You are on page 1of 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISA KASUS

A Definisi
Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu
sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak.
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang disebabkan
oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan dalam dapat terjadi di
bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang
antara otak dan selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya
pada satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada
struktur dari otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep
intracerebral hemorrhage).
B Epidemiologi

Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang
lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam dan
Jepang. Selama periode 20 tahun studi The National Health and Nutrition Examination
Survey Epidemiologic menunjukkan insiden perdarahan intraserebral antara orang
kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua kali insiden orang kulit putih.

C Faktor Risiko

Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral spontan


yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan diskrasia
darah, hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis, pengobatan
dengan antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau
trombositopenia, serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.

Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :

1 Hipertensi

Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang


memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima
dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan
edema. Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan aneurisma-aneurisma kecil
(diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini dikenal
sebagai aneurisma Charcot Bouchard.
2 Cerebral Amyloid Angiopathy

Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai
oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri
kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah
arteri-arteri kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan
lebih sering di daerah subkortikal lobar ketimbang daerah basal ganglia. Deposit
amiloid menyebabkan dinding arteri menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan
terjadi perdarahan intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap
faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.

3 Arteriovenous Malformation

4 Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma


yang hipervaskular.

Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a.


lentikulostriata, a. thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian. Sedangkan
perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat
pendarahan dari cabang a. serebelaris superior dan a. serecelaris inferior anterior.

Gambar 1. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral

D Patofisiologi
Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa posterior (batang
otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula interna).
Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh
darah otak dan diikuti adanya edema dalam jaringan otak di sekitar hematom.
Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan edema
pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan penyempitan atau
penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya, maka
gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi
pembuluh darah otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya.
E Gejala klinis
Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi darah
di dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur
sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut.
Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi
frekuensi dan derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi
secara keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus. dua pertiganya mengalami
koma, yang dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan ke arah ventrikel,
ukuran hematomnya besar dan prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan
muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada
PIS, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36% kasus yang disertai dengan
sakit kepala sedang muntah didapati pada 44% kasus. Jadi tidak adanya sakit
kepala dan muntah tidak menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai akan sangat
mendukung diagnosis PIS atau perdarahn subarakhnoid sebab hanya 10% kasus
stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset PIS.
F Pemeriksaan Fisik

Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus PIS. Tingginya frekuensi hipertensi
berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi sistemik
seperti hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus okuli
pada kasus yang diduga PIS mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya
tanda-tanda retinopati hipertensif dan mencari adanya perdarahan subhialoid
(adanya darah di ruang preretina, yang merupakan tanda diagnostik perdarahan
subarakhnoid) yang mempunyai korelasi dengan ruptur aneurisma. Kaku kuduk
terdapat pada 48% kasus PIS.

Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae


ke arah lesi, sedang pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak
horisontal mata dengan deviation conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan
berakibat kelumpuhan gerak mata atas (upward gaze palsy), jadi mata melihat ke
bawah dan kedua mata melihat ke arah hidung. Pada perdarahan pons terdapat
kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular bobbing.

Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi
unkus maka pupil anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di
thalamus akan berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di
mesensefalon, posisi pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil
negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada herniasi transtentorial. Pada
perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih terdapat reaksi,
pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.

Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke,


sedang pada lesi di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi
sentral neurogenik. Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan
pola pernafasan apneustik. Pola pernafasan ataksik timbul pada lesi di medula
oblongata. Pola pernafasan ini biasanya terdapat pada pasien dalam stadium
agonal.

G DIAGNOSIS
PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang
Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran.
Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi frekuensinya bervariasi
Pada perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan
ocular bobbing.
Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat
Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah, diameternya
sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif
Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih
terdapat reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar
Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke
lesi di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral
neurogenik
Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola
pernafasan apneustik
Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset yang
tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral
serta progresif dan fatal. Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan
koma, pupil pinpoint (1 mm) namun reaktif, gangguan gerak okuler lateral,
kelainan saraf kranial, kuadriplegia, dan postur ekstensor. Nyeri kepala,
mual dan muntah jarang.

H Penanganan Perdarahan Intraserebral


Semua penderita yang dirawat dengan intracerebral hemorrhage harus
mendapat pengobatan untuk :
1 Normalisasi tekanan darah
2 Pengurangan tekanan intrakranial
3 Pengontrolan terhadap edema serebral
4 Pencegahan kejang.
Hipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan
karena adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi
terjadi karena cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut
autoregulasi dari aliran darah otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik
maupun oleh tekanan intrakranial yang meninggi. Kontrol yang berlebihan
terhadap tekanan darah akan menyebabkan iskemia pada miokard, ginjal dan
otak.
Dalam suatu studi retrospektif memeriksa dengan CT-Scan untuk
mengetahui hubungan tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79
penderita dengan PISH, mereka menemukan penambahan volume hematoma
pada 16 penderita yang secara bermakna berhubungan dengan tekanan darah
sistolik. Tekanan darah sistolik 160 mmHg tampak berhubungan dengan
penambahan volume hematoma dibandingkan dengan tekanan darah sistolik
150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan :
1 Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
2 Angiotensin Receptor Blockers
3 Calcium Channel Blockers
Tindakan segera terhadap pasien dengan PIS ditujukan langsung
terhadap pengendalian TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya.
Tindakan medis seperti hiperventilasi, diuretik osmotik dan steroid (bila
perdarahan tumoral) digunakan untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang
disebabkan oleh efek massa perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi
perdarahan yang luas meninggikan survival pada pasien dengan koma, terutama
yang bila dilakukan segera setelah onset perdarahan.
Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas.
Pasien memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang
sangat segera dari hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan
kelainan vaskuler. Adalah sangat serius untuk memikirkan pengangkatan PIS
yang besar terutama bila ia bersamaan dengan hipertensi intrakranial yang
menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit neurologis walau telah diberikan
tindakan medis maksimal.
Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya
kelainan neurologis memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan
terpilih. Beratnya perdarahan inisial menggolongkan pasien ke dalam tiga
kelompok :
1 Perdarahan progresif fatal.
Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat
tekanan darah mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur darahnya,
gangguan elektrolit umum terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat
efek serebral dari perdarahan serta obstruksi jalan nafas memperburuk keadaan.
Perburukan dapat diikuti sejak saat perdarahan dengan bertambahnya tanda-
tanda peninggian TIK dan gangguan batang otak. Pengelolaan inisial pada kasus
berat ini adalah medikal dengan mengontrol tekanan darah ke tingkat yang
tepat, memulihkan kelainan metabolik, mencegah hipoksia dan menurunkan
tekanan intrakranial dengan manitol, steroid ( bila penyebabnya perdarahan
tumoral) serta tindakan hiperventilasi. GCS biasanya kurang dari 6.
2 Kelompok sakit ringan (GCS 13-15).
Kelompok intermediet, dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan
defisit neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak
dapat bertahan hidup (GCS 6-12). Tindakan medikal di atas diberikan hingga ia
keluar dari keadaan berbahaya, namun keadaan neurologis tidak menunjukkan
tanda-tanda perbaikan. Pada keadaan ini pengangkatan hematoma dilakukan
secara bedah.

Mengurangi Efek Massa

Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah.


Pasien dengan peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa,
usaha nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia serebral
sekunder dan kompresi batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi
peninggian TIK antara lain :
1 Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena.

2 Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).

3 Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan
koloid bila perlu.

4 Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase CSS untuk mempertahankan


TIK kurang dari 20 mmHg.

5 Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO2 25-30 mmHg.

Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian kepala,
restriksi cairan, dan manitol biasanya memadai. Tindakan ini dilakukan
untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder.
Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial
rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, hingga tekanan darah sistemik harus
dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat
normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu memakai
vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin.

Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan TIK


jarang diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK dipantau secara
rutin. Disukai ventrikulostomi karena memungkinkan mengalirkan CSS, karenanya lebih
mudah mengontrol TIK. Perdarahan intraventrikuler menjadi esensial karena sering
terjadi hidrosefalus akibat hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS
dengan ventrikulostomi dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama.
Pemantauan TIK membantu menilai manfaat tindakan medikal dan membantu
memutuskan apakah intervensi bedah diperlukan.

Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat PIS pernah


dilaporkan bermanfaat pada banyak kasus anekdotal. Namun penelitian menunjukkan
bahwa deksametason tidak menunjukkan manfaat, di samping jelas meningkatkan
komplikasi (infeksi dan diabetes). Namun digunakan deksametason pada perdarahan
parenkhimal karena tumor yang berdarah dimana CT-scan memperlihatkan edema
serebral yang berat.

I Prognosis
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis meningkat
pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan pada
perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar dari 6-
30 %. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter hematomnya),
maka mortalitas kurang dari 10% bila volume darahnya kurang dari 20 mm 3 dan 90% bila
volume darahnya lebih dari 60 mm3.
Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk prognosis
pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi 63%. Mortalitas
juga meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada fossa posterior atau
yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Felmann E mengatakan bahwa 45% pasien
meninggal bila disertai perdarahan intraventrikular. Suatu penilaian dilakukan untuk
memperkirakan mortalitas dalam waktu 30 hari pertama dengan menggunakan 3 variabel
pada saat masuk rumah sakit yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran perdarahan dan
tekanan nadi. Perdarahan kecil bila ukurannya kurang dari satu lobus, sedangkan
perdarahan besar bila ukurannya lebih dari satu lobus. Bila GCS lebih dari 9,
perdarahannya kecil, tekanan nadi kurang dari 40 mmHg, maka probabilitas hidupnya
dalam waktu 30 hari adalah 98%. Tetapi bila pasien koma, perdarahannya besar dan
tekanan nadinya lebih dari 65 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari
hanya 8%. Pada PIS hipertensif jarang terjadi perdarahan ulang.

J
BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan fokal dari pembuluh darah


dalam parenkim otak. Penyebabnya biasanya hipertensi kronis. Gejala umum termasuk
defisit neurologis fokal, seringkali dengan onset mendadak sakit kepala, mual, dan
penurunan kesadaran. Kebanyakan perdarahan intraserebral juga dapat terjadi ganglia
basal, lobus otak, otak kecil, atau pons. Perdarahan intraserebral juga dapat terjadi di
bagian lain dari batang otak atau otak tengah. Aada sindroma utama yang menyertai
stroke hemoragik menurut Smith dapat dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu
putaminal hemorrhage, thalamic hemorrhage, pontine hemorrhage, cerebellar
hemorrhage, lobar hemorrhage.

Pemeriksaan penunjang dengan lumbal pungsi, CT-scan, MRI, serta


angiografi. Adapun penatalaksanannya di ruang gawat darurat (evaluasi cepat dan
diagnosis, terapi umum, stabilisasi jalan napas dan pernapasan, stabilisasi
hemodinamik, pemeriksaan awal fisik umum, pengendalian peninggian TIK,
pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh, pemeriksaan penunjang) kemudian
penatalaksanaan di ruang rawat inap (cairan, nutrisi, pencegahan dan mengatasi
komplikasi, penatalaksanaan medik yang lain. Penatalaksanaan stroke perdarahan
intraserebral (PIS) meliputi terapi medik pada PIS akut (terapi hemostatik, reversal of
anticoagulation) dan tindakan operatif.

Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume


perdarahan. Semakin rendah nilai GCS, maka prognosis semakin buruk dan tingkat
mortalitasnya tinggi. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin
buruk. Dan adanya darah di dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas
yang tinggi. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak
2 kali lipat.
DAFTAR PUSTAKA

1 Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage. In:Youmans


JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB Saunders Company; 2006
.p. 1890-1913.

2 Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors.


Handbook of Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719.

3 Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu Bedah


Saraf Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006.

4 Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.

5 Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical


Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

6 Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-
1985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu
Penyakit Saraf. 2000.

7 Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.

8 Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline


Stroke 2007. Jakarta.

9 Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. New
York : Thieme. 2005.

10 El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,.2008. Intracerebral Hemorrhage.

You might also like