You are on page 1of 25

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN SEPSIS DAN BIBIR SUMBING

Disusun Oleh

1. Yuniantoro Fauzi ( 0911020026 )


2. Dyah Sriwigati ( 0911020027 )

3. Yuyun Aningsih ( 0911020080 )

4. Saiful Bahri ( 09110200 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2011
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN SEPSIS

Definisi
a. Sepsis adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama
kehidupan. Muscari, Mary E. 2005. hal 186).

b. Sepsi adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi
yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, Marylyn E.
2000, hal 871).

c. Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. (Surasmi,
Asrining. 2003, hal 92).

d. Sepsis adalah mikrooganisme patogen atau toksinnya didalam darah. (Dorland, 1998 hal 979).

Dari definisi di atas penyusun menyimpulkan bahwa sepsis adalah infeksi bakteri generalisata
dalam darah yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan dengan tanda dan gejala
sistemik.

Pembagian Sepsis:

1. Sepsis dini > terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada
saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas
tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial > terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat
dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak
langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi,
sering mengalami komplikasi.
2. Etiologi

a. Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu
menyebabkan sepsis.
b. Streptococcus grup B merupakan penyebab umum sepsis diikuti dengan Echerichia coli,
malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan streptococcus viridans, patogen
lainnya gonokokus, candida alibicans, virus herpes simpleks (tipe II) dan organisme listeria,
rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis.

c. Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan.

d. Perawatan antenatal yang tidak memadai.

e. Ibu menderita eklampsia, diabetes melitus.

f. Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.

g. Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan.

h. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasid pada neonatus.

3. Patofisiologi

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara yaitu :

a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu setelah
melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.
Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus
rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat
melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.

b. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang
ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi amnionitis
dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu
saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke
traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi
tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi
atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis.
Herpes genitalis, candida albican dan gonorrea).

c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-
alat; pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nasokomial, infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.

4. Manifestasi Klinis

a. Tanda dan Gejala Umum

- Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal.

- Aktivitas lemah atau tidak ada

- Tampak sakit

- Menyusun buruk/intoleransi pemberian susu.

b. Sistem Pernafasan

- Dispenu

- Takipneu

- Apneu

- Tampak tarikan otot pernafasan


- Merintik

- Mengorok

- Pernapasan cuping hidung

- Sianosis

c. Sistem Kardiovaskuler

- Hipotensi

- Kulit lembab dan dingin

- Pucat

- Takikardi

- Bradikardi

- Edema

- Henti jantung

d. Sistem Pencernaan

- Distensi abdomen

- Anoreksia

- Muntah

- Diare

- Menyusu buruk

- Peningkatan residu lambung setelah menyusu


- Darah samar pada feces

- Hepatomegali

e. Sistem Saraf Pusat

- Refleks moro abnormal

- Intabilitas

- Kejang

- Hiporefleksi

- Fontanel anterior menonjol

- Tremor

- Koma

- Pernafasan tidak teratur

- High-pitched cry

f. Hematologi

- Ikterus

- Petekie

- Purpura

- Prdarahan

- Splenomegali

- Pucat
- Ekimosis

5. Potensial Komplikasi

Meningitis
F. Prognosis

Angka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10 40 %. Angka tersebut berbeda-
beda tergantung pada cara dan waktu awitan penyakit, agen atiologik, derajat prematuritas
bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau unit
perawatan.
6. Pencegahan dan Pengobatan

a. Pada masa antenatal. Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara
berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang
memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan
janin, rujukan segera ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.

b. Pada saat persalinan perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik dalam arti
persalinan diperlukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi
seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan
janin yang baik selama proses persalinan melakukan rujukkan secepatnya bila diperlukan dan
menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.

c. Sesudah persalinan. Perawatan sesudah lahir mleiputi menerapkan rawat gabung bila bayi
normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan perlatan tetap bersih,
setiap bayi menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan
invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aspetik. Menghindari
perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan
sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan keadaan bayi secara teliti disertai
pendokumentasian data-data yang benar dan baik semua personel yang menangani atau
bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi.
Pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan
tes resistensi.

Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorium adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan
memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi.
Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pembreian antibiotik hendaknya memenuhi
kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh,
tidak toksis, dapat menembus sawar darah otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan
obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol,
eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi.
Dosis antibiotik untuk sepsus neonatorum.

- Ampisilin 200 mg/kg BB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian.

- Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian.

- Sefalosporin 100 mg/kg BB/hari, dibagai dalam 2 kali pemberian.

- Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian.

- Eritromisin 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis.

- Berikan lingkungan dengan temperatur netral.

- Pertahankan kepatenen jalan napas

- Observasi tanda-tanda syok septic

- Antisipasi masalah potensial seperti dehidrasi/hipoksia

7. Temuan Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium

a. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab.


b. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat mendeteksi
organisme.
c. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan neutrofil
immatur yang menyatakan adanya infeksi.

d. Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya
infalamasi.
II. Asuhan Keperawatan Pasien Anak dengan Penyakit Infeksius Sepsis

A PENGKAJIAN

1. Identitas Klien

2. Riwayat Penyakit

-Keluhan utama
Klien datang dengan tubuh berwarna kuning, letargi, kejang, tak mau menghisap, lemah.

-Riwayat penyakit sekarang

Pada permulaannya tidak jelas, lalu ikterik pada hari kedua , tapi kejadian ikterik ini berlangsung
lebih dari 3 mg, disertai dengan letargi, hilangnya reflek rooting, kekakuan pada leher, tonus otot
meningkat serta asfiksia atau hipoksia.

-Riwayat penyakit dahulu.

Ibu klien mempunyai kelainan hepar atau kerusakan hepar karena obstruksi.

-Riwayat penyakit keluarga


Orang tua atau keluarga mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan hepar atau
dengan darah.
3. Riwayat Tumbuh Kembang

-Riwayat prenatal

Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar
pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikanpd ibu selama hamil /
persalinan, persalinan dgntindakan / komplikasi.

-Riwayat neonatal

Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera setelah lahir atau beberapa hari kemudian.
Ikterus yang tampakpun ssngat tergantung kepada penyebeb ikterus itu sendiri. Bayi menderita
sindrom gawat nafas, sindrom crigler-najjar, hepatitis neonatal, stenosis pilorus,
hiperparatiroidisme, infeksi pasca natal dan lain-lain.

4. Riwayat Imunisasi

5. Pemeriksaan Fisik

-Inspeksi
a. Kulit kekuningan

b. Sulit bernafas

c. Letargi

d. Kejang

e. Mata berputar

-Palpasi
a. tonos otot meningkat

b. leher kaku
-Auskultasi

-Perkusi

6.Studi Diagnosis

Pemeriksaan biliribin direct dan indirect, golongan darah ibu dan bayi, Ht, jumlah retikulosit,
fungsi hati dan tes thyroid sesuai indikasi.

7.Prioritas masalah
1. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin yang
ditandai dengan :

Kulit bayi kekuningan

Bilirubin total : 4,6

Bilirubin direct : 0,3

Bilirubin indirect : 4,3

2. Diagnosa Keperawatan yang Muncul

a. Infeksi yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi sebelum, selama dan
sesudah kelahiran.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau intoleran
terhadap minuman.

c. Gangguan pola pernapasan yang berhubungan dengan apnea.


d. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi oleh
petugas.

e. Koping individu efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan kecemasan-kecemasan


infeksi pada bayi dan konsekuensi yang serius dari infeksi.
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan 1 : Infeksi yang berhubungan dengan penu;aran ifneksi pada bayi

sebelum, selama dan sesudah kelahiran.

Tujuan 1 : Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita infeksi.

Kriteria evaluasi : penularan infeksi tidak terjadi.

Intervensi :
a. Kaji bayi yang memiliki resiko menderita infeksi meliputi :

- Kecil untuk masa kehamilan, besar untuk masa kehamilan, prematur.

- Nilai apgar dibawah normal

- Bayi mengalami tindakan operasi

- Epidemi infeksi dibangsal bayi dengan kuman E. coli Streptokokus

- Bayi yang megalami prosedur invasive

- Kaji riwayat ibu, status sosial ekonomi, flora vagina, ketuban pecah dini, dan infeksi yang
diderita ibu.
b. Kaji adanya tanda infeksi meliputi suhu tubuh yang tidak stabil, apnea, ikterus, refleks
mengisap kurang, minum sedikit, distensi abdomen, letargi atau iritablitas.
c. Kaji tanda infeksi yang berhubungan dengan sistem organ, apnea, takipena, sianosis, syok,
hipotermia, hipertermia, letargi, hipotoni, hipertoni, ikterus, ubun-ubun cembung, muntah diare.

d. Kaji hasil pemeriksaan laboratorium

e. Dapatkan sampel untuk pemeriksaaan kultur.

Tujuan 2 : Mencegah dan meminimalkan infeksi dan pengaruhnya intercensi keperawatan.


a. Berikan suhu lingkungan yang netral

b. Berikan cairan dan nutrisi yang dibutuhkan melalui infus intravena sesuai berat badan, usia
dan kondisi.

c. Pantau tanda vital secara berkelanjutan

d. Berikan antibiotik sesuai pesanan

e. Siapkan dan berikan cairan plasma segar intravena sesuai pesanan

f. Siapkan untuk transfusi tukar dengan packed sel darah merah atas indikasi sepsis.

Diagnosa Keperawatan 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum

sedikit atau intoleran terhadap minuman.

Tujuan : memelihara kebutuhan nutrisi bayi, berat badan bayi tidak tujuan, menunjukkan
kenaikan berat badan.
Kriteria hasil : nutrisi dan cairan adekuat.

Intervensi keperawatan :

a. Kaji intoleran terhadap minuman

b. Hitung kebutuhan minum bayi

c. Ukur masukan dan keluaran

d. Timbang berat badan setiap hari

e. Catat perilaku makan dan aktivitas secara kurat

f. Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan

g. Ukur berat jenis urine


h. Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai kondisi

i. Pantai distensi abdomen (residu lambang)

Diagnosa Keperawatan 3 : Gangguan pola pernafasan yang berhubungan dengan apnea.


Tujuan : mengatur dan membantu usaha bernpaas dan kecukupan oksigen.
Kriteria hasil : frekuensi pernapasan normal, tidak mengalami apneu.
Intervensi Keperawatan :

a. Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan cuping hidung, gunting,sianosis,


ronki kasar, periode apnea yang lebih dari 10 detik.
b. Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui takikardia atau bradikardia dan
perubahan tekanan darah.

c. Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan kadar T1O2 yang rendah untuk menjaga
pengeluaran energi dan panas.

d. Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik

e. Isap lendir atau bersihkan jalan napas secara hati-hati

f. Amati gas darah yang ada atua pantau tingkat analisis gas darah sesuai kebutuhan.
g. Atur perawatan bayi dan cegah penanganan yang berlebihan.

Diagnosa Keperawatan 4 : Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan


penularaninfeksi pada bayi oleh petugas.

Tujuan : menceghah terjadinya infeksi nasokomial

Kriteria hasil : cedera pada bayi tidak terjadi.

Intervensi keperawatan :
a. Lakukan tindakan pencegahan umum, taati aturan/kebijakan keberhasilan kamar bayi.
b. Isolasi bayi yang datang dari luar ruang perawatan sampai hasil kultur dinyatakan negatif.
c. Keluarkan bayi dari ruang perawatan atua ruang isolasi yang ibunya menderita infeksi dan beri
tahu tentang penyakitnya.

d. Semua personel atau petugas perawatan didalam ruang atau saat merawat bayi tidak menderita
demam, penyakit pernapasan atau gastrointestinal, luka terbuka dan penyakit menular lainnya.
e. Sterilkan semua peralatan yang dipakai, ganti selang dan air humidifier dengan yang steril
setiap hari atau sesuai ketentuan rumah sakit.

f. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator berserta peralatannya dengan larutan anti
septik tiap minggu atau sesudah digunakan.

g. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator beserta peralatannya dengan larutan
antiseptik tiap minggu atau sesudah digunakan.

h. Laksanakan secara steril semua prosedur tindakan dalam melakukan perawatan.


i. Semua perawat atau petugas lain mencuci tangan sesuai ketentuan setiap sebelum dan sesudah
merawat atau memegang bayi.

j. Ambil sampel untuk kultur dari peralatan bahan persedian dan banyak bahan lain yang
terkontaminasi diruang perawatan.

k. Jelaskan orang tua dan keluarga, ketentuan yang harus ditaati saat mengunjungi bayi.

Diagnosa Keperawatan 5 : Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kesalahan
dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi dan konsekwensi yang serius dari infeksi.
Tujuan : meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi dukungan koping saat krisis.
Kriteria hasil : koping individu adekuat.

Intervensi keperawatan :
a. Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan mekanisme koping
b. Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang penyakit bayi, penyebab infeksi, lama
perawatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.

c. Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi, kemajuan yang dicapai, perawatan
selanjutnya dan komplikasi yang dapat terjadi.

d. Berdasarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri kesempatan untuk merawat bayi.
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN BIBIR SUMBING

PENDAHULUAN
Kasus bibir sumbing dan celah langit-langit merupakan cacat bawaan yang masih
menjadi masalah di tengah masyarakat. Antara Februari - Mei 1992, IKABI cabang
Padang mengadakan pengabdian masyarakat di dua Kabupaten 50 Kota dan Solok
berbentuk operasi bibir sumbing secara gratis. Dilakukan penelitian pada 126
penderita yang dilakukan operasi. Hardjowasito dengan kawan-kawan di propinsi
Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi
pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun
dewasa di antara 3 juta penduduk.

Pada dasarnya kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut, yang biasa disebut
labiopalatoskisis. Kelainan ini diduga terjadi akibat infeksi virus yang diderita ibu
pada kehamilan trimester 1. jika hanya terjadi sumbing pada bibir, bayi tidak akan
mengalami banyak gangguan karena masih dapat diberi minum dengan dot biasa.
Bayi dapat mengisap dot dengan baik asal dotnya diletakan dibagian bibir yang
tidak sumbing.

Kelainan bibir ini dapat segera diperbaiki dengan pembedahan. Bila sumbing
mencakup pula palatum mole atau palatum durum, bayi akan mengalami kesukaran
minum, walaupun bayi dapat menghisap naun bahaya terdesak mengancam. Bayi
dengan kelainan bawaan ini akan mengalami gangguan pertumbuhan karena sering
menderita infeksi saluran pernafasan akibat aspirasi.keadaan umu yang kurang baik
juga akan menunda tindakan untuk meperbaiki kelainan tersebut.

A.DEFINISI
Labio palatoshcizis atau sumbing bibir langitan adalah cacat bawaan berupa celah pada bibir
atas, gusi, rahang dan langit-langit (Fitri Purwanto, 2001).
Labio palatoshcizis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut palato
shcizis (sumbing palatum) labio shcizis (sumbing pada bibir) yang terjadi akibat gagalnya
perkembangan embrio (Hidayat, 2005).
Labio palatoschizis adalah merupakan congenital anomaly yang berupa adanya kelainan bentuk
pada wajah ( Suryadi SKP, 2001).
Berdasarkan ketiga pengertian di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa labio
palatoschizis adalah suatu kelainan congenital berupa celah pada bibir atas, gusi, rahang dan
langit-langit yang terjadi akibat gagalnya perkembangan embrio.

B.ETIOLOGI
FAKTOR HERIDITER

Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25%
bersifat dominan.

1.Mutasi gen.

2.Kelainan kromosom.

FAKTOR EKSTERNAL / LINGKUNGAN :

1.Faktor usia ibu

2.Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid,


Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat
menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid

3.Nutrisi

4.Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella

5.Radiasi

6.Stres emosional
7.Trauma, (trimester pertama)

C.PATOFISIOLOGI
Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit. Berbeda pada kelainan
bibir yg terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit2 lebih berefek kepada fungsi mulut
seperti menelan, makan, minum, dan bicara. Pada kondisi normal, langit2 menutup rongga antara
mulut dan hidung. Pada bayi yang langit2nya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat
menelan bayi bisa tersedak.Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek
pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi
kurang dan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah
terkena infeksi saluran nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan
mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.

D.MANIFESTASI KLINIS

Pada labio Skisis:

1.Distorsi pada hidung

2.Tampak sebagian atau keduanya

3.Adanya celah pada bibir

Pada palato skisis:

1.Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive

2.Adanya rongga pada hidung

3.Distorsi hidung

4.Teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari

5.Kesukaran dalam menghisap atau makan


E.KOMPLIKASI
1.Gangguan bicara dan pendengaran

2.Terjadinya otitis media

3.Asirasi

4.Distress pernafasan

5.Risisko infeksi saluran nafas

6.Pertumbuhan dan perkembangan terhambat

F.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.Foto rontgen

2.Pemeriksaan fisisk

3.MRI untuk evaluasi abnormal

G.PEMERIKSAAN TERAPEUTIK

1.Penatalaksanaan tergantung pada beratnya kecacatan

2.Prioritas pertama adalah pada teknik pemberian nutrisi yang adekuat

3.Mencegah komplikasi

4.Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan

5.Pembedahan: pada labio sebelum kecacatan palato; perbaikan dengan pembedahan usia 2-3
hari atua sampai usia beberapa minggu prosthesis intraoral atau ekstraoral untuk mencegah
kolaps maxilaris, merangsang pertumbuhan tulang, dan membantu dalam perkembangan bicara
dan makan, dapat dilakukan sebelum penbedahan perbaikan.

6.Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat
kecacatan. Awal fasilitas penutupan adalah untuk perkembangan bicara.

H.PENATALAKSANAAN
Pada bayi yang langit2nya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa
tersedak.Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat
menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurang. Untuk
membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di pasang:

1.Pemasangan selang Nasogastric tube, adalah selang yang dimasukkan melalui


hidung..berfungsi untuk memasukkan susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake
makanan.
2.Pemasangan Obturator yang terbuat dr bahan akrilik yg elastis, semacam gigi tiruan tapi lebih
lunak, jd pembuatannya khusus dan memerlukan pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli
beranggarapan obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tp beberapa menganggap
justru mengarahkan. Pada center2 cleft spt Harapan Kita di Jakarta dan Cleft Centre di Bandung,
dilakukan pembuatan obturator, karena pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan dilakukan
penggerindaan oburator tiap satu atau dua minggu sekali kontrol dan tiap beberapa bulan
dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yg baru sesuai dg pertumbuhan pasien.
3.Pemberian dot khusus dot khusus, dot ini bisa dibeli di apotik2 besar. Dot ini bentuknya lebih
panjang dan lubangnya lebih lebar daripada dot biasa; tujuannya dot yang panjang menutupi
lubang di langit2 mulut; susu bisa langsung masuk ke kerongkongan; karena daya hisap bayi
yang rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar. operasi, dengan beberapa tahap, sebagai
berikut :
1. Penjelasan kepada orangtuanya

2. Umur 3 bulan (rule over ten) : Operasi bibir dan alanasi(hidung), evaluasi telinga.

3. Umur 10-12 bulan : Qperasi palato/celah langit-langit, evaluasi pendengaran dan telinga.
4. Umur 1-4 tahun : Evaluasi bicara, speech theraphist setelah 3 bulan pasca operasi

5. Umur 4 tahun : Dipertimbangkan repalatoraphy atau/dan Pharyngoplasty

6. Umur 6 tahun : Evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.

7. Umur 9-10 tahun : Alveolar bone graft (penambahan tulang pada celah gusi)

8. Umur 12-13 tahun : Final touch, perbaikan-perbaikan bila diperlukan.

9. Umur 17 tahun : Evaluasi tulang-tulang muka, bila diperlukan advancementosteotomy


LeFORTI

I.DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam meneteki ASI b/d
ketidakmampuan menelan/kesukaran dalam makan sekunder dari kecacatan dan pembedahan.
2.Risiko aspirasi b/d ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palato skisis
3.Risiko infeksi b/d kecacatan (sebelum operasi) dan atau insisi pembedahan
4.Kurang pengetahuan keluarga b/d teknik pemberian makan, dan perawatan dirumah
5.Nyeri b/d insisi pembedahan

J.INTERFENSI
1.Nutrisi yang adekuat dapat dipertahankan yang ditandai adanya peningkatan berat badan dan
adaptasi dengan metode makan yang sesuai

2.Anak akan bebas dari aspirasi

3.Anak tidak menunjukan tanda-tanda infeksi sebelum dan sesudah operasi, luka tampak bersih,
kering dan tidak edema.

4.Orang tua dapat memahami dan dapat mendemonstrasikan dengan metode pemberian makan
pada anak, pengobatan setelah pembedahan dan, harapan perawat sebelum dan sesudah operasi.
5.Rasa nyaman anak dapat dipertahankan yang ditandai dengan anak tidak menangis, tidsk lsbil
dan tidak gelisah.

K.IMPLEMENTASI
1.Mempertahankan nutrisi adekuat

1.Kaji kemampuan menelan dan mengisap

2.Gunakan dot botol yang lunak yang besar, atau dot khusus dengan lubang yang sesuai untuk
pemberian minum

3.Tempatka dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorong makan/minuman
kedalam
4.Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk selama makan

5.Tepuk punggung bayi setiap 15ml 30ml minuman yang diminum, tetapi jangan diangkat dot
selama bayi menghisap

6.Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan

7.Jelaskan pada orang tua tentang prosedur operasi, puasa 6 jam dan pemberian infus lainnya
8.Prosedur perawatan setelah operasi, ranngsangan untuk menelan ata menghisap, dapat
menggunakan jari-jari dengan cuci tangan yang bersih atau dot sekitar mulut 7-10 hari, bila
sudah toleran berikan minuman pada bayi, dan minuman atau makanan lunak untuk anak sesuai
dengan diitnya.
2.Mencegah aspirasi dan obstruksi jalan napas

1.Kaji status pernafasan selama pemberian makan

2.Gunakan dot agak besar, rangsang hisap dengan sentuhan dot pada bibir

3.Perhatikan posisi bayi saat memberi makan, tegak atau setengah duduk

4.Beri makan secara perlahan


5.Lakukan penepukan punggung setelah pemberian minum

3.Mencegah infeksi
1.Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan kepala agak sedikit tinggi supaya
makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat berakibat pneumonia

2.Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainage, bau dan demam.

3.Lakukan perawatan luka dengan hati-hat dengan menggunakan teknik steril


4.Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat yang tidak steril, misalnya alat
tenun dan lainnya.

5.Perhatikan perdarahan, edema, dan drainage

6.Hindari gosok gigi pada anak kira-kira 1-2 minggu

4.Mempersiapkan orang tua untuk menerima keadaan bayi/anak dan perawatan dirumah
1.Jelaskan prosedur operasi sebelum dan sesudah operasi

2.Ajarkan pada ornag tua dalam perawatan anak ; cara pemberian makan/minum dengan alat,
mencegah infeksi, dan mencegah aspirasi, posisi pada saat pemberian makan/minum,
lakukanpenepukan punggung, bersihkan mulut setelah makan

5.Meningkatkan rasa nyaman

1.Kaji pola istirahat bayi dan kegelisahan

2.Tenangkan bayi

3.Bila klien anak, berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan usia dan kondisinya
4.Berikan analgetik sesuai program

DAFTAR PUSTAKA
Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC

A.H. Markum, 1991, Buku Ajar Kesehatan Anak, jilid I, Penerbit FKUI

Ngastiyah, 997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Price & Wilson 1995, Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, Buku 1, Ed.4, EGC, Jakarta

Soetjiningsih 1998, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta

Soeparman & Waspadji, 1990, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3,
BP FKUI, Jakarta.

Suharyono, 1986, Diare Akut, lembaga Penerbit Fakultas Kedokteran


UI, Jakarta

Whaley & Wong, 1995, Nursing Care of Infants and Children, fifth
edition, Clarinda company, USA.

You might also like