You are on page 1of 15

Sistem Sensori Persepsi

KATARAK

Disusun oleh :
Kelompok 5
Frischilla Tika Salawoba
Arsita Kakinsale
Tiffani Paath
Claudia Balo
Pristy Tias

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO


FAKULTAS KEPERAWATAN
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas tuntunannya kami
kelompok bisa menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Semoga tugas yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi kita semua untuk proses
belajar kita sebagai mahasiswa/I fakultas keperawatan.
Dalam pembuatan tugas ini kami berterimakasih bagi pihak-pihak yang sudah
membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini.
Dalam tugas ini banyak kekurangan, dari pada itu kami mohon kritik dan saran
anda sekalian. Terimakasih

Penulis

Kelompok 5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata dapat dikatakan sebagai bagian dari pancaindra yang paling penting, dari
mata kita dapat melihat, belajar dan melakukan semua kegiatan dengan optimal.
Mata merupakan jendela otak karena 90% informasi yang di peroleh otak
berasal dari mata. Jika pada sistem penglihatan mengalami gangguan maka akan
berdampak besar dalam kehidupan sehari-hari.
Katarak merupakan kondisi terjadinya kekeruhan pada lensa mata. Kejadian
katarak sering ditemukan pada masa lansia dan biasanya terjadi karena proses
penuaan. Angka kejadian kasus katarak termasuk tertinggi yang dapat
menyebabkan kebutaan.
1.2 Tujuan
- Untuk mengetahui apa itu katarak dan apa penyebabnya
- Untuk mengetahui diagnosa keperawatan apa-apa saja yang muncul pada pasien
pre dan post operasi Katarak
- Untuk mengetahui rencana tindakan apa saja untuk pasien pre dan post operasi
Katarak
1.3 Manfaat
- Untuk memberikan informasi dan pengetahuan tentang Katarak
- Untuk membantu menyusun Asuhan Keperawatan pada pasien Katarak
BAB 2
TEORI

2.1 Definisi
Katarak adalah terjadinya opositas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa,
sehingga menyebabkan penurunan atau gangguan penglihatan (KMB Vol. 3 Halaman
1996).
Katarak merupakan kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah
gambaran yang diproyeksikan pada retina (Istiqomah,2003).
Katarak sendiri diumpamakan seperti penglihatan yg tertutup air terjun akibat
keruhya lensa (Tamsuri,2004) biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan
progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.

2.2 Klasifikasi Katarak


Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
1. Katarak Kongenital
Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus
yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak
kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir
dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab
kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang
kurang tepat. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri,
toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang
menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti
mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa
ektopik, displasia retina, dan megalo kornea. Untuk mengetahui penyebab
katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti
rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama
kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine
yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak
kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada
hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium.
Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui
penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat
bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya
pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya
merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan
penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya
3. Katarak Senil
Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang
lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras
akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
(Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Katarak Senil sendiri terdiri dari 4
stadium, yaitu:
a. Stadium awal (insipien)
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat
minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini
seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada
penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi
ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak
kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular
posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah
terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan
degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat
menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada
semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang
lama. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
b. Stadium imatur.
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi
tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-
bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang
mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa
akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi
mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan
sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa
Mata Keruh, ed. 2,).
c. Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa
akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan
akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini
terlihat lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena
deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.
( Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
d. Stadium hipermatur
Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini
dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus
"tenggelam" kearah bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan
mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka
dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
4. Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang
menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa
menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata
menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini
akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi
pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada
keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya
biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp
terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas,
Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
5. Katarak Brunesen
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa,
juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering
tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat
pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya
katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
2.3 Anatomi dan Fisiologi

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, vaskular, tidak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Lensa tidak mempunyai asupan darah ataupun inervasi syaraf, dan
bergantung sepenuhnya pada akuos humor untuk metabolisme dan pembuangan. Lensa
terletak di belakang iris dan di depan korpus vitreous. Posisinya ditopang oleh Zonula
Zinni, terdiri dari serabut-serabut kuat yang melekat ke korpus siliaris.
Diameter lensa adalah 9-10 mm dan tebalnya bervariasi sesuai dengan umur,
mulai dari 3,5 mm (saat lahir) dan 5 mm (dewasa).
Lensa dapat membiaskan cahaya karena memiliki indeks refraksi, normalnya 1,4 di
sentral dan 1,36 di perifer. Dalam keadaaan nonakomodatif, kekuatannya 15-20 dioptri
(D)
Struktur Lensa terdiri dari Kapsul yang tipis, transparan, dikelilingi oleh
membran hialin yang lebih tebal pada permukaan anterior dibanding posterior. Lensa
disokong oleh serabut zonular berasal dari lamina nonpigmented epithelium pars plana
dan pars plikata daripada korpus siliaris. Zonular ini masuk ke dalam Lensa di regio
ekuator. Diameter serabut adlaah 5-30 m. Epitel berada tepat di belakang kapsul anterior
Lensa terdapat satu lapisan sel epitel. Di bagian ekuator, sel ini aktif membelah dan
membentuk serabut Lensa baru sepanjang kehidupan. Nukleus pada bagian sentralnya
terdiri serabut-serabut tua. Terdiri beberapa zona berbeda, yang menumpuk ke bawah
sesuai dengan perkembangannya. Korteks pada bagian perifer terdiri dari serabut-
serabut lensa yang muda.
Enam puluh lima persen Lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa
ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :
Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung.

Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan.

Terletak di tempatnya.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :

Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia,

Keruh atau apa yang disebut Katarak.

Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.

Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar
dan berat.
2.4 Etiologi
Katarak dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
- Usia lanjut dan proses penuaan
- Kongenital atau bisa diturunkan
- Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (DM dan obat-
obat tertentu, misalnya kortikosteroid)
- Pemajanan radiasi. Pemajanan yang lama sinar matahari (sinar UV) atau
kelainan mata lain seperti uveitis anterior
- Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan seperti merokok atau
bahan beracun lainnya (KMB Vol. 3)
2.5 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada
korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan
bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan.
Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus.
Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna,
nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan
bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah
enzim akan menurun dengan 23 bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala Subjektif
1. Penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional
2. Menyilaukan dengan distrosis bayangan dan susah melihat dimalam hari

Gejala Objektif
1. Penyembuhan seperti mutiara keabuan pada pupil
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih

2.7 Penatalaksanaan
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan
menggunakan kaca mata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang atau kaca mata yang
dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan oprasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata.
Ada beberapa jenis operasi yang dilakukan yaitu:
- ICCE (Intracapsular Cataract Extraction) yaitu dengan mengangkat semua lensa
termasuk kapsulnya
- ECCE (Ekstracapsular Cataract Exterction) terdiri dari 2 macam yaitu:
1. Standar ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara manual setelah
membuka kapsul lensa dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga
penyembuhan lebih lama.
2. Fekoemulsifikasi, bentuk ECCE yang menggunakan getaran ultrasonik
untuk menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan korteks dapat
diaspirasi melalui insisi 3 mm. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil
ini biasanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang
lebih cepat.

BAB 3
TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


Identitas
Riwayat Penyakit
Dahulu
Sekarang : Katarak
Keluarga
Tanda-Tanda Vital
Kesadaran
Tekanan darah, nadi, suhu, respirasi.
Pemeriksaaan Fisik
konjuctiva tidak anemis, seklera tidak ikterik, pupil warna putih
keruh.
Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Perubahan aktivitas biasanya sehubungan dengan gangguan
penglihatan
Makanan/Cairan
Neurosensori
Gejala: Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas) sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan kelihatan perifer
Tanda: Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil
Nyeri
Gejala: luka post operasi

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa Preoprasi
a. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
penurunan ketajaman penglihatan
b. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian
oprasi
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan sumber
informasi
Diagnosa Postoprasi
a. Resiko cedera b.d peningkatan intraokuler
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (beda
pengangkatan katarak)

3.3 Intervensi Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensori penglihatan b.d penurunan ketajaman penglihatan

INTERVENSI RASIONAL
1.Kaji keadaan umum pasien 1.Untuk mengetahui keadaan pasien

2.Orientasikan pasien terhadap lingkungan 2.Memberikan kenyamanan pada pasien dan


dan orang yang ada disekitarnya menurunkan kecemasan pada pasien

3.Kaca mata dapat membantu penglihatan


3.Anjurkan pasien untuk menggunakan kaca
pasien
mata katarak
4.Agar tidak terjadi iritasi pada mata
4.Beritahukan pasien untuk tidak
menggunakan tetes mata yang dijual bebas
5.Memungkinkan pasien melihat objek lebih
5. Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi mudah dan memudahkan panggilan untuk
bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang pertolongan bila diperlukan
sehat

2. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian oprasi

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat 1.Derajat kecemasan akan dipengaruhi
adanya tanda- tanda verbal dan bagaimana informasi tersebut diterima oleh
nonverbal. individu.

2. Beri kesempatan pasien untuk


2. Mengungkapkan rasa takut secara terbuka
mengungkapkan isi pikiran dan perasaan
dimana rasa takut dapat ditujukan.
takutnya.
3. Pengenalan terhadap lingkungan
3. Orientasikan pasien pada lingkungan membantu mengurangi ansietas dan
yang baru meningkatkan kemanan
4.Memberikan masukan sensori,
4. Dorong aktivitas pengalih seperti mempertahankan rasa normalitas, menonton
mendengar radio, berbincang-bincang, tv dengan frekuensi sedang, menuntut
menonton tv sedikit gerakan mata
5.Agar pasien mengetahui tindakan operasi
5. Jelaskan rutinitas persiapan operasi dan yang akan dilakukan
tindakan operasi yang akan dilakukan

3. Kurang pengetahuan b.d keterbatasan sumber informasi

INTERVENSI RASIONAL
1.Kaji informasi tentang kondisi pasien, 1.Meningkatkan pemahaman dan kerjasama
prognosis, tipe prosedur/lensa dengan program pascaoprasi
2.Anjurkan pasien tidur terlentang, 2.Mencegah cedera kecelakaan pada mata
mengatur intensitaf lampu dan
menggunakan kacamata gelap bila keluar
3.Penurunan penglihatan perifer atau
atau dalam ruangan terang
3.Anjurkan mengatur posisi pintu sehingga gangguan pedalaman persepsi dapat
mereka terbuka atau tertutup penuh, menyebabkan pasien menabrak sebagian
pindahkan perabot dari lalu lalang jalan perabot
4. Dapat bereaksi silang/campur dengan
4. Informasikan pasien untuk menghindari
tetes mata yang dijual bebas. obat yang diberikan.
5. Anjurkan pasien menghindari membaca,
berkedip; mengangkat berat, mengejan saat 5. Aktivitas yang menyebabkan mata
defekasi, membongkok pada panggul, lelah/regang, manuver Valsalva, atau
meniup hidung. meningkatkan TIO dapat mempengaruhi
hasil bedah dan mencetuskan perdarahan

4. Resiko cedera b.d peningkatan intraokuler

INTERVENSI RASIONAL
1. Diskusikan apa yang terjadi pada 1. Membantu mengurangi rasa takut dan
pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan meningkatkan kerja sama dalam
aktivitas, penampilan, balutan mata. pembatasan yang diperlukan.
2. Beri pasien posisi bersandar, kepala
tinggi atau miring ke sisi yang tak sakit 2.Istirahat hanya beberapa menit sampai
sesuai keinginan. beberapa jam pada bedah rawat jalan atau
menginap semalam bila terjadi komplikasi.
Menurunkan tekanan pada mata yang sakit,
meminimalkan risiko perdarahan atau stres
pada jahitan/jahitan terbuka.

3.Pertahankan perlindungan mata sesuai 3. Digunakan untuk melindungi dari cedera


indikasi kecelakaan dan menurunkan gerakan mata
4.Menurunkan tekanan intraokuler

4.Batasi aktivitas seperti menggerakan


kepala tiba-tiba dan menggaruk mata 5. Memerlukan sedikit regangan daripada
5. Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar penggunaan pispot, yang dapat
mandi khusus bila sembuh dari anastesi. meningkatkan TIO.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (beda pengangkatan


katarak)

INTERVENSI RASIONAL
1.Beritahukan pentingnya mencuci tangan 1.Menurunkan jumlah bakteri pada tangan,
sebelum menyentuh atau mengobati mata mencegah kontaminasi area operasi
2.Gunakan atau tunjukan teknik yang tepat 2.Teknik aseptik menurunkan resiko
untuk membersihkan mata dari dalam ke penyebaran bakteri dan kontaminasi silang
luar dengan tissue basah atau bola kapas
untuk tiap usapan, ganti balutan dan
masukan lensa kontak bila menggunakan.
3.Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi
3.Tekankan pentingnya tidak menyentuh
operasi
atau menggaruk mata yang dioperasi
4.Observasi tanda terjadinya infeksi
4.Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah
(contoh: kemerahan, kelopak mata bengkak)
prosedur dan memerlukan upaya intervensi.
5. Kolaborasi pemberian obat sesuai
5. Sediaan topikal digunakan secara
indikasi
profilaksis, dimana terapi lebih diperlukan
bila terjadi infeksi.

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Katarak sendiri diumpamakan seperti penglihatan yg tertutup air terjun akibat keruhya
lensa (Tamsuri,2004) biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif
ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak dapat
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: Usia lanjut dan proses penuaan, kongenital
atau bisa diturunkan, katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik
(DM dan obat-obat tertentu, misalnya kortikosteroid), pemajanan yang lama sinar
matahari (sinar UV) atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior dan pembentukan
katarak dipercepat oleh faktor lingkungan seperti merokok atau bahan beracun lainnya
(KMB Vol. 3).
Selanjutnya pada asuhan keperawatan dengan kasus sebelum operasi dan sesudah
operasi katarak hal yang perlu dilakukan sebelum operasi adalah menganjurkan pasien
untuk tidak sembarangan membeli obat tetes mata yang dijual sembarangan tanpa resep
dokter, karena akan berpengaruh pada proses persiapan operasi dengan obat-obatan
yang diberikna oleh dokter, selanjutnya setelah tindakan operasi adalah pentingnya
pemberian informasi tentang perawatan dirumah setelah dilakukan operasi. Hal ini
penting untuk diinformasikan karena sebagian besar masyarakat belum memahami hal
tersebut. Perawatan yang benar setelah operasi katarak dapat mencegah terjadinya
masalah setelah pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, S. 2003. Katarak. Jakarta: Universitas Indonesia
Istiqomah, IN. 2003. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta: EGC.

You might also like