You are on page 1of 13

Eeeee2wB.

Klasifikasi
Dokumen konsesus th 1997 oleh American Diabetes Associations Expert
Committee on the Diagnosis & Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 type utama diabetes, yakni : (Corwin, 2009)

Type I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau


sebuah Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
5% hingga 10% penderita diabetik umumnya type I. Sel-sel
beta dari pankreas yg normalnya ialah menghasilkan insulin
namun dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan
suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak umumnya terjadi sebelum umur 30 th.
Type II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
atau disebut Diabetes Mellitus yang tidak tergantung insulin
(DMTTI)
Sembilan puluh % hingga 95% penderita diabetik yaitu type II.
Keadaan ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas pada
insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin. Pengobatan pertama ialah dengan diit &
olah raga, apabila kenaikan kadar glukosa darah menetap,
suplemen dengan sebuah preparat hipoglikemik (suntikan
insulin dibutuhkan, bila preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi amat sering pada mereka yg berumur
lebih dari 30 th & pada mereka yg obesitas.
DM type lain
Dikarenakan adanya kelainan genetik, obat, infeksi, penyakit
pankreas (trauma pankreatik), antibodi, penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin. & sindroma penyakit lain.
Diabetes Kehamilan : Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yg terjadi pada perempuan hamil yg sebelumnya
tidak mengidap diabetes.
C. Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
Factor genetic :
Umumnya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type I
itu sendiri namun mewarisi sebuah presdisposisi atau sebuah
kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes type I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yg
memililiki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA ialah kumpulan gen yg bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi & proses imun lainnya.
Factor imunologi :
Pada diabetes type I terdapat fakta adanya sebuah respon
autoimun. Ini adalah respon abnormal di mana antibody
terarah pada jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yg dianggapnya seakan-akan sebagai
jaringan asing.
Factor lingkungan
Factor eksternal yg akan memicu destruksi sel pancreas,
sebagai sampel hasil penyelidikan menyebutkan bahwa virus
atau toksin tertentu akan memicu proses autoimun yg bisa
memunculkan destuksi sel pancreas.
2. Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI)
Umumnya penyebab dari DM type II ini belum diketahui, faktor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya sebuah
resistensi insulin.
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin ( DMTTI ) penyakitnya memiliki
pola familiar yg kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi
insulin ataupun dalam kerja insulin. Pada awalnya nampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran pada kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya pada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
seterusnya terjadi reaksi intraselluler yg meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat sebuah
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini bisa disebabkan
oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yg rumumnya esponsif insulin
pada membran sel. Dan menyebabkan terjadi penggabungan abnormal
antara kompleks reseptor insulin dengan sebuah system transport glukosa.
Kadar glukosa normal akan dipertahankan dalam saat yg cukup lama &
meningkatkan sekresi insulin, namun pada hasilnya sekresi insulin yg
beredar tak lagi memadai untuk mempertahankan kadar euglikemia.
Diabetes Melitus type II disebut pula Diabetes Melitus tak tergantung
insulin (DMTTI) atau bisa disebut dengan Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yg adalah satu buah group heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yg lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, namun
terkadang akan timbul pada periode kanak-kanak.
Factor risiko yg berhubungan dengan proses terjadinya
DM type II, diantaranya yaitu :
umur(resistensi insulin cenderung meningkat pada umur di
atas 65 thn)
Obesitas
Riwayat keluarga
Kelompok etnik
11 Pertanyaan Dijamin Lulus Tes
Wawancara Masuk Rumah Sakit
D. Patofisiologi
Diabetes type I. Pada diabetes type satu terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin dikarenakan sel-
sel beta pankreas sudah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yg tidak
terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yg berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meski tetap berada
dalam darah & menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).
Apabila konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka
ginjal tidak bisa menyerap kembali semua glukosa yg tersaring
ke luar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yg berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini dapat disertai pengeluaran cairan &
elektrolit yg berlebihan. Kondisi ini disebut diuresis osmotik.
Yang Merupakan akibat dari kehilangan cairan berlebihan,
pasien bakal mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
& rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin pula dapat menggangu metabolisme protein
& lemak yg menyebabkan penurunan berat badan. Pasien akan
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat
adanya penurunan simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan & kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan terjadinya glikogenolisis (pemecahan glukosa
yg disimpan) & glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino & substansi lain), tetapi pada
penderita defisiensi insulin, proses ini bakal terjadi tanpa
gangguan & selanjutnya bisa saja menimbulkan hiperglikemia.
Di Samping itu dapat terjadi pemecahan lemak yg
mengakibatkan peningkatan produksi tubuh keton yg
merupakan product samping pemecahan lemak. Tubuh keton
yaitu asam yg menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya terlalu berlebihan. Ketoasidosis yg
diakibatkannya akan menyebabkan tanda-tanda & gejala
seperti nyeri pada abdomen, merasa mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton & apabila tak ditangani
bakal menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
menyebabkan terjadi kematian. Pemberian insulin dengan
cairan & elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan
cepat kelainan metabolik yang terjadi tersebut & mengatasi
gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet & latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yg sering ialah komponen terapi
yg penting.
Diabetes type II. Pada diabetes type II terdapat dua masalah
utama yg berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin &
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin bakal terikat
dengan reseptor khusus yang pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi
sebuah rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes type II disertai dengan
adanya sebuah penurunan reaksi intrasel ini. Dengan begitu
insulin menjadi tak efektif buat menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin & untuk mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus adanya sebuah
peningkatan jumlah insulin yg disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yg berlebihan & kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yg normal atau sedikit meningkat. Namun demikian,
seandainya sel-sel beta tak bisa mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa bakal meningkat &
berlangsung diabetes type II. Meski terjadi gangguan sekresi
insulin yg merupakan ciri khas DM type II, tetapi masih terdapat
insulin dengan jumlah yg adekuat buat mencegah pemecahan
lemak & produksi badan keton yg menyertainya. Lantaran itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes type II. Walau
begitu, diabetes type II yg tidak terkontrol bakal menimbulkan
masalah akut yang lain yg disebut sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes type II seringkali terjadi pada penderita diabetes yg
berumur lebih dari 30 th & obesitas. Akibat intoleransi glukosa
yg berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) & progresif,
sehingga awitan diabetes type II bisa terjadi tanpa terdeteksi.
Apabila gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan & bisa mencakup kelelahan, poliuria, iritabilitas,
polidipsi, luka pada kulit yg lama sembuh-sembuh, infeksi
vagina atau pandangan yg kabur (apabila kadra glukosanya
sangat tinggi).

1.1. Asuhan Keperawatan


Pengkajian
1.1.1. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau, adanya nyeri
pada luka.

1.1.2. Riwayat Penyakit


a. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
1.1.2.1. Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda tanda vital.
1.1.3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
c. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita
DM mudah terjadi infeksi.
d. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
e. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
f. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
g. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
h. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
2.6.5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ).Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine :hijau ( + ), kuning (++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
2.6.7. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor
biologis.
2. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik
3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
4. Resiko injuri b/d gangguan penglihatan
2.6.8. Intervensi
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor
biologis.
Tujuan:
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi
pasien normal.
Kriteris Hasil :
1. Intake nutrien normal
2. Intake makanan dan cairan normal
3. Berat badan normal
4. Massa tubuh normal
5. Pengukuran biokimia normal
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam status
nutrisi, intake nutrien, pasien adekuat.
Kriteria Hasil :
1. Intake kalori
2. Intake protein
3. Intake lemak
4. Intake karbohidrat
5. Intake vitamin
6. Intake mineral
7. Intake zat besi
8. Intake kalsium

Intervensi:
Mandiri:
1) Timbang berat badan.
R/: mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (absorpsi dan
utilisasinya).
2) Tentukan program diet dan pola makan klien.
R/: mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik.
3) Berikan makanan yang mengandung nutrient dan elektrolit. R/:
pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan
fungsi gasrtointestinal baik.
4) Identifikasi makanan yang di sukai/ tidak di sukai.
R/: jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
perencanaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah
pulang.
5) Observasi tanda-tanda hiperglikemia, seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab/ dingin, denyut nadi cepat, peka rangsangan,
cemas, sakit kepala.
R/: metabolisme karbihidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang,
dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemia dapat
terjadi).
Kolaborasi:
6) Kolaborasi dalam pemeriksaan gula darah.
R/ : gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan
dan terapi insulin terkontriol.
7) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan diet.
R/: sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuain diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

2. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
nutrisi keseimbangan cairan pasien normal.
Kriteria Hasil :
1. TD dalam rentang yang diharapkan.
2. CVP dalam rentang yang diharapkan
3. Tekanan Arteri rata rata yang diharapkan
4. Nadi perifer teraba
5. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam
6. Suara nafas tambahan tidak ada
7. Berat badan stabil
8. Tidak ada asites
9. Tidak ada distensi vena
10. Tidak ada edema perifer
11. Hidrasi kulit
12. Membran mukosa basah
13. Serum elektrolit dbn
14. Ht dbn
15. Tidak ada haus yang abnormal
16. Tidak ada sunken eyes
17. Urin putput normal
18. Mampu berkeringat
19. Tidak demam
Intervensi:
Mandiri:
1) Pantau TTV.
R/: hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
Perkiraan berat ringannya hipovolemia ketika tekanan darah sistolik
pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring keposisi duduk/
berdiri.
2) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
R/: merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi
yang adekuat.
3) Ukur masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.
R/: memberikan perkiraan kebutuhan akan cairab pengganti, fungsi
ginjal, dan keeektifan dari terapi yang diberikan.
Kolaborasi:
4) Berikan terapi cairan dan elektrolit sesuai indikasi.
R/: tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajad kekurangan
cairan dan respon pasien secara individual.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status


metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
Kriteria hasil :
1. Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. Pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Intervensi
1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
R/ : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan
akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2) Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara
abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan
yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
R/ : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi
luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang
timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses
granulasi.
3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan
kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
R/ : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur
pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui
perkembangan penyakit.

4. Resiko injuri b/d gangguan penglihatan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak terjadi injuri pada pasien.
Kriteria hasil :
1. Klien terbebas dari cidera
2. Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk mencegah injury
atau cidera
3. Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan atau perilaku
bersama
4. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
6. Mampu mengenali perubahan status kesehatan
Intervensi :
1) Hindarkan alat-alat yang dapat menghalangi aktivitas pasien.
R/ : Untuk meminimalisir terjadinya cedera
2) Gunakan bed yang rendah.
R/ : Meminimalkan resiko cedera
3) Orientasikan untuk pemakaian alat bantu penglihatan ex. Kacamata
R/ : Membantu dalam penglihatan klien
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari makalah yang kami buat, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyakit
Diabetes Militus (DM) ini sangat berbahaya. Banyak sekali faktor yang menyebabkan
seseorang menderita penyakit Diabetes Militus. Seperti obesitas (berat badan
berlebih), faktor genetis, pola hidup yang tidak sehat (jarang berolah raga), kurang
tidur, dan masih banyak yang lainnya.
3.2. Saran
Adapun saran bagi pembaca dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Selalu berhati hatilah dalam menjaga pola hidup, sering berolah raga dan
istirahat yang cukup.
2. Jaga pola makan anda. Jangan terlalu sering mengkonsumsi makanan atau
minuman yang terlalu manis. Karena itu dapat menyebabkan kadar gula meningkat
dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman,Heather.(2012).NANDA INTERNASIONAL DIAGNOSIS


KEPERAWATAN.Jakarta;EGC

You might also like