You are on page 1of 11

1.

KONSEP DASAR PENYAKIT PERITONITIS

1.1. Definisi
Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang biasanya disebabkan oleh
infeksi. Peritoneum adalah lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi
visera (Smeltzer & Bare, 2002). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa berfungsi untuk membungkus organ
perut dan dinding perut sebelah dalam (Price & Wilson, 2006).
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membran serosa rongga
abdomen dan meliputi visera yang merupakan penyulit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya
nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda tanda
umum inflamasi. ( Santosa, 2005)
Peritonitis adalah suatu peradangan dari peritoneum, pada membran serosa,
pada bagian rongga perut. (Andra, 2007)

1.2. Etiologi
1. Infeksi bakteri
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan
beta hemolitik, stapilokokus aureus, enterokokus dan yang paling
berbahaya adalah clostridium wechii.
Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
Appendiksitis yang meradang dan perforasi
Tukak peptik (lambung / dudenum)
Tukak thypoid
Tukak pada tumor
2. Secara langsung dari luar.
Operasi yang tidak steril
Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa
Trauma pada kecelakaan peritonitis lokal seperti rupturs limpa, ruptur
hati
Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.

3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti


radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau
pneumokokus.

1.3. Faktor Resiko


Apendisitis
Divertikulitis
Kantung empedu gangrenosa, neoplasma abdominal atau luka tembus
Ulser peptik
Kantung empedu mengalami perforasi atau ruptur
Perforasi traktur GI
Ruptur tuba falopi, kandung kemih, ulser gastrik atau pelepasan enzim
pankreatik
Obstruksi Strangulasi
Volvulus

1.4. Diagnosa Banding


Diagnosis banding dari peritonitis antara lain :
Apendisitis
Pankreatitis
Gastroenteritis
Kolesistitis
Salpingitis
Kehamilan ektopik terganggu
dll.

1.5. Klasifikasi
Menurut Rasad (1999) berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a). Peritonitis Bakterial Primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara
hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi
dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E.
Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Spesifik : misalnya Tuberculosis
2. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya
malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal
ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan
asites.
b). Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme
tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari
multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii
anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar
pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat
memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
- Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal.
- Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan
oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
- Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
appendisitis.
c). Peritonitis tersier, misalnya:
- Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
- Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti
misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
d). Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
- Aseptik/steril peritonitis
- Granulomatous peritonitis
- Hiperlipidemik peritonitis
- Talkum peritonitis

1.6. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
a. Komplikasi dini
1. Septikemia dan syok septic.
2. Syok hipovolemik.
3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multisystem.
4. Abses residual intraperitoneal.
5. Portal Pyemia (misal abses hepar).
b. Komplikasi lanjut
1. Adhesi.
2. Obstruksi intestinal rekuren.

1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan peritonitis menurut Baughman, Diane C & JoAnn Hackley
(2000) adalah sebagai berikut:
1. Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit merupakan fokus utama dari
penatalaksanaan medis
2. Analgesik untuk nyeri, antiemetic untuk mual dan muntah
3. Intubasi dan penghisapan usus untuk menghilangkan distensi abdomen
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi
ventilasi
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan
6. Terapi antibiotic massif (sepsis merupakan penyebab kematian utama)
7. Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan
diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
Penatalaksanaan Farmakologi
Ampisilin
Golongan / kelas terapi : Anti Infeksi
Indikasi : Pengobatan infeksi yang peka (non-
betalaktamase-producting organism); bakteri
yang disebabkan oleh streptococci,
pneumococci nonpenicillinase-producting
staphilocochi, listeria, meningococci; turunan H.
Influenzae, salmonella, Shigella, E. coli,
Enterobakter, dan Klebsiella.
Dosis dewasa : Oral 250 500 mg tiap 6 jam
IM. IV 50 100 mg/kg BB/hari setiap jam
Lama pemberian :Lama pemberian ampicilin tergantung pada tipe
dan tingkat kegawatan serta tergantung juga
pada respon klinis dan bakteri penginfeksinya
Cara pemberian : Disesuaikan dengan jeda waktu yang telah
ditetapkan untuk mempertahankan kadar obat
dalam plasma. Diberikan dalam keadaan perut
kosong untuk memaksimalkan absorbsi (1 jam
sebelum makan dan 2 jam setelah makan)
Kontraindikasi :Kontraindikasi untuk pasien yang hipersensitif
terhadap amocsicillin, penisilin, atau
komponen lain dalam sediaan.
Efek samping : SSP demam, penisilin enchepalitis, kejang
Kulit eritema multiform, rash, utikaria
GI lidah hitam berambut, diare,
enterochollitis, glossitis, mual,
pseudomembranouscollitis, sakit mulut dan
lidah, stomatitis, muntah.
Hematologi agranulositosis, anemia,
eosinophilia,leucopenia,thrombocytope nia
purpura
Hepatik AST meningkat
Renal interstisial nephritin (kejang)
Respiratory laringuela stidor
Miscellaneous anaphylaxis
Gentamisin
Golongan/ kelas terapi : Anti Infeksi
Indikasi : Gram-negatif (Pseudomonas, Proteus,
Serretia) dan gram-positif (Staphylococcus),
infeksi tulang, infeksi saluran napas, infeksi
kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran urin,
abdomen, endokarditis, dan septicemia
penggunaan topical, dan profilaksis untuk
bakteri endokarditis dan tindakan bedah
Dosis dewasa : Diberikan secara I.V atau I.M
Konfensional 1 2,5 mg/kg BB/dosis setiap
8 12 jam untuk mendapatkan kadar puncak
secara cepat pada terapi
Dosis tunggal 4 7 mg/kg BB/dosis
tunggal/hari
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap Gentamisin &
Aminoglikosida Lain
Efek samping : SSP neurotosisitas (vertigo, ataxia)
Cardiovaskuler edema
Ginjal nefrotoksik (meningkatkan klirens
keratin)
Kulit rash, gatal, kemerahan
Neuromuskular & Skeletal gait instability
Optic ototoksisitas (vestibular)
Metronidazol
Golongan/ kelas terapi : Anti Infeksi
Indikasi : Infeksi anaerobic (termasuk gigi), termasuk
protozoa, eradikasi Helicobacter pylori; infeksi
kulit
Dosis : Infeksi anaerobic (pengobatan biasanya
selama 7 hari dan 10 hari untuk penggunaan
antibiotika pada pengobatan colitis).
Oral dosis awal 800 mg kemudian 400 mg
setiap 8 jam atau 500 mg setiap 8 jam selama
3 hari.
Infus I.V lebih dari 20 menit, 500 mg
setiap 8 jam.
Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap metronidazol,
turunan nitromidazol, atau komponen yang
ada dalam persediaan.
Efek samping : SSP mengantuk, sakit kepala, pusing,
ataksia, pheripheral neuropathy, transient
epilepsy-form seizure
GI mual, muntah, gangguan pengecapan,
lidah kasar, dan gangguan saluran pencernaan
Kulit rash, eritema multiform, pruritus,
utikaria, angiodema dan anafilaksis
Hematologi trombositopenia, anemia
aplastik, leukopenia
Hepatik abnormalitas tes fungsi hati,
hepatitis, jaundice
Renal urin berwarna gelap
Cefotaxim
Pemberian I.V minimal 2 gram tiap 12 jam selama 5 hari
Kombinasi 1 gr amoxicillin dan 0,2 gr asam klavunat
Diberikan I.V 4 kali sehari
Ofloxacin
Diberikan secara oral 400 mg setiap 12 jam. Pemberian ofloxacin peroral ini
menguntungkan bagi pasien PBS (Peritonitis Bakterial Skunder) tanpa
komplikasi yang tidak perlu dirawat.
Profilaksis
Norfloxacin 400 mg tiap 12 jam selama 7 hari. Pada pasien yang baru
sembuh dari PBS maka Norfloxacin diberikan paling sedikit selama 6 bulan.

3.1. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa yang muncul pada pasien dengan kasus peritonitis berdasarkan
rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain:
Pre Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual,muntah, anoreksia.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
4. Konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.

Post Operasi

1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik


2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang
tidak adekuat.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

3.2. INTERVENSI KEPERAWATAN


Intervensi menurut Mc.Closkey dalam Nursing Intervention Classsification
(NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson dalam Nursing
Outcome Classification ( NOC) , antara lain:
Pre Operasi
1. Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat
berkurang atau hilang.
NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah membaik
3. Kegelisahan atau ketegangan otot berkurang
4. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
5. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
NIC : Penatalaksanaan nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,
keparahan, factor presipitasinya
2. Observasi ketidaknyamanan non verbal
3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,
perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
5. Anjurkan pasien untuk istirahat
6. Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
7. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

2. Dx II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan mual,muntah, anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi pasien
adekuat.
NOC : Status Gizi, kriteria hasil:
1. Mempertahankan berat badan.
2. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
3. Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
4. Turgor kulit baik.
NIC : Pengelolaan Nutrisi
1. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
3. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
4. Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
5. Pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

3. Dx III. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh
kembali normal 370 C
NOC : Thermoregulation,kriteria hasil:
1. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
2. Suhu tubuh dalam batas normal
3. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
4. Perubahan warna kulit tidak ada
NIC : Fever Treatment
1. Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
2. Pantau warna kulit dan suhu
3. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya
selembar pakaian.
4. Berikan cairan intravena

4. Dx IV. Konstipasi berhubungan dengan pola makan yang buruk.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan konstipasi
teratasi.
NOC : Eliminasi defekasi, kriteria hasil:
1. Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan
2. Mengeluarkan feses tanpa bantuan.
3. Mengingesti cairan dan serat dengan adekuat.
NIC : Penatalaksanaan defekasi
1. Pantau pergerakan defekasi meliputi frekuensi, konsistensi,bentuk,
volume, dan warna yang tepat.
2. Perhatikan masalah defekasi yang telah ada sebelumnya, rutinitas
defekasi dan penggunaan laksatif.
3. Instruksikan pada pasien dan keluarga tentang diet, asupan
cairan,aktivitas dan latihan.
4. Awali konferensi keperawatan dengan melibatkan pasien dan keluarga
untuk mendorong perilaku positif yaitu perubahan diet.
5. Beri umpan balik positif untuk pasien saat terjadi perubahan tingkah laku.

5. Dx V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien bebas
dari gejala peritonitis.
NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1. Terbebas dari tanda dan gejala peritonitis.
2. Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan,genitourinaria, dan
imun dalam batas normal.
3. Menunjukan gejala dan tanda infeksi dan mengikuti prosedur dan
pemantauan.
NIC : Pengendalian Infeksi
1. Pantau TTV dengan ketat, khususnya adanya peningkatan frekuensi
jantung dan suhu serta pernafasan yang cepat dan dangkal untuk
mendeteksi rupturnya apendiks.
2. Observasi adanya tanda-tanda lain peritonitis ( misal hilangnya nyeri
secara tiba-tiba pada saat terjadi perforasi diikuti dengan peningkatan
nyeri yang menyebar dan kaku abdomen, distensi abdomen, kembung,
sendawa karena akumulasi udara, pucat, menggigil, peka rangsang
untuk menentukan tindakan yang tepat.
3. Hindari pemberian laksatif,karena dapat merangsang motilitas usus dan
meningkatkan resiko perforasi.
4. Pantau jumlah SDP sebagai indikator infeksi.
5. Lindungi pasien dari kontaminasi silang.

Post Operasi
1. Dx. I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat
berkurang atau hilang.
NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
NIC: Penatalaksanaan nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,
keparahan.
2. Observasi ketidaknyamanan non verbal
3. Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,
perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
5. Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat
nyeri.
6. Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

2. Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan


yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan
cairan pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
NOC : Fluid balance, kriteria hasil:
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran
mukosa lembab,
4. Tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC : Fluid Management
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor vital sign dan status hidrasi
3. Monitor status nutrisi
4. Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu
pembekuan.
5. Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
6. Atur kemungkinan transfusi darah.

3. Dx. III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.


Tujuan: Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi
infeksi pada luka bedah.
NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1. Bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2. Higiene pribadi yang adekuat.
3. Mengikuti prosedur dan pemantauan.
NIC: Pengendalian Infeksi
1. Pantau tanda dan gejala infeksi( suhu, denyut jantung, penampilan luka).
2. Amati penampilan praktek higiene pribadi untuk perlindungan terhadap
infeksi.
3. Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi.
4. Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan pemakaian set
ganti balut yang steril.
5. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah.
4. Dx. IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat beraktivitas
tanpa mengalami kelemahan.
NOC : Konservasi energi, kriteria hasil:
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi, dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
NIC : Management Energi
1. Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas sehari-hari, atur
periode istirahat dan aktivitas
2. Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari aktivitas yang
berlebihan
3. Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi
4. Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan aktivitas
5. Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.
6. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA
Andra. 2007. Peritonitis Pedih dan Sulit Diobati. www.majalah-farmacia.com. 2
Desember 2007.
Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott
Company. Philadelphia. 1984.
Doenges, Marilynn E. et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta : EGC.
Johnson, Marion et all. 2000. Iowa Intervention Project Nursing Outcomes
Classification (NOC). St. Louis : Mosby Inc.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
McCloskey, Joanne C. dan Gloria M. Bulechek. 1996. Iowa Intervention Project
Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis : Mosby - Year Book
Inc.
Potter dan Perry. 1999. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Vol 2. Buku
Kedokteran. Jakarta : ECG.
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima
Medika.
Soeparman, dkk. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI

You might also like