You are on page 1of 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di seluruh dunia, terutama pada anak-anak di bawah lima tahun. 1,2,3Setiap tahun
di dunia, sekitar 13 juta anak yang berusia di bawah lima tahun meninggal dan sepertiga
dari total kematian tersebut disebabkan oleh ISPA. Sekitar 95% dari kematian tersebut
merupakan anak-anak yang berada di negara-negara berkembang.2Pada tahun 2010,
terdapat 5.8 juta kematian di seluruh dunia akibat ISPA.1

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan
organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.Infeksi
saluran napas bagian atas misalnya faringitis akut dan infeksi telinga seperti otitis media
akut. Infeksi saluran napas bagian bawah misalnya pneumonia dan bronkiolitis. Infeksi
ini dapat disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri.3 Saat ini terdapat banyak antibiotik
yang efektif terhadap beberapa infeksi bakteri ataupun penyebab ISPA lainnya, akan
tetapi angka kejadian ISPA masih tetap tinggi. Hal ini dikarenakan kejadian ISPA pada
anak usia di bawah lima tahun (balita) memiliki banyak sekali faktor risiko. 1 Beberapa
faktor risiko terjadinya ISPA pada balita antara lain kondisi tempat tinggal balita dan
karakteristik balita. Kondisi tempat tinggal meliputi kepadatan hunian, polusi udara luar,
dan ada tidaknya sumber pencemaran dalam rumah seperti bahan bakar untuk memasak
dan keberadaan perokok di sekitar balita. Karakteristik balita meliputi usia, jenis kelamin,
status gizi, berat badan lahir, pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, dan status
imunisasi.1,2,4,5

Indonesia merupakan negara terpadat penduduknya ketiga di Asia dengan


jumlah penduduk sekitar 250 juta. Pada jumlah penduduk yang begitu padatnya tersebut,
ISPA masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.5,6 Secara nasional
berdasarkan Riskesdas 2007, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor dua pada
balita (13.2%) setelah diare (17.2%).6

Di Indonesia, episode penyakit batuk pilek pada balita diperkirakan tiga sampai
enam kali per tahun. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien
di sarana kesehatan. Sebanyak 40% hingga 60% kunjugan pasien di Puskesmas dan
sekitar 15% hingga 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah
sakit disebabkan oleh ISPA. Kematian akibat ISPA, terutama pneumonia, di Indonesia
pada akhir tahun 2000 adalah sekitar 450.000 balita. Kematian akibat ISPA pada bayi atau
balita diperkirakan sebanyak 150.000 setiap tahunnya atau sekitar 12.500 korban per
bulan atau 416 kasus per hari atau 17 anak per jam atau seorang bayi setiap lima menit.4,5,6

Tingginya angka kejadian ISPA di Indonesia meliputi seluruh wilayah yang ada,
termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).Berdasarkan data dari profil kesehatan
Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2015, ISPA menduduki peringkat pertama dari
sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas yang ada di NTB baik pada tahun 2014, sekitar
224.542 kasus, maupun pada tahun 2015 dengan jumlah kasus yang justru meningkat
yakni 267.264 kasus. Data yang ada juga menunjukkan bahwa angka kejadian pneumonia
di wilayah NTB terus meningkat setiap tahunnya sejak tahun 2008. Pada tahun 2008
terdapat 40.506 kasus pneumonia di NTB dan meningkat menjadi 49.878 kasus pada
tahun 2010. Angka ini terus melonjak hingga pada tahun 2014 terdapat 54.220 kasus
pneumonia. Di tahun 2015, angka kejadian pneumonia menurun menjadi 33.291 kasus.
Angka kejadian pneumonia di NTB paling tinggi ditemukan di kabupaten Lombok Timur,
disusul Lombok Tengah dan Lombok Barat.7

Angka kejadian pneumonia sendiri pada tahun 2015 di wilayah Lombok Barat
pada dasarnya telah mengalami penurunan dibandingkan tahun 2014. Angka kejadian
pneumonia di kecamatan Narmada dan Gunungsari merupakan dua yang tertinggi pada
tahun 2015 yakni 359 kasus di Puskesmas Sedau, kecamatan Narmada, dan 358 kasus di
Puskesmas Gunungsari, kecamatan Gunungsari.8 Berdasarkan data dari Puskesmas
Gunungsari, angka kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Gunungsari masih sangat
tinggi dan bahkan ISPA memegang peringkat tertinggi dari sepuluh penyakit terbanyak
yang berobat di rawat jalan di setiap bulannya.9,10

Mengingat tingginya angka kejadian ISPA di Puskesmas Gunungsari, maka


peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai beberapa faktor risiko yang
berhubungan dengan angka kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Gunungsari.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran kejadian ISPA, karakteristik balita, faktor lingkungan rumah,
dan sumber pencemaran dalam rumah pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Gunungsari pada tahun 2017 ?

2. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik balita, faktor lingkungan rumah, dan
sumber pencemaran dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Gunungsari tahun 2017?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui gambaran kejadian ISPA, karakteristik balita, faktor lingkungan rumah,


dan sumber pencemaran dalam rumah pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Gunungsari pada tahun 2017.

2. Mengetahui hubungan antara karakteristik balita, faktor lingkungan rumah, dan


sumber pencemaran dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Gunungsari tahun 2017

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Masyarakat

Memberikan gambaran kepada masyarakat tentang pentingnya kesehatan lingkungan


dan rumah dalam rangka pencegahan kejadian ISPA.

1.4.2 Puskesmas Gunungsari dan pemegang program

Memberikan masukan dan informasi pada Puskesmas Gunungsari, khususnya


pengelola program terkait, untuk dapat meningkatkan usaha pencegahan kejadian
ISPA di wilayah Puskesmas Gunungsari.

1.4.3 Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti


tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA.

1.4.4 Peneliti lain


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan, masukan, serta acuan
untuk penelitian selanjutnya.

Daftar Pustaka Bab I :


1. Chen, Y., Williams, E., Kirk, M. Risks Factors for Acute Respiratory Infection in The
Australian Community. Research Article. National Centre for Epidemiology and
Population Health. The Australian National University. Canberra : Australia. July, 2014.
2. Taksande, A.M., Yeole, M. Risk Factors of Acute Respiratory Infection (ARI) in Under-
Fives in a Rural Hospital of Central India. Journal of Pediatric and Neonatal
Individualized Medicine (JPNIM). 2016. Vol. 5, No. 1.
3. Simoes, E. A. F., Cherian, T., Chow, J., Shahid-Shales, S.A., Laxminarayan, R., John, T.
J. Acute Respiratory Infection in Children. Dalam : Jamison, D.T., Breman, J. G.,
Measham, A. R., dkk. Disease Control Priorities in Developing Countries. Edisi ke-2.
Chapter 25. Washington DC : The International Bank for Reconstruction and
Development / The World Bank. New York : Oxford University Press. 2006. Diakses
dari : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK11786/ (Diakses tanggal 25 Januari
2017).
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Penyehatan
Lingkungan. Jakarta. 2009.
5. Shibata, T., Wilson, J. L., Watson, L. M., LeDuc, A., Meng, C., Ansariadi, La Ane, R.,
Manyullei, S., Maidin, A. Childhood Acute Respiratory Infection and Household
Environment in an Eastern Indonesian Urban Setting. Article. International Journal of
Environment Research and Public Health. 2014. Vol. 11. Hlm. 12190-4.
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012.
Jakarta. 2013.
7. Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Profil Kesehatan Provinsi Nusa
Tenggara Barat Tahun 2015. Mataram. 2016. Hlm. 23-4, 119.
8. Dinas Kesehatan Lombok Barat. Profil Kesehatan Kabupaten Lombok Barat Tahun
2015. Gerung. 2016. Hlm. 22-3, 95.
9. Puskesmas Gunungsari. Profil Kesehatan Puskesmas Gunungsari Tahun 2015.
Gunungsari. 2016.
10. Puskesmas Gunungsari. Angka Kejadian Penyakit di Puskesmas Gunungsari Tahun
2016. Gunungsari. 2017.

You might also like