You are on page 1of 19

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana
jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi
kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal
ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung
darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu
memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang
melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya,
ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan
mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti
tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi
bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan
patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak
mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari
struktur atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).
Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif
(Congestive Heart Failure/CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar
tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung,
yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum
yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit
inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat
menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung.
Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis),
hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen. (Brunner & Sudarth. 2001)

2. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi
fungsional dalam 4 kelas (Mansjoer dan Triyanti, 2007):
a. Kelas I Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
b. Kelas II Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari
aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
c. Kelas III Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa
keluhan.
d. Kelas IV Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas
apapun dan harus tirah baring.

3. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung
kongestif (CHF) dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna
maupun interna, yaitu:
a. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/ berat.
b. Faktor interna (dari dalam jantung):
1) Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum
Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral
2) Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
3) Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark
miokard.
4) Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala
jenis penyakit jantung congenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis
yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas
miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi
regurgitasi aorta, and cacat septum ventrikel; dan beban akhir meningkat
pada keadaan di mana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati. Selain dari ketiga mekanisme fisiologis yang
menyebabkan gagal jantung, ada faktor fisiologis lain yang dapat pula
mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang
mengganggu pengisian ventrikel, seperti stenosis katup atrioventrikularis,
dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan seperti perikarditis
konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagl jantung melalui
gabungan beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan
ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun
mekanisme fisiologik atau gabungan berbagai mekanisme yang
bertanggung jawab atas terjadinya gagal jantung; efektivitas dari jantung
sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai ganggaun patofisiologik.
Demikian juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui
sebagai mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang
mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui.
Diperkirakan bahwa abnormalitas penghantaran kalsium di dalam
sarkomer, atau dalam sintesis, atau fungsi dari protein kontraktil
merupakan penyebabnya.

4. Patofisiologi
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi
baik pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua
ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau afterload
yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik
dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan
panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik
menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik, tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama/kronik akan
dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sistemik.
Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan
transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan atrial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi
beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf
simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung
dan vena; perubahan yang terakhir ini akan meningkatkan volume darah
sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-
adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu
sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia
pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan
peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner. (Budianto,
Syamsuhidayat. 2004)
5. Pathway
6. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan volume intravaskular.
b. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat
akibat turunnya curah jantung.
c.Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
d. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat
peningkatan tekanan vena sistemik.
e. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi
jantung terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan
oliguria akibat perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang
rendah.
f. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan
volume intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun
(pelepasan renin ginjal).
Sumber: Niken Jayanthi (2010)

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau
polisitemia vera
b. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
c.Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan
asam basa baik metabolik maupun respiratorik.
d. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
e. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan
penyakit adrenal
f. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
g. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF
terhadap fungsi hepar atau ginjal
h. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
i. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang
jantung, hipertropi ventrikel
j. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
penurunan kemampuan kontraksi.
k.Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema
paru.
l. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
m. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan
disritmia.
Sumber: Wajan Juni Udjianti (2010)

8. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan klien dengan gagal jantung
kongestif adalah sebagai berikut :
a. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan
bahan-bahan farmakologi
c.Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretik, diet dan istrirahat.
Terapi Farmakologi :
a. Glikosida jantung
Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasillkan :
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume
darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.
b. Terapi diuretic diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air
melalui ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena efek samping
hiponatremia dan hipokalemia.
c. Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi
impadasi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat
ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas
vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan
(Lismidar, 2005).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret
2) Wheezing atau crackles
Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
3) Ronchi atau crackles
4) Ekspansi dada tidak maksimal
5) Penggunaan otot bantu nafas
Circulation
1) Nadi lemah , tidak teratur
2) Takikardi
3) TD meningkat / menurun
4) Edema
5) Gelisah
6) Akral dingin
7) Kulit pucat, sianosis
8) Output urine menurun
b. Pengkajian Sekunder
Riwayat Keperawatan
1) Keluhan
2) Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis,
diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia
3) Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4) Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi
jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat
tertentu.
5) Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
6) Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
7) Postur, kegelisahan, kecemasan
8) Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD
yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan,
toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis,
tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung, denyut
jantung, pulsus alternans, Gallops, murmur.
2) Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronchi,
crackles, wheezing)
3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular
refluks
4) Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/
takut yang kronis
5) Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6) Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7) Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis,
warna kulit pucat, dan pitting edema.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung,
peningkatan frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi
sekuncup
b. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru
c. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung,
hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau
emboli
d. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal,
penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan
penurunan curah jantung.
e. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi
cairan dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan
hipertensi pulmonal
f. Cemas b/d penyakit kritis, takut kematian atau kecacatan, perubahan
peran dalam lingkungan social atau ketidakmampuan yang
permanen.
g. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan pengetahuan penyakitnya,
tindakan yang dilakukan, obat obatan yang diberikan, komplikasi
yang mungkin muncul dan perubahan gaya hidup
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Penurunan Setelah dilakukan askep - Kaji vital sign, bunyi, frekuensi, - Masih adanya irama gallop,
cardiac output 3x24 jam Klien dan irama jantung. krackels, takikardi mengindikasikan
b.d perubahan menunjukkan respon gagal jantung.
kontraktilitas pompa jantung efektif,
miokard Kriteria Hasil: - Monitor tanda-tanda vital, - Takhikardia mungkin ada karena
- menunjukkan vital sign yaitu : heart rate, tekanan darah nyeri, kecemasan, hipoksemia, dan
(TD, nadi, ritme normal, menurunnya Cardiac Output.
nadi perifer kuat) Perubahan bisa juga terjadi dalam
- melakukan aktivitas tekanan darah (hipertensi atau
tanpa dispnea dan nyeri hipotensi) karena respons kardiak.
- edema ekstremitas - Evaluasi status mental, catat - Menurunnya perfusi otak dapat
berkurang perkembangan kekacauan, mengakibatkan perubahan observasi/
disorientasi. pengenalan dalam sensori.

- Catat warna kulit, adanya/ - Sirkulasi periferal turun ketika


kwalitas pulse. Cardiac Output menurun, membuat/
menjadikan warna pucat/abu-abu
bagi kulit (tergantung dari derajat
hipoksia) dan penurunan kekuatan
dari denyut periferal.
- S3, S4, atau bising dapat terjadi
- Auskultasi suara pernapasan dengan dekompensasi kordis atau
dan suara jantung. Dengarkan beberapa pengobatan (terutama
adanya murmur. Betabloker). Berkembangnya murmur
bisa menunjukkan adanya kelainan
pada katup dengan rasa nyeri:
stenosis aorta, mitral stenosis, atau
ruptur otot papilari.
- Menurunnya konsumsi/
- Pertahankan bedrest dalam keseimbangan O2 mengurangi beban
posisi yang nyaman selama kerja otot jantung dan resiko
periode akut. dekompensasi.
- Berikan waktu istirahat yang - Cadangan energi, menurunkan
cukup/adekuat. Kaji beban kerja otot jantung.
dengan/bentuk aktifitas
perawatan diri, jika diindikasikan.
- Ketegangan perlu dihindari
terutama pada saat defekasi. - Serangan valsava menyebabkan
stimulasi vagal, menurunkan heart
rate(bradicardia) yang mungkin diikuti
dengan takhikardi diantara
- Anjurkan secara cepat meningkatnya cardiac output.
melaporkan bila terjadi nyeri - Tindakan yang tepat waktu, dapat
untuk pemberian obat sesuai menurunkan konsumsi O2 dan beban
yang diindikasikan. kerja otot jantung dan bisa
mencegah/ meminimalkan Cardiac
- Monitor dan catat efek atau Output.
reaksi dari pengobatan, catat - Efek yang diharapkan ada
tekanan darah, nadi dan penurunan kebutuhan oksigen
iramanya (terutama waktu miokardium yang diakibatkan oleh
pemberian kombinasi Ca- penurunan tekanan ventrikel. Obat
antagonis, betha-blocker dan dengan inotropik negatif dapat
nitrat). menurunkan perfusi pada sebagaian
besar miokardial iskhemik. Kombinasi
nitrat dan betha-blocker memiliki efek
kumulatif pada cardiac output.
- Catat O2 tambahan yang - Penambahan oksigen yang sudah
dibutuhkan. ada untuk diambil kembali untuk
memperbaiki, mengurangi iskhemia
dan asam laktat.
- Catat obat-obat yang - Meskipun berbeda cara reaksinya,
diindikasikan. Betha-blockers, Ca channel blocker berperan utama
seperti atenolol (Tenormin), dalam mencegah dan mengakhiri
nadolol (Corgard), propranolol iskhemia yang disebabkan oleh
(Inderal), esmolal (Brebivbloc). spasme arteri koronaria dan
mengurangi resistensi vaskuler,
demikian juga penurunan tekanan
darah dan kerja jantung.Obat ini
untuk menurunkan kerja jantung
dengan menurunkan nadi dan
tekanan darah sistol. Catat: overdosis
yang mengakibatkan dekompensasi
jantung
- Persiapkan untuk tindakan - PTCA menjadi suatu prosedur yang
bedah PTCA, bila diindikasikan dapat diterima pada 15 tahun terakhir
perbaikan katub, CABG ini. PTCA meningkatkan aliran darah
jantung oleh tekanan lesi atheroma
dan dilatasi dari lumen pembuluh
darah dalam arteri koronaria yang
tersumbat.
CABG diperkenankan ketika testing
menunjukkan iskhemi miokardial
yang diakibatkan oleh penyakit arteri
koronaria atau gejala dari penyakit
trikuspidalis.
2 Intoleransi Setelah dilakukan askep - Kaji kemampuan pasien - Menentukan sejauh mana
aktivitas b.d 3x24 jam Klien dapat melakukan aktivitas kemampuan klien dalam melakukan
ketidakseimban menunjukkan toleransi aktivitas.
gan suplai & terhadap aktivitas dgn - Jelaskan pada pasien manfaat - Aktivitas bertahap akan
kebutuhan O2 kriteria: aktivitas bertahap. membiasakan pasien dalam
- Klien mampu aktivitas beraktivitas.
minimal - Tetap sertakan oksigen saat - Mengantisipasi sesak
- Kemampuan aktivitas aktivitas. mendadak.
meningkat secara - Pantau vital sign pasien sebelum,
bertahap selama, dan setelah aktivitas - Mengetahui peningkatan vital
- Tidak ada keluhan sesak selama 3-5 menit. sign terlalu mencolok / tidak
nafas dan lelah selama - Rencanakan aktivitas saat pasien
dan setelah aktivits mempunyai energi cukup untuk - Aktivitas memerlukan energi
minimal melakukannya. yang cukup agar pasien tidak lemah.
- Vital sign dalam batas - Monitor intake nutrisi untuk
normal selama dan memastikan kecukupan sumber- - Mengetahui kecukupuan nutrisi
setelah aktivitas sumber energi klien.
- Berikan reinfortcemen positip bila
ps mengalami kemajuan - Reinforcement positif dapat
meningkatkan koping pasien.
3 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Askep - Monitor rata-rata irama, - Mengetahui keefektifan
efektif b.d. 3x 24 jam, pola nafas kedalaman dan usaha untuk pernafasan
kelemahan pasien menjadi efektif. bernafas.
Kriteria hasil: - Catat gerakan dada, lihat - Mengetahui ada tidaknya
menunjukkan pola nafas kesimetrisan, penggunaan otot penggunaan otot bantu pernafasan
yang efektif tanpa adanya bantu dan retraksi dinding dada.
sesak nafas, sesak nafas - Monitor suara nafas - Mengetahui penyebab nafas
berkurang tidak efektif

4 Kelebihan Setelah dilakukan askep - Pantau pengeluaran urine, catat - Pengeluaran urine mungkin
volume cairan 3x24 jam pasien akan jumlah dan warna saat dimana sedikit dan pekat karena penurunan
b.d. menunjukkan diuresis terjadi. perfusi ginjal.
menurunnya keseimbangan cairan dan - Pertahakan duduk atau tirah baring - Posisi tersebut meningkatkan
filtrasi elektrolit dengan dengan posisi semifowler selama filtrasi ginjal dan menurunkan
glomerulus Kriteria hasil: fase akut. produksi ADH sehingga
(berkurangnya - Vital sign dalam batas meningkatkan diuresis.
cardiac output) normal - Pantau TD dan CVP (bila ada) - Hipertensi dan peningkatan
atau - Tidak menunjukkan CVP menunjukkan kelebihan cairan
meningkatnya peningkatan JVP dan dapat menunjukkan terjadinya
ADH dan - Tidak terjadi dyspnu, peningkatan kongesti paru, gagal
Sodium/retensi bunyi nafas bersih, RR; - Pertahankan cairan/pembatasan jantung.
cairan. 16-20 X/mnt natrium sesuai indikasi - Menurunkan air total
- Balance cairan adekuat tubuh/mencegah reakumulasi cairan
- Bebas dari edema
5 Kurang Setelah dilakukan askep - Diskusikan fungsi jantung normal - Pengetahuan proses penyakit
pengetahuan selama 1x24 jam, dan harapan dapat memudahkan
tentang pengetahuan klien ketaatan pada program pengobatan.
- Klien percaya bahwa perubahan
penyakit dan meningkat dengan - Kuatkan rasional pengobatan.
program pasca pulang dibolehkan bila
perawatan nya kriteria :
merasa baik dan bebas gejala.
- Mengidentifikasi hubungan
- Memberikan waktu adequate
terapi untuk menurunkan - Anjurkan makanan diet pada pagi
untuk efek obat sebelum waktu tidur.
episode berulang dan hari.
mencegah komplikasi.
- Mengidentifikasi stress
pribadi/faktor resiko dan
beberapa teknik untuk
menangani.
- Melakukan perubahan
pola hidup/perilaku yang
perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia
Lanjut dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari -
Desember 2006. Semarang: UNDIP

Arkanda, Sumitro. 1989. Ringkasan Ilmu Bedah. Jakarta: PT. Bina Aksara.
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2. Jakarta:
EGC.
Budianto, Syamsuhidayat. 2004. Buku Saku Dasar Patologi Penyakit. Jakarta:
EGC
Faradilah, Firman & Anita. 2000. Anatomi dan Fisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC.

Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam


http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/
(diakses pada 25 Mei 2016)

Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

Widjajakusumah D. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: PT. Gramedia


Utama

You might also like