Professional Documents
Culture Documents
Di seminar motivasi kadang saya bertanya. Anda sudah menikah? Punya saudara
yang belum menikah? Jones? Jomblo? Benarkah itu jelek? Hehehe.
Ternyata nggak juga. Sebuah studi dari Journal of Social and Personal Relationships
menemukan bahwa orang yang menjomblo bukanlah sosok kesepian seperti
anggapan orang selama ini.
Anda-Anda yang jomblo pasti bersemangat sekali membaca riset ini, hehehe. Di-
share juga boleh. Riset tadi dihelat oleh peneliti Natalia Sarkisian dan Naomi
Gerstel. Hasilnya, orang yang berstatus lajang memiliki kehidupan sosial yang lebih
baik ketimbang pasangan yang telah menikah.
Kok bisa? Ya, bisa. Orang yang berstatus lajang lebih mampu bersosialisasi dengan
baik terhadap teman, tetangga, orangtua, dan saudara kandung ketimbang orang
seusianya yang telah menikah.
Menikah? Bahagia. Belum menikah? Tetap bahagia. Anggap saja ini kesempatan
untuk memantaskan diri. Niatkan dan ikhtiarkan sungguh-sungguh. Bagaimanapun
menikah itu amazing dan pasangan adalah motivator top, karena selalu
menyemangati kita.
Demikian pesan saya, Ippho Santosa, sebagai motivator Indonesia dan penulis 7
Keajaiban Rezeki.
Kenapa? Yah, negeri-negeri muslim yang kaya sumber daya alam sering sekali abai
dan lalai dengan ilmu. Kuliah, malas. Riset, malas. Menulis, malas. Membaca, malas.
Sehingga untuk urusan riset-riset dan buku-buku, kita hampir-hampir selalu
menginduk ke Barat. Padahal Islam sangat memuliakan ilmu.
Sekolah. Kuliah.
Ternyata orangnya yang sama. Siapakah orang hebat itu? Dialah HOS
Tjokroaminoto, gurunya para pendiri bangsa, yang juga perintis Serikat Dagang
Islam. Perihal HOS Tjokroaminoto sebagai mentor ini diingatkan kembali oleh
Menteri Pendidikan sewaktu mengundang 20-an profesional dan motivator, salah
satunya saya.
Ada orang yang bisa mencapai, namun tidak bisa mengajar. Sebaliknya, ada orang
yang bisa mengajar, namun belum pernah mencapai. Kedua-duanya perlu.
Sekiranya kita harus mengorbankan waktu dan uang demi mendekati sang mentor,
yah keluarkan saja. Saya pun begitu, dari dulu sampai sekarang. Hasil akhirnya,
malah menghemat waktu dan uang saya. Karena saya tahu persis, coba-coba
sendiri jauh lebih lama dan jauh lebih mahal.
Belajarlah. Cari ilmu. Cari mentor. Mudah-mudahan nasib kita membaik. Sekian dari
saya, Ippho Santosa. Share ya.
Lalu, ada yang bertanya, Sudah antusias, sudah optimis, kok masih gagal? Yah,
apalagi kalau tidak antusias dan tidak optimis! Pasti lebih gagal!
- Karier merosot! Bisnis turun! Produk ditolak! Harus bagaimana nih? Tetap
tenang. Jangan panik. Tarikan nafas saja turun-naik. Gerakan sholat juga turun-naik.
Mestinya ini melatih kita dan menguatkan kita.
- "Barusan jatuh Mas, habis semua. Gimana ya?" Anak SD yang lagi demam juga
tahu, kalau jatuh, yah segera bangkit! Gagal itu wajar. Berlarut-larut dalam
kegagalan, nah itu yang tidak wajar. Emang garam, pakai larut segala, hehehe. Yang
sebenarnya tidak ada yang abadi di muka bumi ini, termasuk kegagalan. Yah, coba
saja lagi. Lama-lama, si gagal itu akan bosan pada Anda, hehehe.
- Tapi, saya gagalnya sudah lima kali nih! Regina saja, ikut Indonesia Idol
sampai tujuh kali, barulah terpilih sebagai pemenang. Bahkan istrinya Nabi Ibrahim
(Abraham), bolak-balik tujuh kali, barulah dipertemukan dengan air. Anda?
seminar-motivator-indonesia-motivator-terbaik-motivator-bisnis
Begitulah, kegagalan dan penolakan itu biasa. Malah ada baiknya juga. Bagaimana
mungkin? Yah, mungkin saja. Menurut Sharon Kim, seorang peneliti dari Sekolah
Bisnis John Hopkins Carey, Amerika, mereka yang mendapat penolakan sosial
umumnya justru memperoleh keuntungan tersendiri.
Apa untungnya? Yah, berupa pikiran yang lebih independen dan lebih intuitif.
Tampaknya, penolakan mendorong mereka untuk berpikir lebih kreatif, ujar
Sharon Kim seperti yang dimuat di Journal of Experimental Psychology. Ini juga
sering saya singgung dalam training motivasi.
Sekali lagi.