You are on page 1of 12

c  cc



c
Pengertian

Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis

akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai

keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa

tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut

maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan

perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga

terjadilah peritonitis. Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya

obstruksi usus akut. (http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.htm). Ileus Paralitik adalah

obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus

terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis,

distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti

penyakit Parkinson. (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/obstruksi-usus/). Ileus

paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus karena usus tidak dapat

bergerak (mengalami motilitas), pasien tidak dapat buang air

besar.(http://drlizakedokteran.blogspot.com/2008/01/

tidak-bisa-buang-air-besak-karena-usus.html). Ileus (Ileus Paralitik, Ileus Adinamik) adalah

suatu keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk sementara waktu

berhenti. (www.medicastore.com). Dari keempat definisi di atas maka penulis dapat

menyimpulkan bahwa ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut yang

biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama karena usus tidak dapat

bergerak (mengalami motilitas) dan menyebabkan pasien tidak dapat buang air besar.
B. Etiologi

1. Pembedahan Abdomen

2. Trauma abdomen : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor

diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus

3. Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis

4. Pneumonia

5. Sepsis

6. Serangan Jantung

7. Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium

8. Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot

9. Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi

10. Mesenteric ischemia

C. Patofisiologi

1. Proses Perjalanan Penyakit

Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang

apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan
utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan

pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya

hilang. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat

secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat

peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke

darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari ke

sepuluh. Tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat.

Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan

utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan

ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi

jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan

lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus.

Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas

akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan

sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Pada obstruksi mekanik simple,

hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan

cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika

obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi

sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi edema dan

kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif

akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi,

iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.

2. Manifestasi Klinik
a. Obstruksi Usus Halus Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram

yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang

timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak

terdapat flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat

keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi

terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area

gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan

tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume

plasma. b. Obstruksi Usus Besar Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama

dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul

terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan

rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya

abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui

dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah. 3. Komplikasi

Dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia akibat distensi dan

peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin toksin bakteri ke dalam

rongga peritoneum dan sirkulasi, perforasi tukak peptik yang ditandai oleh perangsangan

peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas ke seluruh peritoneum akibat peritonitis

generalisata. Perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam kurang

lebih dua minggu disertai nyeri kepala, batuk, dan malaise yang disusul oleh nyeri perut,

nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot.dan berakhir pada kematian.

D. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan dan Terapi Medis

a. Pemberian anti obat antibiotik, analgetika,anti inflamasi

b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut

c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot

d. Bedrest

2. Konservatif

a. Laparatomi Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti takikardia,

pireksia (demam), lokal tenderness dan guarding, rebound tenderness. Nyeri lokal, hilangnya

suara usus lokal, untuk mengetahui secara pasti hanya dengan tindakan laparatomi.

E. Pengkajian Keperawatan

Merupakan tahap awal dari pendekatan proses keperawatan dan dilakukan secara sistematika

mencakup aspek bio, psiko, sosio, dan spiritual. Langkah awal dari pengkajian ini adalah

pengumpulan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan klien dan keluarga, observasi

pemeriksaan fisik, konsultasi dengan anggota tim kesehatan lainnya dan meninjau kembali

catatan medis ataupun catatan keperawatan. Pengkajian fisik dilakukan dengan cara inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi.

Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien Ileus Paralitik adalah sebagai berikut :
1. Identitas pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat, status

perkawinan, suku bangsa.

2. Riwayat Keperawatan

a. Riwayat kesehatan sekarang Meliputi apa yang dirasakan klien saat pengkajian

b. Riwayat kesehatan masa lalu Meliputi penyakit yang diderita, apakah sebelumnya pernah sakit

sama.

c. Riwayat kesehatan keluarga Meliputi apakah dari keluarga ada yang menderita penyakit yang

sama.

3. Riwayat psikososial dan spiritual Meliputi pola interaksi, pola pertahanan diri, pola kognitif,

pola emosi dan nilai kepercayaan klien.

4. Kondisi lingkungan Meliputi bagaimana kondisi lingkungan yang mendukung kesehatan klien

5. Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit Meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, personal

hygiene, pola aktivitas sehari hari dan pola aktivitas tidur.

6. Pengkajian fisik Dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi, yaitu :

a. Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal,

femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat

massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi

sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher.

Selain itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada :


1) Sistem Penglihatan Posisi mata simetris atau asimetris, kelopak mata normal atau tidak,

pergerakan bola mata normal atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, kornea normal atau

tidak, sklera ikterik atau anikterik, pupil isokor atau anisokor, reaksi terhadap otot cahaya

baik atau tidak.

2) Sistem Pendengaran Daun telinga, serumen, cairan dalam telinga

3) Sistem Pernafasan Kedalaman pernafasan dalam atau dangkal, ada atau tidak batuk dan

pernafasan sesak atau tidak.

4) Sistem Hematologi Ada atau tidak perdarahan, warna kulit

5) Sistem Saraf Pusat Tingkat kesadaran, ada atau tidak peningkatan tekanan intrakranial

6) Sistem Pencernaan Keadaan mulut, gigi, stomatitis, lidah bersih, saliva, warna dan konsistensi

feces.

7) Sistem Urogenital Warna BAK

8) Sistem Integumen Turgor kulit, ptechiae, warna kulit, keadaan kulit, keadaan rambut.

b Palpasi

1) Sistem Pcncernaan Abdomen, hepar, nyeri tekan di daerah epigastrium

2) Sistem Kardiovaskuler Pengisian kapiler

3) Sistem Integumen Ptechiae

c Auskultasi
d Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan

peristaltik melemah sampai hilang.

e Perkusi

Hipertimpani

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi Foto polos berisikan peleburan udara halus atau usus besar dengan gambaran anak
tangga dan air fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi
peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi.
b. Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.

F. Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan Ileus
Paralitik menurut Harnawati, A. J, 2008 adalah sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis penyakitnya.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah dan anoreksia.
3. Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal - pegal seluruh tubuh.
6. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, dan perawatan pasien ileus paralitik
berhubungan dengan kurangnya informasi.
7. Kecemasan ringan sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan
perdarahan yang dialami pasien

G. Perencanaan Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis penyakitnya
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan rasa nyaman
nyeri terpenuhi
Kriteria hasil : Nyeri hilang / berkurang
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat nyeri
Rasional : Untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri yang dirasakan dan mengetahui
pemberian terapi sesuai indikasi.
b. Berikan posisi senyaman mungkin
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan.
c. Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : Untuk mendukung tindakan yang telah diberikan guna mengurangi rasa nyeri.
d. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik sesuai indikasi ( Profenid 3 x 1 supp ).
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah dan anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan nutrisi
terpenuhi
Kriteria hasil : Mual, muntah hilang, nafsu makan bertambah, makan habis satu porsi
Rencana tindakan :
a. Kaji keluhan mual, sakit menelan dan muntah
Rasional : Untuk menilai keluhan yang ada yang dapat menggangu pemenuhan kebutuhan
nutrisi.
b. Kolaborasi pemberian obat anti emetik (Antacid )
Rasional : Membantu mengurangi rasa mual dan muntah.

3. Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan syok hipovolemik
tidak terjadi
Kriteria hasil : Tanda tanda vital dalam batas normal, volume cairan tubuh seimbang, intake
cairan terpenuhi.
Rencana tindakan :
a. Monitor keadaan umum
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan
normalnya.
b. Observasi tanda tanda vital
Rasional : Merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c. Kaji intake dan output cairan
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan
d. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena
Rasional : Untuk memenuhi keseimbangan cairan

4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan pola
eliminasi tidak terjadi
Kriteria hasil : Pola eliminasi BAB normal
Rencana tindakan :
a. Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces
Rasional : Untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan yang terjadi pada eliminasi fekal.
b. Auskultasi bising usus
Rasional : Untuk mengetahui normal atau tidaknya pergerakan usus.
c. Anjurkan klien untuk minum banyak
Rasional : Untuk merangsang pengeluaran feces.
d. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
Rasional : Untuk memberi kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal - pegal seluruh tubuh Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan pola tidur
teratasi
Kriteria hasil : Pola tidur terpenuhi
Rencana tindakan :
a. Kaji pola tidur atau istirahat normal pasien
Rasional : Untuk mengetahui pola tidur yang normal pada pasien dan dapat menentukan kelainan
pada pola tidur.
b. Beri lingkungan yang nyaman
Rasional : Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan aktivitas dan tidur.
c. Batasi pengunjung selama periode istirahat
Rasional : Untuk menjaga kualitas dan kuantitas tidur pasien
d. Pertahankan tempat tidur yang hangat, bersih dan nyaman
Rasional : Supaya pasien dapat tidur dengan nyaman
e. Kolaborasi pemberian terapi analgetika
Rasional : Agar nengurangi rasa nyeri yang menggangu pola tidur pasien

6. Kecemasan ringan sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan
perdarahan yang dialami pasien
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kecemasan tidak
terjadi
Kriteria hasil : Kecemasan berkurang
Rencana tindakan :
a. Kaji rasa cemas klien
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien
b. Bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga
Rasional : Untuk terbinanya hubungan saling pecaya antara perawat dan pasien.
c. Berikan penjelasan tentang setiap prosedur yang dilakukan terhadap klien
Rasional : Agar pasien mengetahui tujuan dari tindakan yang dilakukan pada dirinya.

7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan pengetahuan
pasien meningkat.
Kriteria Hasil : Tingkat pengetahuan pasien meningkat
Rencana Tindakan :
a. Jelaskan pada pasien tentang penyakitnya
Rasional : Pasien dapat mengetahui mengenai penyakitnya dan mendapatkan informasi yang
akurat.
b. Berikan waktu untuk mendengarkan emosi dan perasaan pasien
Rasional : Agar pasien dapat mengungkapkan perasaannya kepada perawat
c. Beri penyuluhan mengenai penyakitnya
Rasional : Untuk meningkatkan pengetahuan pasien mengenai penyakitnya.

H. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (Drs. Nasrul Effendi, 1999). Ada tiga fase dalam tindakan
keperawatan, yaitu : 1. Fase Persiapan Meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana,
pengetahuan dan keterampilan menginterpretasikan rencana, persiapan klien dan lingkungan. 2.
Fase Intervensi Merupakan puncak dari implementasi yang berorientasi pada tujuan dan fokus
pada pengumpulan data yang berhubungan dengan reaksi klien termasuk reaksi fisik, psikologis,
sosial dan spiritual. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung
jawab secara professional, yaitu : a. Secara Mandiri ( Independen ) Adalah tindakan yang
diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya atau
menanggapi reaksi karena adanya stressor ( penyakit ), misalnya : 1) Membantu klien dalam
melakukan kegiatan sehari hari 2) Melakukan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus 3)
Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar. 4)
Menciptakan lingkungan terapeutik b. Saling ketergantungan / kolaborasi ( Interdependen )
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerja sama sesama tim perawatan atau kesehatan lainnya
seperti dokter, fisiotherapy, analisis kesehatan, dsb. c. Rujukan / Ketergantungan Adalah
tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain diantaranya dokter, psikologis,
psikiater, ahli gizi, fisiotherapi, dsb. Pada penatalaksanaanya tindakan keperawatan dilakukan
secara : 1) Langsung : Ditangani sendiri oleh perawat 2) Delegasi : Diserahkan kepada orang lain
/ perawat lain yang dapat dipercaya 3. Fase Dokumentasi Merupakan terminasi antara perawat
dan klien. Setelah implementasi dilakukan dokumentasi terhadap implementasi yang dilakukan.

I. Evaluasi Keperawatan
Adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Teknik penilaian yang didapat dari beberapa cara, yaitu :
1. Wawancara : Dilakukan pada klien dan keluarga
2. Pengamatan : Pengamatan klien terhadap sikap, pelaksanaan, hasil yang dicapai dan
perubahan tingkah laku klien.

Jenis evaluasi ada dua macam, yaitu :


a. Evaluasi Formatif Evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon
segera.
b. Evaluasi Sumatif Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien p pada
saat tertentu berdasarkan tujuan rekapitulasi dari hasil yang direncanakan pada tahap
perencanaan. Ada tiga alternatif yang dapat dipergunakan oleh perawat dalam memutuskan /
menilai :
1) Tujuan tercapai : Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian : Jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari standar dan
kriteria yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai : Jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali dan
akan timbul masalah baru.

You might also like