You are on page 1of 15

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

Pendidikan Pancasila

yang dibina oleh Bu Desinta Dwi Rapita, S.Pd, SH., MH.

oleh: Kelompok 4

Desy Putri Anggraeni (160331605643)

Ervan Cahya Nugraha (160331605685)

Naufal Aushaf (160331605609)

Nur Romadhona Lailatul Qodriyah (160331605676)

Rosilatus Sadila (160331605622)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN KIMIA

Februari 2017

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi..ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....1
1.2 Rumusan
Masalah...1
1.3 Tujuan Makalah.
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kognitif...
3
2.2 Perkembangan Kognitif.
3
2.3 Proses-proses Kognitif...4
2.4 Tahap-tahap Masa Perkembangan Menurut Jean Piaget.5
2.5 Kelebihan dan Kelemahan Teori Kognitif.10
2.6 Teori Piaget dan Hubungannya dengan Pendidikan.10
2.7 Penerapan Teori Piaget dalam Pembelajaran IPA SD.13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.14
3.2 Saran...14

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah
senantiasa memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini untuk pemenuhan tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.

Tidak lupa, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung penulisan
makalah ini, baik secara material maupun immaterial. Karena penulisan makalah ini tidak lepas dari
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Sebagai manusia, yang tidak luput dari salah dan khilaf. Saya sadar bahwa dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran saya harapkan dri
berbagai pihak demi karya yang lebih baih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan pembaca. Terima kasih.

Malang, Februari 2017

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seorang anak memulai pengetahuan dan pengalamannya sendiri dengan bersosialisasi


dengan lingkungan. Sebagian besar bergantung pada seberapa jauh anak tersebut aktif
berinteraksi dengan lingkungan.Dalam hal ini peran seorang guru sangat diperlukan
dalam memberi informasi kepada peserta didik. Perkembangan cara berfikir dari masa
bayi sampai usia dewasa dapat berpengaruh terhadap cara berinteraksi dengan lingkungan
Istilah kognitif mulai banyak dikemukakan ketika teori teori jean piaget banyak
ditulis dan dibicarakan lagi pada kira-kira permulaan tahun 60 an. Pengertian kognitif itu
sendiri sebenarnya meliputi aspek aspek-aspek struktur intelek yang dipengaruhi untuk
mengetahui sesuatu. Secara sederhana, kemampuan kognitif adalah kemampuan anak
untuk berfikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan
masalah. Dengan demikian dapat dipahami perkembangan kognitif adalah salah satu
aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu
semua proses psikologi yang berkaitan dengan bagaimana cara individu mempelajari dan
memikirkan lingkungan.
Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau
priode-periode yang terus bertambah kompleks. Teori piaget merupakan akar revolusi
kognitif saat ini yang menekankan pada mental. Pigget memberikan proses pembentukan
pengetahuan dari pandangan yang lain. struktur kognitif merupakan sekelompok ingatan
yang tersusun dan saling berhubungan aksi dan strategi yang dipakai oleh anak anak
untuk memahami dunia sekitar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pokok pokok teori kognitif dan perkembangannya dari pemikiran piaget ?
2. Apa proses-proses pada teori piaget ?
3. Apa saja tahapan-tahapan perkembangan pada teori piaget ?
4. Kelebihan dan kelemahan teori kognitif ?
5. Bagaimana penerapan teori kognitif dalam belajar sebagai upaya peningkatan prestasi
anak didik ?

1.3 Tujuan Makalah


1. Memahami pokok pokok pembahasan teori kognitif dan pemikiran piaget
2. Mengetahui proses-proses pada teori piaget
3. Memahami tahapan-tahapn perkembangan pada teori piaget
4. Mengoptimalkan dan memperbaiki pada teori piaget
5. Menjadikan pedoman dalam pengaplikasian teori kognitif dalam pengembang
potensi-potensi anak didik ?

BAB II
PEMBAHASAN

4
2.1 Pengertian Kognitif

Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif
diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisa, sintesa, evaluasi. Kognitif berarti persoalan yang menyangkut
kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih
menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek
operasional yang dimiliki orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering
mendengarkan kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik misalnya, seorang guru
diharuskan memiliki kompetisi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki
kemampuan intelektual, seperti kemampuan penguasaan materi pelajaran, pengetahuan
mengenai cara belajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.

2.2 Perkembangan Kognitif

teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan
bagaimana anak beradaptasi. Piaget mengemukakan bahwa perkembangan kognitif bukan
hanya hasil kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan saja, melainkan
interaksi antara keduanya.Menurut pandangan ini organisme aktif mengadakan hubugan
dengan lingkungan. Penyesuaian terhadap objek-objek yang ada dilingkungannya, yang
merupakan proses interaksi yang dinamis inilah yang disebut dengan kognisi. Sebagai
fungsi mental yang berhubungan dengan proses mengetahui, proses kognitif meliputi
aspek aspek persepsi, ingatan, pikiran, symbol, penalaran dan pemecahan persoalan.
Bahasa menjadi salah satu objek material dalam psikologi kognitif karena bahasa
merupakan perwujudan fungsi-fungsi kognitif.
Menurut piaget mekanisme dan proses perkembangan intelektual terjadi sejak masa
bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang menjadi seorang individu yang
dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis-hipotesis. Melalui penelitiannya, dia
menyimpulkan bahwa organisme bukanlah agen yang pasif dalam perkembangan
genetik.Perubahan genetic bukanlah peristiwa yang menuju kelangsungan hidup suatu
organisme, melainkan adanya adaptasi terhadap lingkungannya dan adanya interaksi
antara organisme dan lingkungannya.

2.3 Proses-proses Kognitif


1. Skema

5
Menurut Piaget (1954) seorang bayi yang berusaha membangun pemahaman
mengenai dunia berarti otak mereka sedang berkembang yang kemudian menciptakan
sebuah skema yaitu beragai tindakan atau representasi mental yang mengorganisasikan
pengetahuan. Dimana skema itu terbagi menjadi dua, yaitu skema perilaku (aktifitas,
merupakan ciri yang berkembang di masa bayi) dan skema mental (aktivitas kognitif yang
berkembang di masa kanak-kanak ). Skema bayi dibangun dengan tindakan-tindakan
sederhana yang dapat ditampilkan terhadap objek-objek, seperti menghisap, melihat, dan
menggenggam. Sedangkan anak-anak yang lebih tua mempunyai skema-skema yang
mencakup berbagai strategi dan rencana untuk pemecahan masalah. Sebagai contoh
ketika jacqualine berusaha membuka pintu tanpa kehilangan helaian-helaian rumput yang
digenggamnya. Pada orang dewasa skema-skema itu dapat berupa cara mengemudikan
mobil, menyeimbangkan anggaran belanja, dan konsep keadilan.

2. Asimilasi dan akomodasi

Asimilasi dan akomodasi merupakn dua konsep untuk menjelaskan vagaimana anak-
anak mrnggunakan dan mengadaptasikan skema-skemanya. Asimilasi terjadi ,ketika anak
menggunakan skema yang dimilikinya untuk menangani informasi atau pengalaman baru.
Contohnya, anak yang sudah bisa mengucapkan kata mobil dan mengerti bahwa mobil
ialah suatu benda yang digunakannya untuk bepergian dengan keluarganya mungkin
mengatakan bahwa semuaa kendaraan yang dilihatnya dijalanan seperti truk, bus, dan
motor adalah mobil. Sedangkan akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan skema yang
dimilikinya agar sesuai dengan informasi dan pengalaman yang ia peroleh. Contohnya,
ketika anak berusaha memperhalus kategori mobil, bahwa truk bukanlah mobil yang bisa
ia gunakan dengan keluarganya untuk bepergian dan motor hanya memiliki 2 roda tidak
bisa disebut sebagi mobil.

3. Organisasi

Organisasi merupakan pengelompokan perilaku dan pemikiran yang terpisah satu


sama lain kedalam suatu sistem yang tingkatannya lebih tinggi. Contohnya, ketika anak
mengetahui tongkat itu panjang, ia ingin meraih suatu mainan yang menyangkut diatas
pohon tapi ia tidak bisa meraihnya karena ia pendek, selanjutnya ia menggunakan
menggunakan pengorganisasian ini untuk meraihnya mainan dengan tongkat yang ada.

4. Ekuilibrasi

Ekuilibrasi merupakan proses pembaharuan keseimbangan diantara ketidakpahaman


sekarang dan pengalaman baru. Dalam usahanya anak akan terus menggunakan proses
asimilasi dan akomodasi untuk menghasilkan perubahan kognitif. Anak dalam upaya
memahami dunianya secara terus menerus akan mengalami konflik kognitif atau
ketidakseimbangan (disequilibrium). Artinya, secara terus-menerus anak dihadapkan pada
contoh-contoh yang berlawanan dengan skema yang sudah adapada dirinyadan
menimbulkan inkonsistensi. Selanjutnya, anak akan berusaha melakukan a similasi dan
akomodasi dengan menyesuaikan skema-skema lama, mengembangkan skema-skema
baru, dan melakukan organisasi serta reorganisasi terhadap skema-skema lama dan baru.
6
Akhirnya, organisasi baru yang terbentuk akan memiliki perbedaan mendasar
dibandingkan dengan organisasi yang lama; organisasi baru ini merupakan suatu cara
berpikir yang baru.

2.4 Tahap-tahap Masa Perkembangan Menurut Jean Piaget

Jean Piaget membagi tahap-tahap perkembangan dalam masa masa perkembangan


sebagi berikut:

a) Tahap 1: Masa sensori-motor (0-2,0 tahun)

Tahap ini berlangsung mulai dari kelahiran hingga usia 2tahun. Dalam tahap ini, bayi
membangun suatu pemahaman mengenai dunia dengan cara mengoordinasikan
pengalaman-pengalaman sensoris (mendengar, melihat) melalui tindakan-tindakan fisik-
motorik. Pada awal tahap ini bayi-bayi baru lahir telah memiliki lebih dari sekedar
refleks. Pada akhir tahap ini, bayi berusia 2tahun gtelah dapat menghasilkan pola-pola
sensorimotor yang kompleks dan menggunakan simbol-simbol primitif. Sebagai
contohnya adalah hal yang dilakukan oleh piaget terhadap putrinya yaitu membuka dan
menutup korek api dihadapan putrinya. Kemudian putrinya menirukan peristiwa itu
dengan membuka dan menutup mulutnya. Hal ini jelas merupakan suatu ekspresi yang
berkaitan dengan gambarannya mengenai peristiwa tersebut.

Pada akhir tahap ini, bayi sudah memahami tentang ketetapan objek yang bagi piaget
hal iini merupakan petunjuk penting dalam perkembangan kognitif bayi. Sebagai contoh,
bayi diperlihatkan dengan boneka kera lalu antara bayi dengan boneka kera tersebut
diberi penghalang sehingga bayi tidak dapat melihat boneka kera didepannya lagi.
Beberapa saat bayi tersebut tidak mencarinya, namun setelah itu ia mencarinya yang
merupakan indikasi bahwa bayi menganggap bahwa objek tersebut bersifat tetap atau
disebut ketetapan objek.

Sensorimotor (0-2 tahun)


N Periode Implikasi
o
1 Reflexes Tingkah laku bayi kebanyakan bersifat refleks,
(umur 0-1 bulan) spontan tidak sengaja, dan tidak terbedakan

Contoh:
refleks menangis, mengisap, menggerakkan
tangan dan kepala, mengisap benda
didekatnya, dan lain-lain.

7
Sensorimotor (0-2 tahun)
N Periode Implikasi
o
2 Primary Circular Reaction Kebiasaan dibuat dengan dengan mencoba-
(umur 1-4 bulan) coba dan mengulang-ulang suatu tindakan

Contoh:
seorang bayi mengembangkan kebiasaan
mengisap jari. Awalnya ia tidak dapat
mengangkat tangannya ke mulut, lalu pelan-
pelan mencoba dan akhirnya bisa. Setelah itu
menjadi lebih cepat melkukan kembali. Maka
itu, terjadilah suatu kebiasaan mengisap ibu
jari
3 Secondary Circular Reaction Pada periode ini, seorang bayi mulai
(umur 4-8 bulan) menjamah dan memanipulasi objek apapun
yang ada di sekitarnya

Contoh:
seorang bayi diletakkan diatas ranjang dan
diberi mainan yang akan berbunyi jika talinya
dipegang. Suatu saat ia main-main dan
menarik tali itu. Ia mendengar bunyi yang
bagus dan ia senang. Maka, ia akan menarik
tali itu agar muncul bunyi yang sama
4 Coordinatory of Secondary Seorang bayi mulai membedakan antara
Reaction sarana dan hasil tindakannya.
(umur 8-12 bulan)
Contoh:
seorang bayi diberi mainan tetapi letaknya
jauh. Di dekatnya terdapat tongkat kecil dan
dia akan menggunakannya untuk menggapai
mainan tersebut
5 Tertiary Circular Reaction Masa anak mulai mengembangkan cara-cara
(umur 12-18 bulan) baru untuk mencapai tujuan dengan
eksperimen

Contoh:
anak diberi makanan yang diletakkan di meja.
Ia akan mencoba menjatuhkan makanan itu
dan memakannya.
6 Symbolic Thought Seorang anak sudah mulai menemukan cara-
(umur 18-24 bulan) cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan
fisis dan eksternal tetapi juga dengan
koordinasi internal dalam gambarannya

Contoh:

8
Sensorimotor (0-2 tahun)
N Periode Implikasi
o
Lauren mencoba membuka pintu kebun. Ia
tidak berhasil karena pintu disangga oleh
sebuah kursi diseberangnya. Ia pergi di sisi
lain dan memindahkan kursi yang
menghambat tersebut, padahal ia tidak
melihat. Dari kejadian tersebut, tampak jelas
bahwa lauren dapat mengerti apabila penyebab
pintu itu adalah sesuatu yang berada
dibelakang pintu tersebut, meskipun ia tidak
melihat.

b) Tahap 2: Masa Pra-operasional (2-7 tahun)

Pada tahap ini anak mampu menggunakan simbol (fungsi simbolik) yaitu kemampuan
yang digunakan untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada atau tidak terlihat. Fungsi
simbolik ini bisa nyata atau abstrak. Contohnya, mainan pisau dari plastik adalah sesuatu
yang nyata, mewakili pisau yang sesungguhnya. Kata pisau sendiri bisa mewakili sesuatu
yang abstrak seperti bentuknya dan tajamnya. Dengan berkembangnya kemampuan
mensimbolisasikan ini, anak memperluas ruang lingkup aktivitasnya yang menyangkut
hal-hal yang sudah lewat, atau hal-hal yang akan datang, disamping waktu sekarang.

Pada masa ini anak sudah bisa menemukan objek yang tersembunyi dengan
melakukan simbolisasi terhadap objek yang tidak dilihatnya ketika terjadi pemindahan
objek. Anak juga bisa melakukan sesuatu dari hasil meniru atau mengamati tingkah laku
orang yang ada disekitarnya dengan membentuk tanggapan internal sebab anak tidak
langsung menirukan ketika ia melihat atau mengamatinanya, melainkan menyimpan dan
memperagakannya dilain waktu.

Fase praoprasional dapat dibagi menjadi 3 subfase, yaitu subfase berpikir


secara simbolis, subfase berfikir secara egoisentris dan subfase berpikir secara intuitif.
Subfase Fungsi Simbolis (Usia 2-4 tahun)

Anak mulai memahami bahwa pemahamnya tentang benda-benda di sekitarnya tidak


hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan
melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Kegiatan simbolis ini dapat berbentuk
melakukan percakapan melalui telepon mainan atau berpura-pura menjadi bapak atau
ibu, dan kegiatan simbolis lainya. pada masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk
menggambarkan suatu objek yang secara fisik tidak hadir. Misalnya anak dapat
menggambar manusia secara sederhana. Biasanya pada subfase ini anak menggambar
manusia lidi, jadi menggambar hanya menggunakan simbol-simbol saja.
Subfase Berpikir Secara Egoisentris (Usia 2-4 tahun)
9
Anak berpikir secara egoisentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk
memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Benar atau tidak benar, bagi anak
pada fase ini, ditentukan oleh cara pandangnya sendiri yang disebut dengan istilah
egoisentris.
Subfase Berpikir Secara Intuitif (usia 4-7 tahun)

Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif karena. Tahap ini adalah tahap
persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Pada tahap ini pemikiran anak lebih
banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia
melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula.
Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep
kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. ciri-ciri
anak pada tahap ini juga belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau
lebih secara bersamaan atau masih belum maksimal terhadap konsentrasi (contration),
animism (Nafisah: 2014)

c) Tahap 3: Masa konkrit-operasional (7-11 tahun)

Pada masa ini anak-anak sudah bisa melakukan tugas-tugas konservasi dengan baik.
Anak sudahmengetahui dengan pasti benda-benda yang ada disekitarnya, mampu
mengonversikan angka dan dimensi-dimensi seperti luas dan volume. Kemampuan anak
untuk melakukan operasi-operasi mental dan kognitif memungkinkannya bisa berfikir
untuk melakukan tindakan tanpa melakukannya dengan nyata. Namun, hal-hal yang
dipikirkan oleh anak masih bersifat terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya dengan
sesuatu yang konkrit, suatu realitas secara fisik. Pada tahap ini anak juga bersifat
egosentris.

Pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan
bantuan benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan,
kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari
sudut pandang yang berbeda secara objektif. Anak pada tahap ini sudah cukup matang
untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena
itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-
anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas
logika.
Pada peringkat ini anak sudah menguasai segi kekekalan atau conservation adalah
suatu kuantiti yang tidak akan berubah walaupun terdapat perubahan di dalam
kewujudanya atau apareance jika menunjukkan empat kelereng dengan susuna lurus
dengan kelereng yang diletakkan secara acak maka anak pada masa oprasionalkonkrit
akan mengatakan bahwa kuantitas dari kelereng itu sama. Sedangkan anak pada mas
praoprasional akan mengatakan bahwa kelerengyang disusun secara acak memiliki
kuantitas lebih banyak.

10
d) Tahap 4: Masa Formal-operasional (11 tahun-dewasa)

Masa ini terjadi ketika seorang anak memperkembangkan kemampuan kognitif untuk
berpikir abstrak dan hipotetis. Pada masa ini anak bisa memikirkan hal-hal apa yang akan
atau mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak dan menduga apa yang mungkin terjadi serta
dapat menentukan kesimpulan dari suatu pernyataan. Perkembangan lain pada masa anak
bisa disebut dengan masa remaja yaitu kemampuan untuk untuk berpikir sistematik.

Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal
yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak
diperlukan lagi. Selain itu pada tahap ini individu dapat berpikir secara abstrak,
menangani situasi-situasi perumpamaan dan berpikir mengenai berbagai kemungkinan
(dalam Human Development, Papalia, Old, Feldman, 2009 ; 46). Sehingga ketika masa
ini individu sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoretis formal
berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas
dari apa yang diamati saat itu.

Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan


menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki
kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan
di antara hubungan-hubungan, memahami konsep persepsi.
2.5 Kelebihan dan Kelemahan Teori Kognitif
Setiap teori pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Berikut ini adalah kelebihan
dan kekuranagan teori kognitif:

a. Kelebihan teori kognitif


1. Menjadikan siswa lebih kreatif, dengan terbelajar kognitif siswa dituntut lebih
kreatif karena mereka tidak hanya merespon dan menerima rangsangan saja ,tapi
memproses informasi yang diperoleh dan berfikir untuk dapat menemukan ide-
ide dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan membuat siswa lebih
mandiri.Contohnya saat mengerjakan soal siswa itu tidak mencotek temannya
sehingga siswa belajar menggunakan fikirannya sendiri untuk mengasah daya
ingatnya tanpa bergantung pada orang lain.
2. Membantu siswa memahami bahan belajar secara mudah, karena siswa sebagai
peserta didik merupakan pesertaaktif di dalam proses pembelajaran yang berpusat
pada cara peserta didik mengingat memperoleh kembali dan menyimpan
informasi dalam ingatannya sehingga bahan ajar yang ada mudah dipahami.
b. Kelemahan teori kognitif
1. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan
2. Sulit untuk dipraktikan khususnya di tingkat lanjut

2.6 Teori Piaget dan Hubungannya dengan Pendidikan

Teori piaget tentang perkembangan kognitif anak yang baru lahir dan
seterusnya lebih ditekankan sebagai sumbangannya terhadap pengetahuan tentang
kemanusiaan daripada sebagai penerapannya dalam ruang kelas. Piaget, sejalan
11
dengan Roesseau menganggap bahwa belajar sebagai proses yang aktif dan harus
disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak. Belajar pada anak bukan sesuatu
yang sepenuhnya bergantung pada guru(aliran behaviorisme yang memandang anak
sebai pribadi yang mekanistik) melainkan harus keluar dari anak itu sendiri. Belajar
merupakan proses yang aktif untuk menemukan atau memperoleh sesuatu yang baik
pad bayi maupun pada anak yang memperlihatkan kemajuan-kemajuan dalam
perkembangan intelek dalam menjeljahi dunia dan ini dilakukannya sendiri, timbul
dari dirinya sendiri.

Piaget mengatakan bahwa tugas guru bukan memberikan pengetahuan-


pengetahuan yang diberikan kepada anak, melainkan mencarikan, menunjukkan atau
memberikan alat-alat atau cara yang menimbulkan minat serta merangsang anak
untuk memecahkan atau mengatasi permasalahan-permasalahanya sendiri. Tugas guru
tidaklah semudah yang dibayangkan. Pengetahuan mengenai perkembangan kognitif
dengan penahapannya bisa membantunya. Disamping seorang guru harus peka dan
luwes, seperti yang dikemukakan oleh Ginsburrg dan opper(1969) teerhadap aktifitas-
aktifitas anak, ia belajar dari anak dan diarahkan oleh anak-anak. Misalnya pada anak
yang baru memasuki tahap perkembangan masa konkrit operasional. Guru harus
memahami bahwa anak ini baru mulai memperkembangkan kemampuannya berfikir
logis, tetapi kemampuan berfikirnya masih terikat pada obyek atau benda-benda.
Sehingga, isi dari pembelajarannya harus berupa atau berisikan obyek-obyek yang
nyata yang memungkinkan anak-anak prasekolah melakukan sesuatu terhadap obyek
atau benda. Misalkan, untuk mengajarkan anak-anak berhitung angka, harus
diperlihatkan benda-benda yang dapat dihitung. Untuk mengajarkan tentang warna
kepada anak, maka anak haruslah nenilih sendiri warna-warna yang dibutuhkan, dan
guru tidak memperlihatkan warna tertentu kepada anak untuk dipelajari.

Untuk melatih pengenalan bentuk, anak harus menempatkan bentuk-bentuk


tertentui pada kotak-bentuk yang sesuai, atau menyalin suatu pola bentuk tertentu.
Perkembangan kognitif didasari oleh gerakan dan perbuatan. Jadi anak harus bergerak
dan berbuat sesuatu terhadap obyek yang nyata. Apabila anak sudah mulai menaruh
perhatian kuntuk belajar, maka selanjutnya adalah tugas pendidik untuk
mempertahankan minat tersebut secara lebih lanjut. Berlangsungnya proses
pembelajaran anak ini sangatlah bergantung pada keadaan anak yang memang
menebntukannya sendiri. Ditinjau dari sudut ini maka pelajaran yang diberikan dalam
ruang kelas yang bersifat kelompok memang sering tidak menguntungkan. Namun,
pendidikan perorangan juga banyak kesulitan dan kerugian. Piaget mengemukakan
bahwa interaksi sosial memberikan banyak keuntungan dalam pendidikan. Anak-anak
mulai berfikir logis, yang mengoordinasikan dua dimensi secara serempak, sebagian
karena secara tidak langsung dalam hubungan-hubungannya dengan teman-teman lain
akan mempelajari dua atau lebih perspektif. Dimana perspektif ini berkembang dalam
hubungan hubungannya dengan anak lain, dimana ia merasa sama, merasa bebas dan
bisa menentukan sendiri seperti anak-anak lain. Appabila ia dikuasai oleh anak lain
yang selalu menerangkan segala-galanya, maka kemampuannya mempersepsikan

12
sesuatu tidak akan terbentuk. Selain itu, dalam kesempatan berinteraksi sosial, anak
akan melakukan imitasi yang merupakan suatu faktor penting dalam proses belajar.

Akan tetapi, timbul juga suatu masalah dalam pendidikan mengenai teori
piaget ini, yaitu mengenai tugas-tugas penkonservasian angka-angka yang diberikan
kepada anak-anak pada masa pra operasional. Suatui pendapat yang salah apabila
proses belajar diartikan sebagai mempercepat proses perkembangan kognitif dengan
pemberian tugas pengkonservasian angka. Karena penkonversian angka ini baru bisa
dilakukan anak-anak pada masa konktit-operasional.

Menurut piaget,memberikan pengalaman baru pada anak tanpa memberikan


kesempatan anak untuk juga menumbuhkan fisiknya,hanya akan melaitih anak untuk
memberikan jawaban tertentu terhadap perangsang tertentu pula. Dengan demikian
cara ini tidak akan memperkembangkan atau mengubah dasar struktur metal dengan
kata lain kurang ada gunanya. Mengajar seorang anak sebelum waktunya untuk bisa
menerima dan mempelajari sesuatu akan membutuhkan banyak waktu daripada bila
mana pelajaran itu diberikan pada waktu lain ketika anak telah siap untuk belajar.
Piaget dalam hal ini mengemukakan pentingnya faktor kematangan dalam hal
belajar,dan bahwa anak mempunyai motivasi dari dalam untuk belajar. Hal ini jelas
terlihat pada anak sejak masa sensorimotor ketika anak memperlihatkan keingin
tahuan terhadap hal-hal atau objek-objek yang ada dalam lingkungan hidupnya.

Piaget sama dengan Rousseau yang mengemukakan faktor kematangan dalam


belajar,tidak bisa digolongkan ke dalam kelompok yang tergolong bersikap pesimistis
dalam pendidikan. Kesesuaian antara teori perkembangan kognitif oleh piaget dengan
kurikulum yang diberikan di sekolah menjadi pokok pembahasan yang ramai.
Penahapan perkembangan kognitif yang berurutan secara tertentu,tidak bervariasi dan
bersifat universal memperoleh tanggapan yang gencar. Banyak tokoh psikologi
perkembangan menganggap bahwa teori yang dikemukakan oleh piaget tidak
didasarkan pada hasilpenelitian dengan metodologi yang mantap. Meskipun demikian
percobaan dan penelitian yang dilakukaan berbagai latar belakang sosial dn
kebudayaan dengan metodologi lain yang lebih objektif dan ilmiah,pada umumnya
memberikan hasil yang menyokong teori piaget. Salah satu pokok pembahasan ialah
yang mengenai matematika moderd. Menurut Kohlberg dan Gilligan,kesulitan dalam
mengajarkan matematika modert disebabkan karena usaha untuk mengajar anak-anak
yangsebagian besar berada pada masa kongkrit operasional atau lebih rendah,ide-ide
dan kemampuan yang baru bisa dipelajari anak pada masa formal operasional.

2.7 Penerapan Teori Piaget dalam Pembelajaran IPA SD

Cara pembelajaran IPA di SD berdasarkan teori Piaget :

1. Guru harus selalu memperhatikan pada setiap siswa apa yang mereka lakukan, apakah
mereka melaksanakan dengan benar, apakah mereka tidak mendapatkan kesulitan.

13
2. Guru harus memberikan kesempatan kepada anak untuk menemukan sendiri
jawabannya, sedangkan juga guru harus selalu siap dengan alternatif jawaban bila
sewaktu-waktu dibutuhkan.
3. Pada akhir pembelajaran, guru mengulas kembali bagaimana siswa dapat menemukan
jawaban yang diinginkan.

Untuk membangun pengetahuan pada anak diperlukan metode pembelajaran yang


tepat agar pengetahuan yang dibangun oleh anak dapat terinternalisasi dengan baik,
metode tersebut antara lain:

1. Metode praktik langsung, melalui kegiatan praktik langsung diharapkan anak akan
dapat pengalaman melalui interaksi langsung dengan objek
2. Metode cerita, anak akan mendapat pengetahua tentang bagaiman cara menyampaikan
pesan pada orang lain agar orang lain mampu memahami pesan-pesan yang ingin
disampaikan
3. Metode tanya jawab, membangun pengetahuan melalui pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan sehingga anak dapat menjawab dan membuat pertanyaan sesuai informasi
yang ingin diperoleh
4. Metode proyek, memberikan kesempatan kepada nak untuk melakukan eksplorasi
pada lingkungan sekitar sebagai proyek belajar
5. Metode bermain peran, anak dapat mengembangkan pengetahuan sosial karena
dituntut untuk mempelajari dan memperagakan peran yang akan dimainkan
6. Metode demonstrasi, menunjukkan atau memperagakan suatu tahapan kejadian,
proses dan peristiwa

14
BAB 3

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Dalam pandangan Piaget, belajar yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang diturunkan
oleh guru, melainkan sesuatu yang berasal dari dalam diri anak sendiri. Belajar
merupakan sebuah proses penyelidikan dan penemuan spontan.
Berkaitan dengan belajar, Piaget membangun teorinya berdasarkan pada konsep Skema
yaitu, stuktur mental atau kognitif yang menyebabkan seseorang secara intelektual
beradaptasi dan mengoordinasikan lingkungan sekitarnya. Skema pada prinsipnya tidak
statis melainkan selalu mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan kognitif
manusia.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1)


kematangan, 2) pengalaman, 3) interaksi sosial, dan 4) ekuilibrasi. Hasil dari interaksi
maka terbentuklah struktur kognitil atau skemata (dalam bentuk tunggal skema) yaitu
melalui asimilasi dan akomodasi. Proses akomodasi dan asimilasi senantiasa berlaku
sehingga terwujud keseimbangan atau equilibrium
Piaget membagi 4 tahap perkembangan kognitif anak, diantaranya adalah: tahap
sensorimotor (sejak lahir hingga usia sekitar 2 tahun), tahap praoprasional (usia sekitar 2-
7 tahun), tahap oprasional konkrit (usia 7-11 tahun), tahap oprasional formal (usia sekitar
11-15 tahun).

3.2 Saran

15

You might also like