You are on page 1of 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN STROKE

A. PENGERTIAN
Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi
gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan aliran
darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di otak sehingga
menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat - zat makanan dan akhirnya
dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif singkat. (Yayasan Stroke
Indonesia 2009).
Stroke diklasifikasikan menjadi dua yaitu stroke non hemoragik (iskemik) dan
stroke hemoragik berdasarkan kelainan . Stroke non hemoragik adalah suatu gangguan
peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan
pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah,
pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi
menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008). Sedangkan
stroke hemoragik adalah Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan
adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi
adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi,
pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).

B. TANDA DAN GEJALA


Manifestasi klinik klien yang terkena serangan stroke menurut (Black &
Hawk, 2009), bervariasi tergantung pada penyebabnya, luas area neuron yang
rusak, lokasi neuron yang terkena serangan, dan kondisi pembuluh darah kolateral
di serebral. Manifestasi dari stroke iskemik termasuk hemiparesis sementara,
kehilangan fungsi wicara dan hilangnya hemisensori. Stroke dapat dihubungkan
dengan area kerusakan neuron otak maupun defisit neurologi, menurut Smeltzer dan
Bare (2002) manifestasi klinis dari stroke meliputi:
a. Kehilangan Motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Disfungsi
motor yang paling umum adalah Hemiparesis (kelemahan) dan hemiplegia
(paralisis pada satu sisi tubuh) sering terjadi setelah stroke, yang biasanya
desebabkan karena stroke pada bagian anterior atau bagian tengah arteri serebral,
sehingga memicu terjadinya infark bagian motorik dari kortek frontal.
b. Aphasia, klien mengalami defisit dalam kemampuan berkomunikasi,termasuk
berbicara, membaca, menulis dan memahami bahasa lisan. Terjadi jika pusat
bahasa primer yang terletak di hemisfer yang terletak di hemisfer kiri
serebelum tidak mendapatkan aliran darah dari arteri serebral tengah karena
mengalami stroke, ini terkait erat dengan area wernick dan brocca.
c. Disatria, dimana klien mampu memahami percakapan tetapi sulit untuk
mengucapkannya, sehingga bicara sulit dimengerti. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
d. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya, seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
e. Disfagia, dimana klien mengalami kesulitan dalam menelan karena stroke pada
arteri vertebrobasiler yang mepengaruhi saraf yang mengatur proses menelan,
yaitu N V (trigeminus), N VII (facialis), N IX (glossofarengeus) dan N XII
(hipoglosus).
f. Pada klien stroke juga mengalami perubahan dalam penglihatan seperti diplopia.
g. Horners syndrome, hal ini disebabkan oleh paralisis nervus simpatis pada mata
sehingga bola mata seperti tenggelam, ptosis pada kelopak mata atas, kelopak mata
bawah agak naik keatas, kontriksi pupil dan berkurangnya air mata.
h. Unilateral neglected merupakan ketidak mampuan merespon stimulus dari sisi
kontralateral infark serebral, sehingga mereka sering mengabaikan salah satu
sisinya.
i. Defisit sensori disebabkan oleh stroke pada bagian sensorik dari lobus parietal yang
disuplai oleh arteri serebral bagian anterior dan medial.
j. Perubahan perilaku, terjadi jika arteri yang terkena stroke bagian otak yang mengatur
perilaku dan emosi mempunyai porsi yang bervariasi, yaitu bagian kortek serebral,
area temporal, limbik, hipotalamus, kelenjar pituitari yang mempengarui korteks
motorik dan area bahasa.
k. Inkontinensia baik bowel ataupun kandung kemih merupakan salah satu bentuk
neurogenic blader atau ketidakmampuan kandung kemih, yang kadang terjadi
setelah stroke. Saraf mengirimkan pesan ke otak tentang pengisian kandung kemih
tetapi otak tidak dapat enginterpretasikan secara benar pesan tersebut dan tidak
mentransmisikan pesan ke kandung kemih untuk tidak mengeluarkan urin. Ini yang
menyebabkan terjadinya frekuensi urgensi dan inkontinensia.

Urutan saraf Nama Saraf Sifat Saraf Memberikan saraf untuk


dan fungsi
I Nervus olfaktorius Sensorik Hidung, sebagai alat penciuman
II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk penglihatan
III Nervus Motorik Penggerak bola mata dan
okulomotoris mengangkat kelopak mata
IV Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan
penggerak bola mata

V Nervus trigeminus Motorik dan -


sensorik

N. Oftalmikus Motorik dan Kulit kepala dan kelopak mata


sensorik atas

N. Maksilaris Sensorik Rahang atas, palatum dan


hidung
N. Mandibularis Motorik dan Rahang bawah dan lidah
sensorik
VI Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata
VII Nervus fasialis Motorik dan Otot lidah, menggerakkan lidah
Sensorik dan selaput lendir rongga mulut
VIII Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan
pendengaran
IX Nervus vagus Sensorik dan Faring, tonsil, dan lidah,
motorik rangsangan citarasa
X Nervus vagus Sensorik dan Faring, laring, paru-paru dan
motorik esophagus
XI Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher
XII Nervus hipoglosus Motorik Lidah, citarasa, dan otot lidah
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala
penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu
sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau
kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak
tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan
kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan
terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran
darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan
membaik sepenuhnya.
Berikut gejala dari stroke :
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah Bells Palsy
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang Homonimus Hemianopsia
f. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia:
bicara defeksif/kehilangan bicara)
g. Gangguan persepsi
h. Gangguan status mental

Gejala yang ditimbulkan dapat pula diklasifikasikan berdasarkan sistem peredaran


darah yang terkena.
a. Sistem Karotis
Gejalanya :
1) Unilateral headache
2) Disartria
3) Afasia, bilamana mengenai hemisfer dominan
4) Amourosis fugaks (transient monocular blindness) ipsilateral menetap
5) Hemiparesis/paralisis kontralateral
6) Hemiparestesia/anestesia kontralateral
7) Brancio-Facial atau defisit ekstremitas bawah kontralateral
8) Deviasi konjugue ke arah lesi
b. Sistem vertebro-basilaris
1) Nistagmus
2) Diplopia
3) Gangguan penglihatan/pergerakan bola mata
4) Vornitus
5) Parestesia sirkumoral
6) Vertigo
7) Tinitus
8) Amnesia
9) Disartria
10) Disfagia
11) Drop attack
12) Hemihipestesia
13) Ataksia serebeller ipsilateral
14) Sindrom horner ipsilateral
15) Oftalmoplegia internuklearis

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak
yang terkena:

a. Pengaruh terhadap status mental

1) Tidak sadar : 30% 40%

2) Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar

b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:

1) Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)

2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)

3) Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:

1) Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-


80%)

2) Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang


terkena

d. Daerah arteri serebri posterior


1) Nyeri spontan pada kepala

2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)

e. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:

1) Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak

2) Hemiplegia alternans atau tetraplegia

3) Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan,


emosi labil)

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:

a. Stroke hemisfer kanan

1) Hemiparese sebelah kiri tubuh

2) Penilaian buruk

3) Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan


terjatuh ke sisi yang berlawanan

b. Stroke hemisfer kiri

1) Mengalami hemiparese kanan

2) Perilaku lambat dan sangat berhati-hati

3) Kelainan bidang pandang sebelah kanan

4) Disfagia global

5) Afasia

6) Mudah frustasi
Tanda dan gejala TIK
Manifestasi klinik peningkatan tekanan intrakranial banyak dan bervariasi.
Perubahan tingkat kesadaran penderita merupakan indikator yang paling sensitif dari
semua tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Trias klasik peningkatan tekanan intrakranial adalah ;

1 Nyeri kepala karena regangan duramater dan pembuluh darah.

2 Papiledema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus.

3 Muntah sering proyektil.

Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial lainnya;

1 Hipertermia.

2 Perubahan motorik dan sensorik.

3 Perubahan berbicara.

4 Kejang.
C. POHON MASALAH

Hipertensi, DM, penyakit jantung, merokok, stress,


Etiologi gaya hidup tidak baik, obesitas, dan kolesterol yang
meningkat dalam darah

Hipertensi

aneurisma

Perdarahan
arakhnoid

Gangguan aliran darah Hematoma PTIK/Herniasi


ke otak cerebral cerebral

CBF 10 ml/100g jaringan Penurunan


Risiko ketidakefektifan
otak/ menit kesadaran
perfusi jaringan serebral
(Sylvia & lorraine, 2008)
Risiko jatuh

Cerebral
iskemik

Kerusakan
mitokondria

Gagal
menghasilkan ATP

Kerusakan pompa Na, K


Edema intra sel Gangguan
keseimbangan elektrolit

Infark ventrikel
Deficit Arca borca
lateral dan lobus
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
neurologis
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
Hambatan
mobilitas penyakit stroke adalah : Gangguan proses
1. Hemiparase Hemisfer kiri
Angiografi serebral : Membantu menentukan Hambatan
dan kanan bahasa,
kanan dan komunikasi
Defisit kemampuan,
penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, dan atau adanya titik
obstruksi arteri verbal
perawatan
diri
oklusi/ ruptur.
2. CT-scan : Memperhatikan adanya edema, hematoma,
iskemia, dan adanya infark.
3. Pungsi lumbal: Menunjukkan adanya tekanan normal
dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack)
atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan
intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan
dengan adanya proses inflamasi.
4. MRI: (Magnetic Resonance Imaging) menunjukkan
daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler: Mengidentifikasi penyakit
arteriovena.
6. EEG (Electroencephalography) : Mengidentifikasi
penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X: Menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral.
8. Laboratorium:
a. Urin : Glukosa, protein, berat jenis, dan sedimen
b. Darah :
1) Darah rutin: Hb, hematokrit, leukosit
2) LED (vaskulitis)
3) Glukosa darah, sewaktu, puasa, 2JPP
4) Kreatinin dan urea (fungsi ginjal)
5) Lipid darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida)
6) Elektrolit (Na, K)
7) Waktu perdarahan

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut :
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh
dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
oksigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan
glukosa murni atau cairan hipotonik.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun
atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.Penatalaksanaan spesifiknya
yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor, antikoagulan, trombolisis intraven,
diuretic, antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi
(Sylvia dan Lorraine 2006).

F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboraturium untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk
membuat rencana asuhan keperawatan klien.
1. Identitas diri klien
Nama :
Tempat/Tanggal Lahir :
Umur :
Jenis Kelamin :

Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Tanggal masuk RS :
Sumber Informasi :
Agama :
Status Perkawinan :
Kewarganegaraan :
Suku :
Lama Bekerja :
Keluhan utama
3. Riwayat penyakit
a. Keluarga terdekat yang dapat dihubungi
b. Alergi
c. Kebiasaan
d. Obat-obatan
e. Pola nutrisi
f. Pola eleminasi
g. Pola tidur dan istirahat
h. Pola aktivitas dan latihan
i. Pola kerja
4. Riwayat keluarga
a. Genogram
5. Riwayat lingkungan
a. Kebersihan lingkungan
b. Bahaya
c. Polusi
6. Aspek psikososial
a. Pola pikir dan persepsi
1) Alat bantu yang digunakan
[ ] kaca mata [ ] alat bantu pendengaran
2) Kesulitan yang dialami
[ ] sering pusing
[ ] menurunnya sensifitas terhadap panas dingin
[ ] membaca/menulis
3) Suasana hati
4) hubungan/ komunikasi
a. Tempat tinggal
b. Bicara
c. Kehidupan keluarga
d. Kesulitan keluarga
5) Pertahanan koping
a. Pengambilan keputusan
b. Yang disukai tentang diri sendiri:
c. Yang ingin dirubah dari kehidupan:
d. Yang dilakukan jika sedang stress:
6) Sistem nilai kepercayaan
a. Siapa atau apa yang mnjadi sumber kekuatan
b. Apakah tuhan, agama, kepercayaan penting untuk anda?
c. Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan (macam dan frekuensi)
d. Kegiatan agama atau kepercayaan yang ingin dilakukan selama di rumah sakit
7) Pengkajian Fisik
A. Vital Sign
Tekanan darah :
Suhu :
Nadi :
Pernafasan :
B. Kesadaran : Compos Mentis
GCS :
a. Eye :
b. Motorik:Verbal :
C. Keadaan umum
1. Sakit/nyeri :
2. Status gizi :
3. Sikap nyeri :
4. Personal hygiene :
5. Orientasi waktu/tempat/orang:
D. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1. Kepala
Bentuk :
Lesi/luka :
2. Rambut
Warna :
Kelainan :
3. Mata
Penglihatan :
Sclera :
Konjungtiva :
Pupil :
Kelainan :
Data tambahan:
4. Hidung
Penghidu :
Secret/darah/polip :
Tarikan caping hidung:
5. Telinga
Pendengaran :
Secret/cairan/darah :
6. Mulut dan gigi
Bibir :
Mulut dan tenggorokan :
Gigi :
7. Leher
Pembesaran tyroid :
Lesi :
Nadi karotis :
Pembesaran limfoid :
8. Thorax
Jantung :
1. Nadi :
2. Kekuatan :
3. Irama :
Paru :
1. Frekuensi nafas :
2. Kwalitas :
3. Suara nafas :
4. Batuk :
5. Sumbatan jalan napas :
Retraksi dada :
9. Abdomen
Peristaltic usus:
Kembung :
Nyeri tekan :
Bagian :
Ascites :
10. Genetalia
Pimosis :
Alat bantu :
Kelainan :
11. Kulit
Turgor :
Laserasi :
Warna kulit :
12. Ekstrimitas
Kekuatan otot :
ROM :
Hemiplegi/parase :
Akral :
Capillary refill time :
Edema :

13. Data pemeriksaan fisik neurologis


8) Data Penunjang

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun potensial.
Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mengsintesa data
klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau
mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral dibuktikan dengan adanya
hipertensi.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular dan
gangguan muskuloskeletal
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular dan kelemahan
d. Risiko jatuh dibuktikan dengan adanya gangguan mobilitas dan neuropati

H. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa NOC NIC


NO
Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1 Risiko NOC : NIC :
ketidakefektifan 1 Perfusi jaringan Peningkatan Perfusi Serebral/
perfusi jaringan cerebral Cerebral Perfusion Promotion
cerebral Kriteria Hasil : 1 Konsultasikan dengan dokter
dibuktikan 1 Tekanan darah sistole dan untuk menentukan parameter
dengan adanya diastole normal hemodinamik dan pertahankan
2 MAP
hipertensi, parameter hemodinamik sesuai
3 Tidak adanya sakit kepala
hiperkolesterolem 4 Tingkat kesadaran yang telah ditentukan
5 Tidak gelisah
ia. 2 Berikan dan titrasi obat
6 Demam
7 Reflek saraf terganggu vasoaktif, sesuai yang
diperintahkan, untuk
mempertahankan parameter
hemodinamik.
3 Berikan agen untuk
meningkatkan volume
intavaskuler, sesuai kebutuhan
(misal, koloid, produk darah,
dan kristaloid)
4 Konsultasikan dengan dokter
untuk menentukan tinggi
kepala tempat tidur yang
optimal (misalnya 15 atau 30
derajat) dan monitor respon
pasien terhadap pengaturan
posisi kepala
5 Hindari fleksi leher atau fleksi
panggul atau lutut yang
ekstrim
6 Pertahankan PCO2 pada level
25 mmHg atau lebih
2. NOC : NIC :
Hambatan
1. Ambulasi Terapi latihan (ambulasi)
mobilitas fisik
2. Ambulasi
berhubungan 1 Sediakan tempat tidur yang
dengan kursi roda
berketinggian rendahyang
gangguan 3. Pergeraka
sesuai
neuromuskular n
2 Bantu pasien untuk
dan gangguan Kriteria hasil:
muskuloskeleta perpindahan sesuai
l 1 Menopang berat badan
kebutuhan
2 Berjalan dengan langkah 3 Bantu pasien dengan
yang efektif ambulasi awal jika
3 Menyesuaikan dengan diperlukan
4 Bantu pasien untuk berdiri
perbedaan tekstur
dan ambulasi dengan jarak
permukaan/ lantai
tertentu dan dengan
4 Berjalan dengan pelan
sejumlah staff tertentu
5 Berjalan dengan kecepatan
5 Dorong ambulasi
sedang
independen dengan batas
6 Tidak terganggu berjalan
aman
dalam jarak yang dekat atau 6 Dorong pasien untuk
20meter bangkit sebanyak dan
7 Perpindahan ke dan dari sesering yang diinginkan
kursi roda (up and lib) jika sesuai
8 Menjalankan kursi roda Pengaturan Posisi Kursi Roda
dengan aman 1 Sesuaikan sandaran punggung
9 Keseimbangan untuk memberikan dukungan
10 Koordinasi yang perlukan, biasanya 10-
11 Cara berjalan 150 dari vertical
2 Posisikan tungkai 200 dari
12 Gerakan otot
vertical
13 Gerakan sendi
3 Miringkan tempat duduk100 ke
14 Kinerja pengaturan tubuh
belakang
4 Pertahankan sudut panggul
1000 , lutut 1050, dan
pergelangan kaki 900 dengan
tumit berada pada posisi
senderan kaki
5 Cek apakah apec iliaka berada
sejajar dari sisi ke sisi
Terapi latihan keseimbangan
1. Tentukan kemampuan
pasien untuk berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan
yang membutuhkan
keseimbangan
2. Intruksikan pasien untuk
melakukan latihan
keseimbangan seperti
berdiri dengan satu kaki,
membungkuk kedepan,
peregangan dan resistensi
yang sesuai
3. Bantu dengan program
penguatan pergelangan
kaki dan berjalan
4. Sediakan alat-alat bantu
misalnya tongkat, walker,
bantal, atau bantalan untuk
mendukung pasien dalam
melakukan latihan
5. Bantu pasien berlatih
dengan mata tertutup untuk
jangka pendek secara
berkala untuk menstimulasi
propriosepi
6. Bantu untuk berdiri atau
duduk dan mengayun
tubuh dari sisi ke sisi untuk
menstimulasi mekanisme
keseimbangan
3. Defisit perawatan NOC: NIC:
Bantuan perawatan diri:
diri berhubungan 1) Pe
mandi/kebersihan
dengan gangguan rawatan diri: mandi
1. Letakkan handuk, sabun dan
2) Pe
neuromuscular
yang diperlukan di sisi tempat
rawatan diri: kebersihan
dan kelemahan
tidur
Kriteria hasil:
2. Sediakan barang pribadi yang
1. Memakai baju
diinginkan (mis. Sikat gigir,
2. Ke toilet
3. Mandi sampho, loation, dan produk
4. Berpakian
aromaterapi)
5. Kebersihan
3. Sediakan lingkungan yang
terapiutik dengan memastikan
kehangatan, suasana rileks, dan
privasi
4. Monitor kbersihan kuku pasien
5. Monitor integritas kulit
6. Jaga ritual kebersihan
7. Berikan bantuan sampai pasien
benar-benar mampu merawat
diri secara mandiri

Bantuan perawatan diri:


berpakian/berdandan
1. Pertimbangkan usia pasien saat
mempromosikan aktivitas
perawatan diri
2. Sediakan paskian pasien di
area yang dapat dijangkau
3. Sediakan pakian pribadi,
dengan cepat
4. Jaga privasi pasien saat
berpakian
5. Letakkan pakian kotor ke
tempat pencucian
6. Tawarkan untuk menaruh
pakian pasien di tempat meja
pasien
7. Puji usaha untuk berpakian
sendiri
4. Risiko jatuh NOC: NIC:
dibuktikan Pembatasan area
1) Kejadian jatuh
dengan adanya 1. Pastikan bahwa
gangguan Kriteria hasil:
tindakan pembatasan dimulai
mobilitas dan 1. Jatuh dari tempat tidur
(jika tingkatnya rendah,
neuropati 2. Jatuh saat duduk
3. Jatuh saat dipindahkan pastikan bahwa hal ini tidak
4. Jatuh saat membungkuk
efektif sebelum meningkat
pada pembatasan yang level
lebih tinggi)
2. Batasi pada area
yang tepat
3. Gunakan alat
pelindung (mis. Alarm, pagar,
pintu dan terali sisi tempat
tidur)
4. Sediakan pasien
dengan keamanan dan
kenyamanan psikologis
5. Tawarkan kegiatan
struktur dalam area yang sudah
ditetapan, dengan cara yang
tepat
Pengaturan posisi
1. Tempatkan pasien pada tempat
tidur terapiutik
2. Berikan matras yang lembut
3. Jelaskan pada pasien bahwa
badan pasien akan dibalik
4. Dorong pasien untuk terlibat
dalam perubahan posisi
5. Masukkan posisi tidur yang
diinginkan ke dalam rencana
keperawatan jika tidak ada
kontraindikasi
6. Posisikan pasien sesuai dengan
kesejajaran tubuh yang tepat
7. Dorong latihan ROM pasif
8. Sokong leher dengan tepat
9. Jangan menempatkan paien
pada posisi yang dapat
meningkatkan nyeri
Terapi latihan: pergerakan sendi
1. Tentukan batasan pergerakan
sendi dan efeknya terhadap
fungsi sendi
2. Kolaborasikan dengan ahli
terapi fisik dalam
mengembangkan dan
menerapkan sebuah program
latihan
3. Tentukan level motivasi unttuk
meningkatkan atau memelihara
pergerakan sendi
4. Jelaskan pada pasien dan
keluarga manfaat dan tujuan
melakukan latihan sendi
5. Lindungi pasien dari trauma
selama latihan
6. Bantu pasien mendapatkan
posisi tubuh yang optimal
untuk pergerakan sendi pasif
7. Lakukan latihan ROM pasif
atau ROM dengan bantuan,
sesuai indikasi
8. Intruksikan pasien/keluarga
pasien cara melakukan ROM
pasif, ROM dengan bantuan
9. Dukung pasien untuk duduk di
tempat tidur, di samping
tempat tidur
10. Tentukan
perkembangan terhadap
pencapaian tujuan
11. Sediakan dukungan positif
dalam melakukan latihan sendi

I. REFERENSI

Bulechek, Gloria M., dkk. 2016. NIC (Nursing Intervetion Classification). Singapura:
MocoMedia.
Moorhead, Sue. 2016. NOC (Nursing Outcomes Classification). Singapura : MocoMedia.
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017
Edisi 10. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Digiulio, Donna Jackson, dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Rapha
Publishing.

Denpasar, 26 November 2016

Nama Pembimbing/CI Nama Mahasiswa

Ni Putu Dian Aprilia


NIP. NIM. P07120215002
Nama Pembimbing/CT
Ns. I Dewa Gede Putra Yasa, S.Kp., M.Kep., Sp.MB
NIP.

You might also like