You are on page 1of 22

BABIPENDAHULUAN

Atresia Duodenum adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya


duodenum (bagian terkecil dari usus halus) sehingga tidak dapat
dilalui makanan yang akan ke usus. Atresia duodenum merupakan
salah satu abnormalitas usus yang biasa ditemui didalam ahli
bedah pediatrik dan merupakan lokasi yang paling sering
1
terjadinya obstruksi usus di hampir semua kasus osbtruksi. .
Atresia duodenum dijumpai satu diantara 6.00010.000 kelahiran
hidup. Dasar embriologi terjadinya atresia duodenum disebabkan
karena kegagalan rekanalisasi duodenal pada fase padat intestinal
bagian atas dan terdapat oklusi vascular di daerah duodenum
2
dalam masa perkembangan fetal. Setengah dari semua bayi baru
lahir dengan atresia duedenal juga mempunyai anomali kongenital
pada sistem organ lainnya. Lebih dari 30% dari kasus kelainan ini
ditemukan pada bayi dengan sindrom down. Adapun kelainan lain
yang dapat ditemui diantaranya pancreas annulare (23%), Penyakit
jantung congenital (22%), malrotasi (20%), atresia esophagus (8%)
1
dan lainnya (20%). Laporan lain menyebutkan bahwa atresia
duodenum berkaitan dengan prematuritas (46%), maternal
polyhidramnion (33%), down syndrome (24%), pankreas annulare
3
(33%) dan malrotasi (28%).
Keterlambatan diagnosis dan tatalaksana mengakibatkan bayi
dapat mengalami asfiksia, dehidrasi, hiponatremia dan hipokalemia
2
yang diakibatkan muntah-muntah.
Berikut ini akan diuraikan sebuah kasus bayi dengan atresia
duodenum dari aspek teori, penatalaksanaan, serta kesesuaian teori
dengan penatalaksanaannya.
BABIITINJAUANPUSTAKA
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian
pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga
tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak
4
memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.
2.2Embriologi
Minggu 4 pertumbuhan lapis epitel usus lebih cepat dibandingkan
panjang lempeng usus,shg terdapat sumbatan usus. Seiring
pertumbuhan usus, mulai pula proses vakuolisasi sehingga terjadi
rekanalisasi usus. Rekanalisasi berakhir minggu 810.
Penyimpangan rekanalisasi menyebabkan, stenosis, atresia,web/
diafgrama mukosa. Penyimpangan rekanalisasi paling sering di
4
daerah papila vateri.
Atresia duodenum disebabkan kegagalan rekanalisasi duodenal
pada fase padat intestinal bagian atas, terdapat oklusi vascular
dalam duodenum. Terdapat hubungan kelainan perkembangan
khususnya dengan pancreas dalam bentuk baji yang interposisi
4
antara bagian proksimal dan distal atresia; pancreas anulare.
Gambar 1. Tipe anomali rekanalisasi duodenum. Dilatasi segmen
proksimal yang normal diperlihatkan pada masing- masing tipe. A.
5
Diafragma; B. Solid cord dan atresia; C. segmental absence.
Pendapat lain mengungkapkan bahwa pancreas bagian ventral
duodenum mengadakan putaran ke kanan dan fusi dengan bagian
dorsal. Bila saat putaran berlangsung ujung pancreas bagian
ventral melekat pada duodenum maka berbentuk cincin pancreas
(anulare) yang melingkari duodenum. Duodenum tidak tumbuh
sehinnga terbentuk stenosis atau atresia. Akhir saluran empedu
umumnya duplikasi, masuk ke duodenum di atas dan bawah atresia
sehingga empedu dapat dijumpai baik diproksimal ataupun distal
6
atresia.
2.3Epidemiologi
Insiden atresia duodenum adalah 1 per 500010.000 kelahiran.
Obstruksi duodenum kongenital intrinsik merupakan dua pertiga
dari keseluruhan obstruksi duodenal kongenital (atresia duodenal
4060%, duodenal web 3545%, pankreas anular 1030%,
stenosis duodenum 720%). Tidak terdapat predileksi rasial dan
gender pada penyakit ini. Sekitar setengah dari bayi yang lahir
dengan obstruksi duodenal mempunyai kelainan congenital dari
7
sistem organ lain.
2.4Etiologi
Meskipun penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum
masih belum diketahui, patofisologinya telah dapat diterangkan
dengan baik. Seringnya ditemukan keterkaitan atresia atau stenosis
duodenum dengan malformasi neonatal lainnya menunjukkan
bahwa anomali ini disebabkan oleh gangguan perkembangan pada
masa awal kehamilan. Atresia duodenum berbeda dari atresia usus
lainnya, yang merupakan anomali terisolasi disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah mesenterik pada perkembangan
selanjutnya. Tidak ada faktor resiko maternal sebagai predisposisi
yang ditemukan hingga saat ini. Meskipun hingga sepertiga pasien
dengan atresia duodenum menderita pula trisomi 21 (sindrom
Down), namun hal ini bukanlah faktor resiko independen dalam
4
perkembangan atresia duodenum.
2.5Patologi
Dapat disebabkan faktor intrinsik didalam duodenum, dapat total
atau parsial, atau tanpa diafragma mukosa. Diameter bukaan dapat
kecil sekali atau besar, mendekati diameter lumen normal. Faktor
6
ekstrinsik tekanan laur duodenum seperti pita Ladd.
Ladd mengklasifikasikan obstruksi duodenal menjadi instrinsicand
extrinsiclesion. Beberapa penyebab paling umum diperlihatkan
pada table di bawah ini.
2.6Klasifikasi
Gray dan Skandalakis membagi atresia duodenum menjadi tiga
7
jenis, yaitu:
. 1) TipeI(92%) Mukosal web utuh atau intak yang terbentuk dari
mukosa dan submukosa tanpa lapisan muskularis. Lapisan ini
dapat sangat tipis mulai dari satu hingga beberapa millimeter. Dari
luar tampak perbedaan diameter proksimal dan distal. Lambung
dan duodenum proksimal atresia mengalami dilatasi (Mucosalweb
TipeIatresia). Arteri mesenterika superior intak.
. 2) TipeII(1%)Dua ujung buntu duodenum dihubungkan oleh pita
jaringan ikat (FibrouscordTipeIIatresia). Arteri Mesenterika
intak.
. 3) TipeIII(7%)Dua ujung buntu duodenum terpisah tanpa
hubungan pita jaringan ikat (CompleteseparationTipeIIIatresia).
Tipe I
Tipe II
Tipe III
9
Gambar 2. Atresia duodenal; 3 tipe anatomis

2.7Patofisiologi
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi
endodermal yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi
proliferasinya) atau kegagalan rekanalisasi pita padat epithelial
(kegagalan proses vakuolisasi). Banyak peneliti telah menunjukkan
bahwa epitel duodenum berproliferasi dalam usia kehamilan
3060 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal secara
sempurna. Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi
saat duodenum padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi
dipercaya terjadi melalui proses apoptosis, atau kematian sel
terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di antara
lumen duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum berkaitan
dengan pankreas anular (jaringan pankreatik yang mengelilingi
sekeliling duodenum). Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan
perkembangan duodenal daripada suatu perkembangan dan/atau
berlebihan dari pancreatic buds.
Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic
gut, yang tersusun atas epitel yang merupakan perkembangan dari
endoderm, dikelilingi sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan
sel antara kedua lapisan embrionik ini tampaknya memainkan
peranan sangat penting dalam mengkoordinasikan pembentukan
pola dan organogenesis dari duodenum.
2.8Diagnosis
2.8.1ManifestasiKlinis
Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal
letak tinggi. Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah
dalam beberapa jam pertama setelah lahir. Seringkali muntahan
tampak biliosa, namun dapat pula non- biliosa karena 15%
kelainan ini terjadi proksimal dari ampula Vaterii. Jarang sekali,
bayi dengan stenosis duodenum melewati deteksi abnormalitas
saluran cerna dan bertumbuh hingga anak-anak, atau lebih jarang
lagi hingga dewasa tanpa diketahui mengalami obstruksi parsial.
Sebaiknya pada anak yang muntah dengan tampilan biliosa harus
dianggap mengalami obstruksi saluran cerna proksimal hingga
terbukti sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan
10,11
menyeluruh.

Distensi abdominal tidak sering terjadi dan terbatas pada abdomen


bagian atas. Banyak bayi dengan atresia duodenal mempunyai
abdomen scaphoid, sehingga obstruksi intestinal tidak segera
dicurigai. Kadang dapat dijumpai epigastrik yang penuh akibat dari
dilatasi lambung dan duodenum proksimal. Pengeluaran
mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak
terganggu. Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan
elektrolit segera terjadi kecuali kehilangan cairan dan elektrolit
yang terjadi segera diganti. Jika hidrasi intravena belum dimulai,
maka timbullah alkalosis metabolik hipokalemi/hipokloremi
dengan asiduria paradoksikal, sama seperti pada obstruksi
gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan
suspek obstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna
empedu (biliosa) dalam jumlah bermakna. Jaundice terlihat pada
40% pasien, dan diperkirakan karena peningkatan resirkulasi
11
enterohepatik dari bilirubin.
Riwayat kehamilan dengan penyulit polihidramnion dan bayi
dengan sindroma Down harus dicurigai menderita atresia
duodenal. Polihidramnion terlihat pada 50 % dengan atresia
10,11
duodenal.
Gambar 3. Pasien dengan Sindrome Down yang menderita atresia
1
duodenal
2.8.2PemeriksaanPenunjang
a)Fotopolosabdomen
Pada pemeriksaan foto polos abdomen bayi dalam keadaan posisi
tegak akan terlihat gambaran 2 bayangan gelembung udara (double
bubble), gelembung lambung dan duodenum proksimal atresia.
Bila 1 gelembung
mungkin duodenum terisi penuh cairan, atau terdapat atresia
pylorus atau membrane prapilorik. Atresia pilorik sangat jarang
terdapat dan harus ditunjang muntah tidak hijau. Bila 2 gelembung
disertai gelembung udara kecil kecil di distal, mungkin stenosis
duodenum, diafgrama membrane mukosa, atau malrotasi dengan
2,12
atau tanpa volvulus
Gambar 4. Foto polos abdomen posisi AP dan lateral yang
memperlihatkan gambaran thedoublebubblesign pada atresia
5
duodenum.
b)USGAbdomen
Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan
obstruksi duodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada
penelitian cohort besar untuk 18 macam malformasi kongenital di
11 negara Eropa, 52% bayi dengan obstruksi duodenum
diidentifikasi sejak in utero. Obstruksi duodenum ditandai khas
oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda) pada USG
prenatal. Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan
gelembung kedua mengacu pada loop duodenal postpilorik dan
prestenotik yang terdilatasi. Diagnosis prenatal memungkinkan ibu
mendapat konseling prenatal dan mempertimbangkan untuk
melahirkan di sarana kesehaan yang memiliki fasilitas yang
10,11
mampu merawat bayi dengan anomali saluran cerna.
10
Gambar 5. Prenatal sonogram pada potongan sagital oblik
memberikan gambaran doublebubblesignpada fetus dengan
atresia duodenum. In utero, the stomach (S) dan duodenum (D)
12
terisi oleh cairan.
2.8Tatalaksana
2.8.1PersiapanPrabedah
Tindakan dekompresi dengan pemasangan sonde lambung (NGT)
dan lakukan pengisapan cairan dan udara. Tindakan ini untuk
mencegah muntah dan aspirasi. Resusitasi cairan dan elektrolit,
koreksi asam basa, hiponatremia dan hipokalemia perlu mendapat
2
perhatian khusus. Pembedahan elektif pada pagi hari berikutnya.
2.8.2Pembedahan
Secara umum semua bentuk obstruksi duodenal indikasi untuk
dilakukan tindakan pembedahan. Atresia duodenal bersifat relatif
emergensi dan harus dikoreksi dengan tindakan pembedahan
selama hari pertama setelah bayi lahir. Prosedur operatif standar
saat ini berupa duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran
kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada telah
dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum dengan
7
cara yang minimal invasive. Atau dapat dilakukan tindakan
pembedahan Anastomosisduodenoyeyunostomi. Tidak dilakukan
reseksi bagian atresia, karena dapat terjadi pemotongan ampula
6
vateri dan saluran Wirsungi.
Prosedur pembedahan dimulai dengan insisi tranversal pada supra
umbilikal abdominal, 2 cm di atas umbilikus dengan cakupan
mulai dari garis tengah sampai kuadran kanan atas. Setelah
membuka kavum abdominal, dilakukan inspeksi di dalamnya
untuk mencari kemungkinan adanya kelainan anomali lainnya.
Untuk mendapatkan gambaran lapang pandang yang baik pada
pars superior duodenum, dengan sangat hati-hati dilakukan
penggeseran hati (liver) selanjutnya kolon asenden dan fleksura
7
coli dekstra disingkirkan dengan perlahan-lahan.
Terdapat dua bentuk anastomosis duodenduodenostomy yang dapat
dilakukan yaitu bentuk 1) Side to side duodenostomy dan 2)
Proksimal tranverse to distal longitudinal (DiamondShaped
7
Duodenoduodenostomy).

13
Gambar 6. Transverse supra- umbilical abdominal incision.
Gambar 7. Side-to-side Duodeno-duodenostomy and diamond-
13
shaped anastomosis
Tindakan operasi DiamondShapedDuodenoduodenostomy(DSD)
dilakukan sebagai berikut.
Incisi tranversal pada akhir duodenum proximal
Insisi longitudinal dibuat pada bagian yang lebih kecil
duodenum distal
Papila Vattery ditempatkan dengan melihat bile flow
Orientasi penyambungan seperti pada gambar di atas
(gambar)
Nellaton cateter yang kecil dimasukkan melalui ujung
segmen distal yang dibuat.
2030 ml saline hangat diinjeksikan
Cateter kemudian dilepas BiagioZuccarelloet al
(2009) melakukan modifikasi teknik Kimura untuk tindakan
14
pembedahan pada atresia duodenal, yaitu sebagai berikut.

Gambar 8. Personal modification (inverted diamond-shaped


anastomosis): (a-b) longitudinal incision on the proximal dilated
duodenum and transverse incision on the distal duodenum; (c-d-e-)
anastomosis of posterior duodenal wall in a single layer with
interrupted sutures;(f-g) anastomosis of the anterior duodenal
14
wall.
2.9Komplikasi
Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi
dehidrasi, terutama bila tidak terpasang line intravena. Setelah
pembedahan, dapat terjadi komplikasi lanjut seperti pembengkakan
duodenum (megaduodenum), gangguan motilitas usus, atau refluks
gastroesofageal.
3
Penelitian LauraKet al (1998) yang dilakukan terhadap 92
neonatus dengan atresia duodenal (Tipe I 64%, Tipe II 17%, Tipe
III 18%) dengan melakukan tindakan pembedahan
Duodenoduodenostomy (86%), duodenotomy with web excision
(7%) and duodenojejunostomy (5%), didapatkan komplikasi
postoperative (PostoperativeComplications) yaitu 4 neonatus (3%)
dengan obstruksi, congestive heart failure (9%), ileus paralitik
yang berkepanjangan (4%), pneumonia (5%), infeksi luka
superfisialis (3%). Komplikasi lanjut termasuk perlekatan obtruksi
usus (9%), dismotilitas duodenal lanjut yang menghasilkan
megaduodenum yang membutuhkan duodenoplasty (4%), dan
gastroesophagealrefluks disease yang tidak respon dengan
pengobatan dan membutuhkan pembedahan antirefluk (Nissen
3
FundoplicationSurgery) (5%).
Angka kematian (OperativeMortalityRate) adalah 4% (5/138). 5
Kasus kematian terjadi dalam 30 hari postoperative dan
berhubungan dengan complex congenital heart anomalies. 14 kasus
(10%) berhubungan dengan sepsis dan Multi organ system failure
termasuk gagal jantung pada 6 kasus (4%).,meningitis pada 1
kasus (0,7%), gagal hati pada 1 kasus (0,7%) dan penyakit jantung
kongenital kompleks pada 4 kasus (3%). 2 kasus (1%) tidak
3
diketahui penyebab kematiannya.
2.10Prognosis
Morbiditas dan mortalitas telah membaik secara bermakna selama
50 tahun terakhir. Dengan adanya kemajuan di bidang anestesi
pediatrik, neonatologi, dan teknik pembedahan, angka
4,7
kesembuhannya telah meningkat hingga 90%.
Mortalitas umumnya berkaitan dengan kelainan anomaly lain yang
dialami khususnya bayi dengan Trisomi 21 dan kelainan komplek
jantung (complexcardiacanomaly). Faktor lain yang turut
mempengaruhi tingkat mortalitas adalah prematuritas, BBLR dan
15
keterlambatan diagnosis.
DAFTARPUSTAKA
1. Mirza B, Ijaz L, Saleem M and Sheikh A. Multiple associated
anomalies in a single patient of duodenal atresia: a case report.
CasesJournal2008, 1:215

2. Kartono D. Atresia Duodenum dalam Kumpulan Kuliah Ilmu


Bedah. Editor Reksoprodjo S. Binarupa Aksara. FKUI.

3. Laura K, Vecchia D, Grosfeld JL, West KW et al. Intestinal Atresia


and Stenosis: A 25Year Experience With 277 Cases. ArchSurgJ,
1998;133:490497

4. Karrer F, Potter D, Calkins C. Duodenal Atresia. Available at


http://emedicine.medscape.com/article/932917-print. Updated:
Mar 3, 2009. Diakses pada tanggal 12 Februari 2012.

5. Mandell G, Karan J. Imaging in Duodenal Atresia. Tersedia pada


http://emedicine.medscape.com/article/408582-overview#showall.
Diakses pada tanggal 25 Februari 2012.

6. Hermanto. Atresia dan Stenosis Duodenum. Tersedia pada


http:///www.bedahanakpontianak.blogspot.com. Updated 24 April
2011. Diakses pada tanggal 22 Februari 2012.

7. Merkel M. Postoperative Outcome after Small Bowel Atresia.


Department of Pediatric and Adolescent Surgery at Medical
University of Graz. Disertasi. 2011.
8. Sweed Y. Duodenal obstruction. In Puri P (ed): Newborn Surgery,
nd
2 ed, London, Arnold, 2003, p 423.

9. Lewis N.Pediatric Duodenal Atresia and Stenosis Surgery. Tersedia


pada http://emedicine.medscape.com/article/935748-
overview#showall. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012.

10. Anonym. Duodenal Atresia. Available at


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/print/ency/001131.htm.
Updated 7 Agustus 2007. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012.

11. Mandel G. Duodenal Atresia. Available at


http://emedicine.medscape.com/article/408582-print. Updated 28
Agustus 2007. Diakses pada tanggal 25 Februari 2012.

12. Traubici J. The Double Bubble Sign. Radiology2001; 220:463


464.

13. Puri P, Hllwarth M. Pediatric surgery. Berlin: Springer; 2006. p.


205.

31

14. Zuccarello B, Spada A, Centorrino A, Turiaco N, Chirico MR,


and Parisi S. Clinical Study: The Modified Kimuras Technique for
the Treatment of Duodenal Atresia. InternationalJournalof
Pediatrics2009;15.

15. Puri P, Hllwarth ME. Pediatric Surgery. Berlin: Springer;


2006. p. 20328.
32

You might also like