Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada usia prasekolah anak mengalami lompatan kemajuan yang menakjubkan. Tidak hanya
kemajuan fisik tetapi juga secara sosial dan emosional. Anak usia prasekolah ini sedang
dalam proses awal pencarian jati dirinya. Beberapa prilaku yang dulunya tidak ada, sekarang
muncul. Secara fisik dan psikis usia ini adalah usia yang rentan berbagai penyakit yang akan
mudah menyerang anak usia ini dan menimbulkan masalah yang dapat mempengaruhi
tumbuh kembang jika kondisi kesehatan anak tidak ditangani secara baik oleh para praktisi
kesehatan yang juga usaha-usaha pencegahan adalah usaha yang tetap paling baik dilakukan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum :
Agar mahasiswa lebih mengerti askep keluarga dengan anak diare.
2. Tujuan khusus
a. Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai teori/konsep dasar mengenai
keperawatan keluarga dengan anak diare.
b. Untuk memaparkan kepada mahasiswa, tahap-tahap perkembangan keluarga dengan anak
diare
c. Untuk menjelaskan kepada mahasiswa bagaimana proses keperawatan yang berperan dalam
kehidupan keluarga dengan anak diare
d. Untuk menjelaskan kepada mahasiswa tentang penatalaksanaan pada anak diare
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan
aturan dan emosional serta individual memepunyai peran masing-masing yang merupakan
bagian dari keluarga (Friedman, 1998) Sedangkan Diare adalah buang air besar (defekasi)
dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada
tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto,
1999).
Negatif
1) Mengigit, mengeluarkan air liur
2) Marah, menangis.
b. Fase anal (1-3 tahun)
Dengan tubuh memberi kepuasan berkisar sekitar anus
Positif :
BAB/BAK dan senang melakukannya sendiri
Negatif :
Anak akan menahan dan mempermainkannya
c. Fase phalic (3-6 tahun)
1) Memegang genetalia
2) Oedipus complek
Positif :
1) Egosentris : sosial interaksi
2) Mempertahankan keinginanya.
2. Perkembangan Psikosial (Ericson)
a. Percaya vs tidak percaya (0-1 tahun)
1) Semua kebutuhan mutlak tergantung pada orang lain
2) Rasa aman dan percaya mutlak pada lingkungan
b. Otonomi vs rasa malu-malu/ragu-ragu (1-3 tahun)
1) Alat gerak dan rasa, telah matang
2) Perkembangan otonomi berfokus pada peningkatan kemampuan mengontrol tubuhnya, diri
dan lingkungan.
3) Menyadari bahwa ia dapat menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan membuat sesuatu
sesuai dengan keinginannya.
c. Inisiatif vs rasa bersalah (3-6 tahun)
1) Anak belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan
2) Rasa inisiatif mulai menguasai anak
3) Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas
4) Kemampuan anak berbahasa meningkat
5) Rasa kecewa dan bersalah.
D. Etiologi (Diare)
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi
infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas,
dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E.
hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
b. Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan
diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida
(intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare
yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan
protein.
3. Faktor Makanan:
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis
makanan tertentu.
4. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).
E. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen
usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena
peningkatan isi lumen usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
F. Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia,
nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa
rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan
hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran
yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering,
tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan
dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. Gangguan kardiovaskuler pada tahap
hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120
x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena
kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan
darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan
ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu
keadaan gagal ginjal akut.
G. Klasifikasi diare
1. Dehidrasi ringan : dimana berat badan menurun 3 5 % dengan volume cairan yang hilang
kurang dari 50 ml/kgBB.
2. Dehidrasi sedang : dimana berat badan menurun 6 9 % dengan volume cairan yang hilang
kurang dari 50 90 ml/kgBB.
3. Dehidrasi berat : dimana berat badan menurun lebih dari 10 % dengan volume cairan yang
hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kgBB.
H. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada
elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili
mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja
c. Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan
cadangan alkali dan analisagas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaanelektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
J. PENTALAKSANAAN
1. Medis
Dasarpengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat
NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar
Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar
natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin
disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
a) Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
(1) 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13
tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
(2) 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4
tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
(3) 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
b) Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1
ml=20 tetes).
c) Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
(1) 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1
ml=20 tetes).
(2) 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1
ml=20 tetes).
(3) 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
d) Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
(1) Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam,jenis cairan 4:1(4
bagian glukosa 5%+1bagian NaHCO3 1 %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8
tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
(2) Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian
NaHCO3 1 %).
b. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg,
jenis makanan:
1) Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh
2) Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak
mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
2. Keperawatan
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya gangguan sirkulasi darah,
kebutuhannutrisi, resiko komplikasi, gangguan rasaaman dan nyaman, kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai prosespenyakit. Mengingat diare sebagian besar menular,
maka perlu dilakukan penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
J. Pengkajian
Pengkajian (Anak Usia 3 Tahun):
1. Keluhan Utama : Buang air berkali-kali dengan konsistensi encer
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk Rumah Sakit dengan keluhan buang air cair berkali-kali baik
disertai atau tanpa dengan muntah, tinja dpat bercampur lendir dan atau darah, keluhan lain
yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat, volume
diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Meliputi pengkajian riwayat :
a. Prenatal
Kehamilan yang keberapa, tanggal lahir, gestasi (fulterm, prematur, post matur), abortus atau
lahir hidup, kesehatan selama sebelumnya/kehamilan, dan obat-obat yang dimakan serta
imunisasi.
b. Natal
Lamanya proses persalinan, tempat melahirkan, obat-obatan, orang yang menolong
persalinan, penyulit persalinan.
c. Post natal
Berat badan nomal 2,5 Kg - 4 Kg, Panjang Badan normal 49 -52 cm, kondisi kesehatan baik,
apgar score , ada atau tidak ada kelainan kongenital.
d. Feeding
Air susu ibu atau formula, umur disapih (2 tahun), jadwal makan/jumlahnya, pengenalan
makanan lunak pada usia 4-6 bulan, peubahan berat-badan, masalah-masalah feeding
(vomiting, colic, diare), dan penggunaan vitamin dan mineral atau suplemen lain.
e. Penyakit sebelumnya
Penyebabnya, gejala-gejalanya, perjalanan penyakit, penyembuhan, kompliksi, insiden
penyakit dalam keluarga atau masyarakat, respon emosi terhadap rawat inap sebelumnya.
f. Alergi
Apakah pernah menderita hay fever, asthma, eksim. Obat-obatan, binatang, tumbuh-
tumbuhan, debu rumah
g. Obat-obat terakhir yang didapat
Nama, dosis, jadwal, lamanya, alasan pemberian.
h. Imunisasi
Polio, hepatitis, BCG, DPT, campak, sudah lengkap pada usia 3 tahun, reaksi yang terjadi
adalah biasanya demam, pemberian serum-serum lain, gamma globulin/transfusi, pemberian
tubrkulin test dan reaksinya.
i. Tumbuh Kembang
Berat waktu lahir 2, 5 Kg - 4 Kg. Berat badan bertambah 150 - 200 gr/minggu, TB bertambah
2,5 cm / bulan, kenaikan ini terjadi sampai 6 bulan. Gigi mulai tumbuh pada usia 6-7 bulan,
mulai duduk sendiri pada usia 8-9 bulan, dan bisa berdiri dan berjalan pada usia 10-12 bulan.
4. Riwayat Psikososial
Anak sangat menyukai mainannya, anak sangat bergantung kepada kedua orang tuanya dan
sangat histeris jika dipisahkan dengan orang tuanya. Usia 3 tahun (toddlers) sudah belajar
bermain dengan teman sebaya.
5. Riwayat Spiritual
Anak sudah mengenal beberapa hal yang bersifat ritual misalnya berdoa.
6. Reaksi Hospitalisasi
a. Kecemasan akan perpisahan : kehilangan interaksi dari keluarga dan lingkungan yang
dikenal, perasaan tidak aman, cemas dan sedih
b. Perubahan pola kegiatan rutin
c. Terbatasnya kemampuan untuk berkomunikasi
d. Kehilangan otonomi
e. Takut keutuhan tubuh
f. Penurunan mobilitas seperti kesempatan untuk mempelajari dunianya dan terbatasnya
kesempatan untuk melaksanakan kesenangannya
7. Aktivitas Sehari-Hari
a. Kebutuhan cairan pada usia 3 tahun adalah 110-120 ml/kg/hari
b. Output cairan :
IWL (Insensible Water Loss) Anak : 30 cc / Kg BB / 24 jam, Suhu tubuh meningkat : 10 cc /
Kg BB + 200 cc (suhu tubuh - 36,8 oC), SWL (Sensible Water Loss) adalah hilangnya cairan
yang dapat diamati, misalnya berupa kencing dan faeces. Yaitu : Urine : 1 - 2 cc / Kg BB / 24
jam dan Faeces : 100 - 200 cc /24 jam
8. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik:
1) Tanda-tanda vital
Suhu badan : mengalami peningkatan
Nadi : cepat dan lemah
Pernafasan : frekuensi nafas meningkat
Tekanan darah : menurun
2) Antropometri
Pemeriksaan antropometri meliputi berat badan, Tinggi badan, Lingkaran kepala, lingkar
lengan, dan lingkar perut. Pada anak dengan diare mengalami penurunan berat badan.
3) Pernafasan
Biasanya pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan tidak ditemukan bunyi nafas
tambahan.
4) Cardiovasculer
Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat dan lemah.
5) Pencernaan
Ditemukan gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan mulut kering, peristaltik usus
meningkat, anoreksia, BAB lebih 3 x dengan konsistensi encer
6) Perkemihan
Volume diuresis menurun.
7) Muskuloskeletal
Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan.
8) Integumen
lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor kulit jelek
9) Endokrin
Tidak ditemukan adanya kelaianan.
10) Penginderaan
Mata cekung, Hidung, telinga tidak ada kelainan
11) Reproduksi
Tidak mengalami kelainan.
12) Neorologis
Dapat terjadi penurunan kesadaran.
b. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
1) Motorik Kasar
Sudah bisa naik/turun tangga tanpa dibantu, mamakai baju dengan bantuan, mulai bisa
bersepeda roda tiga.
2) Motorik Halus
Menggambat lingkaran, mencuci tangan sendiri dan menggosok gigi
3) Personal Sosial
Sudah belajar bermain dengan teman sebayanya.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keluarga
Pengkajian dilakukan pada hari sabtu, 30 maret 2012 di rumah keluarga Tn. S pukul 16.00
WIB.
1. Data Umum
a. Nama KK : Tn . S
b. Umur : 29 tahun
c. Alamat : RT 04/RW VII kelurahan setiorejo
d. Pekerjaan : Wiraswasta
e. Pendidikan : SMA
2. Komposisi keluarga
Tn. S
29 thn
An. A
4 thn
Keterangan
: Laki laki
: Perempuan
: Garis keturunan
: Garis pernikahan
: Tinggal serumah
: Klien
: meninggal
Tipe keluarga
Tipe keluarga Tn. S adalah keluarga inti yang terdiri dari ayah,ibu, dan anaknya
Suku bangsa
Keluarga Tn. S adalah suku
Agama
Keyakinan yang di anut keluarga Tn. S adalah islam. Tidak ada perbedaan diantara anggota
keluarga. Keluarga Tn. S setiap hari selalu menjaklankan ibadah sholat walaupun tidak 5
waktu. Di sekitar tempat tinggalnya terdapat 1 mushola.
Tahap perkembangan keluarga saat ini adalah Keluarga Dimana Anak Pertama Usia Pra-
sekolah:
a. PengasuhAnak
b. Menyediakan Kebutuhan Anak
c. Persiapan Kelahiran Anak Berikutnya.
Pada tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi dalam masa kelahiran anak
pertama adalah : Keluarga Dengan Anak Usia Sekolah
a. Sosialisasi Anak
b. Mendorong Anak Mencapai Prestasi Disekolah
c. Memelihara Hubungan Perkawinan Yang Harmonis.
Pada keluarga Tn. S tidak diketahui adanya riwayat penyakit keturunan maupun menular.
Sedangkan dari keluarga Ny. Y juga tidak diketahui adanya penyakit keturunan dan menular.
C. Data Lingkungan
1. Karakteristik Rumah
Rumah Tn. S berukuran 5 x 14 m. Terdiri dari 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 ruang dapur
dan 1 kamar mandi. Rumah semi permanent, lantai dari semen, 2 ventilasi dan 1 jendela kaca.
Didalam rumah pencahayaan dari luar kurang karena tidak ada jendela yang bisa dibuka. Jadi
ruangan tampak kelap dan pengap. Air yang digunakan untuk minum dan mandi sehari hari
adalah air sumur. Terdapat 2 pohon dan tanaman kecil kecil.
. Depan : tampak Kotor
. Tamu : tampak kotor dan berdebu
. Tidur : Tempat tidur terbuat dari kayu dan kasur terbuat dari kapas. Kamar tidak tertata rapi.
. Dapur : Dapur tampak kotor karena barang-barang memasak ditaruh di sembarang tempat.
amar Mandi : Kamar mandi terdiri dari 1 bak mandi dan 1 WC, keadaan air didalam bak mandi tampak
kotor.
endela : Jendela dirumah hanya ada 1, ventilasi kurang dan jendela terbuat dari kaca sehingga tidak
bisa dibuka
2. Denah rumah
Kamar mandi / WC
Ruang Depan / Teras
Tn. S beserta keluarganya sudah lama tinggal di RW 7, karena orang tua asli penduduk situ.
Jarak antara rumah Tn. S dan puskesmas lumayan jauh.
Keluarga Tn. S setiap hari kumpul dengan tetangga, antara tetangga satu dengan yang lainnya
saling menghormati.
Pada saat pengkajian di keluarga Tn. S yang tampak sakit adalah An. A dengan diare.
Biasanya kalau ada keluarga yang sakit hanya di belikan obat di warung terdekat.
D. Struktur Keluarga
Komunikasi sehari hari yang biasa digunakan di keluarga Tn. S adalah jawa.
3. Struktur peran
a. Tn. S
Tn. S berperan sebagai kepala keluarga, suami dan pencari nafkah.
b. Ny. I
Ny. I berperan sebagai ibu rumah tangga.
c. An. A
An. A berperan sebagai anak
E. Fungsi Keluarga
1. Fungsi afektif
Antar anggota keluarga sangat ramah dan menghormati. Keluarga Tn. S memperhatikan An.A
yang sedang sakit diare.
2. Fungsi sosial
Untuk saat ini keluarga Tn. S tidak memeriksakan ke puskesmas karena lokasi cukup jauh
tetapi Keluarga Tn. S mengatakan sangat khawatir kalau penyakit An. A tidak sembuh
sembuh.
Keluarga Tn. S menyadari bahwa An. A diare, untuk itu Keluarga membelikan obat di
warung.
G. Pemeriksaan Fisik
Analisa Data
- Ny. I mpuan
menga keluarga
takan memodifika
anakn si
ya lingkungan
panas
dan
munta
h
-
Keluar
ga
menga
takan
kalau
anakn
ya
belum
dibaw
a ke
puskes
mas
-
Keluar
ga
menga
takan
An. A
hanya
di beri
obat
yang
beli di
warun
g
DO :
- An. A
tampa
k
lemah
Resti
2 - Tn. S penula
menga ran
takan penyak
makan it diare
an di
meja
makan
tidak
ditutu
pi
-
Keluar
ga
menga
takan
tidak
pernah
cuci
tangan
sebelu
m
makan
karena
lupa
DO
:
-
Ruma
h klien
tampa
k
kotor
dan
berdeb
u
1. cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Ketidak mampuan
keluarga dalam mengambil keputusan
Kriteria Skor Bobot Nilai Pembenaran
1. Sifat masalah 3/3 1 1 Aktual
2. Kemungkinan 2 1 Keluarga mampu memberikan
masalah untuk diubah makanan yang cukup dan bersih
serta minum yang cukup.
3. Potensi masalah untuk 1 1 Masalah dapat dicegah karena
dicegah kebutuhan cairan dapat dicegah
dengan cara minum air yang
banyak dan memberikan LGG
4. Menonjolnya masalah 2/2 1 1 Keluarga dan pasien menyadari
akan pentingnya kesehatan
Jumlah 4
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Ketidak mampuan
keluarga dalam mengambil keputusan
2. Resti penularan penyakit diare berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga
memodifikasi lingkungan
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny. S DENGAN GASTROENTERITIS
DI BP. DESA WARU KULON PUCUK KAB.LAMONGAN
KELOMPOK II
Disusun oleh :
1. Benny caesaria ummah (09.02.01.0507)
2. Ferry nur nasyroh (09.02.01.0515)
3. Laily syahadah MZ (09.02.01.0523)
4. Lukman effendi (09.02.01.0525)
5. Rohmawati (09.02.01.0540)
6. Yulinda wachida Rohmah (09.02.01.0548)
S1 KEPERAWATAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menetapkan dan mengembangkan pola pikir secara ilmiah kedalam proses asuhan
Keperawatan nyata serta mendapatkan pengalaman dalam memecahkan masalah pada Ny.S
dengan Gastroenteritis atau diare.
1.2.2 Tujuan khusus
1) Untuk mengetahui gambaran tentang kasus Gastroenteritis yang dialami oleh pasien Ny.S.
2) Untuk mengetahui alternatif pengobatan pada pasien dengan Gastroenteritis.
2.1 Pengertian
Gastroenteritis atau diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau
bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (Mansjoer Arief
dkk, 1999)
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan
oleh bakteri yang bermacam-macam, virus dan parasit yang patogen (Whaley dan wangs,
1995)
2.2 Etiologi
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu :
a) Faktor infeksi
Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare meliputi :
1) Infeksi Bakteri : vibrio E.coli Salmonella, Shigella, Campyio bacter, Aeromonas
2) Infeksi virus : Enteriviru ( virus echo, coxsacle, poliomyelitis ), Adenovirus, Astrovirus, dll
3) Infeksi parasit : Cacing (ascaris, trichuris, oxyguris) Protozoa (entamoeba histoticia,
trimonas hominis), Jamur (candida albacus)
Infeksi parental adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut
(OMA), Bronco pneumonia, dan sebagainya.
b) Faktor Malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat
2) Malabsorbsi Lema
c) Faktor Makanan
Makanan yang tidak bersih, basi, beracun dan alergi terhadap makanan.
2.3 Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare.
1) Gangguan asmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan mengakibatkan
tekanan asmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkan sehingga timbul diare.
2) Gangguan sekresi
Akibat adanya rangsangan toksin pada dinding uterus sehingga akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3) Gangguan motilitas usus
Hiperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare. Bila peristaltik menurun akan menyebabkan bakteri tumbuh
berlebihan, sehingga timbul diare juga.
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Medik
Dasar pengobatan diare adalah pemberian cairan, dietetik (cara pemberian makanan)
dan obat-obatan.
Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dengan mempertahankan derajat dehidrasi dan keadaan
umum.
1) Cairan per oral
Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral beberapa
cairan yang berisikan NaCL,NaHCO3,KCL dan Glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada
anak diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan/sedang, kadar Natrium 50-60 mEg/1
formula lengkap sering disebut oralit. Sebagai pengobatan sementara yang dibuat sendiri
(formula tidak lengkap) hanya air gula dan garam (NaCL dan sukrosa) atau air tajin yang
diberi garam dan gula.
2) Cairan parental
Pada umumnya digunakan cairan Ringel laktat (RL) yang pemberiannya bergantung
pada berat ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai umur
dan berat badannya (Ngastiyah, 1997 : 146)
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN
MRS : 09 Mei 2011 Jam : 18.00 WIB
No Ruangan :5
Pengkajian tanggal : 10 Mei 2011 Jam : 16.00 WIB
A.Identitas Pasien
ma pasien : Ny. S
s kelamin : Perempuan
ur : 23 Tahun
mat : Ds.Waru kulon pucuk
ma : islam
erjaa : Swasta
u bangsa : Jawa
gnosa medic : Gastroenteritis
g bertanggung jawab
ma : Tn. F
erjaan : Swasta
mat : Ds. Waru Kulon Pucuk
ma : Islam
didikan : SMP
b. Dengan pasien : Ayah
B. Riwayat Kesehatan
I. Keluhan Utama
MRS : Demam, diare, disertai muntah
pengkajian : Klien mengatakan bahwa badannya terasa lemas, demam, disertai muntah.
II. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu mengatakatan badannya panas 2 hari yang lalu, BAB 5x/hari warna kuning
kehijauan bercampur lendir, dan disertai dengan muntah 2x/hari, lalu dibawa ke Balai
Pengobatan AS SYIFA Desa Waru Kulon Pucuk Lamongan.
III. Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu mengatakan bahwa dahulu pernah sakit Diare 8x/hari tiap 1-2 jam sekali warna
kuning, disertai muntah, badan panas dan tidak mau makan.
IV. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu mengatakan dalam anggota keluarga ada yang perna mengalami sakit diare seperti
yang di alami klien.
V. Riwayat Sosial
Ibu mengatakan bahwa tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya dan
ingin sekali cepat sembuh dan pulang kerumah.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : klien lemah, panas, muntah dan diare
Kesadaran : composmentis
TTV : Tensi 80/50 mmHg, Nadi 112x/mnt, suhu 390 C,RR 22x/mnt
Pemeriksaan Head to toe
a. Kepala : Bentuk kepala bulat, warna rambut hitam, tidak ada benjolan,kulit kepala bersih.
b. Mata : Simetris, tidak ada sekret, konjungtiva merah muda, sklera putih, mata cowong.
c. Mulut : Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis, lidah bersih.
d. Hidung : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada polip.
e. Telinga : Simetris, tidak ada benjolan, lubang telinga bersih, tidak ad serumen.
f. Leher : Tidak ada pembesaran kenjar tyroid, limphe, tidak ada bendungan vena jugularis, tidak ada
kaku kuduk.
g. Dada
Inspeksi : dada simetris, bentuk bulat datar, pergerakan dinding dada simetris, tidak ada retraksi otot
bantu pernapasan.
Palpasi : Tidak ada benjolan mencurigakan
Perkusi : paru-paru sonor, jantung dullnes
Auskultasi : Irama nafas teratur, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
h. Perut
Inspeksi : simetris
Auskultasi : Peristaltik meningkat 40x/mnt
Palpasi : Turgor kulit tidak langsung kembali dalam 1 detik
Perkusi : Hipertimpan,perut kembung
Punggung : Tidak ada kelainan tulang belakang (kyfosis, lordosis, skoliosis) tidak ada nyeri gerak.
Genetalia : jenis kelamin perempuan, tidak odem, tidak ada kelainan, kulit perineal kemerahan
Anus : Tidak ada benjolan mencurigakan,kulit daerah anus kemerahan.
Ekstremitas : Lengan kiri terpasang infus, kedua kaki bergerak bebas, tidak ada odem.
Therapy :
1. Infus RL 15 tpm (750 cc) : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang.
2. Injeksi Novalgin 3x1 amp (metampiron 500 mg/ml) : Golongan Analgesik
3. Injeksi Ulsikur 3x1 amp (simetidina 200mg/ 2ml) : Antasida dan Ulkus
4. Injeksi Cefotaxime 3x1 amp (sefotaksim 500mg/ml) : Antibiotik.
3.4 INTERVENSI
No
. Tujuan dan KH Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah Dilakukan
1. pantau tanda kekurangan
1. Menentukan intervensi
Tindakan Keperawatan cairan selanjutnya
2. observasi/catat hasil intake2. Mengetahui keseimbangan
2x24 Jam dengan
output cairan cairan
Tujuan : volume cairan
3. anjurkan klien untuk banyak 3. Mengurangi kehilangan cairan
dan elektrolit dalam 4. Meningkatkan partisipasi dalam
minum
tubuh seimbang
4. jelaskan pada ibu tanda perawatan
5. mengganti cairan yang keluar
(kurangnya cairan dan kekurangan cairan
5. berikan terapi sesuai advis : dan mengatasi diare
elektrolit terpenuhi)
Infus RL 15 tpm
Dengan KH :
Turgor kulit cepat
kembali.
Mata kembali normal
Membran mukosa
basah
Intake output seimbang
2 Setelah dilakukan
1. Teliti keluhan nyeri, cacat
1. Identifikasi karakteristik nyeri &
tindakan keperawatan intensitasnya (dengan skala0- factor yang berhubungan
2x24 jam dengan 10). merupakan suatu hal yang amat
2. Anjurkan klien untuk
Tujuan : rasa nyaman penting untuk memilih
menghindari allergen
terpenuhi, klien intervensi yang cocok & untuk
3. Lakukan kompres hangat
terbebas dari distensi mengevaluasi ke efektifan dari
pada daerah perut
abdomen dengan KH :4. Kolaborasi terapi yang diberikan.
Berikan obat sesuai indikasi2. Mengurangi bertambah beratnya
Klien tidak
Steroid oral, IV, & inhalasi
penyakit.
menyeringai kesakitan. Analgesik : injeksi novalgin
3. Dengan kompres hangat,
Klien mengungkapkan
3x1 amp (500mg/ml)
distensi abdomen akan
verbal (-) Antasida dan ulkus : injeksi
Wajah rileks mengalami relaksasi, pada kasus
ulsikur 3x1 amp (200mg/
Skala nyeri 0-3
peradangan akut/peritonitis akan
2ml)
menyebabkan penyebaran
infeksi.
4. Kortikosteroid untuk mencegah
reaksi alergi.
5. Analgesik untuk mengurangi
nyeri.
3 Setelah Dilakukan
1. Mengobservasi TTV 1. kehilangan cairan yang aktif
2. Jelaskan pada pasien tentang
Tindakan Keperawatan secar terus menerus akan
penyebab dari diarenya
2x24 Jam dengan mempengaruhi TTV
3. Pantau leukosit setiap hari
2 Klien dapat mengetahui
Tujuan : Konsistensi
4. Kaji pola eliminasi klien
penyebab dari diarenya.
BAB lembek, frekwensi setiap hari
3 Berguna untuk mengetahui
5. Kolaborasi
1 kali perhari dengan
- Konsul ahli gizi untuk penyembuhan infeksi
KH : 4 Untuk mengetahui konsistensi
memberikan diet sesuai
Tanda vital dalam dan frekuensi BAB
kebutuhan klien.
5 Metode makan dan kebutuhan
batas normal (N: 120-- Antibiotik: cefotaxime 3x1
kalori didasarkan pada
60 x/mnt, S; 36-37,50 c, amp (500mg/ml)
kebutuhan.
RR : < 40 x/mnt )
Leukosit : 4000
11.000
Hitung jenis leukosit :
1-3/2-6/50-70/20-80/2-
8
3.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama pasien : Ny. S No.ruangan :5
Umur : 23 tahun
TGL/ NO.
IMPLEMENTASI RESPON PS TTD
JAM Dx
Selasa, 10/5 1,2,3 Mengkaji keluhan pasien DS : Klien mengatakan bahwa
Mengobservasi TTV setiap 8
11 BAB berkali-kali, muntah, dan
16.00 jam
perut kembung.
DO : Turgor kulit menurun, mulut
kering, mata cowong, dan
menahan kesakitan
TD = 80/50 mmHg, S = 390 C, N=
112, tampak lemah ,RR 22x/mnt
1
16.15 Menentukan tanda-tanda
DS : klien mengatakan akan
kekurangan cairan
Memasang infus RL 15 tpm minum yang banyak
DO :Turgor kulit berkurang,
mukosa mulut kering,disertai
1,2
16.25
muntah.
1,3
Rabu11/5/11 DS : -
06.30 Menganjurkan klien untuk DO : Ny. S keluarga
istirahat dan melakukan kooperatif
kompres hangat pada daerah
DS : -
2,3 perut DO : TD = 100/70, S = 380, N =
07.30 Mengobservasi TTV
Mengganti infus RL 15 tpm 100x/mnt, RR = 20x/mnt
Mengkaji pola eliminasi klien
08.50 1,3 Memberikan obat: DS : -
DO : Keluarga kooperatif
Injeksi Novalgin 1 amp
Injeksi Ulsikur 1 amp
Injeksi Cefotaxime 1 amp
11.30 1,2 DS : Klien mengatakan akan
makan dalam porsi kecil tapi
Observasi/catat hasil intake
sering.
output cairan
DO : Keluarga kooperatif
14.00 3,2 Menganjurkan makan dalam
DS : pasien mengatakan akan
porsi sedikit tapi sering.
minum sesering mungkin
DO : Ny. S keluarga kooperatif
Menyuruh pasien banyak
DS : -
Kamis, 1,2,3 minum agar tidak dehidrasi
DO : Ny. S keluarga
Jelaskan pada keluarga tanda-
12/5/11
kooperatif
06.00 tanda kekurangan cairan
3
06.30
Memberikan obat:
DS : -
Injeksi Dexa 1 amp
Injeksi Ulsikur 1 amp DO : TD = 100/70, S = 370, N =
1,3 Injeksi Cefotaxime 1 amp
08.00 100x/mnt, RR = 22x/mnt
No
. Hari/tgl Catatan Perkembangan TTD
Dx
1. Selasa S : Kien mengatakan bahwa masih merasa lemas
10/5/2011 O:- Klien masih tampak lemas
Aktifitas klien masih dibantu keluarganya
A : Masalah belum teratasi
2. P : Intervensi 1-4 dilanjutkan
askep diare LP
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DIARE AKUT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DIARE AKUT KARENA INFEKSI
KONSEP MEDIS
Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah
cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni
100-200 ml/sekali defekasi (Hendarwanto, 1999).
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali
sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat dalam
beberapa jam atau beberapa hari.
Penyebab
Diare akut karena infeksi (gastroenteritis) dapat ditimbulkan oleh:
1. Bakteri : Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella para typhi A/B/C, Shigella
dysentriae, Shigella flexneri, Vivrio cholera, Vibrio eltor, Vibrio parahemolyticus,
Clostridium perfrigens, Campilobacter (Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp,
Streptococcus sp, Yersinia intestinalis, Coccidiosis.
2. Parasit : Protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora
sp) dan Cacing ( A. lumbricodes, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. velmicularis,
S. stercoralis, T. saginata dan T. solium)
3. Virus : Rotavirus, Adenovirus dan Norwalk.
Penelitian di RS Persahabatan Jakarta Timur (1993-1994) pada 123 pasien dewasa yang
dirawat di bangsal diare akut didapatkan hasil isolasi penyebab diare akut terbanyak adalah E.
coli (38 %), V. cholera Ogawa (18 %) dan Aeromonas sp. 14 %).
Patofisiologi
Sebanyak kira-kira 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap hari yang berasal dari luar
(asupan diet) dan dari dalam tubuh sendiri (sekresi cairan lambung, empedu dan sebagainya).
Sebagian besar jumlah tersebt diresorbsi di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml
memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan usus besar akan diresorbsi sehingga tersisa
sejumlah 150-250 ml cairan ikut membentuk tinja.
Faktor-faktor fisiologis yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama lain.
Misalnya, cairan dalam lumen usus yang mengkat akan menyebabkan terangsangnya usus
secara mekanis karena meningkatnya volume sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya
bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu
penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga penyerapan elektrolit, air dan zat-zat
lain terganggu. Bagan patofisiologi diare dan mekanisme kompensasi dengan larutan gula
garam secara sederhana dapat dilihat pada gambar berikut:
Dinding Epitel
Lumen Usus
AMP Siklik
Cl
(H2O, K+, Na+, HCO3)
Glukosa
Na+
Glukosa
H2O
HCO3
Cl-
Na+
K+
Vaskuler
Patogenesis
Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah
faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh
untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut yang
terdiri atas faktor-faktordaya tahan tubuh atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti
keasaman lambung, motilitas usus dan juga mencakup flora normal usus.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella telah terbukti dapat menyebabkan
serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi
V.cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit
serta mengurangi kecepatan eliminasi agen sumber penyakit. Peran imunitas tubuh
dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi Giardiasis yang lebih tinggi pada mereka yang
kekurangan Ig-A. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang suatu
toksoid berulangkali akan terjadi sekresi antibodi. Percobaan pada binatang menunjukkan
berkurangnya perkembangan S. typhi murium pada mikroflora usus yang normal.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenitas antara lain daya penetrasi yang dapat
merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan
usus halus serta daya lekat kuman pada lumen usus. Kuman dapat membentuk koloni-koloni
yang dapat menginduksi diare.
Berdasarkan kemampuan invasi kuman menembus mukosa usus, bakteri dibedakan
atas:
1. Bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Misalnya V. cholera/eltor, Enterotoxigenic E Coli (ETEC) dan C. perfringens tidak merusak
mukosa, mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah
diproduksi yang mengaktivasi sekresi anion klorida dari sel ke dalam lumen usus yang diikuti
air, ion bokarbonat, natrium dan kalium sehingga tubuh akan kekurangan cairan dan elektrolit
yang keluar bersama tinja.
2. Bakteri enterovasif
Misalnya Enteroinvasive E. Coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, dan C. perfringens
type CV. cholera/eltor, Enterotoxigenic E Coli dan C. perfringens. Dalam hal ini, diare terjadi
akibat nekrosis dan ulserasi dinding usus. Sifat diarenya sekretorik eksudatif., dapat
tercampur lendir dan darah. Walaupun demikian, infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga
bermanifestasi sebagai suatu diare koleriformis.
Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang
menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik
yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang,
mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta
suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak
terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena
kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus
ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
Prinsip Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
2. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
3. Memberikan terapi simtomatik
4. Memberikan terapi definitif.
- Metode Daldiyono
Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:
* Rasa haus/muntah =1
* BP sistolik 60-90 mmHg =1
* BP sistolik <60 mmHg =2
* Frekuensi nadi >120 x/mnt =1
* Kesadaran apatis =1
* Kesadaran somnolen, sopor atau koma =2
* Frekuensi napas >30 x/mnt =1
* Facies cholerica =2
* Vox cholerica =2
* Turgor kulit menurun =1
* Washer womens hand =1
* Ekstremitas dingin =1
* Sianosis =2
* Usia 50-60 tahun =1
* Usia >60 tahun =2
Kebutuhan cairan =
Skor
-------- x 10% x kgBB x 1 ltr
15
5. Sirkulasi:
Tanda:
- Takikardia (reapon terhadap dehidrasi, demam, proses inflamasi dan nyeri)
- Hipotensi
- Kulit/membran mukosa : turgor jelek, kering, lidah pecah-pecah
6. Integritas ego:
Gejala:
- Ansietas, ketakutan,, emosi kesal, perasaan tak berdaya
Tanda:
- Respon menolak, perhatian menyempit, depresi
7. Eliminasi:
Gejala:
- Tekstur feses cair, berlendir, disertai darah, bau anyir/busuk.
- Tenesmus, nyeri/kram abdomen
Tanda:
- Bising usus menurun atau meningkat
- Oliguria/anuria
9. Hygiene:
Tanda:
- Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri
- Badan berbau
11. Keamanan:
Tanda:
- Peningkatan suhu pada infeksi akut,
- Penurunan tingkat kesadaran, gelisah
- Lesi kulit sekitar anus
12. Seksualitas
Gejala:
- Kemampuan menurun, libido menurun
14. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
- Riwayat anggota keluarga dengan diare
- Proses penularan infeksi fekal-oral
- Personal higyene
- Rehidrasi
Tes Diagnostik
Lihat konsep medis.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
15. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake
terbatas (mual).
16. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan
peningkatan peristaltik usus.
17. Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
18. Kecemasan b/d perubahan status kesehatan, perubahan status sosio-ekonomis, perubahan
fungsi peran dan pola interaksi.
19. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan
informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx.1 Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta
intake terbatas (mual)
Intervensi dan Rasional:
20. Berikan cairan parenteral sesuai dengan program rehidrasi
- Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang keluar bersama feses.
21. Pantau intake dan output.
- Memberikan informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan
pengganti.
22. Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium
- Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa.
23. Kolaborasi pelaksanaan terapi definitif.
- Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah penyebab diare diketahui.
Dx.2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan
peningkatan peristaltik usus.
Intervensi dan Rasional:
1. Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.
- Menurunkan kebutuhan metabolik.
2. Pertahankan status NPO (puasa) selama fase akut/ketetapan medis dan segera mulai
pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan
- Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan peristaltik
sehingga terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera mungkin penting setelah
keadaan klinis klien memungkinkan.
3. Kolaborasi pemberian roborantia seperti vitamin B 12 dan asam folat.
- Diare menyebabkan gangguan fungsi ileus yang berakibat terjadinya malabsorbsi vitamin B
12; penggantian diperlukan untuk mengatasi depresi sum sum tulang, meningkatkan produksi
SDM.
- Defisiensi asam folat dapat terjadi bila diare berlanjut akibat malabsorbsi.
4. Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi.
- Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih
lanjut.
Dx.5 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan
informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
Intervensi dan Rasional:
1. Kaji kesiapan klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan klien tentang penyakit
dan perawatannya.
- Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang
pengetahuan sebelumnya.
2. Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan aktivitas
sehari-hari.
- Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi klien dan keluarga
dalam proses perawatan klien.
3. Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek
samping yang mungkin timbul.
- Meningkatkan pemahaman dan partisipasi klien dalam pengobatan.
4. Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi.
- Meningkatkan kemandirian dan kontrol klien terhadap kebutuhan perawatan diri.
BAB I
PENDAHULUAN
Luasnya daerah permukaan saluran cerna (traktus GL) dan fungsi digestifnya menunjukan
betapa pentingnya makna pertukaran antara organisme manusia dengan lingkungan nya.
Kelainan inflamasi dan malabsorpsi akan mengganggu keutuhan fungsi traktus
gastrointestinal, di samping itu karena system dan sawar (barier) mukosa usus setelah bayi
lahir masih berada dalam proses menuju maturitas, maka usus bayi sangat rentan terhadap
ancaman infeksi. Diare menular akut dapat menyebabakan signifikan pada keseimbangan
cairan serta elektrolit pada bayi dan anak-anak. ( Dona L.Wong, 2008 )
Diare akut masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak
di berbagai Negara yang sedang berkembang, setiap tahun di perkirakan lebih dari satu
milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Diare masih
merupakan penyebab penting kematian kepada anak-anak di Negara-negara berkembang.
Kombinasi paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, malnutrisi
menunjang timbulnya kesakitan dan kematian karena diare. (Dr.T.H. Rampengan, DSAK,
1993)
Sedangkan demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di
Asia, Afrika, Amerika latin, Karibia, dan Ocenia, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong
penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Insiden demam tifoid diseluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar
16 juta pertahun, 600.000 diantaranya menyebabkan kematian. Di Indonesia prevalensi 91%
kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun. Demam tifoid masih merupakan penyakit
infeksi tropik sistematik, bersifat endemis, dan masih merupakan problema kesehatan.
Masyarkaat pada negara-negara sedang berkembang di dunia, termasuk Indonesia. Di
Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan 800/100.000 penduduk
pertahun dan tersebar di mana-mana. Demam typoid dapat ditemukan pada semua umur,
tetapi yang paling sering pada anak besar, umur 5-9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari
perempuan dengan perbandingan 2-3:1. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistematik
yang disebabkan kuman batang gram negatif salmonella typhi maupun salmonella para typhi
A, B, C. Penyakit ini ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
kuman tersebut, dikenal sebagai penularan tinja-mulut (Fecaloral). Oleh karena itu penting
kebiasaan untuk cara hidup bersih. (Ngastiyah, 2005)
Di Indonesia, demam tifoid masih merupakan penyakit endemis utama. Bila timbul penyakit
ini dapat menimbulkan kematian. Diagnosis awal amat penting untuk dapat ditegakkan agar
penyakit dapat diterapi dengan adekuat untuk mencegah timbulnya penyakit yang mungkin
terjadi. Masalah yang terjadi pada pasien demam tifoid diantaranya yaitu hipertermi dan
dapat terjadi penurunan kesadaran, nyeri pada ulu hati yang disebabkan karena proses
inflamasi pada usus, kekurangan volume cairan, gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan dan
dapat terjadi resiko infeksi.
Fenomena inilah yang menarik kami untuk mengadakan penyusunan makalah dengan judul
Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pencernaan Pada Anak Akibat Penyakit Diare dan
Demam Tifoid dengan harapan karya ini dapat dipakai untuk mengetahui tentang diare
demam tifoid lebih lanjut.
2. Mengetahui pengkajian pada pasien dengan gangguan sitem pencernaan diare dan demam
tifoid, mengetahui cara menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan
sitem pencernaan diare dan demam tifoid, dapat mengetahui cara membuat rencana tindakan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sitem pencernaan diare dan demam tifoid, dan
dapat mengetahui cara keperawatan dan mengevaluasi pasien dengan gangguan sistem
pencernaan diare dan demam tifoid.
Adapun manfaat penulisan dari makalah yang kami susun adalah sebagai berikut:
1. Manfaat pengetahuan
2. Manfaat pendidikan
3. Manfaat praktis
a. Bagi profesi
Sebagai salah satu sumber literature dalam pengembangan bidang profesi keperawatan
khususnya tentang penyakit diare dan emam tifoid pada anak.
b. Bagi orang tua
Memberikan masukan kepada orang tua khususnya ibu dalam mengasuh anak saat terserang
penyakit diare dan demam typhoid.
c. Bagi peneliti
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang proses keperawatan dan perkembangan anak.
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan
menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mencari sumber dari berbagai literature baik
itu buku maupun dari berbagai media elektronik.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang
2. Tujuan penulisan
3. Manfaat penulisan
4. Metodologi penulisan
5. Sistematika penulisan
BAB II PEMBAHASAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
Saluran cerna berperan dalam serangkaian proses : yakni proses ingesti makanan, proses
digesti makanan yang dibantu oleh getah pencernaan yang dihasilkan oleh kelenjar ludah,
hati dan pancreas. Hasil digesti berupa zat gizi akan diserap ( absorpsi ) ke dalam tubuh.
Proses ini berlangsung mulai dari mulut sampai ke rectum. Massa yang berupa bolus hasil
campuran makanan dan getah pencernaan di dorong / digerakan ke arah anus, sisa dari masa
yang tidak diserap akan dikeluarkan dari anus (defekasi) berupa tinja. (Dr.IKG, Suandi, SpA.
1998)
Gangguan pada saluran pencernaan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh kelainan
bawaan atau di dapat. Gangguan akibat kelainan yang di dapat disebabkan trauma atau
adanya infeksi baik pada saluran pencernaan atau di luar saluran cerna. Kelainan bawaan
dapat terjadi pada mulut, esophagus, pylorus, dan gangguan pasase di daerah duodenum,
atresia rekti , dan anus imperforate, penyakit hirschsprung, obstruksi biliaris, dan omfalokel.
Sedangkan gangguan akibat infeksi dapat disebabkan oleh jamur (Candida albicans); basil
coli (Escherichia coli); virus ; basil : Salmonella, Shigella, Vibrio cholerae dan parasit.
(Ngastiyah. 2005)
Berbagai gangguan saluran cerna yang sering terjadi pada anak diantaranya adalah diare dan
typhoid, penyakit tersebut dapat mempengaruhi fungsi saluran cerna dan reaksi pertahanan
tubuh yang bersifat akut akan mengakibatkan berbagai gejala dan komplikas sehingga akan
menstimulasi terjadinya perubahan-perubahan pada saluran pencernaan itu sendiri.
Diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi.
Penyakit diare terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat
membawa bencana bila ditanggulangi terlambat. Makanan dan minuman yang terkontaminasi
seperti makanan basi dan beracun, merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit
diare, sehingga penyakit ini dianggap sangat rentan terhadap anak-anak yang sedang melalui
masa pertumbuhan dan perkembangan. Komplikasi kehilangan yang akan ditimbulkan akibat
diare diantaranya adalah : dehidrasi ( ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic, atau
hipertonik ), renjatan hipovolemik, hipokalemia ( dengan gejala meteorismus, hipotoni otot,
lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram ), hipoglikemia, intoleransi sekunder akibat
kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase, kejang, malnutrisi energy protein
( akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik ). (Dr.IKG, Suandi, SpA. 1998)
Sama halnya dengan typhoid, Demam Tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut,
yang di tandai dengan bakteremia, perubahan pada system retikuloendotelial yang bersipat
difus, pembentukan mikroabses dan ulseri Nodus Payer di distar ileum. Kriteria demam tifoid
yaitu penyakit infeksi akut yang di sebabkan salmonella typhi, di tandai adanya demam 7 hari
atau lebih, gejala saluran pencernaan dan gangguan pada system saraf pusat (sakit kepala,
kejang dan gangguan kesadaran). (Ngastiyah. 2005)
2.2. Diare
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali
pada anak, dengan konsistensi encer, dapat berwarna hijau, atau dapat pula bercampur lender
dan darah atau lender saja. (Hidayat.A, Aziz Alimul .2008)
Diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi pencernaan,
penyerapan, dan sekresi. Diare di sebabkan oleh transfortasi air dan elektrolit yang abnormal
dalam usus. Di dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap
tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian yang hidup di Negara berkembang berhubungan
dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan gangguan lambung dan usus
(gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis),atau kolon dan usus (entrokolitis). Diare
biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis. ( Dona L.Wong, 2008 )
Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak balita. Diare akut di
definisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-tiba frekuensi defekasi yang
sering di sebab kab oleh agens infeksius dalam traktus GI. Keadaan ini dapat menyertai
infeksi saluran nafas atas (ISPA), atau sluran kemih (ISK), terapi antibiotic,atau pemberian
obat pencahar (laksativ). Diare kronis di definisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi
dan kandungan air dalam feses dengan lamanya sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali diare
kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorbsi, penyakit inflamasi
usus,defisiensi kekebalan, keracunan makanan,intoleransi laktosa atau diare nonspesifik yang
kronis, atau akibat dari penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai. ( Dona L.Wong,
2008 )
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral : Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Meliputi infeksi enternal sebagai berikut :
b. Infeksi parenteral : ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti : otitis
media akut (OMA), tonsilitas / tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
c. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat disakarida ( intoleransi laktosa, maltose, dan sukrosa ),
monosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa ). Pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
Malabsorbsi lemak.
Malabsorbsi protein.
d. Faktor makanan
e. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas ( jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar ). (Dr.T.H.
Rampengan, DSAK. 1993)
2.2.3. Epidemiologi
Diare ISPA dan penyakit-penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi merupakan tiga
penyebab utama kematian pada golongan umur balita. Berbagai factor memepengaruhi
kejadian diare diantaranya adalah factor lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan,
keadaan social ekonomi dan perilaku masyarakat. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Faktor lingkungan yang di maksud adalah kebersihan lingkungan dan perorangan seperti
kebersihan putting susu, kebersihan botol susu dan dot susu, maupun kebersihan air untuk
mengolah susu dan,makanan. Factor gizi misalnya adalah tidak di berikannya makanan
tambahan maskipun anak telah berusia 4-6 bulan, factor pendidikan yang utama adalah
pengetahuan Ibu tentang masalah kesehatan. Factor kependudukan menunjukan bahwa
insidens diare lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh.
Sedangkan factor perilaku orang tua dan masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang
tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau membuang
tinja anak. Kesemua factor yang tersebut di atas terkait dengan factor ekonomi masing-
masing keluarga. (Soegeng Soegijanto, 2002)
2.2.4. Etiologi
Kebanyakan mikroorganisme pathogen penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal oral
melalui makanan atau air yang terkontaminasi atau di tularkan antar manusia dengan kontak
yang erat. Kurang nya air bersih, tinggalnya berdesakan, hygiene yang buruk, kurang gizi dan
sanitasi yang jelek merupakan factor resiko utama, khususnya untuk terjangkit infeksi bakteri
atau parasit yang patogen. Peningkatan insidensi dan beratnya penyakit diare pada bayi juga
berhubungan dengan perubahan yang spesifik menurut usia pada kerentanan terhadap
mikroorganisme patogen. Sistem kekebalan bayi belum pernah terpajan dengan banyak
mikroorganisme patogen sehingga tidak mempunyai antibody pelindung yang di dapat.
( Dona L.Wong, 2008 )
Rotavirus merupakan agen yang paling penting yang menyebabkan penyakit diare disertai
dehidrasi pada anak-anak kecil di seluruh dunia. Infeksi rotavirus menyebabakan sebagian
perawatan di rumah sakit karena diare berat bagi anak-anak kecil dan merupakan infeksi
nosokomial yang signifikan oleh mikroorganisme patogen. Miroorgisme Giardia Lamblia
dan Cryptosporidium merupakan parasit yang paling banyak menimbulkan diare infeksius
akut. Pemakaian antibiotic juga berkaitan dengan diare. Antibiotik dapat mengubah flora usus
yang normal, dan penurunan jumlah bakteri kolon akan mengakibatkan absorpsi karbohidrat
yang berlebihan serta diare osmotic. ( Dona L.Wong, 2008 )
2.2.5. Patogenesis
1. Gangguan osmotic
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotic dalam rongga usus meninggi sehinggaterjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu ( misalnya toksin ) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu ( misalnya toksin ) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat
peningkatan isi rongga usus.
2.2.6. Patofisiologi
3. Hipoglikemia
2. Renjatan hipovolemik.
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase.
6. Kejang,
7. Malnutrisi energy protein ( akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik ).
(Ngastiyah. 2005)
2.3. Tifoid
2.3.1. Pengertian
Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran. Penyebab penyakit ini adalah Shalmonella typhosa, basil gram negative yang
bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. (Ngastiyah. 2005)
Manusia merupakan satu-satu nya sumber penularan alami salmonella tyfhi, melalui kontak
langsung atau tidak langsung dengan seorang penderita demam typoid atau karier kronis.
Transmisi kuman terutama dengan cara menelan makan atau air yang tercemar tinja manusia.
Epidemi demam typoid yang berasal dari sumber air yang tercemar merupakan masalah yang
paling utama. Transmisi secara kongenital dapat terjadi secara transplasental dari seorang ibu
yang mengalami bakteriemia kepada bayi dalam kandungan, atau tertular pada saat di
lahirkan oleh seorang ibu yang merupakan karier typoid dengan rute fekal oral. Seorang yang
telah terinfeksi salmonella typhi dapat karier kronis dan mengekresikan mikro organis selama
beberapa tahun. (Dr.T.H. Rampengan, DSAK. 1993)
2.3.3. Epidemiologi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis dan
subtropics terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar
hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran
demam tifoid di Negara sedang berkembang adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber
air minum, dan standar hygiene industry pengolahan makanan yang masih rendah titik
menurut pang, selain karena meningktnya urbanisasi, demam tifoid masih terus menjadi
masalah karena beberapa factor lain yaitu, penyediaan air bersih yang kurang memadai,
adanya strain yang resisten terhadap antibiotic, masalah pada identifikasi dan
penatalaksanaan karier, keterlambatan mambuat diagnosis yang pasti, pathogenesis dan factor
virulensi. Demam tifoid disebakan oleh Salmonella Thypi yang dapat bertahan hidup lama di
lingkungan kering dan beku, peka erhadap proses klorinasi dan pateurisasi pada suhu 630 C.
(Soegeng Soegijanto,2002)
2.3.4. Etiologi
Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil di isolasi pertama kali dari
seorang pasien demam typhoid oleh Geffkey di Jerman pada tahun 1884.mikroorganisme ini
merupakan bakteri gram negative yang motil, bersifat aerob dan tidak membentuk
spora.salmonella typhi dapat tumbuh dalam semua media, pada media yang selektif bakteri
ini memfermentasi glukosa dan manosa,tetapi tidak dapat mempermentasikan laktosa.
1. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipop[olisakarida dan berifat sfesifik group.
2. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan
bersifat spesifik spesies.
3. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi
seluruh permukaan sel.
4. Outer Membrane protein (OMP), Antigen OMP S. typhi merupakan bagian dari dinding
terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi
sel dengan lingkungan sekitarnya.OMP berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan
zat dan cairan kedalam membrane sitoplasma.
Salmonella thypi hanya dapat hidup pada tubuh manusia. sumber penularan berasal dari tinja
dan urine karier, dari penderita pada fase akut dan penderita dalam fase penyembuhan.
(Soegeng Soegijanto, 2002)
2.3.5. Patogenesis
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus, melalui pembuluh limfe
halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ organ terutama hati dan limpa. Basil
yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam dalam hati dan limpa sehingga organ-organ
tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke
dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid
usus halus menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak penyeri. Tukak
tersebut dapat menyebabkan pendarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh
endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.
(Ngastiyah. 2005)
2.3.6. Patofisiologi
Umumnya prognosis tifus abdominalis tidak begitu berbahaya, asal pasien cepat berobat.
Mortalitas pada pasien yang dirawat ialah 6%. Prognosis menjadi berbahaya jika terdapat
gambaran klinis yang berat seperti :
c. Terdapat komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi dan asidosis perforasi. (Ngastiyah.
2005)
Gambaran klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan dari pada orang dewasa.
Masa tunas 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan
jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodromal, yaitu perassaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing tidak bersemangat
dan nafsu makan kurang.
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak
tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua
pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsung turun dan
normal kembali pada akhir minggu ketiga.
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak seda, bibir kering dan pecah-pecah ( ragaden ). Lidah
tertutup selaput putih kotor ( coated tongue ), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai
tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung ( meteorismus ). Hati dan
limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga
dapat diare atau normal.
3. Gangguan Kesadaran
Umunya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen.,
jarang terjadi sopor, koma atau gelisah ( kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan ). (Ngastiyah. 2005)
2.3.8. Komplikasi
Pada usus halus, umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi sering fatal.
a. Pendarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika
pendarahan banyak dapat terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda tanda
renjatan.
b. Perforasi usus
Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga
peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada
foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi terdapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala
abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang ( defence musculair ).
Komplikasi di luar usus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis ( bakteremia ),
yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati, dll. Terjadi karena infeksi sekunde, yaitu
bronkopneumonia. (Ngastiyah. 2005)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview.
Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan
lingkungan dan tempat tinggal.
1. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien, dan alamat.
2. Keluhan utama
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative,
provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer,
frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
6. Riwayat Imunisasi
Mengkaji imunisasi yang pernah di berikan kepada klien, seperti imunisasi Polio, BCG, DPT,
dll.
7. Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-
gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal,
area lingkungan rumah, dll.
Pemeriksaan Fisik
1. Antopometri
Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala,
lingkar abdomen membesar,
2. Keadaan umum
3. Kepala
Ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih.
4. Mata
5. Sistem pencernaan
Mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan
menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus,
minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
6. Sistem Pernafasan
Dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
7. Sistem kardiovaskuler
Nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
8. Sistem integumen
Warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 derajat celsius, akral hangat,
akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah
perianal.
9. Sistem perkemihan
Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari
sebelum sakit.
10. Dampak hospitalisasi
Semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan
waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa,
dan kemudian menerima.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
2. Radiologi :
B. Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
(Gangguan Osmotik)
DO :
Terjadi pergeseran air dan
Ubun-ubun cekung
elektrolit ke dalam rongga usus.
Berat badan turun
Gangguan keseimbangan
Bising usus
cairan dan elektrolit
meningkat
Muntah
Diare
Muntah
DS :
Cengeng
Peradangan
Pengeluaran
usus toksin
Tanda dan
Merangsang
radang
hypotalamus
Peningkatan
Peningkatan
C. Diagnosa Perawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output cairan yang
berlebihan melalui diare sekunder terhadap gangguan osmotic.
3. Potensial kerusakan integritas jaringan kulit sekitar anus berhubungan dengan iritasi
sekunder terhadap frekuensi buang air besar yang meningkat
D. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Perawatan Tujuan Intervensi Rasional
- Turgor elastik ,
membran mukosa
bibir basah, mata Koreksi keseimbang
tidak cowong, cairan dan elektrolit,
UUB tidak BUN untuk
cekung. mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
- Konsistensi
BAB lembek, Mengganti cairan dan
frekwensi 1 kali - Timbang berat elektrolit secara
perhari badan setiap hari adekuat dan cepat.
- Kolaborasi :
1. Pemeriksaan
laboratorium serum
elektrolit (Na,
K,Ca, BUN)
2. Cairan
parenteral ( IV
line ) sesuai dengan
umur
3. Obat-obatan :
(antisekresin,
antispasmolitik,
antibiotik)
2. Gangguan pemenuhan Tupen : - Diskusikan dan Serat tinggi, lemak,air
kebutuhan nutrisi jelaskan tentang terlalu panas / dingin
berhubungan dengan Kebutuhan nutrisi pembatasan diet dapat merangsang
tidak adequatnya intake terpenuhi dalam (makanan berserat mengiritasi lambung
nutrisi sekunder terhadap jangka waktu 2 tinggi, berlemak dan sluran usus.
muntah dan diare. hari dan air terlalu panas
Ditandai dengan : atau dingin)
- Berikan jam
istirahat (tidur)
serta kurangi Mengetahui jumlah
kegiatan yang output dapat
berlebihan merencenakan jumlah
makanan.
- Monitor intake
dan out put dalam
24 jam
- Kolaborasi
Mengandung zat yang
dengan tim
diperlukan , untuk
kesehtaan lain :
proses pertumbuhan
a. terapi gizi :
Diet TKTP rendah
serat, susu
b. obat-obatan
atau vitamin
( A)
Frekuensi buang
air besar Melancarkan
meningkat vaskularisasi,
Lecet di sekitar mengurangi
anus
penekanan yang lama
sehingga tak terjadi
iskemi dan iritasi .
- Monitor suhu
tubuh setiap 2 jam
Cengeng
- Kolaborasi
pemberian
antipirektik
3.2 Asuhan Keperawatan Anak dengan Masalah Tifoid
A. Pengkajian
Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau interview.
Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan
lingkungan dan tempat tinggal.
1. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien, dan alamat.
2. Keluhan utama
Pada pasien tifoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan
menurun, panas dan demam.
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi palliative,
provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare,
perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid
(kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit thypoid, apakah tidak pernah, apakah
menderita penyakit lainnya.
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang
lainnya.
6. Riwayat Imunisasi
Mengkaji imunisasi yang pernah di berikan kepada klien, seperti imunisasi Polio, BCG, DPT,
dll.
7. Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-
gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.
8. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal,
area lingkungan rumah, dll.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak,
anorexia.
2. Kepala
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata
cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi
pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
4. Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
5. Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan
tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
6. Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
7. Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa
mengalami penurunan (kurang dari normal). N -1 cc/kg BB/jam.
8. Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
9. Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit
thypoid.
Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi; terdapat gambaran leukopenia ringan atau normal, limfositosis relatif (jarang),
dan eosinofilia, mungkin terdapat anemia ringan.
B. Analisa Data
DO :
Banyak keringat
Klien muntah
Aktivitas terganggu
DS : -
DO :
Dilatasi pembuluh darah
Suhu tubuh . 380 C
Potensial terjadi
Pengeluaran sekresi
dehidrasi
keringat banyak
Dehidrasi
C. Diagnosa Perawatan
1. Gangguan keseimbangan suhu tubuh ( hyperthermia ) berhubungan dengan adanya
infeksi dalam tubuh
D. Perencanaan Keperawatan
Untuk membantu
menurunkan suhu
tubuh
Antibiotik untuk
- Batasi pengunjung
mengurangi infeksi
dan antipiretik
untuk menurangi
panas.
- Anjurkan pasien
untuk banyak
minum, minum 2,5
liter / 24 jam
- Memberikan
kompres dingin
- Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian antibiotik
dan antipiretik.
Klien muntah
3. Gangguan aktivitas sehari- Aktivitas sehari- - Beri motivasi Agar pasien dan
hari sehubungan dengan hari terpenuhi pada pasien dan keluarga
kondisi pasien lemah. dalam waktu 3x 24 kelurga untuk mengetahui
Ditandai dengan : jam, dengan melakukan pentingnya
criteria : mobilisasi sebatas mobilisasi bagi
DS : kemampuan (missal. pasien yang bedrest
- Klien mampu Miring kanan, miring
Klien melakukan kiri)
mengatakan
aktivitas tanpa
lemah untuk
melakukan dibantu
aktivitas
DO :
Untuk mengetahui
- Kaji kemampuan
pasien dalam
beraktivitas (makan, sejauh mana
minum) kelemahan yang
terjadi
Porsi makan
tidak habis
Mempermudah
Klien tampak
- Dekatkan pasien dalam
lemah
keperluan pasien melakukan
Klien bedrest, dalam jangkauannya. aktivitas.
aktivitas di
bantu Menghindari
kekakuan sendi dan
mencegah adanya
dekubitus
- Berikan latihan
mobilisasi secara
bertahap sesudah
demam hilang
Untuk pemenuhan
- Anjurkan pasien
untuk banyak minum
2,5 liter / 24 jam.
Untuk pemenuhan
kebutuhan cairan
yang tidak
terpenuhi (secara
parenteral).
- Kolaborasi
dengan dokter untuk
terapi cairan (oral /
parenteral).
BAB IV
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Makna pertukaran antara organisme manusia dengan lingkungan nya. Kelainan inflamasi dan
malabsorpsi akan mengganggu keutuhan fungsi traktus gastrointestinal, di samping itu
karena system dan sawar (barier) mukosa usus setelah bayi lahir masih berada dalam proses
menuju maturitas, maka usus bayi sangat rentan terhadap ancaman infeksi.
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali
pada anak, dengan konsistensi encer, dapat berwarna hijau, atau dapat pula bercampur lender
dan darah atau lender saja.
Sedangkan demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan
dan gangguan kesadaran.
Kedua penyakit ini dapat menyebar dengan mudah melalui kontak langsung maupun tidak
langsung. Tranmisi kuman dapat melalui cara menelan makanan atau minuman yang sudah
tercemar sehingga transmisi atau penyebaran kuman ini sangat rentan terjadi pada anak-anak,
maka tak heran ketika data departemen kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka kesakitan
diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur
balita. Anka kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Sedangkan
pada kasus deman tifoid prevalensi terdapat 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19
tahun.
Hal ini terjadi hampir 85 % dikarenakan kurang pedulinya masyarakat terhadap lingkungan
yang bersih dan gaya hidup sehat, diantaranya paparan lingkungan yang patogenik, diet yang
tidak memadai, dan malnutrisi yang menunjang penyebab timbulnya suatu penyakit.
1.2 Saran
Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon
perawat, sebagai bekal terutama ketika melakukan praktik atau bekerja pada ruang perawatan
anak, sehinga kami menyarankan agar teman-teman perawat membaca dan memahami isi
makalah ini sehinga menjadi bekalkan bila menghadapi kasus yang kami bahas ini.