeter perorangan
pembacaan langsung yang sudah dikalibrasi
c. Menyediakan perlengkapan proteksi radiasi.
d. Melakukan pembagian daerah kerja untuk pekerja radiasi.

Ya
AaphjklhkjgApakah ada pekerja yang
dapat menerima dosis radiasi

AAhjhjhjhjhApakah ada pekerja yang dapat Ya


DaaaadddddDaerah
menerima dosis radiasi > Pengendalian
Ya
aaaaaaaaaaaApakah ada resiko
penerimaan dosis radiasi yang
signifikan bagi pekerja dan
masyarakat apabila terjadi
keadaan abnormal (paparan Tidak bbbbbbbbbBukan daerah
Pengendalian

Gambar. Diagram alur penentuan daerah pengendalian

Daerah pengendalian harus dibatasi secara fisik. Dengan


kata lain, dapat dipetakan dengan tepat. Dalam keadaan tertentu,
daerah pengendalian dijaga oleh operator yang mengawasi secara
terus menerus dan memberitahukan secara lisan kepada setiap

28
orang yang berada dekat dengan daerah tersebut tetap menjaga
jarak tertentu.

4.3 Proteksi dan Keselamatan Radiasi untuk Pasien


1. Persyaratan Pemeriksaan
a. Setiap pemeriksaan dengan pesawat Sinar X hanya diperlukan
setelah memperhatikan kondisi pasien untuk menghindari paparan
radiasi yang tidak perlu.
b. Dalam hal ini terjadi karaguan agar dikonsultasikan terlebih dahulu
dengan ahli radiologi. Indikasi klinis, diagnose sementara dan
informasi yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dengan Sinar X
harus ditetapkan oleh ahli Radiologi tersebut.
c. Kegiatan sehubungan dengan pemeriksaan radiologi untuk
mendeteksi tuberkolosa, mammografi untuk melihat adanya
carcinoma dan pemeriksaan dada harus dilakukan dengan hati-hati.
2. Pemindahan Catatan
Pemindahan catatan pelaksanaan radiografi dari satu rumah sakit
ke rumah sakit lain harus dikurangi untuk menghindari terjadinya
pemeriksaan ulang.
3. Jaminan kualitas
a. Peralatan Sinar X diagnostic yang baru tidak boleh digunakan
kecuali setelah dilakukan pengujian jaminan kualitas dengan hasil
yang memuaskan.
b. Pengujian jaminan kualitas harus dilakukan ulang secara periodic
agar kinerja yang baik tetap dapat dipertahankan.
c. Setiap kerusakan harus diperbaiki sebelum komisioning lagi.
4. Persyaratan Fluoroskopi
a. Pemeriksaan fluoroskopi tidak boleh dilakukan apabila informasi
yang diperlukan dapat diperoleh dari radiografi.
b. Apabila mingkin hendaknya digunakan penguat bayangan yang
dilengkapi denga CCTV
c. Fluoroskopi tidak dilakukan apabila peralatan bukan didisain untuk
fluoroskopi.
5. Pengurangan dosis pasien
Semua upaya agar dilakukan untuk menjafa dosis pasien sekecil
mungkin yang dapat dicapai secara teknis, seperti penggunaan
kombinasi screen film dengan efisiensi tinggi, ukuran medan radiasi

29
minimum, waktu dan arus minimum serta pengalaman dalam adaptasi
terhadap kegelapan.

6. Pemilihan Pemeriksaan Radiologi bagi Wanita


Pemilihan radiologi pada perut bagian bawah dan pelvis wanita
dalam usia reproduksi disarankan untuk dilakukan dalam jangka 10
hari pertama permulaan menstruasi. Bagaimanapun pemeriksaan dapat
dilakukan jika kondisi klinik pasien memerlukan pemeriksaan Sinar X
segera.
7. Proteksi Janin
a. Pemeriksaan radiologi pada perut bagian bawah dan pelvis wanita
hamil harus diberikan hanya bila dianggap sangat diperlukan,
dalam hal ini harus diusahakan agar janin menerima dosis radiasi
sedikit mungkin.
b. Dalam hal ini pemberian penyinaran jenis lain pada wanita hamil
maka perut bagian bawah dan janin harus dilindungi dengan
pelindung.
8. Pelindung organ
a. Pelindung gonad harus diberikan untuk melindungi organ
reproduksi pasien asalkan tidak mengurangi informasi yang
diperlukan.
b. Pelindung mata harus diberikan pada pemeriksan khusus seperti
angiografi
c. Pelindung thyroid hendaknya digunakan jika diperlukan.
9. Pemeriksaan Dada
Fotofluorografi dan radiografi dada (chest) harus dilakukan dengan
jarak focus dengan film (reseptor) sekurang-kurangnya 120 cm
10. Catatan
Catatan semua pemeriksaan radiologi yang telah dilakukan
hendaknya disimpan oleh ahli radiologi untuk ditindak lanjuti dan
referensi yang akan dating. Laporan, dan jika mungkin radiografi
(foto-foto tersebut) seharusnya diberikan terhadap pasien untuk
referensi di masa mendatang.

4.4 Proteksi dan Keselamatan Radiasi untuk Pendamping Pasien

30
Pembantu atau pendamping Pasien bertugas:
a. Untuk membantu memengang pasien anak-anak atau orang yang
lemah pada saat penyinaran harus dilakukan oleh orang dewasa
sebagai keluarga bukan oleh petugas.
b. Apron dan sarung tangan harus dikenakan pada mereka, peralatan
imobilisasi sebaiknya digunakan untuk menghindari pergerakan anak
selama penyinaran.
c. Dalam kasus apaun maka film atau tabung tidak boleh dipegang.

4.5 Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat


Berdasarkan Perka BAPETEN No 8 Th 2011 tentang Keselamatan Radiasi
Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan
Intervensional
Pasal 61
(1) Identifikasi terjadinya Paparan Potensial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (1) huruf c dilakukan dengan mempertimbangkan
kemungkinan kecelakaan sumber atau suatu kejadian atau rangkaian
kejadian yang mungkin terjadi akibat kegagalan peralatan atau
kesalahan operasional.
(2) Paparan Potensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi
Paparan Darurat
Pasal 62
(1) Pemegang Izin wajib melakukan Intervensi terhadap Paparan Darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) melalui tindakan
protektif dan remedial berdasarkan Rencana Penanggulangan Keadaan
Darurat.
(2) Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), paling kurang meliputi:
a. identifikasi terhadap penyebab terjadinya Paparan Darurat;
b. personil yang melaksanakan Intervensi;
c. sistem koordinasi antar penyelenggara Keselamatan Radiasi dalam
melaksanakan Intervensi;
d. penanggulangan Paparan Darurat; dan
e. pelaporan.
(3) Penanggulangan Paparan Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d paling kurang meliputi:

31
a. tindakan protektif untuk mencegah terulangnya Paparan Darurat,
paling kurang melalui:
1. uji kesesuaian dan perbaikan pesawat sinar-X; dan/atau
2. perbaikan perangkat lunak.
b. penanganan dan pemulihan pasien atau pekerja yang mendapat
Paparan Radiasi berlebih.
(4) Rencana penanggulangan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus disusun dalam program proteksi dan keselamatan
radiasi sesuai dengan yang tercantum dalam Lampiran I yang tidak
terpisahkan dalam Peraturan Kepala BAPETEN ini.
Pasal 63
(1) Pemegang Izin harus melaksanakan pencarian fakta segera setelah
terjadinya Paparan Darurat.
(2) Pencarian fakta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. analisis penyebab kejadian;
b. perhitungan atau kajian Dosis yang diterima; dan
c. tindakan korektif yang diperlukan untuk mencegah terulangnya
kejadian serupa.
(3) Hasil pencarian fakta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dicatat di dalam logbook
Kecelakaan radiasi adalah kejadian tak terduga yang mengakibatkan
seseorang atau lebih menerima dosis penyinaran yang melebihi NBD
1. Penyinaran khusus direncanakan
Penyinaran yang dapat melebihi salah satu NBD untuk pekerja radiasi,
yang secara khusus dibolehkan untuk diterima dalam situasi tertentu
dalam operasi normal, apabila alternative lain secara teknis yang tidak
mengakibatkan penyinaran lebih tersebut tidak dapat digunakan.
2. Penyinaran akibat kecelakaan
Penyinaran yang diterima secara tidak sengaja dan dapat melebihi
salah satu NBD untuk pekerja radiasi.
3. Penyinaran dalam keadaan darurat
Penyinaran yang dapat dibenarkan diterima dalam keadaan darurat,
yang dimaksud untuk memberikan pertolongan terhadap seseorang
yang terancam keselamatannya, mencegah terjadinya penyinaran
terhadap sejumlah besar orang, atau menyelamatkan instalasi berharga,
dimana salah satu NBD untuk pekerja radiasi dapat dilampaui, dan
batas penyinaran khusus yang direncanakan mungkin juga terlampaui,

32
penyinaran dalam keadaan darurat tersebut hanya dibolehkan untuk
para sukarelawan.
4.5.1 Penyinaran radiasi terhadap pekerja akibat kecelakaan atau
keadaan darurat
1. Besarnya dosis yang diterima akibat kecelakaan dan dalam
keadaan darurat harus dimasukan dalam kartu kesehatan
2. Harus diusahakan agar dosis dan dosis terikat yang diterima
akibat kecelakaan dan yang diterima dalam keadaan darurat
dicatat terpisah pada pencatatan dosis
3. Penanggulangan keadaan darurat harus dilaksanakan oleh
pekerja yang bersedia sukarela, setelah diberi petunjuk dan
mengetahui tentang resiko yang mungkin terjadi.

BAB V
REKAMAN DAN LAPORAN

5.1 Keadaan Normal


Dalam kondisi normal ada beberapa tahap yang harus diperhatikan sebelum
mengoperasikan pesawat sinar-X antara lain:
Persiapan menghidupkan pesawat sinar-X
Pelaksanaan penyinaran
Mematikan pesawat sinar-X
Kondisi darurat
Protap pengoperasian terlampir
Pasal 64

33
(1) Pemegang Izin harus membuat, memelihara dan menyimpan Rekaman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang terkait dengan
proteksi dan keselamatan radiasi.
(2) Rekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. data inventarisasi pesawat sinar-X;
b. catatan dosis yang diterima personil setiap bulan;
c. hasil pemantauan laju Paparan Radiasi di tempat
b. kerja dan lingkungan;
a. uji kesesuaian pesawat sinar-X;
b. kalibrasi dosimeter perorangan pembacaan langsung;
c. hasil pencarian fakta akibat Kecelakaan Radiasi;
d. penggantian komponen pesawat sinar-X;
e. pelatihan yang paling kurang memuat informasi:
nama personil;
tanggal dan jangka waktu pelatihan;
topik yang diberikan; dan
fotokopi sertifikat pelatihan atau surat keterangan.
i. hasil pemantauan kesehatan personil.

(3) Rekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dengan
jelas di dalam program proteksi dan keselamatan radiasi.
Pasal 66
Laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) meliputi laporan
mengenai pelaksanaan:
a. program proteksi dan keselamatan radiasi, verifikasi keselamatan; dan
b. Intervensi terhadap Paparan Darurat.

Pasal 67
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf a harus
disampaikan secara tertulis oleh Pemegang Izin kepada Kepala
BAPETEN.
(2) Laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang
meliputi:
a. hasil pemantauan Dosis untuk Radiologi Intervensional;
b. hasil uji kesesuaian pesawat sinar-X; dan

34
c. perbaikan dan/atau penggantian komponen pesawat sinar-X, yang
paling kurang meliputi:
1. panel kontrol;
2. filter;
3. kolimator; dan
4. lampu kolimator
(3) Laporan tertulis untuk hasil pemantauan Dosis untuk Radiologi
Intervensional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus
dilaporkan kepada Kepala BAPETEN paling kurang sekali dalam 1 (satu)
tahun.
(4) Laporan tertulis untuk hasil uji kesesuaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b dan perbaikan dan/atau penggantian komponen pesawat
sinar-X sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur dengan
Peraturan Kepala Bapeten tersendiri.

5.2 Keadaan Darurat


Pasal 68
(1) Laporan mengenai pelaksanaan Intervensi terhadap Paparan Darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf b harus disampaikan secara
tertulis oleh Pemegang Izin kepada Kepala BAPETEN paling lama 3
(tiga) hari kerja terhitung sejak pelaksanaan Intervensi terhadap Paparan
Darurat selesai di lakukan.
(2) Laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang berisi
tentang hasil pelaksanaan Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2).
5.2.1 Potensi keadaan darurat yang dapat terjadi secara spesifik dan relevan
dengan teknologi peralatan yang digunakan, mengacu ke laporan
verifikasi keselamatan radiasi. Contoh insiden/kecelakaan darurat yang
harus dipertimbangkan antara lain:
a. Ada orang yang tidak berkepentingan di dalam daerah pengendalian
pada saat penyinaran berlangsung

35
b. Radiasi pesawat sinar X tidak berhenti setelah penyinaran selesei
c. Pesawat sinar X menyala secara tidak sengaja
d. Operator gagal menghentikan penyinaran pesawat yang dikendalikan
secara manual
e. Terjadi kegagalan atau kerusakan lainnya yang mengakibatkan
terjadinya penyinaran sinar X secara tidak terkendali.
5.2.2 Rencana penanggulangan untuk setiap kemungkinan keadaan darurat.
Rencana penanggulangan ini harus bersifat fleksibel, mengingat kondisi
lapangan bervariasi terutama pada radiografi fasilitas terbuka. Rencana
ini harus memuat sekurang-kurangnya:
a. Kapan rencana penanggulangan dijalankan , parameter keselamatan
apa yang dipantau dan kriteria untuk mengaktifkan rencana
penganggulangan
b. Peralatan penganggulangan yang digunakan
c. Personil yang melaksanakan sesuai dengan kompetensi dan pelatihan
yang telah diterima
d. Identifikasi kontak tanggap darurat yang harus dihubungi (mulai dari
manajer, PI, BAPETEN.)
5.2.3 Mekanisme dan jangka waktu pelaporan kepada pihak yang terkait
(PI,Klien radiografi, BAPETEN) jika terjadi keadaan darurat. Laporan
pencarian keterangan mengenai paparan darurat harus disampaikan
secara tertulis kepada kepala BAPETEN paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah terjadinya keadaan darurat.

36

You might also like