You are on page 1of 11

Gejala dan Penatalaksanaan Asma Bronkial pada Pasien

Marina Dewi Utami


102014038
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan

Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik: obstruksi saluran napas yang reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi saluran napas, peningkatan respons
saluran terhadap berbagai rangsangan (hipereaktivitas). Obstruksi saluran napas ini memberikan
gejala-gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma
dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan, bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat
pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut. Derajat obstruksi
ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, dipengaruhi oleh edema dinding bronkus,
produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga baik obstruksi maupun
peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas.

Mind map

Anamnesis

Anamnesis dengan menanyakan keluhan dan keterangan mengenai penyakit kepada orang
tua atau sumber lain (aloanamnesis) karena pasien masih dikategorikan anak-anak sehingga
belum bisa berkomunikasi dengan baik dan jelas.

Adapun hal-hal yang perlu kita tanyakan pada saat anamnesis adalah

1. Identitas pasien : nama, umur,jenis kelamin, alamat, agama.

1
2. onset, frekuensi, durasi dari keluhan utama pasien
3. Perkembangan dari keluhan pasien
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Keluarga
6. Riwayat Obat
7. Jenis dan lama obat yang sedang diminum pasien.1

Keluhan awal akut mungkin disebabkan adanya gangguan fisiologis akut, seperti serangan asma
bronchial, emboli paru, pneumotoraks atau infark miokard. Serangan berkepanjangan selama
berjam-jam hingga berhari-hari lebih sering akibat eksaserbasi penyakit paru kronik atau
perkembangan proses sedikit demi sedikit seperti pada efusi pleura atau gagal jantung kongestif.2

Gejala yang menyertai adanya nyeri dada yang disertai dengan sesak kemungkinan disebabkan
oleh emboli paru, infark miokard atau penyakit pleura, batuk yang disertai dengan sesak,
khususnya sputum purulen dan mungkin disebabkan oleh infeksi nafas atau proses radang kronik
(misalnya bronchitis atau radang mukosa saluran nafas lainnya), demam dan menggigil
mendukung adanya suatu infeksi, hemoptisis mengisyaratkan rupture kepiler/vascular, misalnya
karena emboli paru, tumor atau radang saluran napas. 2

Terpajan keadaan lingkungan atau obat tertentu, allergen seperti serbuk, jamur, dan zat kimia
mengakibatkan terjadinya bronkospasme dengan bentuk keluhan sesak. Anamnesis harus
mencakup riwayat terpapar penyebab alergi. Debu, asap, dan bahan kimia yang menimbulkan
iritasi jalan napas berakibat terjadiny bronkospasme pada pasien yang sensitive. Menghindari
penyebab allergi tersebut mencegah terjadinya penyakit. obat-obatan yang dimakan atau injeksi
dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang menyebabkan sesak.2

Pemeriksaan fisik

Inspeksi : kelainan dinding dada (parut bekas operasi, pelebaran vena-vena superfisial
akibat bendungan vena, spider naevi, ginekomastia tumor, luka operasi, retraksi otot-otot
interkostal dan lain-lain); kelainan bentuk dada (Barrel-shape, kifosis, skoliosis, pectus
excavatum, pectus carinatum); frekuensi pernafasan ( normal 14-20 kali per menit,
kurang dari 14 kali per menit disebut bradipnea, lebih dari 20 kali per menit disebut
takipnea pada pneumonia, anksiatas, asidosis); jenis pernafasan (torakal, abdominal,
torako-abdominal, abdomino-torakal; lihat apakah ada bagian yang tertinggal saat

2
pernafasan; pursed lips breathing dan cupping hidung); pola pernafasan (normal : irama
pernafasan yang teratur, takipnea : nafas cepat dan dangkal, hiperventilasi : nafas cepat
dan dalam, bradipnea : nafas yang lambat, cheyne stoke : periode berhentinya pergerakan
pernafasan kemudian disusul pernafasan mula-mula kecil amplitudonya kemudian cepat
membesar dan kemudian mengecil lagi);
Palpasi : statis (pemeriksaan kelenjar getah bening untuk kanker paru, pemeriksaan
posisi trakea dan apeks jantung, pemeriksaan kelainan dinding dada seperti tumor, nyeri
tekan pada dindind dada, krepitasi akibat emfisema subkutis dan lain-lain); dinamis
(pemeriksaan vokal fremitus mengeras pada pneumonia, tuberkulosis paru aktif dan yang
melemah pada emfisema, hidrothoraks, atelektasis);
Perkusi (sonor : udara dalam paru cukup banyak pada orang normal; hipersonor : udara
dalam paru paru menjadi jauh lebih banyak pada emfisema paru, kavitas besar yang
letaknya superfisial, pneumothoraks dan bula yang besar; redup : bagian padat lebih
banyak dari pada udara pada konsolidasi akibat pneumonia, efusi pleura yang sedang;
pekak : di jarongan yang tidak mengandung udara di dalamnya pada tumor paru, efusi
pleura masif; timpani terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara di dalam
lambung), pada paru bagian depan dilakukan perkusi perbandingan kiri dan kanan
kemudian perkusi menentukan batas paru hati dan paru lambung, pada paru bagian
belakang dilakukan perkusi acak secara zig zag;
Auskultasi (vesikuler : fase inspirasi langsung diikuti fase ekspirasi tanpa diselingi jeda,
bronkovesikuler : fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai fase
inspirasi dan diantaranya kadang-kadang dapat diselingi jeda, bronkial : fase ekspirasi
menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda, trakea : napas
yang sangat keras dan kasar pada daerah trakea, Wheezing : ronki kering yang
frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya terdengar pada serangan asma).

Penemuan tanda pada fase pemeriksaan fisik pasien asma, tergantung dari derajat obstruksif
saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat sampai sianosis
dapat dijumpai pada pasien asma. Dalam praktek jarang dijumpai kesulitan dalam membuat
diagnosis asma, tetapi sering pula dijumpai pasien bukan asma mempunyai mengi, sehingga
diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.3

Pemeriksaan penunjang

3
Spirometri cara paling cepat dan sederhana untuk menegakan diagnosis asma adalah
melihat respons pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan
adrenergic beta. Peningkatan VEP1 sebanyak 12% atau ( 200mL) menunjukan
diagnosis asma. Pemeriksaan spirometri selain penting untuk menegakan diagnosis, juga
penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek dari pengobatan.3
Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan
pada bronchitis kronik. Selain untuk melihat adanya eosinofil, Kristal charcot-leyden, dan
spiral curschmann, pemeriksaan ini juga penting untuk melihat adanya miselium
aspergillus fumigates. 3
Pemeriksaan eosinofil total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini dapat
membantu dalam membedakan asma dari bronchitis kronik. Pemeriksaan ini juga dapat
dipakai sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang
dibutuhkan pasien asma. 3
Uji kulit
Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukan adanya antibody IgE spesifik dalam tubuh.
Foto dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas
dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma seperti
pneumotoraks. 3
Analisis gas darah
Hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan terjadi hipoksemia dan
hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 akan
mendekati normal. Selanjutnya pada asma yang berat terjadi hiperkapnia (PaCO2 45
mmHg), hipoksemia dan asidosis respiratorik. 3

Working diagnosis

Asma bronkial

Asma merupakan penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat penyempitan saluran


napas yang sifatnya reversible (penyempitan dapat hilang dengan sendirinya) yang ditandai oleh
episode obstruksi pernapasan di antara dua interval asimtomatik. Asma adalah gangguan

4
peradangan kronik disaluran nafas yang menyebabkan serangan berulang mengi, sesak, dada
terasa tertekan, dan batuk, terutama malam dan/atau dini hari. Gejala-gejala ini biasanya
disebabkan bronkokontriksi yang luas tetapi bervariasi dan pembatasan aliran udara yang paling
tidak sebagian bersifat reversibel, baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Diduga
bahwa peradangan menyebabkan peningkatan responsitivitas saluran napas (bronkospasme)
terhadap berbagai rangsangan. Sebagian dari rangsangan tersebut tidak atausedikit menimbulkan
efek pada bukan pengidap asma dengan saluran napas normal. Banyak sel berperan dalam respon
peradangan, terutama eosinofil, sel mast, makrofag, limfosit T, neutrofil, dan sel epitel.4

Prevalensi

Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien,
status atopi, faktor keturunan, serta faktor ligkungan. Pada masa kanak-kanak ditemukan
prevalensi anak laki-laki dibanding anak perempuan 1,5:1 tetapi menjeang dewasa perbandingan
tersebut kurang lebih sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyan dari laki-laki.
umunya prevaensi asma anak lebih tinggi dari dewasa.3

Etiologi

1) Atopi
Faktor penyebab ini merupakan bagian yang mencetuskan asma pada penderita. Proses
terjadinya atopi berhubungan dengan genetik yang mengaktifkan produksi IgE terhadap
faktor alergen. Biasanya peristiwa ini didapat melalui anamnesa tentang riwayat keluarga
yang menderita alergi. Pada penderita atopi ini disertai dengan rhinitis alergi serta
dermatitis atopik (ekzema). Beberapa hal yang digolongkan sebagai penyebab atopik
adalah debu, serta hewan.5
2) Faktor predisposisi genetik
Dikatakan bahwa awal mula terjadinya belum begitu jelas sama seperti faktor atopi. Tapi
hal yang mendekati proses terjadinya adalah polimorfik gen terhadap faktor lingkungan
luar.5
3) Asma Intrinsik
Penyebab ini bukan tergolong atopi, dan hanya sekitar 10% dari penderita asma yang
memiliki skintest negatif. Pada golongan ini sering ditemukan pada penderita dewasa
yang alergi terhadap obat jenis aspirin dan obat golongan beta bloker 2. Menurut
penelitian, ditemukan produksi IgE akibat enterotoksin dari Staphylococcus.5

5
4) Asma Ekstrinsik (asma alergik)
5) Infeksi akibat Virus
Rata-rata penyebab dari asma disebabkan oleh Rhinovirus, virus corona dan respiratory
syncytial virus yang menyerang sel epitel serta saluran pernapasan atas.5

Patofisiologi

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi dari spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi semakin berat pada saat
ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada dase tersebut. Hal ini
menyebabkan udara distal terjebak tidak dapat diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan
volume residu dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total.
Keadaan ini disebut hiperinflasi yang mana bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan
pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan keadaan hiperinflasi ini diperluka otot-
otot bantu napas.3

Penyempitan saluran napas dapat terjadi pada saluran napas besar, sedang, maupun kecil.
Gejala mengi menandakan penyempitan pada saluran napas besar. Sedangkan pada saluran napas
yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibandingkan dengan mengi. Penyempitan
saluran napas tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat
ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Untuk
mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, tetapi akibatnya pengeluaran
CO2 menjadi berlebihan sehingga PCO2 menurun dan menimbulkan alkalosis respiratorik.3

Pada serangan asma yang lebih berat, banyak saluran napas dan alveolus yang tertutup
oleh mukus sehingga tidak memungkinkan untuk terjadinya pertukaran gas. Hal ini akan
menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot bantu pernapasan bertambah berat sehingga
meningkatkan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan
ventilasi alveolus mengakibatkan retensi CO2 dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas.
Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh
darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit
pertukaran gas yang baik dan memperburuk hiperkapnia.3

Gambaran klinis

6
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodic batuk, mengi, dan sesak napas.
Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik
mungkin disertai pilek atau berssin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai secret, tetapi
pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih
kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai
mengi, ini dikenal dengan istilah cough variant asthma. Pada asma alergik, sering hubungan
antara pemajanan allergen dengan gejala asma tidak jelas. Lain hanlya dengan asma akibat
pekerjaan. Gejala biasanya memburuk oada awal minggu dan membaik menjelang akhir
minggu.3

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma.3

Ringan Sedang Berat


Aktifitas Dapat berjalan Jalan terbatas Sukar berjalan
Dapat berbaring Lebih suka duduk Duduk membungkuk ke
depan
Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kata
Kesadaran Mungkin terganggu Biasanya terganggu Biasanya terganggu
Frekuensi napas Meningkat Meningkat Sering >30 kali/menit
Retraksi otot-otot Umumnya tidak ada Kadang kala ada Ada
bantu napas
Mengi Lemah sampai sedang Keras Keras
Frekuensi nadi <100 100-120 >120
Pulsus paradoksus Tidak ada (<10mmHg) Mungkin ada Sering ada
(10-25 mmHg) (>25mmHg)
APE sesudah >80% 60-80% <60%
bronkodilator
(% prediksi)
PaCO2 <45mmHg <45mmHg <45mmHg
SaO2 >95% 91-95% <90%

Diagnosis

Untuk mendiagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit. pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau
rasa berat di dada. Gejala asma sering timbul pada malam hari. Yang perlu diketahui adalah
faktor pencetus pada asma misanya infeksi virus saluran napas (influenza), pemajanan terhadap

7
allergen tungau, debu rumah, bulu binatang, pemajanan teradap iritan asap rokok, minyak wangi,
kegiatan jasmani seperti lari, ekpresi emosional, obat seperti aspirin, penyekat beta, anti
inflamasi non steroid, lingkungan kerja, polusi udara, pengawet makanan, haid, dan lain
sebagainya. Yang membedakan asma dengan penyakit paru yang lain yaitu pada asma serangan
dapat hilang dengan atau tanpa obat. 3

Pencegahan

Gambar 1. Tes Kontrol Asma.3

Kontrol asma adalah istilah yang digunakan untuk upaya pencegahan dengan cara
mengendalikan gejala klinik termasuk juga perbaikan fungsi paru. Berbagai alat tingkat kontrol
asma saat ini telah dikembangkan baik yang menggunakan fungsi paru sebagai salah satu
komponen pengukuran kontrol maupun yang tidak, dan semuanya telah divalidasi. Salah satunya
adalah Tes Kontrol Asma (TKA), yang tidak menggunakan fungsi paru, mudah pemakaiannya
dan praktis. Pertanyaan-pertanyaan beserta intepretasi untuk TKA dapat dilihat pada gambar 1.
Selain menggunakan TKA, kita juga dapat mengedukasi pasien untuk tidak berpaparan langsung
dengan alergen pencetus asmanya.3

Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi oksigen yang cukup, yaitu
lebih dari 92%, dengan memberikan oksigen, melebarkan saluran napas dengan pemberian
bronkodilator aerosol (agonis beta 2 dan Ipratropium bromida) dan mengurangi inflamasi serta

8
mencegah kekambuhan dengan memberikan kortikosteroid sistemik. Pada pemberian oksigen 1-
3 liter/menit, diusahakan mencapai saturasi oksigen yang lebih dari 92%, sehingga pasien tidak
lagi membutuhkan inhalasi oksigen.3

Bronkodilator khususnya agonis beta 2 hirup merupakan obat anti-asma pada serangan
asma, baik dengan MDI atau nebulizer. Pada serangan asma ringan atau sedang, aerosol
diberikan 2-4 kali setiap 20 menit cukup memadai untuk mengatasi serangan. Obat-obat anti-
asma yang lain seperti antikolinergik hirup, teofilin, dan agonis beta 2 oral merupakan obat
alternatif karena mula kerja yang lama serta efek sampingnya lebih besar. Pada serangan asma
yang lebih berat, dosis agonis beta 2 dapat ditingkatkan.Kortikosteroid sistemik diberikan jika
respons terhadap agonis beta 2 hirup tidak memuaskan.3

Perbaikan biasanya terjadi secara bertahap, oleh karena itu pengobatan diteruskan untuk
beberapa hari. Tetapi bila tidak ada perbaikan atau perbaikan minimal, pasien harus dirujuk ke
fasilitas pengobatan yang lebih baik. Pasien harus segera dirujuk bila pasien memiliki resiko
tinggi kematian karena asma, serangan asma berat, tidak ada respons dari bronkodilator dan bila
ada respons hanya bertahan kurang dari 3 jam, tidak ada perbaikan dalam waktu 2-6 jam setelah
diberikan pengobatan kortikosteroid, dan gejala asma semakin memburuk.3

Prognosis

Asma adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi pemeliharaan. Jika terapi yang
diberikan digunakan secara teratur, maka prognosis penyakit ini baik. Tetapi kematian juga bisa
disebabkan oleh asma yang dikarenakan kepatuhan terapi yang buruk. Bila penyakit sudah
memburuk, harus segera dilakukan perawatan intensif di rumah sakit agar menghindari
kematian.6

Diagnosis banding

Pemeriksaan harus dilakukan dengan baik sehingga dapat menegakkan diagnosis dengan
benar karena ada beberapa penyakit yang gejalanya menyerupai asma. Pertimbangan penyakit
yang lain adalah aspergillosis, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), bronkhiektasis, dan
bronkhitis. Perbedaan penyakit tersebut dapat dilihat pada tabel 2.7

9
Tabel 2. Perbandingan diagnosis banding.7

Asma Aspergillosis PPOK Bronkhiektasi Bronkhitis


s
Etiologi Alergi Jamur Merokok Fokal Virus
Genetik A. fumigatus Difus
Gejala Klinis Takipnea Demam Batuk Batuk Demam
Batuk Batuk Produksi Produksi Takipnea
Sesak Sesak napas dahak dahak Batuk
napas Ketidaknyamana Sesak Mengi kering
Mengi n pada dada napas Ronkhi
basah
Laboratoriu Eosinofil Kultur sputum Spirometri CT scan Leukositosi
m total terdapat s
meningkat miselium

Kesimpulan

Asma bronkiale eksaserbasi akut adalah serangan asma yang ditandai dengan sesak
napas, batuk, dan mengi. Hal ini diakibatkan pasien terpajan dengan alergen penyebab asmanya
dan obat-obatan yang meringankan gejala sudah tidak terlalu memberikan banyak efek. Pada
serangan, kita dapat memberikan oksigen untuk mengembalikan saturasi oksigen ke nilai normal
dan dapat memberikan bronkodilator dengan dosis yang lebih besar. Prognosis asma baik jika
kepatuhan obat pasien baik, tetapi dapat berujung kematian jika pasien tidak memiliki kepatuhan
obat yang baik. Serangan asma dapat dicegah dengan menghindari alergen-alergen penyebab
asma.

10
Daftar pustaka

1. Santoso Mardi. Panduan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Biro
Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013. h. 2-14.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5. Jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 2189-91
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5. Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 59-64, 405-14.
4. Robin dan Corwan. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta : EGC; 2009. h.742
5. Kasper DL, Fauci AS. Harrison Infectious Disease. 18 th ed. USA: McGraw Hill ; 2012. h.
2107-8
6. Davey P. At a glance medicine. USA: Blackwell Science ltd ; 2002. h. 180.
7. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009. h. 105-6.

11

You might also like