You are on page 1of 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PERITONITIS

Oleh

Kelompok 8A

Vinda Nordiana Santoso 1401100011


Dedi Irawan 1401100021
Tiana Rachmadita 1401100034
Rizki Puji S. 1401100051

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

DIII KEPERAWATAN MALANG

AGUSTUS 2016
SAP (SATUAN ACARA PENYULUHAN)
PERITONITIS

Topik : Peritonitis

Sub topik : Peritonitis

Hari/tanggal : Kamis, 25 Agustus 2016

Waktu/jam : 30 menit/ 12.30- 13.00

Tempat: Ruang 13 RSSA

Peserta : Keluarga pasien di ruang 13 RSSA

A. Tujuan Instruksional
Tujuan Umum :
Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, peserta dapat memahami
tentang konsep peritonitis dan pencegahannya.
Tujuan Khusus :
Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit peserta mampu :
1. Peserta mengetahui pengertian peritonitis
2. Peserta mengetahui klasifikasi peritonitis
3. Peserta mengetahui penyebab peritonitis
4. Peserta mengetahui tanda dan gejala peritonitis
5. Peserta mengetahui komplikasi peritonitis
6. Peserta mengetahui penatalaksanaan peritonitis
7. Peserta mengetahui pencegahan peritonitis

B. Sub Pokok Bahasan


1. Pengertian peritonitis
2. Klasifikasi peritonitis
3. Penyebab peritonitis
4. Tanda dan gejala peritonitis
5. Komplikasi peritonitis
6. Penatalaksanaan pertonitis
7. Pencegahan peritonitis

C. Kegiatan Penyuluhan
Tahap dan Kegiatan Penyuluh Kegiatan Pasien
Waktu
Pendahuluan 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
5 menit 2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan dengan baik
3. Menjelaskan sub topik yang akan 3. Mendengarkan dengan
dibahas seksama
4. Menjelaskan maksud, tujuan, dan
kontrak waktu
Penyajian 1. Menjelaskan pengertian 1. Mendengar dengan seksama
20 menit 2. Memperhatikan dengan baik
peritonitis
3. Bertanya
2. Menjelaskan klasifikasi
peritonitis
3. Menjelaskan penyebab peritonitis
4. Menjelaskan tanda dan gejala
peritonitis
5. Menjelaskan komplikasi
peritonitis
6. Menjelaskan penatalaksanaan
pertonitis
7. Menjelaskan pencegahan
peritonitis
Penutup 1. Memberikan kesempatan peserta 1. Bertanya jika ada yang belum
5 menit
untuk bertanya mengerti
2. Memberikan pertanyaan kepada 2. Menjawab pertanyaan
3. Mendengar dengan seksama
peserta
4. Menjawab salam penutup
3. Menyimpulkan kegiatan
penyuluhan
4. Mengucapkan salam penutup

D. Evaluasi:
1. Evaluasi Terstruktur
a. Meminta perizinan kepada kepala ruang dan petugas ruang tunggu
untuk mengadakan penyuluhan
b. Meminta keluarga yang ada di ruang tunggu untuk mengikuti proses
penyuluhan.
c. Penyuluh menyiapkan SAP, materi dan media pembelajaran berupa
power point
2. Evaluasi Proses
Peserta terlihat antusias dan kooperatif. Proses penyuluhan berjalan lancar
dan dalam keadaan kondusif.
3. Evaluasi Hasil
Pelaksanaan pre dan post test terlaksana dengan baik. Peserta dapat
menjawab pertanyaan yang diberikan oleh penyuluh. Peserta mampu
menguasai 80% materi tentang konsep peritonitis serta pencegahannya.

E. Materi
(Terlampir)

F. Daftar Pustaka
1. Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8
vol.3. EGC. Jakarta
2. Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta:
EGC
3. Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
4. Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja,
atau di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
5. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
6. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
7. Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
8. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
9. Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,
Jakarta.
10.
11. MATERI PERITONITIS
1. Pengertian peritonitis
12. Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang
melapisi rongga abdomen (Corwin, 2000)

13. Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer


atau sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasita
peritoneal oleh bakteri atau kimia (marylinn E,doenges, 1999 hal:513)

14. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa


rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya
nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum
inflamasi.

15. Peritonitis adalah peradangan pada peritonitis yang merupakan


pembungkus visera dalam rongga perut. Peritonitis adalah suatu respon inflamasi
atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi
bakteri.

2. Penyebab
16. Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas
penyebab primer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis
pada organviseral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah
terapi awal yang adekuat). Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan
menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses abdomen (lokal).
17. Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous
bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan
karena infeksi intraabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites
akibat penyakit hati kronik. Kira - kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis
dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial.
18. Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan
kelenjar getah bening ke peritoneum. Jenis jarang peritonitis - kurang dari 1% dari
semua kasus peritonitis primer.
19. Jenis yang lebih umum dari peritonitis, yang disebut peritonitis
sekunder, disebabkan infeksi ketika datang ke peritoneum dari gastrointestinal atau
saluran bilier. Kedua kasus peritonitis sangat serius dan dapat mengancam
kehidupan jika tidak dirawat dengan cepat.
20. Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi
appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling
sering kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi kolon
asenden (usus halus).
21. Penyebab iatrogenik umumnya bersal dari trauma saluran cerna
bagian atas termasuk pankreas, saluran empedu dan kolon juga dapat terjadi dari
trauma endoskopi. Jahitan operasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab
tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi
non infeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi
seharunsnya kurang dari 2 %. Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya
apendisitis, diventikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi beresiko kurang dari 10%
terjadi peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Resiko terjadinya peritonitis
sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya terlibatan duodenum, pancreas
perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfusi yang pasif.
22. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan
merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, Nadi cepat dan kecil,
perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire, muka penderita yang mula-mula
kemerahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin.
23.
3. Tanda dan Gejala Peritonitis
24. Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu
demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi
hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum
maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa
tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari
palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita
dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic
inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu
pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan
steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran
(misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan
analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
25.
26.
27. Tanda gejala yang lain juga terjadi :
1. Nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi
2. Demam menggigil
3. Perut gembung tapi kadang-kadang ada diarrhea
4. Muntah
5. Pasien gelisah, mata cekung
6. Pembengkakan dan nyeri di perut
7. Demam dan menggigil
8. Kehilangan nafsu makan
9. Haus
10. Mual dan muntah
11. Urin terbatas
12. Bisa terdapat pembentukan abses.
13. Sebelum mati ada delirium dan coma
28.
4. Komplikasi
29. Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis
bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi
komplikasi dini dan lanjut, yaitu :

a. Komplikasi dini
1. Septikemia dan syok septic
2. Syok hipovolemik
3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multi system
4. Abses residual intraperitoneal
5. Portal Pyemia (misal abses hepar)
30.
b. Komplikasi lanjut

31. 1. Adhesi
32. 2. Obstruksi intestinal rekuren
33.
34.

5. Penatalaksanaan

35. Penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :

1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan fokus utama dari


penatalaksanaan medik.
2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi
ventilasi.
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7. Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan
diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.

36. Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir


semua
37. penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan antara lain:
1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,
extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran
cerna yang tidak teratasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.
38. Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
1. Mengeliminasi sumber infeksi.
2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
39. Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan
pasien untuk tindakan bedah antara lain :
1. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
2. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
3. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
4. Pemberian terapi cairan melalui I.V.
5. Pemberian antibiotic.
40. Terapi bedah pada peritonitis antara lain :
1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari
pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa,
lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah,
dan jaringan yang nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
4. Irigasi kontinyu pasca operasi.
41. Terapi post operasi antara lain:
1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2. Pemberian antibiotic
3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus
pulih, dan tidak ada distensi abdomen.
42. 1) Terapi
43. Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang
hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai,
dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal,
pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila
mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
44. Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting.
Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran
oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral,
dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.
45. a. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.
Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah
jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme
mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga
merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat
pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
46. b. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang
menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup.
Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi
yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat
patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum
yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi
viskus yang perforasi.
47. c. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan
menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi
ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal
sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila
peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena
tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
48. d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain
itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat
menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan
dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan
untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.
49. 2) Pengobatan
50. Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama
bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau
divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang
panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan
antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
51. Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga fase yaitu :
1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan
untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi.
Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran
praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan.
Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan
pengkajian pasien praoperatif ditempat ruang operasi.
2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau
dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan dapat meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi
intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas
keperawatan terbatas hanyapada menggemgam tangan pasien selama induksi
anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau
membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan
prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh.
3. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan
berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup
keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase
pascaoperatif langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan
memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan
kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan,
perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang
berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih
detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan, proses keperawatan
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.

52.

53. 6. Pencegahan

54. Cara pencegahan peritonitis utamanya adalah menghindari semua


penyebabnya, baik penyebab utama maupun penyebab sekundernya.

55. 1. Mengurangi minum alkohol dan obat yang dapat menyebabkan sirosis.

56. Alkoholisme: konsumsi alkohol yang berlebihan adalah salah satu faktor yang
dapat

57. menyebabkan sirosis. Karena alkohol memiliki efek yang toksik terhadap organ
liver dan dapat merusak sel-sel pada liver. Racun/obat-obatan: pemakaian jangka lama
obat-obatan atau eksposur pada racun dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan
akhirnya sirosis.

58. - Contoh-contoh dari obat-obat yang dapat menyebabkan hepatitis akut termasuk
acetaminophen (Tylenol), phenytoin (Dilantin), aspirin, isoniazid (Nydrazid,

59. Laniazid), diclofenac (Voltaren), dan amoxicillin/clavulanic acid (Augmentin).

60.
61.
62. DAFTAR PUSTAKA

63.

64. Hidayat, A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2004. Buku Saku Praktikum
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta; EGC

65. Santosa, Budi 2005. Panduan diagnosa keperawatan Nanda. Prima Medika.

66. Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta

67. http://www.scribd.com/doc/101947192/Peritonitis (diakses tanggal 20 Agustus


2016, pukul 10.12)

68. http://.medicastore.askep_peritonitis//10/Oktober:2007.html (diakses tanggal 20


Agustus 2016, pukul 10.17)

69. http://dokumen.tips/documents/faktor-resiko-dan-pencegahan-peritonitis.html
(diakses tanggal 20 Agustus 2016, pukul 21.24)

70. http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35844-Kep%20Pencernaan-
Askep%20Peritonitis.html#popup (diakses tanggal 20 Agustus 2016, pukul 21.27)

71. Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah,Edisi 8,Vol.2. Jakarta:


EGC

72. Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. ECG ;
Jakarta

73.
74.
75.

You might also like