Professional Documents
Culture Documents
c
Pengertian
Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis
akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai
keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa
tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut
maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan
perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga
terjadilah peritonitis. Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus
terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis,
distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti
paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus karena usus tidak dapat
besar.(http://drlizakedokteran.blogspot.com/2008/01/
suatu keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk sementara waktu
menyimpulkan bahwa ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama karena usus tidak dapat
bergerak (mengalami motilitas) dan menyebabkan pasien tidak dapat buang air besar.
B. Etiologi
1. Pembedahan Abdomen
2. Trauma abdomen : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor
4. Pneumonia
5. Sepsis
6. Serangan Jantung
C. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan
utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan
pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya
hilang. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat
secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat
peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke
darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari ke
sepuluh. Tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat.
Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan
utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan
jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan
lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus.
Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas
akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan
hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan
cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika
obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi
sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi edema dan
kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif
akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi,
2. Manifestasi Klinik
a. Obstruksi Usus Halus Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram
yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang
timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak
terdapat flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat
keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi
terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area
gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan
tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma. b. Obstruksi Usus Besar Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama
dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul
terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan
rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya
abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui
dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah. 3. Komplikasi
Dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin toksin bakteri ke dalam
rongga peritoneum dan sirkulasi, perforasi tukak peptik yang ditandai oleh perangsangan
peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas ke seluruh peritoneum akibat peritonitis
generalisata. Perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam kurang
lebih dua minggu disertai nyeri kepala, batuk, dan malaise yang disusul oleh nyeri perut,
nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot.dan berakhir pada kematian.
D. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan dan Terapi Medis
d. Bedrest
2. Konservatif
a. Laparatomi Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti takikardia,
pireksia (demam), lokal tenderness dan guarding, rebound tenderness. Nyeri lokal, hilangnya
suara usus lokal, untuk mengetahui secara pasti hanya dengan tindakan laparatomi.
E. Pengkajian Keperawatan
Merupakan tahap awal dari pendekatan proses keperawatan dan dilakukan secara sistematika
mencakup aspek bio, psiko, sosio, dan spiritual. Langkah awal dari pengkajian ini adalah
pengumpulan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan klien dan keluarga, observasi
pemeriksaan fisik, konsultasi dengan anggota tim kesehatan lainnya dan meninjau kembali
catatan medis ataupun catatan keperawatan. Pengkajian fisik dilakukan dengan cara inspeksi,
Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien Ileus Paralitik adalah sebagai berikut :
1. Identitas pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat, status
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang Meliputi apa yang dirasakan klien saat pengkajian
b. Riwayat kesehatan masa lalu Meliputi penyakit yang diderita, apakah sebelumnya pernah sakit
sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga Meliputi apakah dari keluarga ada yang menderita penyakit yang
sama.
3. Riwayat psikososial dan spiritual Meliputi pola interaksi, pola pertahanan diri, pola kognitif,
4. Kondisi lingkungan Meliputi bagaimana kondisi lingkungan yang mendukung kesehatan klien
5. Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit Meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, personal
6. Pengkajian fisik Dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi, yaitu :
a. Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal,
femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat
massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi
sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher.
pergerakan bola mata normal atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, kornea normal atau
tidak, sklera ikterik atau anikterik, pupil isokor atau anisokor, reaksi terhadap otot cahaya
3) Sistem Pernafasan Kedalaman pernafasan dalam atau dangkal, ada atau tidak batuk dan
5) Sistem Saraf Pusat Tingkat kesadaran, ada atau tidak peningkatan tekanan intrakranial
6) Sistem Pencernaan Keadaan mulut, gigi, stomatitis, lidah bersih, saliva, warna dan konsistensi
feces.
8) Sistem Integumen Turgor kulit, ptechiae, warna kulit, keadaan kulit, keadaan rambut.
b Palpasi
c Auskultasi
d Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan
e Perkusi
Hipertimpani
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi Foto polos berisikan peleburan udara halus atau usus besar dengan gambaran anak
tangga dan air fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi
peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi.
b. Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.
F. Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan Ileus
Paralitik menurut Harnawati, A. J, 2008 adalah sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis penyakitnya.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah dan anoreksia.
3. Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal - pegal seluruh tubuh.
6. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, dan perawatan pasien ileus paralitik
berhubungan dengan kurangnya informasi.
7. Kecemasan ringan sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan
perdarahan yang dialami pasien
G. Perencanaan Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis penyakitnya
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan rasa nyaman
nyeri terpenuhi
Kriteria hasil : Nyeri hilang / berkurang
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat nyeri
Rasional : Untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri yang dirasakan dan mengetahui
pemberian terapi sesuai indikasi.
b. Berikan posisi senyaman mungkin
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan.
c. Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : Untuk mendukung tindakan yang telah diberikan guna mengurangi rasa nyeri.
d. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik sesuai indikasi ( Profenid 3 x 1 supp ).
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah dan anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan nutrisi
terpenuhi
Kriteria hasil : Mual, muntah hilang, nafsu makan bertambah, makan habis satu porsi
Rencana tindakan :
a. Kaji keluhan mual, sakit menelan dan muntah
Rasional : Untuk menilai keluhan yang ada yang dapat menggangu pemenuhan kebutuhan
nutrisi.
b. Kolaborasi pemberian obat anti emetik (Antacid )
Rasional : Membantu mengurangi rasa mual dan muntah.
3. Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan syok hipovolemik
tidak terjadi
Kriteria hasil : Tanda tanda vital dalam batas normal, volume cairan tubuh seimbang, intake
cairan terpenuhi.
Rencana tindakan :
a. Monitor keadaan umum
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan
normalnya.
b. Observasi tanda tanda vital
Rasional : Merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c. Kaji intake dan output cairan
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan
d. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena
Rasional : Untuk memenuhi keseimbangan cairan
6. Kecemasan ringan sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan
perdarahan yang dialami pasien
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kecemasan tidak
terjadi
Kriteria hasil : Kecemasan berkurang
Rencana tindakan :
a. Kaji rasa cemas klien
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien
b. Bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga
Rasional : Untuk terbinanya hubungan saling pecaya antara perawat dan pasien.
c. Berikan penjelasan tentang setiap prosedur yang dilakukan terhadap klien
Rasional : Agar pasien mengetahui tujuan dari tindakan yang dilakukan pada dirinya.
H. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (Drs. Nasrul Effendi, 1999). Ada tiga fase dalam tindakan
keperawatan, yaitu : 1. Fase Persiapan Meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana,
pengetahuan dan keterampilan menginterpretasikan rencana, persiapan klien dan lingkungan. 2.
Fase Intervensi Merupakan puncak dari implementasi yang berorientasi pada tujuan dan fokus
pada pengumpulan data yang berhubungan dengan reaksi klien termasuk reaksi fisik, psikologis,
sosial dan spiritual. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung
jawab secara professional, yaitu : a. Secara Mandiri ( Independen ) Adalah tindakan yang
diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya atau
menanggapi reaksi karena adanya stressor ( penyakit ), misalnya : 1) Membantu klien dalam
melakukan kegiatan sehari hari 2) Melakukan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus 3)
Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar. 4)
Menciptakan lingkungan terapeutik b. Saling ketergantungan / kolaborasi ( Interdependen )
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerja sama sesama tim perawatan atau kesehatan lainnya
seperti dokter, fisiotherapy, analisis kesehatan, dsb. c. Rujukan / Ketergantungan Adalah
tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain diantaranya dokter, psikologis,
psikiater, ahli gizi, fisiotherapi, dsb. Pada penatalaksanaanya tindakan keperawatan dilakukan
secara : 1) Langsung : Ditangani sendiri oleh perawat 2) Delegasi : Diserahkan kepada orang lain
/ perawat lain yang dapat dipercaya 3. Fase Dokumentasi Merupakan terminasi antara perawat
dan klien. Setelah implementasi dilakukan dokumentasi terhadap implementasi yang dilakukan.
I. Evaluasi Keperawatan
Adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Teknik penilaian yang didapat dari beberapa cara, yaitu :
1. Wawancara : Dilakukan pada klien dan keluarga
2. Pengamatan : Pengamatan klien terhadap sikap, pelaksanaan, hasil yang dicapai dan
perubahan tingkah laku klien.