You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Seorang anak memulai pengetahuan dan pengalamannya sendiri dengan bersosialisasi


dengan lingkungan. Sebagian besar bergantung pada seberapa jauh anak tersebut aktif
berinteraksi dengan lingkungan.Dalam hal ini peran seorang guru sangat diperlukan dalam
memberi informasi kepada peserta didik. Perkembangan cara berfikir dari masa bayi sampai
usia dewasa dapat berpengaruh terhadap cara berinteraksi dengan lingkungan

Istilah kognitif mulai banyak dikemukakan ketika teori teori jean piaget banyak
ditulis dan dibicarakan lagi pada kira-kira permulaan tahun 60 an. Pengertian kognitif itu
sendiri sebenarnya meliputi aspek aspek-aspek struktur intelek yang dipengaruhi untuk
mengetahui sesuatu. Secara sederhana, kemampuan kognitif adalah kemampuan anak untuk
berfikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah.
Dengan demikian dapat dipahami perkembangan kognitif adalah salah satu aspek
perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua
proses psikologi yang berkaitan dengan bagaimana cara individu mempelajari dan
memikirkan lingkungan.

Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau


priode-periode yang terus bertambah kompleks. Teori piaget merupakan akar revolusi
kognitif saat ini yang menekankan pada mental. Pigget memberikan proses pembentukan
pengetahuan dari pandangan yang lain. struktur kognitif merupakan sekelompok ingatan yang
tersusun dan saling berhubungan aksi dan strategi yang dipakai oleh anak anak untuk
memahami dunia sekitar.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pokok pokok teori kognitif dan perkembangannya dari pemikiran piaget ?
2. Apa proses-proses pada teori piaget ?
3. Apa saja tahapan-tahapan perkembangan pada teori piaget ?
4. Kelebihan dan kelemahan teori kognitif ?
5. Bagaimana penerapan teori kognitif dalam belajar sebagai upaya peningkatan prestasi
anak didik ?

1.3 Tujuan pembahasan


1. Memahami pokok pokok pembahasan teori kognitif dan pemikiran piaget
2. Mengetahui proses-proses pada teori piaget
3. Memahami tahapan-tahapn perkembangan pada teori piaget
4. Mengoptimalkan dan memperbaiki pada teori piaget
5. Menjadikan pedoman dalam pengaplikasian teori kognitif dalam pengembang
potensi-potensi anak didik

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kognitif

Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif
diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisa, sintesa, evaluasi. Kognitif berarti persoalan yang menyangkut
kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih
menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek
operasional yang dimiliki orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering
mendengarkan kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik misalnya, seorang guru
diharuskan memiliki kompetisi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki
kemampuan intelektual, seperti kemampuan penguasaan materi pelajaran, pengetahuan
mengenai cara belajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.

2.2 perkembangan kognitif

teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan
bagaimana anak beradaptasi. Piaget mengemukakan bahwa perkembangan kognitif bukan
hanya hasil kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan saja, melainkan
interaksi antara keduanya.Menurut pandangan ini organisme aktif mengadakan hubugan
dengan lingkungan. Penyesuaian terhadap objek-objek yang ada dilingkungannya, yang
merupakan proses interaksi yang dinamis inilah yang disebut dengan kognisi. Sebagai
fungsi mental yang berhubungan dengan proses mengetahui, proses kognitif meliputi
aspek aspek persepsi, ingatan, pikiran, symbol, penalaran dan pemecahan persoalan.
Bahasa menjadi salah satu objek material dalam psikologi kognitif karena bahasa
merupakan perwujudan fungsi-fungsi kognitif.
Menurut piaget mekanisme dan proses perkembangan intelektual terjadi sejak masa
bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang menjadi seorang individu yang
dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis-hipotesis. Melalui penelitiannya, dia
menyimpulkan bahwa organisme bukanlah agen yang pasif dalam perkembangan
genetik.Perubahan genetic bukanlah peristiwa yang menuju kelangsungan hidup suatu
organisme, melainkan adanya adaptasi terhadap lingkungannya dan adanya interaksi
antara organisme dan lingkungannya.

2.3 Proses-proses kognitif


1. Skema

Menurut Piaget (1954) seorang bayi yang berusaha membangun pemahaman


mengenai dunia berarti otak mereka sedang berkembang yang kemudian menciptakan
sebuah skema yaitu beragai tindakan atau representasi mental yang mengorganisasikan
pengetahuan. Dimana skema itu terbagi menjadi dua, yaitu skema perilaku (aktifitas,
merupakan ciri yang berkembang di masa bayi) dan skema mental (aktivitas kognitif yang
berkembang di masa kanak-kanak ). Skema bayi dibangun dengan tindakan-tindakan
sederhana yang dapat ditampilkan terhadap objek-objek, seperti menghisap, melihat, dan
menggenggam. Sedangkan anak-anak yang lebih tua mempunyai skema-skema yang
mencakup berbagai strategi dan rencana untuk pemecahan masalah. Sebagai contoh
ketika jacqualine berusaha membuka pintu tanpa kehilangan helaian-helaian rumput yang
digenggamnya. Pada orang dewasa skema-skema itu dapat berupa cara mengemudikan
mobil, menyeimbangkan anggaran belanja, dan konsep keadilan.

2. Asimilasi dan akomodasi

Asimilasi dan akomodasi merupakn dua konsep untuk menjelaskan vagaimana anak-
anak mrnggunakan dan mengadaptasikan skema-skemanya. Asimilasi terjadi ,ketika anak
menggunakan skema yang dimilikinya untuk menangani informasi atau pengalaman baru.
Contohnya, anak yang sudah bisa mengucapkan kata mobil dan mengerti bahwa mobil
ialah suatu benda yang digunakannya untuk bepergian dengan keluarganya mungkin
mengatakan bahwa semuaa kendaraan yang dilihatnya dijalanan seperti truk, bus, dan
motor adalah mobil. Sedangkan akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan skema yang
dimilikinya agar sesuai dengan informasi dan pengalaman yang ia peroleh. Contohnya,
ketika anak berusaha memperhalus kategori mobil, bahwa truk bukanlah mobil yang bisa
ia gunakan dengan keluarganya untuk bepergian dan motor hanya memiliki 2 roda tidak
bisa disebut sebagi mobil.

3. Organisasi

Organisasi merupakan pengelompokan perilaku dan pemikiran yang terpisah satu


sama lain kedalam suatu sistem yang tingkatannya lebih tinggi. Contohnya, ketika anak
mengetahui tongkat itu panjang, ia ingin meraih suatu mainan yang menyangkut diatas
pohon tapi ia tidak bisa meraihnya karena ia pendek, selanjutnya ia menggunakan
menggunakan pengorganisasian ini untuk meraihnya mainan dengan tongkat yang ada.

4. Ekuilibrasi

Ekuilibrasi merupakan proses pembaharuan keseimbangan diantara ketidakpahaman


sekarang dan pengalaman baru. Dalam usahanya anak akan terus menggunakan proses
asimilasi dan akomodasi untuk menghasilkan perubahan kognitif. Anak dalam upaya
memahami dunianya secara terus menerus akan mengalami konflik kognitif atau
ketidakseimbangan (disequilibrium). Artinya, secara terus-menerus anak dihadapkan pada
contoh-contoh yang berlawanan dengan skema yang sudah adapada dirinyadan
menimbulkan inkonsistensi. Selanjutnya, anak akan berusaha melakukan a similasi dan
akomodasi dengan menyesuaikan skema-skema lama, mengembangkan skema-skema
baru, dan melakukan organisasi serta reorganisasi terhadap skema-skema lama dan baru.
Akhirnya, organisasi baru yang terbentuk akan memiliki perbedaan mendasar
dibandingkan dengan organisasi yang lama; organisasi baru ini merupakan suatu cara
berpikir yang baru.
2.4 Tahap-tahap masa perkembangan menurut jean piaget

Jean Piaget membagi tahap-tahap perkembangan dalam masa masa perkembangan


sebagi berikut:

a) Tahap 1: Masa sensori-motor (0-2,0 tahun)

Tahap ini berlangsung mulai dari kelahiran hingga usia 2tahun. Dalam tahap ini, bayi
membangun suatu pemahaman mengenai dunia dengan cara mengoordinasikan
pengalaman-pengalaman sensoris (mendengar, melihat) melalui tindakan-tindakan fisik-
motorik. Pada awal tahap ini bayi-bayi baru lahir telah memiliki lebih dari sekedar
refleks. Pada akhir tahap ini, bayi berusia 2tahun gtelah dapat menghasilkan pola-pola
sensorimotor yang kompleks dan menggunakan simbol-simbol primitif. Sebagai
contohnya adalah hal yang dilakukan oleh piaget terhadap putrinya yaitu membuka dan
menutup korek api dihadapan putrinya. Kemudian putrinya menirukan peristiwa itu
dengan membuka dan menutup mulutnya. Hal ini jelas merupakan suatu ekspresi yang
berkaitan dengan gambarannya mengenai peristiwa tersebut.

Pada akhir tahap ini, bayi sudah memahami tentang ketetapan objek yang bagi piaget
hal iini merupakan petunjuk penting dalam perkembangan kognitif bayi. Sebagai contoh,
bayi diperlihatkan dengan boneka kera lalu antara bayi dengan boneka kera tersebut
diberi penghalang sehingga bayi tidak dapat melihat boneka kera didepannya lagi.
Beberapa saat bayi tersebut tidak mencarinya, namun setelah itu ia mencarinya yang
merupakan indikasi bahwa bayi menganggap bahwa objek tersebut bersifat tetap atau
disebut ketetapan objek.

Sensorimotor (0-2 tahun)


N Periode Implikasi
o
1 Reflexes Tingkah laku bayi kebanyakan bersifat refleks,
(umur 0-1 bulan) spontantidaksengaja,dantidakterbedakan

Contoh:
refleksmenangis,mengisap,menggerakkantangan
dankepala,mengisapbendadidekatnya,danlain
lain.
2 Primary Circular Reaction Kebiasaan dibuat dengan dengan mencobacoba
(umur 1-4 bulan) danmengulangulangsuatutindakan

Contoh:
seorangbayimengembangkankebiasaanmengisap
jari.Awalnyaiatidakdapatmengangkattangannya
kemulut,lalupelanpelanmencobadanakhirnya
bisa. Setelah itu menjadi lebih cepat melkukan
kembali. Maka itu, terjadilah suatu kebiasaan
mengisapibujari
3 Secondary Circular Reaction Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah
(umur 4-8 bulan) dan memanipulasi objek apapun yang ada di
Sensorimotor (0-2 tahun)
N Periode Implikasi
o
sekitarnya

Contoh:
seorangbayidiletakkandiatasranjangdandiberi
mainanyangakanberbunyijikatalinyadipegang.
Suatu saat ia mainmain dan menarik tali itu. Ia
mendengarbunyiyangbagusdaniasenang.Maka,
iaakanmenariktaliituagarmuncul bunyi yang
sama
4 Coordinatory of Secondary Seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan
Reaction hasil tindakannya.
(umur 8-12 bulan)
Contoh:
seorang bayi diberi mainan tetapi letaknya jauh. Di
dekatnya terdapat tongkat kecil dan dia akan
menggunakannya untuk menggapai mainan
tersebut
5 Tertiary Circular Reaction Masa anak mulai mengembangkan cara-
(umur 12-18 bulan) cara baru untuk mencapai tujuan
dengan eksperimen

Contoh:
anak diberi makanan yang diletakkan di
meja. Ia akan mencoba menjatuhkan
makanan itu danmemakannya.
6 Symbolic Thought Seorang anak sudah mulai menemukan cara-cara
(umur 18-24 bulan) baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan
eksternal tetapi juga dengan koordinasi internal
dalam gambarannya

Contoh:
Lauren mencoba membuka pintu kebun. Ia tidak
berhasil karena pintu disangga oleh sebuah kursi
diseberangnya. Ia pergi di sisi lain dan
memindahkan kursi yang menghambat tersebut,
padahal ia tidak melihat. Dari kejadian tersebut,
tampak jelas bahwa lauren dapat mengerti apabila
penyebab pintu itu adalah sesuatu yang berada
dibelakang pintu tersebut, meskipun ia tidak
melihat.

b) Tahap 2: Masa Pra-operasional (2-7 tahun)

Pada tahap ini anak mampu menggunakan simbol (fungsi simbolik) yaitu kemampuan
yang digunakan untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada atau tidak terlihat. Fungsi
simbolik ini bisa nyata atau abstrak. Contohnya, mainan pisau dari plastik adalah sesuatu
yang nyata, mewakili pisau yang sesungguhnya. Kata pisau sendiri bisa mewakili sesuatu
yang abstrak seperti bentuknya dan tajamnya. Dengan berkembangnya kemampuan
mensimbolisasikan ini, anak memperluas ruang lingkup aktivitasnya yang menyangkut
hal-hal yang sudah lewat, atau hal-hal yang akan datang, disamping waktu sekarang.

Pada masa ini anak sudah bisa menemukan objek yang tersembunyi dengan
melakukan simbolisasi terhadap objek yang tidak dilihatnya ketika terjadi pemindahan
objek. Anak juga bisa melakukan sesuatu dari hasil meniru atau mengamati tingkah laku
orang yang ada disekitarnya dengan membentuk tanggapan internal sebab anak tidak
langsung menirukan ketika ia melihat atau mengamatinanya, melainkan menyimpan dan
memperagakannya dilain waktu.

Fase praoprasional dapat dibagi menjadi 3 subfase, yaitu subfase berpikir


secara simbolis, subfase berfikir secara egoisentris dan subfase berpikir secara intuitif.
Subfase Fungsi Simbolis (Usia 2-4 tahun)

Anak mulai memahami bahwa pemahamnya tentang benda-benda di sekitarnya tidak


hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan
melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Kegiatan simbolis ini dapat berbentuk
melakukan percakapan melalui telepon mainan atau berpura-pura menjadi bapak atau
ibu, dan kegiatan simbolis lainya. pada masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk
menggambarkan suatu objek yang secara fisik tidak hadir. Misalnya anak dapat
menggambar manusia secara sederhana. Biasanya pada subfase ini anak menggambar
manusia lidi, jadi menggambar hanya menggunakan simbol-simbol saja.
Subfase Berpikir Secara Egoisentris (Usia 2-4 tahun)

Anak berpikir secara egoisentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk


memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Benar atau tidak benar, bagi anak
pada fase ini, ditentukan oleh cara pandangnya sendiri yang disebut dengan istilah
egoisentris.
Subfase Berpikir Secara Intuitif (usia 4-7 tahun)

Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif karena. Tahap ini adalah tahap
persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Pada tahap ini pemikiran anak lebih
banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia
melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula.
Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep
kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. ciri-ciri
anak pada tahap ini juga belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau
lebih secara bersamaan atau masih belum maksimal terhadap konsentrasi (contration),
animism (Nafisah: 2014)

c) Tahap 3: Masa konkrit-operasional (7-11 tahun)


Pada masa ini anak-anak sudah bisa melakukan tugas-tugas konservasi dengan baik.
Anak sudahmengetahui dengan pasti benda-benda yang ada disekitarnya, mampu
mengonversikan angka dan dimensi-dimensi seperti luas dan volume. Kemampuan anak
untuk melakukan operasi-operasi mental dan kognitif memungkinkannya bisa berfikir
untuk melakukan tindakan tanpa melakukannya dengan nyata. Namun, hal-hal yang
dipikirkan oleh anak masih bersifat terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya dengan
sesuatu yang konkrit, suatu realitas secara fisik. Pada tahap ini anak juga bersifat
egosentris.

Pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan
bantuan benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan,
kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari
sudut pandang yang berbeda secara objektif. Anak pada tahap ini sudah cukup matang
untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena
itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-
anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas
logika.
Pada peringkat ini anak sudah menguasai segi kekekalan atau conservation adalah
suatu kuantiti yang tidak akan berubah walaupun terdapat perubahan di dalam
kewujudanya atau apareance jika menunjukkan empat kelereng dengan susuna lurus
dengan kelereng yang diletakkan secara acak maka anak pada masa oprasionalkonkrit
akan mengatakan bahwa kuantitas dari kelereng itu sama. Sedangkan anak pada mas
praoprasional akan mengatakan bahwa kelerengyang disusun secara acak memiliki
kuantitas lebih banyak.

d) Tahap 4: Masa Formal-operasional (11 tahun-dewasa)

Masa ini terjadi ketika seorang anak memperkembangkan kemampuan kognitif untuk
berpikir abstrak dan hipotetis. Pada masa ini anak bisa memikirkan hal-hal apa yang akan
atau mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak dan menduga apa yang mungkin terjadi serta
dapat menentukan kesimpulan dari suatu pernyataan. Perkembangan lain pada masa anak
bisa disebut dengan masa remaja yaitu kemampuan untuk untuk berpikir sistematik.

Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal
yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak
diperlukan lagi. Selain itu pada tahap ini individu dapat berpikir secara abstrak,
menangani situasi-situasi perumpamaan dan berpikir mengenai berbagai kemungkinan
(dalam Human Development, Papalia, Old, Feldman, 2009 ; 46). Sehingga ketika masa
ini individu sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoretis formal
berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas
dari apa yang diamati saat itu.

Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan


menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki
kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan
di antara hubungan-hubungan, memahami konsep persepsi.
2.5 Kelebihan dan kelemahan teori kognitif:
Setiap teori pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Berikut ini adalah kelebihan
dan kekuranagan teori kognitif:

a. Kelebihan teori kognitif


1. Menjadikan siswa lebih kreatif, dengan terbelajar kognitif siswa dituntut lebih
kreatif karena mereka tidak hanya merespon dan menerima rangsangan saja ,tapi
memproses informasi yang diperoleh dan berfikir untuk dapat menemukan ide-
ide dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan membuat siswa lebih
mandiri.Contohnya saat mengerjakan soal siswa itu tidak mencotek temannya
sehingga siswa belajar menggunakan fikirannya sendiri untuk mengasah daya
ingatnya tanpa bergantung pada orang lain.
2. Membantu siswa memahami bahan belajar secara mudah, karena siswa sebagai
peserta didik merupakan pesertaaktif di dalam proses pembelajaran yang berpusat
pada cara peserta didik mengingat memperoleh kembali dan menyimpan
informasi dalam ingatannya sehingga bahan ajar yang ada mudah dipahami.
b. Kelemahan teori kognitif
1. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan
2. Sulit untuk dipraktikan khususnya di tingkat lanjut

2.6 Teori piaget dan hubungannya dengan pendidikan.

Teori piaget tentang perkembangan kognitif anak yang baru lahir dan seterusnya lebih
ditekankan sebagai sumbangannya terhadap pengetahuan tentang kemanusiaan daripada
sebagai penerapannya dalam ruang kelas. Piaget, sejalan dengan Roesseau menganggap
bahwa belajar sebagai proses yang aktif dan harus disesuaikan dengan tahap-tahap
perkembangan anak. Belajar pada anak bukan sesuatu yang sepenuhnya bergantung pada
guru(aliran behaviorisme yang memandang anak sebai pribadi yang mekanistik)
melainkan harus keluar dari anak itu sendiri. Belajar merupakan proses yang aktif untuk
menemukan atau memperoleh sesuatu yang baik pad bayi maupun pada anak yang
memperlihatkan kemajuan-kemajuan dalam perkembangan intelek dalam menjeljahi
dunia dan ini dilakukannya sendiri, timbul dari dirinya sendiri.

Piaget mengatakan bahwa tugas guru bukan memberikan pengetahuan-pengetahuan


yang diberikan kepada anak, melainkan mencarikan, menunjukkan atau memberikan
alat-alat atau cara yang menimbulkan minat serta merangsang anak untuk memecahkan
atau mengatasi permasalahan-permasalahanya sendiri. Tugas guru tidaklah semudah
yang dibayangkan. Pengetahuan mengenai perkembangan kognitif dengan penahapannya
bisa membantunya. Disamping seorang guru harus peka dan luwes, seperti yang
dikemukakan oleh Ginsburrg dan opper(1969) teerhadap aktifitas-aktifitas anak, ia
belajar dari anak dan diarahkan oleh anak-anak. Misalnya pada anak yang baru
memasuki tahap perkembangan masa konkrit operasional. Guru harus memahami bahwa
anak ini baru mulai memperkembangkan kemampuannya berfikir logis, tetapi
kemampuan berfikirnya masih terikat pada obyek atau benda-benda. Sehingga, isi dari
pembelajarannya harus berupa atau berisikan obyek-obyek yang nyata yang
memungkinkan anak-anak prasekolah melakukan sesuatu terhadap obyek atau benda.
Misalkan, untuk mengajarkan anak-anak berhitung angka, harus diperlihatkan benda-
benda yang dapat dihitung. Untuk mengajarkan tentang warna kepada anak, maka anak
haruslah nenilih sendiri warna-warna yang dibutuhkan, dan guru tidak memperlihatkan
warna tertentu kepada anak untuk dipelajari.

Untuk melatih pengenalan bentuk, anak harus menempatkan bentuk-bentuk tertentui


pada kotak-bentuk yang sesuai, atau menyalin suatu pola bentuk tertentu. Perkembangan
kognitif didasari oleh gerakan dan perbuatan. Jadi anak harus bergerak dan berbuat
sesuatu terhadap obyek yang nyata. Apabila anak sudah mulai menaruh perhatian kuntuk
belajar, maka selanjutnya adalah tugas pendidik untuk mempertahankan minat tersebut
secara lebih lanjut. Berlangsungnya proses pembelajaran anak ini sangatlah bergantung
pada keadaan anak yang memang menebntukannya sendiri. Ditinjau dari sudut ini maka
pelajaran yang diberikan dalam ruang kelas yang bersifat kelompok memang sering tidak
menguntungkan. Namun, pendidikan perorangan juga banyak kesulitan dan kerugian.
Piaget mengemukakan bahwa interaksi sosial memberikan banyak keuntungan dalam
pendidikan. Anak-anak mulai berfikir logis, yang mengoordinasikan dua dimensi secara
serempak, sebagian karena secara tidak langsung dalam hubungan-hubungannya dengan
teman-teman lain akan mempelajari dua atau lebih perspektif. Dimana perspektif ini
berkembang dalam hubungan hubungannya dengan anak lain, dimana ia merasa sama,
merasa bebas dan bisa menentukan sendiri seperti anak-anak lain. Appabila ia dikuasai
oleh anak lain yang selalu menerangkan segala-galanya, maka kemampuannya
mempersepsikan sesuatu tidak akan terbentuk. Selain itu, dalam kesempatan berinteraksi
sosial, anak akan melakukan imitasi yang merupakan suatu faktor penting dalam proses
belajar.

Akan tetapi, timbul juga suatu masalah dalam pendidikan mengenai teori piaget ini,
yaitu mengenai tugas-tugas penkonservasian angka-angka yang diberikan kepada anak-
anak pada masa pra operasional. Suatui pendapat yang salah apabila proses belajar
diartikan sebagai mempercepat proses perkembangan kognitif dengan pemberian tugas
pengkonservasian angka. Karena penkonversian angka ini baru bisa dilakukan anak-anak
pada masa konktit-operasional.

Menururt piaget,memberikan pengalaman baru pada anak tanpa memberikan


kesempatan anak untuk juga menumbuhkan fisiknya,hanya akan melaitih anak untuk
memberikan jawaban tertentu terhadap perangsang tertentu pula. Dengan demikian cara
ini tidak akan memperkembangkan atau mengubah dasar struktur metal dengan kata lain
kurang ada gunanya. Mengajar seorang anak sebelum waktunya untuk bisa menerima
dan mempelajari sesuatu akan membutuhkan banyak waktu daripada bila mana pelajaran
itu diberikan pada waktu lain ketika anak telah siap untuk belajar. Piaget dalam hal ini
mengemukakan pentingnya faktor kematangan dalam hal belajar,dan bahwa anak
mempunyai motivasi dari dalam untuk belajar. Hal ini jelas terlihat pada anak sejak masa
sensorimotor ketika anak memperlihatkan keingin tahuan terhadap hal-hal atau objek-
objek yang ada dalam lingkungan hidupnya.

Piaget sama dengan Rousseau yang mengemukakan faktor kematangan dalam


belajar,tidak bisa digolongkan ke dalam kelompok yang tergolong bersikap pesimistis
dalam pendidikan. Kesesuaian antara teori perkembangan kognitif oleh piaget dengan
kurikulum yang diberikan di sekolah menjadi pokok pembahasan yang ramai. Penahapan
perkembangan kognitif yang berurutan secara tertentu,tidak bervariasi dan bersifat
universal memperoleh tanggapan yang gencar. Banyak tokoh psikologi perkembangan
menganggap bahwa teori yang dikemukakan oleh piaget tidak didasarkan pada
hasilpenelitian dengan metodologi yang mantap. Meskipun demikian percobaan dan
penelitian yang dilakukaan berbagai latar belakang sosial dn kebudayaan dengan
metodologi lain yang lebih objektif dan ilmiah,pada umumnya memberikan hasil yang
menyokong teori piaget. Salah satu pokok pembahasan ialah yang mengenai matematika
moderd. Menurut Kohlberg dan Gilligan,kesulitan dalam mengajarkan matematika
modert disebabkan karena usaha untuk mengajar anak-anak yangsebagian besar berada
pada masa kongkrit operasional atau lebih rendah,ide-ide dan kemampuan yang baru bisa
dipelajari anak pada masa formal operasional

2.6 Penerapan teori piaget dalam pembelajaran ipa sd

Cara pembelajaran IPA di SD berdasarkan teori Piaget :

1. Guru harus selalu memperhatikan pada setiap siswa apa yang mereka lakukan, apakah
mereka melaksanakan dengan benar, apakah mereka tidak mendapatkan kesulitan.
2. Guru harus memberikan kesempatan kepada anak untuk menemukan sendiri
jawabannya, sedangkan juga guru harus selalu siap dengan alternatif jawaban bila
sewaktu-waktu dibutuhkan.
3. Pada akhir pembelajaran, guru mengulas kembali bagaimana siswa dapat menemukan
jawaban yang diinginkan.

Untuk membangun pengetahuan pada anak diperlukan metode


pembelajaran yang tepat agar pengetahuan yang dibangun oleh anak dapat
terinternalisasi dengan baik, metode tersebut antara lain:

1. Metode praktik langsung, melalui kegiatan praktik langsung diharapkan


anak akan dapat pengalaman melalui interaksi langsung dengan objek
2. Metode cerita, anak akan mendapat pengetahua tentang bagaiman cara
menyampaikan pesan pada orang lain agar orang lain mampu memahami
pesan-pesan yang ingin disampaikan
3. Metode tanya jawab, membangun pengetahuan melalui pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan sehingga anak dapat menjawab dan membuat
pertanyaan sesuai informasi yang ingin diperoleh
4. Metode proyek, memberikan kesempatan kepada nak untuk melakukan
eksplorasi pada lingkungan sekitar sebagai proyek belajar
5. Metode bermain peran, anak dapat mengembangkan pengetahuan sosial
karena dituntut untuk mempelajari dan memperagakan peran yang akan
dimainkan
6. Metode demonstrasi, menunjukkan atau memperagakan suatu tahapan
kejadian, proses dan peristiwa

BAB 3

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Dalam pandangan Piaget, belajar yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang diturunkan
oleh guru, melainkan sesuatu yang berasal dari dalam diri anak sendiri. Belajar
merupakan sebuah proses penyelidikan dan penemuan spontan.
Berkaitan dengan belajar, Piaget membangun teorinya berdasarkan pada konsep Skema
yaitu, stuktur mental atau kognitif yang menyebabkan seseorang secara intelektual
beradaptasi dan mengoordinasikan lingkungan sekitarnya. Skema pada prinsipnya tidak
statis melainkan selalu mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan kognitif
manusia.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1)


kematangan, 2) pengalaman, 3) interaksi sosial, dan 4) ekuilibrasi. Hasil dari interaksi
maka terbentuklah struktur kognitil atau skemata (dalam bentuk tunggal skema) yaitu
melalui asimilasi dan akomodasi. Proses akomodasi dan asimilasi senantiasa berlaku
sehingga terwujud keseimbangan atau equilibrium
Piaget membagi 4 tahap perkembangan kognitif anak, diantaranya adalah: tahap
sensorimotor (sejak lahir hingga usia sekitar 2 tahun), tahap praoprasional (usia sekitar 2-
7 tahun), tahap oprasional konkrit (usia 7-11 tahun), tahap oprasional formal (usia sekitar
11-15 tahun).

3.2 saran

You might also like