You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan


lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Mungkin timbul akibat trauma, mungkin
juga timbul secara perlahan-lahan tanpa tanda-tanda atau riwayat trauma. Keluhan
utama adalah nyeri dan penurunan kekuatan otot penggerak sendi bahu dan
keterbatasan LGS terjadi baik secara aktif dan pasif. Frozen shoulder belum di
ketahui penyebabnya. Namun kemungkinan terbesar penyebab dari frozen
shoulder antara lain tendinitis, rupture rotator cuff, capsulitis, post immobilisasi
lama, trauma serta diabetes mellitus. Manusia dalam melakukan aktifitas sehari
hari tidak terlepas dari peranan penting anggota gerak tubuh (ekstremitas).
Anggota gerak tubuh manusia terdiri atas anggota gerak tubuh bagian atas dan
anggota gerak tubuh bagian bawah. Dalam melakukan aktivitas fungsional, peran
anggota gerak tubuh atas lebih dominan digunakan, misalnya untuk
membersihkan diri, makan, minum, berpakaian dan masih banyak aktivitas lain
yang melibatkan anggota gerak atas.1
Salah satu sendi pada anggota gerak atas yang sering mengalami gangguan
adalah sendi bahu. Gangguan yang dialami ini akan mengakibatkan terhalangnya
aktivitas sehari hari. Gangguan sendi bahu sebagian besar didahului oleh adanya
rasa nyeri pada bahu, terutama nyeri yang timbul sewaktu menggerakkan bahu,
sehingga yang bersangkutan takut menggerakkan bahunya, pada akhirnya bahu
menjadi kaku.2
Frozen shoulder adalah semua gangguan pada sendi bahu yang
menimbulkan nyeri dan pembatasan lingkup gerak aktif maupun pasif (Sidharta,
1980). Frozen shoulder terjadi pada 2 5 % dari populasi yang ada, 10 20 %
diantaranya mengidap diabetes mellitus. Frozen shoulder lebih banyak diderita
oleh wanita daripada pria, umumnya berusia sekitar 40 60 tahun. Biasanya
menyerang pada bahu yang jarang digerakkan dan sekitar 12 % dari jumlah
penderita menerita frozen shoulder bilateral.2

1
Nyeri dan kaku yang timbul bukan merupakan gejala arthritis, namun
merupakan proses patologi struktur periarticular, dapat timbul sebagai nyeri
perlahan sekitar insersio deltoid.3
Teknik mobilisasi pada permukaan ventral, dorsal dan inferior sendi
glenohumeral merupakan terapi yang sering diberikan oleh fisioterapis dalam
intervensi keterbatasan lingkup gerak sendi. Selain itu beberapa modalitas
rehabilitasi medik digunakan dalam terapi frozen shoulder.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Fungsional
Secara anatomi, sendi glenohumeral dibentuk oleh fossa glenoidalis
scapulae dan caput humeri. Fossa glenoidalis scapulae berperan sebagai
mangkuk sendi glenohumeral yang terletak di anteriorsuperior angulus scapulae
yaitu pertengahan antara acromion dan processus cocacoideus. Sedangkan caput
humeri berperan sebagai kepala sendi yang berbentuk bola dengan diameter 3 cm
dan menghadap ke superior, medial, dan posterior. Berdasarkan bentuk
permukaan tulang pembentuknya, sendi glenohumeral termasuk dalam tipe ball
dan socket joint. Stabilitas sendi dipertahankan oleh stabilisator berupa ligamen,
otot, dan kapsul. Ligamen pada sendi glenohumeral, antara lain ligamen
coracohumeral, dan ligamen glenohumeral. Kapsul sendi merupakan
pembungkus sendi yang berasal dari fossa glenoidalis scapulae sampai collum
anatomicum humeri. Kapsul sendi dibagi menjadi dua lapisan yaitu : kapsul
synovial dan kapsul fibrosa. 5-7
1.Kapsul synovial (lapisan dalam)
Kapsul synovial mempunyai jaringan fibrocolagen agak lunak dan tidak memiliki
saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan cairan synovial dan
sebagai transformator makanan ke tulang rawan sendi. Cairan synovial normalnya
bening, tidak berwarna, dan jumlahnya ada pada tiap-tiap sendi antar 1 sampai 3
mm.
2.Kapsul fibrosa (lapisan luar)
Kapsul fibrosa berupa jaringan fibrous keras yang memiliki saraf reseptor dan
pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabilitas sendi, regenerasi
kapsul sendi.
Otot-otot pembungkus sendi glenohumeral terdiri dari m. supraspinatus,
m. infraspinatus, m. teres minor, dan m.subscapularis. M. supraspinatus berfungsi
membantu m. deltoideus melakukan abduksi bahu dengan memfiksasi caput
humeri pada fossa glenoidalis scapulae. M. infraspinatus, dan m. teres minor
berfungsi untuk melakukan eksorotasi bahu dan menstabilkan articulation, dan M.

3
subscapularis berfungsi untuk melakukan endorotasi bahu dan membantu
menstabilkan sendi.

(Gambar 1 : Anatomi Bahu)


Sendi bahu merupakan salah satu sendi yang paling mobil dan serbaguna
karena lingkup gerak sendi yang sangat luas, sehingga berperan penting dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari. Gerakan pada sendi bahu: fleksi (180 o), ekstensi
(60o), abduksi (180o), adduksi (45o), endorotasi (90o), eksorotasi (90o).5-7
Sendi bahu mempunyai gerakan yang paling luas diantara sendi-sendi lain.
Dua pertiga bagian gerak ini dilakukan oleh sendi glenohumeral dan sepertiga
lainnya oleh skapulotrasik. Karena itu untuk mencapai gerak lengan yang penuh
sampai diatas kepala diperlukan sendi yang tidak ada gangguan.5-7
Gerakan lain yang penting adalah gerakan rotasi internal dan rotasi
eksternal. Gerakan rotasi internal dan eksternal merupakan gerakan gelang bahu
dimana tangan dapat mencapai bagian punggung/belakang kepala.
Kedua gerakan ini sangat penting untuk dapat melakukan aktivitas memakai baju
dan menyisir.5-7

Definisi
Frozen shoulder adalah kekakuan sendi glenohumeral yang diakibatkan
oleh elemen jaringan non kontraktil atau gabungan antara jaringan nonkontraktil
dan kontraktil yang mengalami fibroplasia. Baik gerakan pasif maupun aktif

4
terbatas dan nyeri. Pada gerakan pasif, mobilitas terbatas pada pola kapsuler yaitu
rotasi eksternal paling terbatas, diikuti dengan abduksi dan rotasi internal.2,4 Dari
definisi frozen shoulder yang dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
frozen shoulder adalah gangguan pada sendi bahu yang dapat menimbulkan nyeri
di sekitar sendi bahu dan selalu menimbulkan keterbatasan gerak sendi ke semua
arah gerakan sehingga menimbulkan terjadinya permasalahan baik fisik maupun
penurunan aktivitas fungsional.2-4

Etiologi
Proses ini sering berawal sebagai tendinitis kronis, tetapi perubahan
peradangan kemudian menyebar melibatkan seluruh cuff dan kapsul yang
mendasari. Sementara peradangan berkurang, jaringan berkontraksi, kapsul dapat
menempel pada caput humerus. Penyebabnya tidak diketahui. Diduga penyakit ini
merupakan respon terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal. Meskipun
penyebabnya biasanya idiopatik, keadaan yang serupa terlibat setelah hemiplegia
atau infark jantung.4

Epidemiologi
Permulaan frozen shoulder biasanya didahului oleh peristiwa traumatis
fisik, diikuti dengan periode waktu di mana sendi bahu menjadi semakin lebih
terbatas dan menyakitkan. Namun, dalam sejumlah besar kasus, tidak ada trauma
fisik tertentu dapat dikaitkan dengan disfungsi bahu. Statistik terbaru
menunjukkan bahwa frozen shoulder mempengaruhi antara 2-5% dari populasi,
dengan rasio perempuan: laki-laki dari 60:40. Hingga 15% dari pasien akan
mengalami frozen shoulder bilateral. Kelompok usia yang paling umum
tampaknya antara 40 dan 60 tahun, dan FSS adalah lima kali lebih sering terjadi
pada penderita diabetes.5

Patogenesis
Imobilisasi yang lama karena adanya nyeri pada sendi bahu menyebabkan
statis pembuluh vena dan menimbulkan reaksi timbunan protein, akhirnya terjadi
fibrosus pada sendi glenohumeral. Fibrosus mengakibatkan adhesi antar lapisan
didalam sendi, sehingga terjadi perlengketan kapsul sendi dan terjadilah
keterbatasan gerak pada sendi bahu. Frozen shoulder sendiri kondisi dimana

5
terjadi keterbatasan pada sendi glenohumeral yang didahului oleh adanya nyeri.
Sedangkan nyeri tersebut dapat dikarenkan oleh tendinitis bicipitalis, inflamasi
rotator cuff, fraktur atau kelainan dari ekstra clavicular, yaitu angina. Akibat dari
frozen shoulder adalah adanya nyeri kesemua gerakan, terutama gerak exorotasi,
abduksi, dan endorotasi. Jika exorotasi lebih terbatas dari gerak abduksi, dan
endorotasi maka membentuk pola kapsuler.5

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari frozen shoulder memiliki ciri khas yaitu terbagi
dalam tiga fase, nyeri, kaku, dan perbaikan. Proses alamiah dari fase-fase ini
biasanya berjalan selama 1 hingga 3 tahun.12
Fase pertama sering disebut juga sebagai painful atau freezing stage, fase
ini diawali dengan rasa nyeri pada bahu. Pasien akan mengeluhkan nyeri saat tidur
dengan posisi miring dan akan membatasi gerak untuk menghindari nyeri. Pasien
akan sering mengeluhkan nyeri pada daerah deltoid. Sering kali pasien tidak akan
meminta bantuan medis pada fase ini, karena dianggap nyeri akan hilang dengan
sendirinya. Mereka dapat mencoba mengurangi nyeri dengan obat anti nyeri
analgetik. Tidak ada trauma sebelumnya, akan tetapi pasien akan ingat pertama
kali dia tidak bisa melakukan kegiatan tertentu akibat nyeri yang membatasi
pergerakan. Fase ini dapat berlangsung selama 2 sampai 9 bulan.12
Fase kedua ini disebut stiff atau fase frozen. Pada fase ini pergerakan bahu
menjadi sangat terbatas, dan pasien akan menyadari bahwa sangat sulit untuk
melakukan kegiatan sehari-hari, terutama yang memerlukan terjadinya rotasi
interna dan externa serta mengangkat lengan seperti pada saat keramas atau
mengambil sesuatu yang tinggi. Saat ini pasien biasanya mempunyai keluhan
spesifik seperti tidak bisa menggaruk punggung, atau memasang BH, atau
mengambil sesuatu dari rak yang tinggi. Fase ini berlangsung selama 3 bulan
hingga 1 tahun.12
Fase terakhir adalah fase resolusi atau thawing phase. Pada fase ini pasien
mulai bisa menggerakan kembali sendi bahu. Setelah 1-3 tahun kemampuan untuk
melakukan aktivitas akan membaik, tapi pemulihan sempurna jarang terjadi.12

6
Tanda dan gejala klinis yang sering timbul pada penderita frozen shoulder
akibat capsulitis adhesiva adalah :

a. Nyeri
Pasien berumur antara 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, sering
kali ringan, diikuti rasa sakit pada bahu dan lengan. Nyeri berangsur-angsur
bertambah berat dan pasien sering tidak bisa tidur pada posisi yang terkena,
setelah beberapa bulan nyeri mulai berkurang, tetapi sementara itu kekakuan
semakin menjadi, berlanjut terus selama 6-12 bulan. Setelah itu beberapa bulan
kemudian nyeri mulai berkurang, tetapi kekakuan semakin menjadi. Setelah
berapa bulan kemudian pasien dapat bergerak, tetapi tidak normal.1
Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari
sering dijumpai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
kesulitan penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita
akan melakukan gerakan kompensasi dengan mengangkat bahu pada saat gerakan
mengangkat lengan yang sakit, yaitu saat flexi dan abduksi sendi bahu diatas 90
atau di sebut dengan shrugging mechanism. Juga dapat dijumpai adanya atrofi
otot gelang bahu.1
b. Keterbatasan LGS
Adanya keterbatasan lingkup gerak sendi glenohumeral pada semua
gerakan yang nyata, baik gerakan yang aktif maupun pasif. Sifat nyeri dan
keterbatasan gerak sendi bahu terjadi pada semua gerakan sendi bahu, tetapi
sering menunjukkan pola yang spesifik, yaitu pola kapsuler. Pola gerak sendi bahu
ini adalah gerak eksorotasi lebih terbatas dari gerak abduksi dan lebih terbatas dari
gerak adduksi.1
c. Penurunan kekuatan otot dan atrofi otot
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam
mengangkat lengannya, sehingga penderita akan melakukan gerakan kompensasi
dengan shrugging mechanism. 1,6
d. Gangguan Aktifitas fungsional
Dengan beberapa adanya tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada
penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri,

7
keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot, dan atrofi maka secara langsung akan
mempengaruhi aktifitas fungsional yang dijalani. Secara klinis Frozen shoulder
dapat dibagi menjadi 3 stadium :6
Stadium 1 fase nyeri (painful); pada fase ini pasien seringkali merasakan
onset nyeri pada malam hari. Nyeri tidak berhubungan dengan aktivitas
tertentu, meskipun gerakan sendi dapat meningkatkan nyeri.
Stadium 2 fase adhesive (frozen); nyeri pada stadium 1 masih ada atau sudah
berkurang, terjadi penurunan luas gerak sendi secara progresif pada semua
arah gerakan. Pada fase ini terjadi gangguan yang bermakna pada aktivitas
keseharian (ADL).
Stadium 3 fase regresi (thawing); pada fase ini terjadi penurunan rasa nyeri
dan peningkatan luas gerak sendi yang progresif, sekitar 40% pasien akan
mengalami sedikit keterbatasan luas gerak sendi yang persisten, hanya 10%
yang mengalami keterbatan fungsional jangka panjang.

Diagnosa
Anamnesis
Pada penderita biasanya akan didapatkan keluhan seperti nyeri hebat dan
atau keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS). Penderita tidak bisa menyisir
rambut, memakai baju, menggosok punggung waktu mandi, atau mengambil
sesuatu dari saku belakang. Keluhan lain pada dasarnya berupa gerakan abduksi-
eksternal rotasi, abduksi-internal rotasi, maupun keluhan keterbatasan gerak
lainnya.6,7

1. Pemeriksaan Fisik

Frozen Shoulder merupakan gangguan pada kapsul sendi, maka gerakan


aktif maupun pasif terbatas dan nyeri. Nyeri dapat menjalar ke leher lengan atas
dan punggung. Perlu dilihat faktor pencetus timbulnya nyeri. Gerakan pasif dan
aktif terbatas, pertama-tama pada gerakan elevasi dan rotasi interna lengan, tetapi
kemudian untuk semua gerakan sendi bahu.

Tes appley scratch

8
Merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi lingkup gerak sendi aktif
pasien. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula dengan tangan
sisi kontralateral melewati belakang kepala (gambar 1). Pasien tidak dapat
melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat bergerak penuh pada bidang geraknya
secara pasif, tetapi terbatas pada gerak aktif, maka kemungkinan kelemahan otot
bahu sebagai penyebab keterbatasan.

(Gambar 2 : Tes Appley Scracht)

Tes Yargason
Tes ini dilakukan untuk menentukan apakah tendon otot bicep dapat
mempertahankan kedudukannya didalam sulkus intertuberkularis atau tidak.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara memfleksikan elbow sampai 90 o dan
supinasi lengan bawah (lengan yang diperiksa) dan stabilisasi pada thorax yang
berlawanan dengan pronasi lengan bawah (lengan yang tidak diperiksa).
Selanjutnya pasien melakukan gerakan lateral rotasi lengan melawan tahanan.
Hasil positif jika ada tenderness didalam sulcus bicepitalis atau tendon keluar dari
sulcus, ini merupakan indikasi tendinitis bicipitalis.

9
(Gambar 3 : Tes Yargasons)

Tes Speed
Pemeriksa memberikan tahanan pada shoulder pasien yang berada dalam
posisi fleksi, secara bersamaan pasien melakukan gerakan pronasi lengan bawah
dan ekstensi elbow. Tes ini positif apabila ada peningkatan tenderness didalam
sulcus bicipitalis dan ini merupakan indikasi tendinitis bicepitalis.

(Gambar 4 : Tes Speed)

Tes Drop-Arm
Tes ini dilakukan untuk mengungkapkan ada tidaknya kerusakan pada
otot-otot serta tendon yang menyusun rotator cuff dari bahu. Pemeriksa
mengabduksikan shoulder pasien sampai 90o dan meminta pasien menurunkan
lengannya secara perlahan-lahan pada sisi tersebut sebisa mungkin. Tes ini positif
jika pasien tidak dapat menurunkan lengannya secara perlahan-lahan atau timul
nyeri hebat pada saat mencoba melakukan gerakan tersebut, hasil test positif
indikasi cidera pada rotator cuff complex.

10
(Gambar 5 : Tes Drop-Arm)
Tes Neer
Pasien duduk atau berdiri dan pemeriksa dalam posisi berdiri. Fiksasi
skapula ipsilateral untuk mencegah protraksi. Kemudian pasien di suruh elevasi
secara pasif ke depan dari lengan. Perhatian apabila ada nyeri pada bahu. Nyeri
tersebut biasanya penjepitan tuberkulum mayor, degenerasi supraspinatus dan
bursa subakromial terhadap akromion.

(Gambar 6 : Tes Neer)

Tes Empty can


Posisi: duduk atau berdiri, bahu abduksi 900, adduksi horizontal 300 dan
endorotasi penuh. Pemeriksa meletakkan tangan pada bagian atas lengan atas.
Pemeriksaan: pasien mempertahankan posisi ini sambil diberikan tahanan ke
bawah. Perhatian jika ada kelemahan otot, jangan lupakan nyeri.
Nyeri akan bertambah pada penekanan dari tendon yang membentuk
muskulotendineus rotatorcuff. Bila gangguan berkelanjutan akan terlihat bahu

11
yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis, karena atrofi otot deltoid,
supraspinatus dan otot rotator cuff lainnya. 7

(Gambar 7 : Tes Empty can)


2. Pemeriksaan Penunjang
Selain dibutuhkan pemeriksaan fisik, dalam mendiagnosa suatu penyakit
juga dibutuhkan suatu pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penujang dilakukan
sesuai dengan masing-masing penyakit. Pada Frozen Shoulder pemeriksaan
penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan radiologi (x-ray untuk
menyingkirkan arthritis, tumor, dan deporit kalsium) dan pemeriksaan MRI atau
arthrogram (dilakukan bila tidak ada perbaikan dalam waktu 6-12 minggu), dan
pemeriksaan ultrasound.8

Diagnosa Banding
1. Tendinitis Bicipitalis
Tendon otot biceps dapat mengalami kerusakan secara tersendiri,
meskipun berada bersama-sama otot supraspinatus. Tendinitis ini biasanya
merupakan reaksi terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada bahu
dengan lengan dalam posisi adduksi serta lengan bawah supinasi.10
Pada kasus tendinitis juga dapat terjadi pada orang-orang yang bekerja
keras dengan posisi seperti tersebut di atas dan secara berulang kali. Pemeriksaan
fisik pada penderita tendinitis bisipitalis didapatkan adanya aduksi sendi bahu
terbatas, nyeri tekan pada tendon otot bisep, tes Yorgason disamping timbul nyeri
juga didapat penonjolan pada samping medial tuberkuluminus humeri, berarti

12
tendon otot bisep tergelincir dan berada di luar sulcus bisipitalis sehingga terjadi
penipisan tuberkulum.10

2. Bursitis Subacromialis
Bursitus subacromialis merupakan peradangan dari bursa sub acromialis,
keluhan utamanya adalah tidak dapat mengangkat lengan ke samping (abduksi
aktif), tetapi sebelumnya sudah merasa pegal-pegal di bahu. Lokasi nyeri yang
dirasakan adalah pada lengan atas atau tepatnya pada insersio otot deltoideus di
tuberositas deltoidea humeri. Nyeri ini merupakan nyeri rujukan dari bursitis sub
acromialis yang khas sekali, ini dapat dibuktikan dengan penekanan pada
tuberkulum humeri. Tidak adanya nyeri tekan berarti nyeri rujukan.10
Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya Panfull arc sub acromialis 70o-
120o, tes fleksi siku melawan tahanan pada posisi fleksi 90o terjadi rasa nyeri.

3. Tendinitis Supraspinatus
Tendon otot supraspinatus sebelum berinsersio pada tuberkulum mayus
humeri, akan melewati terowongan pada daerah bahu yang dibentuk oleh caput
humeri (dengan pembungkus kapsul sendi glinohumeral) sebagai alasnya, dan
acromion serta ligamentum coraco acromiale sebagai penutup bagian atasnya.
Disini tendon tersebut akan saling bertumpang tindih dengan tendon dari otot bisep
kaput longum. Adanya gesekan berulang-ulang serta dalam jangka waktu yang
lama akan mengakibatkan kerusakan pada tendo otot supraspinatus dan berlanjut
sebagai tendonitis supraspinatus.10

Pengobatan
Medikamentosa
Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan
pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan diawali
dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi nyeri, dilanjutkan
dengan latihan-latihan gerakan. Pada beberapa kasus dilakukan TENS untuk
mengurangi nyeri.10,11
Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian suntikan
steroid (sampai enam) seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini dapat perlu
dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan dengan bantuan

13
radiologis, bisa dengan fluoroskopi, USG, atau CT. Bantuan radiologis digunakan
untuk memastikan jarum masuk dengan tepat pada sendi bahu. Kortison
injeksikan pada sendi untuk menekan inflamasi yang terjadi pada kondisi ini.
Kapsul bahu juga dapat diregangkan dengan salin normal, kadang hingga terjadi
rupture pada kapsul untuk mengurangi nyeri dan hilangnya gerak karena
kontraksi. Tindakan ini disebut hidrodilatasi, akan tetapi terdapat beberapa
penelitian yang meragukan kegunaan terapi tersebut. Apabila terapi-terapi ini
tidak berhasil seorang dokter dapat merekomendasikan manipulasi dari bahu
dibawah anestesi umum untuk melepaskan perlengketan. Operasi dilakukan pada
kasus yang cukup parah dan sudah lama terjadi. Biasanya operasi yang dilakukan
berupa arthroskopi.10,11

Penanganan Rehabilitasi Medik


a. Terapi dingin
Modalitas terapi ini biasanya untuk nyeri yang disebabkan oleh cedera
muskuloskeletal akut. Demikian pula pada nyeri akut Frozen Shoulder lebih baik
diberikan terapi dingin.9
Efek terapi ini diantaranya mengurangi spasme otot dan spastisitas,
mengurangi maupun membebaskan rasa nyeri, mengurangi edema dan aktivitas
enzim destruktif (kolagenase) pada radang sendi. Pemberian terapi dingin pada
peradangan sendi kronis menunjukkan adanya perbaikan klinis dalam hal
pengurangan nyeri.
Adapun cara dan lama pemberian terapi dingin adalah sebagai berikut: 9
o Kompres dingin
Teknik: masukkan potongan potongan es kedalam kantongan yang
tidak tembus air lalu kompreskan pada bagian yang dimaksud. Lama: 20
menit, dapat diulang dengan jarak waktu 10 menit.9

o Masase es
Teknik: dengan menggosokkan es secara langsung atau es yang telah
dibungkus. Lama: 5-7 menit. Frekuensi dapat berulang kali dengan jarak
waktu 10 menit.9

14
b.Terapi panas3,9
Efek terapi dari pemberian panas lokal, baik dangkal maupun dalam,
terjadi oleh adanya produksi atau perpindahan panas. Pada umumnya reaksi
fisiologis yang dapat diterima sebagai dasar aplikasi terapi panas adalah bahwa
panas akan meningkatkan viskoelastik jaringan kolagen dan mengurangi
kekakuan sendi. Panas mengurangi rasa nyeri dengan jalan meningkatkan nilai
ambang nyeri serabut-serabut saraf. Efek lain adalah memperbaiki spasme otot,
meningkatkan aliran darah, juga membantu resolusi infiltrat radang, edema, dan
efek eksudasi. 9
Beberapa penulis menganjurkan pemanasan dilakukan bersamaan dengan
peregangan, dimana efek pemanasan meningkatkan sirkulasi yang bermanfaat
sebagai analgesik.Terapi panas dangkal menghasilkan panas yang tertinggi pada
permukaan tubuh namun penetrasinya kedalam jaringan hanya beberapa
milimeter. Pada terapi panas dalam, panas diproduksi secara konversi dari energi
listrik atau suara ke energi panas didalam jaringan tubuh. Panas yang terjadi
masuk kejaringan tubuh kita yang lebih dalam, tidak hanya sampai jaringan
dibawah kulit (subkutan). Golongan ini yang sering disebut diatermi, terdiri dari: 9
o Diatermi gelombang pendek (short wave diathermy = SWD)
o Diatermi gelombang mikro (microwave diathermy = MWD)
o Diatermi ultrasound (utrasound diathermy = USD)
Pada frozen Shoulder, modalitas yang sering digunakan adalah ultrasound
diathermy (US) yang merupakan gelombang suara dengan frekuensi diatas 17.000
Hz dengan daya tembus yang paling dalam diantara diatermi yang lain.
Gelombang suara ini selain memberikan efek panas/ termal, juga ada efek
nontermal/ mekanik/ mikromasase, oleh karena itu banyak digunakan pada kasus
perlekatan jaringan. Frekuensi yang dipakai untuk terapi adalah 0,8 dan 1 MHz.
Dosis terapi 0,5-4 watt/cm2, lama pemberian 5-10 menit, diberikan setiap hari atau
2 hari sekali. US memerlukan media sebagai penghantarannya dan tidak bisa
melalui daerah hampa udara. Menurut penelitian, medium kontak yang paling
ideal adalah gel. 9
Efek US pada Capsulitis adhesive :

15
Meningkatkan aliran darah
Meningkatkan metabolisme jaringan
Mengurangi spasme otot
Mengurangi perlekatan jaringan
Meningkatkan ekstensibilitas jaringan.
Modalitas lain yang digunakan adalah short wave diathermy. Disini
digunakan arus listrik dengan frekuensi tinggi dengan panjang gelombang 11m
yang diubah menjadi panas sewaktu melewati jaringan.Pada umumnya pemanasan
ini paling banyak diserap jaringan dibawah kulit dan otot yang terletak di
permukaan. 9
Elektrostimulasi : TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation )
Modalitas terapi fisik ini dapat dipergunakan untuk nyeri akut maupun
nyeri kronis, dan sering digunakan untuk meredakan nyeri pada Frozen Shoulder.3
Untuk peletakan elektroda dan pemilihan parameter perangsangan sampai
sekarang masih lebih banyak bersifat seni dan subyektif. Namun peletakkan
elektrode harus tetap berdasarkan pengetahuan akan dasar-dasar anatomi dan
fisiologi. Letak elektroda yang biasa dipilih yaitu: daerah paling nyeri, dermatom
saraf tepi, motor point, trigger point, titik akupuntur. 3
Stimulasi dapat juga disertai dengan latihan. Misalnya keterbatasan gerak
abduksi, elektrode aktif (negatif) ditempatkan pada tepi depan aksila dan elektroda
kedua diletakkan pada bahu atau diatas otot deltoid penderita. Pasien berdiri
disamping sebuah dinding dan diminta meletakkan jari-jarinya pada permukaan
dinding. Pada saat stimulasi, jari-jari tangan pasien diminta untuk berjalan ke atas
di dinding tersebut. Lama pemberian stimulasi bervariasi dari 30 menit sampai
beberapa jam dan dapat dilakukan sendiri oleh penderita. Angka keberhasilan
untuk menghilangkan nyeri bervariasi dari 25% sampai 8095%.3

Latihan
Merupakan bagian yang terpenting dari terapi Frozen Shoulder. Pada
awalnya latihan gerak dilakukan secara pasif terutama bila rasa nyeri begitu berat.
Setelah nyeri berkurang latihan dapat dimulai dengan aktif dibantu. Rasa nyeri
yang timbul pada waktu sendi digerakkan baik secara pasif maupun aktif

16
menentukan saat dimulainya latihan gerak. Bila selama latihan pasif timbul rasa
nyeri sebelum akhir pergerakan sendi diduga masih fase akut sehingga latihan
gerakan aktif tidak diperbolehkan. Bila rasa nyeri terdapat pada akhir gerakan
yang terbatas, berarti masa akut sudah berkurang dan latihan secara aktif boleh
dilakukan. Pada latihan gerak yang menimbulkan/ menambah rasa nyeri, maka
latihan harus ditunda karena rasa nyeri yang ditimbulkan akan menurunkan
lingkup gerak sendi. Tetapi bila gerakan pada latihan tidak menambah rasa nyeri
maka kemungkinan besar terapi latihan gerak akan berhasil dengan baik. Latihan
gerak dengan menggunakan alat seperti shoulder wheel , overhead pulleys, finger
ladder, dan tongkat merupakan terapi standar untuk penderita frozen shoulder. 9

Gambar 3 : shoulder wheel

Gambar 4 : overhead pulleys Gambar 5: finger ladder


Latihan Codman (Pendulum)
Gravitasi menyebabkan traksi pada sendi dan tendon dari otot lengan.
Codman memperkenalkan latihan untuk sendi bahu dengan menggunakan
gravitasi. Bila penderita melakukan gerak abduksi pada saat berdiri tegak akan
timbul rasa nyeri hebat. Tetapi bila dilakukan dengan pengaruh dari gravitasi dan
otot supraspinatus relaksasi maka gerakan tersebut terjadi tanpa disertai rasa nyeri.

17
Pada pergerakan pendulum penderita membungkuk kedepan, daerah lengan yang
sakit tergantung bebas tanpa atau dengan beban.3,9
Tubuh dapat ditopang dengan meletakkan lengan satunya diatas meja atau
bangku, lengan digerakkan ke depan dan ke belakang pada bidang sagital (fleksi-
ekstensi). Makin lama makin jauh gerakannya, kemudian gerakan kesamping,
dilanjutkan gerakan lingkar (sirkuler) searah maupun berlawanan arah dengan
jarum jam. Pemberian beban pada latihan pendulum akan menyebabkan otot
memanjang dan dapat menimbulkan relaksasi pada otot bahu. 3,9

Gambar 6: Latihan Pendulum

Latihan dengan menggunakan tongkat


Latihan dengan tongkat dapat berupa gerakan fleksi, abduksi, adduksi, dan
rotasi. Gerakan dapat dilakukan dalam posisi berdiri, duduk ataupun berbaring. 3,9

Gambar 7 : Latihan dengan menggunakan tongkat

18
Latihan finger ladder
Finger ladder adalah alat bantu yang dapat memberikan bantuan secara
obyektif sehingga penderita mempunyai motivasi yang kuat untuk melakukan
latihan lingkup gerak sendi dengan penuh. Perlu diperhatikan agar penderita
berlatih dengan posisi yang benar, jangan sampai penderita memiringkan
tubuhnya, berjinjit maupun melakukan elevasi kepala. Gerakan yang dapat
dilakukan adalah fleksi dan abduksi. Penderita berdiri menghadap dinding dengan
ujung jari-jari tangan sisi yang terkena menyentuh dinding. Lengan bergerak
keatas dengan menggerakkan jari-jari tersebut (untuk fleksi bahu). Untuk gerakan
abduksi dikerjakan dengan samping badan menghadap dinding.3

Latihan dengan over head pulleys (katrol)


Bila diajarkan dengan benar, sistem katrol sangat efektif untuk membantu
mencapai lingkup gerak sendi bahu dengan penuh. Peralatan: dua buah katrol
digantungkan pada tiang dengan seutas tali dihubungkan dengan kedua katrol
tersebut. Kedua ujung tali diberi alat agar tangan dapat menggenggam dengan
baik. Posisi penderita bisa duduk, berdiri atau berbaring terlentang dengan bahu
terletak dibawah katrol tersebut. Dengan menarik tali pada salah satu tali yang lain
akan terangkat. Sendi siku diusahakan tetap dalam posisi ekstensi dan penderita
tidak boleh mengangkat bahu maupun mengangkat tubuh. Gerakan dilakukan
perlahan-lahan. 3,9
Latihan dengan shoulder wheel
Dengan instruksi yang benar shoulder whell dapat digunakan untuk
memberi motivasi pada penderita untuk melakukan latihan lingkup gerak sendi
bahu secara aktif. Cara penggunaan alat yaitu penderita berdiri sedemikian rupa
sehingga aksis dari sendi bahu sama dengan aksis roda pemutar sehingga gerak
lengan sesuai dengan gerak putaran roda. Penderita tidak diharuskan
menggerakkan roda secara penuh, tetapi gerakan hanya dilakukan sebesar
kemampuan gerakan sendi bahunya. Harus pula diperhatikan pada waktu
melakukan gerakan endorotasi maupun eksorotasi bahu dalam posisi abduksi 90 o
dan siku fleksi 90o. Dengan meletakkan siku pada aksis roda maka gerakan dapat
dilakukan sampai pada keterbatasan lingkup gerak sendi. 3,9

19
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : Ny JT
Umur : 57 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sario Tumpaan
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Tanggal Pemeriksaan : 13 Desember 2017

20
Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri bahu kiri

Riwayat Penyakit Sekarang


Penderita datang ke Poliklinik Rehabilitas medik di RSUP Prof R.D
Kandou dengan keluhan nyeri bahu bagian kiri sejak 6 bulan yang lalu. Nyerinya
dirasakan seperti di tusuk-tusuk jarum, tidak menjalar. Lamanya nyeri sekitar 5
menit, makin hebat saat melakukan aktivitas, dan nyeri menetap tidak hilang
timbul. Penderita sudah pernah minum obat anti nyeri tetapi nyeri tidak hilang.
Pasien juga mengeluh adanya keterbatasan anggota gerak sejak 2 bulan yang lalu.
Tidak ada pusing, dan tidak ada nyeri bagian leher. Pasien ada riwayat jatuh kira-
kira 2 tahun yang lalu. Pusing (-), Muntah (-)
Visual Analogue Scale (VAS) 6
0 10

Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (+) sejak 10 tahun yang lalu minum obat teratur Amlodipin 10 mg.

Riwayat Keluarga
Tidak ada penyakit seperti penderita dalam keluarga
Riwayat Kebiasaan
Penderita dominan menggunakan tangan kanan.
Penderita sering bekerja menggunakan tangan kanan
Kebiasaan berolahraga tidak teratur.

Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita adalah seorang ibu rumah tangga dan bekerja sebagai PNS yang
mempunyai 2 orang anak dan 1 suami. Penderita tinggal di rumah di rumah
permanen. Rumah atap seng, dinding beton, lantai tehel, dan terdapat 3 buah
kamar tidur. Penderita menggunakan WC jongkok. Sumber penerangan PLN,
sumber air minum PAM. Biaya hidup sehari-hari cukup dan biaya pengobatan di
tanggung oleh BPJS.

21
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, Glasgow Coma Scale (GCS) E4M6V5
Tanda vital : Tekanan darah = 130/90 mmHg
Nadi = 82 x/menit
Respirasi = 20 x/menit
Suhu = 36,5 C
Tinggi Badan : 153cm
Berat Badan : 55 kg
IMT : BB (kg )/TB (m ) 2 = 53/1,532 = 34,64 (obesitas)
Kepala : Normosefali
Mata : Pupil bulat isokor 3 mm, RC +/+, RCTL +/+
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : Sekret (-), septum deviasi (-)
Telinga: Sekret (-)
Mulut : Sianosis (-), normal
Leher : Trakhea letak di tengah, pembesaran KGB (-)

Thorax
Paru : Gerakan dada simetris kiri = kanan, strem fremitus kiri =
kanan, sonor di kedua lapangan paru, suara nafas
bronkovesikuler, rhonkhi (-), wheezing (-)
Jantung : Ictus cordis tidak tampak dan tidak teraba, BJ I-II normal,
bising (-)
Abdomen : Datar, lemas BU (+) Normal, hepar dan lien tidak teraba
membesar
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

Status Motorik dan Sensorik

Status Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior

22
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Gerakan Normal Normal Normal Normal
Kekuatan otot 5/5/5/5 5/5/5/5 5/5/5/5 5/5/5/5
Normotonu Normotonu
Tonus otot Normotonus Normotonus
s s
Refleks fisiologis Normal Normal Normal Normal
Refleks patologis (-) (-) (-) (-)
Sensibilitas:
Protopatik (+)Normal (+)Normal (+)Normal (+)Normal
Propioseptif (+)Normal (+)Normal (+)Normal (+)Normal

Status Lokalis

Shoulder Joint Dekstra Shoulder Joint Sinistra


Look Edema (-), deformitas (-) Edema (-), deformitas (-)
Feel Nyeri tekan (-), spasme (-) Nyeri tekan (+), spasme (-)

LGS Shoulder Normal, LGS Shoulder terbatas


Movement
tidak ada nyeri karena nyeri

Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi (LGS)


LGS Cervical Dextra Sinistra Normal
Flexi-Extensi 45o-0o-45o 45o-0o-45o 45o-0o-45o
Rotasi Dextra-Sinistra 70o-0o-70o 70o-0o-70o 70o-0o-70o
Lateral bending 40o-0o-40o 40o-0o-40o 40o-0o-40o
Dextra-Sinistra

LGS Glenohumeral Dekstra Sinistra Normal


Flexi-Extensi 180o-0o-60o A :120o-0o-40o 180o-0o-60o
P : 130o-0o-45o
Rotasi internal-external 90o-0o-90o A : 40o-0o-55o 90o-0o-90o
P : 45o-0o-600
Abduksi-Adduksi 180o-0o-45o A : 110o-0o-35o 180o-0o-45o
P :120o-0o-40o

Test Provokasi
Shoulder Joint Dextra Sholder Joint Sinistra

23
Appley Scraft test(-) Appley Scraft test(+)
Appley Stracht test (-) Appley Stracht test (+)
Neers Test (-) Neers Test (-)
Drop arm test (-) Drop arm test (-)
Speeds test (-) Speeds test (-)
Empty can test (-) Empty can test (-)

RESUME

Perempuan 57 tahun datang dengan keluhan nyeri bahu kiri sejak 6 bulan
yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus. Nyeri timbul saat penderita
beraktivitas seperti memakai kaos, mengancingkan pakaian dalam (bra),
menyisir rambut mandi dan mencuci piring. Nyeri berkurang pada saat
penderita beristirahat atau posisi tangan netral. Nyeri seperti ditusuk-tusuk.
Nyeri tidak menjalar ke lengan atau leher. Adanya keterbatasan anggota gerak
sejak 2 bulan yang lalu. Riwayat trauma (+).Terdapat riwayat hipertensi sejak
10 tahun yang lalu. Pemeriksaan fisik umum didapatkan kesadaran compos
mentis, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 82 kali/menit, respirasi 20
kali/menit, suhu 36,5C dan VAS 6. Pemeriksaan LGS bahu sinistra
keterbatasan gerakan flexi (120o), extensi (40o), abduksi (110o), adduksi (35o)
internal rotasi(45o), external rotasi (55o). Pada test provokasi didapatkan hasil
yang positif pada Appley scratch test dan Appley scraft test. .

Diagnosis
Dignosis klinis : Frozen Shoulder Sinistra
Diagnosis etiologi : Trauma
Diagnosis topis : Shoulder Sinistra
Diagnosis Fungsional :
Body function : Nyeri bahu kiri
Body structural : Sendi glenohumeral sinistra
Activity : gangguan AKS saat mandi, menyisir rambut, memakai
baju, dan memasang bra.
Participation :-

24
Environment :-
Personal factor : Perempuan, 57th, riwayat HPT, obesitas.

Penatalaksanaan
Medikamentosa
Pemberian Obat NSAID/Analgetik : Asam Mefenamat tab 500 mg.
Penatalaksanaan Rehabilitas Medik
1. Fisioterapi
Evaluasi : Nyeri pada bahu kiri (VAS 6), keterbatasan LGS dan gangguan
AKS, kecemasan.

Program :.

TENS regio shoulder sinistra

Latihan Lingkup Gerak Sendi (LGS) shoulder sinistra (Codman


(Pendulum) Excersise, Finger Lader Exercise, Stick Exersice)

2. Okupasi Terapi

Evaluasi : gangguan AKS saat mandi, menyisir rambut, memakai baju, dan
mencuci piring.

Program : Latihan untuk melakukan aktifitas kehidupan sehari hari.

3. Ortotik dan prostetik :

Evalusai : saat ini tidak dibutuhkan penggunaan ortotik dan prostetik.

Program : Tidak ada alat yang diperlukan pada saat ini.

4. Psikologi

25
Evaluasi : Meningkatkan kesadaran pasien akan terapi.

Program : Suport mental kepada pasien untuk rajin terapi dan melakukan
latihan di rumah.

5. Sosial medik

Evaluasi : Biaya sehari-hari cukup, biaya pengobatan BPJS

Program : Memberikan edukasi dan dukungan pada penderita dan keluarga


penderita agar penderita rajin melakukan terapi dan kontrol secara teratur di
Instalasi Rehabilitasi Medik, memberikan edukasi dan dukungan pada
penderita dan keluarga penderita agar penderita rajin melakukan home
program.

6. Edukasi (Home Program)

Pendulum Excercise

Finger Ladder

Stick Exercise

7. Prognosis

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam

Quo ad functionam : Dubia ad Bonam

8. Anjuran

Foto rontgen regio shoulder sinistra.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Apley, A. G. and Solomon, L., 1995; Buku Ajar Orthopedi & Fraktur
Sistem Apley; Edisi 7, diterjemahkan oleh dr. Edy Nugroho, Widya
Medika, Jakarta, hal. 11-12
2. Santoso, B : Anatomi Fungsional Sendi Bahu, UPF Rehabilitasi Medik
RSUD Dr. Sutomo Surabaya,ed TITAFI VII, Surabaya, tahun 1989,
halaman 1-11.
3. Suharto, : Fisioterapi pada frozen shoulder akibat hemiplegia. Dalam
artikel tahun 2008 Diakses tanggal 13 Februari 2017 dari
http://binhasyim.wordpress.com/2008/01/22/fisioterapi-pada-frozen-
shoulder-akibat-hemiplegia/.

27
4. Sidharta, Priguna. 1984. Sakit Neuromusculoskeletal dalam Praktek
Umum. Cetakan ke-2. PT. Dian Rakyat. Jakarta.
5. Pal, B. et al. Limitation of joint mobility and shoulder capulitis in insulin
and non-insulin dependent diabetes mellitus. Br J of Rheumatology 25:
147-151, 1986
6. Heru Purbokuntono. 2004. Kupas Tuntas Frozen Shoulder. Disampaikan
dalam seminar. Surabaya
7. Priguna, Sidharta. 2003. Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek
Umum. Fakultas Kedokteran Indonesia: Jakarta
8. Ph Laubhscher. 2009. Frozen Shoulder. SA Orthopedy Journal South
Afrika.Tersedia:http://shoulder.co.za/content/stoj%20frozen
%20shoulder.pdf. diakses tanggal 13 Februari 2017.

9. Sianturi, Golfried. 2008. Studi Komparatif Injeksi dan Oral Triamnicolone


Acetonide pada sindroma Frozen Shoulder. Semarang.

10. William E, Morgan, DC& Sarah Ptthoff, DC. Managing the Frozen
Shoulder. Available online at :
http://drmorgan.info/data/documents/frozen-shoulder-ebook.pdf diakses
tanggal 13 Februari 2017.

11. Patient Information Guide Frozen ShoulderSyndrome (Adhesive


Capsulitis) in Seacost Orthopedics & Sports Medicine. Available online at
: http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0
CCoqfjac diakses tanggal 13 Februari 2017

12. Keith, Strange. 2010. Passive Range of Motion and Codmans Exercise.
American Academy of Orthopedics Surgeons.

28

You might also like