You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan anestesi merupakan suatu tindakan kedokteran yang pada awalnya dibutuhkan
untuk memungkinkan suatu tindakan operasi oleh ahli bedah dapat dilakukan. Oleh karenanya
tindakan pemberian anestesi termasuk sebagai salah satu tindakan kedokteran yang berisiko
tinggi, karena tujuannya adalah pasien dapat bebas dari rasa nyeri dan stres psikis serta pasien
dapat pulih kembali pasca-operasi sesuai dengan derajat berat ringannya kerusakan yang dialami
pasien. Adanya risiko yang tinggi tersebut menuntut adanya manajemen terhadap risiko tersebut
agar pelayanan anestesi dapat berjalan aman, lancar dan sukses.
Manajemen mengatasi kegawatdaruratan tersebut menyebabkan dalam perkembangannya
pelayanan anestesi bisa diberikan di Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Pelayanan Intensif,
radiologi serta di ruangan yang memerlukan sehingga kini disebut sebagai anestesi dan
reanimasi.

B. Ruang Lingkup
Pelayanan anestesi diperlukan untuk:
Menghilangkan nyeri pembedahan dan trauma
Menghilangkan nyeri akut lain:
1. Proses persalinan
2. Proses diagnostik medik tertentu
Menghilangkan nyeri kanker
Menghilangkan nyeri kronis (iskemia)
Menghilangkan rasa cemas pada anak

C. Batasan Operasional
Untuk membantu lebih mengarahkan pemahaman tentang isi bahasa buku ini, perlu kami
buatkan batasan istilah penting yang terkait dengan kerangka pelayanan Instalasi Kamar
Operasi Rumah Sakit.
Batasan operasional berikut ini merupakan batasan istilah, yang bersumber dari buku
Standar Pelayanan Kedokteran 2010.

1. Pengertian Anestesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani: an-"tidak, tanpa" dan
aesthtos-"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh
Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Anestesi atau pembiusan adalah
pengurangan atau penghilangan sensasi untuk sementara, sehingga operasi atau
prosedur lain yang menyakitkan dapat dilakukan.
2. Jenis anestesi
1. Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di
bagian tubuh tertentu. Hal ini memungkinkan pasien untuk menjalani prosedur
pembedahan dan gigi tanpa rasa sakit yang mengganggu.
Anestesi lokal dilakukan dengan cara menginfiltrasi pada ujung saraf di lokasi
yang akan diincisi.
2. Anestesi Regional
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara
pada impuls saraf sensorik sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir
untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau
seluruhnya, tetapi pasien tetap sadar. Anestesi regional dilakukan pada berkas
saraf dekat medula spinalis (plexus block) atau pada medula spinalis (epidural
block dan subarachnoid block).
3. Anestesi Umum
Anestesi umum atau pembiusan umum adalah kondisi atau prosedur ketika pasien
menerima obat untuk amnesia, analgesia, melumpuhkan otot, dan sedasi. Anestesi
umum memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang dalam
kondisi normal akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan, berisiko
eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak
menyenangkan. Anestesi umum dapat menggunakan agen intravena (injeksi) atau
hirup.
Kombinasi dari agen anestesi yang digunakan untuk anestesi umum membuat
pasien tidak merespon rangsangan yang menyakitkan, tidak dapat mengingat apa
yang terjadi (amnesia), tidak dapat mempertahankan proteksi jalan napas yang
memadai dan/atau pernapasan spontan sebagai akibat dari kelumpuhan otot dan
perubahan kardiovaskuler.
3. Anestesiologis
Anestesiologis adalah dokter spesialis yang melakukan anestesi. Dokter spesialis
anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena
sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.
Rangkaian kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:
1. Mempertahankan jalan napas
2. Memberi napas bantu.
3. Membantu kompresi jantung bila berhenti.
4. Membantu peredaran darah.
5. Mempertahankan kerja otak pasien.

D. Landasan Hukum
Sebagai acuan dasar pertimbangan dalam penyelengaraan Pelayanan instalasi kamar
operasi suatu bagian dari rumah sakit yaitu suatu Instalasi yang menpunyai staf khusus
dengan peralatan yang khusus pula. Oleh sebab itu penyelenggaraan instalasi kamar operasi
ini sesuai dengan :
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
920/MenKes/Per/II/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang
Kesehatan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
3. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Departemen Kesehatan 2008
4. Peraturan Menteri Kesehatan 1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar
Pelayanan Kedokteran
5. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Di
Lingkungan Departemen Kesehatan.
6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
8. Peraturan Pemerintah 32 Tahun 1996, tentang tenaga kesehatan.
9. Keputusan Menkes RI Nomor 148 tentang registrasi dan praktik perawat.

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Kualifikasi Sumber Daya Manusia di Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit Sehat:
1. Dokter Anestesi merupakan lulusan Dokter Spesialis Anestesi
2. Perawat Anestesi memiliki pengalaman pelatihan asisten anestesi dan memiliki sertifikat
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), Basic Cardiac Life Support (BCLS).
3. Perawat Ruang Sadar Pulih memiliki sertifikat Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
(PPGD) dan Basic Cardiac Life Support (BCLS).

B. Distribusi Ketenagaan
1. Dokter Anestesi
Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit Sehat Kota ........... memiliki Dokter Spesialis
Anestesi Purna Waktu.
b. Asisten Anestesi
Instalasi kamar operasi memiliki asisten anestesi 5 (lima) orang.

C. Pengaturan Dinas
Diatur dalam Prosedur / Ketentuan yang berlaku

BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan
B. Standar Fasilitas
Tabel 3.1 Peralatan Pelayanan Anestesi
N Nama Alat Jumlah Keterangan
o
1 Mesin Anestesi 5 Set 2 (dua) buah mesin anestesi memiliki fasilitas
pembuangan gas dimesin, sedangkan 3 (tiga) mesin
anestesi sistem pembuangan gas melalui pipa yang
dialirkan keluar instalasi kamar operasi.
Penlon Voltase 220 240 volt, 50 watt.
Acoma Voltase 220 voltase, 50 watt
Ohmeda voltase 220 240 volt, 60 watt
2 N0
2 Sentral
3 Oksigen Sentral
4 Ventilator 4 Buah
5 Monitor Pasien 11 Set 5 (lima) buah di ruang sadar pulih.
6 (enam) buah kamar operasi.
Berkapasitas 40 watt, voltase 180-250 volt
6 Meja Mayo 5 Buah Masing-masing kamar operasi 1 buah.
7 Oxymetri 12 Buah Anak-anak 1 (satu) buah
Masing-masing monitor memiliki oxymetri.
6 Suction Pump Sentral
7 DC Shock 1 Set
(Defibrilator )
8 Syringe Pump 4 Buah
9 Ambubag 6 Set Penyimpanan di tiap-tiap kamar operasi dan troli
Emergensi
10 Endoctracheal 20 Penyimpanan di tiap-tiap kamar operasi dan troli
Buah Emergensi
11 Laringoskop 20 Buah Penyimpanan di tiap-tiap kamar operasi dan troli
Emergensi
12 Orofaringeal Tube 5 Buah Penyimpanan di tiap-tiap kamar operasi. Dan troli
Emergensi
13 Magill 6 Buah Penyimpanan di tiap-tiap kamar operasi.
14 Stylet 6 Buah Penyimpanan di tiap-tiap kamar operasi.
15 Blood Warmer 1 Set Berkapasitas 55 watt, voltase 230 volt
16 Pressure Infusion 1 Set
17 Stetoskop 4 Buah Penyimpanan di tiap tiap kamar operasi dan di Ruang
Sadar Pulih.
18 Manometer 11 Pemakaian di Ruang Sadar Pulih (oksigen sentral).
Oksigen Buah
(Humidifier)
19 Troli Emergensi 1 Buah
20 Laringoscope 1 set Terima tgl 22 Juli 2010
Intubation Fibes
Scape

BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Pre anestesi
1. Tujuan:
Mengusahakan kondisi optimal dari pasien agar dapat menjalani pembedahan dengan hasil
sebaik-baiknya.
2. Kegiatan :
Evaluasi pre anestesi atau pra bedah dikerjakan dalam periode 24 jam sebelum
tindakan anestesi atau pembedahan. Agar terapi atau pemeriksaan yang dilakukan
mencapai kasil yang optimal, hendaknya diberikan waktu yang cukup untuk evaluasi
tersebut. Jika evaluasi dini tidak dapat dilakukan (misalnya pembedahan darurat),
penilaian dilakukan sebelum memulai anestesi dan pembedahan. Dari evaluasi ini
maka persiapan menjelang operasi, baik pasien, alat, maupun obat dapat optimal
Evaluasi pre anestesi mencakup :
Identifikasi pasien
Identifikasi adanya penyulit, dengan melakukan penilaian terhadap :
B1 (jalan nafas dan fungsi pernafasan)
B2 (fungsi kardiovaskuler)
B3 (fungsi kesadaran)
B4 (fungsi ginjal)
B5 (fungsi pencernaan)
B6 (tulang panjang)
Pemahaman prosedur bedah / medik yang akan dilaksanakan
Riwayat adanya penyakit terdahulu, riwayat alergi obat, riwayat pasien dan
keluarganya terhadap tindakan anestesi bila ada dan hasil laboratorium serta
pemeriksaan khusus bila diperlukan.
Pengaturan terapi dan pemeriksaan lain yang diperlukan untuk mencapai kondisi
pasien yang optimal misalnya terapi cairan, transfusi, fisioterapi nafas
Konsultasi dengan dokter spesialis lain bila diperlukan.
Memberikan penjelasan tentang persiapan menjelang operasi termasuk puasa,
penjelasan tentang tindakan anestesi yang akan dilakukan, penjelasan tentang
periode pasca operasi serta penanganan nyeri pasca bedah.
Pada kasus berat dan risiko tinggi maka perlu diberikan Komunikasi, Informasi,
dan Edukasi (KIE) terhadap pasien dan keluarganya.
Memastikan informed consent.

B. Pra Induksi
1. Persiapan terhadap pasien
Dilakukan penilaian ulang terhadap pasien terhadap :
B1 (airway dan fungsi pernafasan)
B2 (fungsi cardiovasculer)
B3 (fungsi kesadaran)
B4 (fungsi ginjal)
B5 (fungsi pencernaan)
B6 (tulang panjang )
Puasa
Obat yang digunakan
Bila ditemukan masalah segera diambil tindakan.
2. Persiapan alat
Sebelum operasi dimulai selalu dicek persiapan alat yang meliputi:
o Sumber oksigen, cek tekanannya antara 4-5 barr
o Alat untuk membebaskan jalan nafas
1. Orofaring airway, nasofaring airway
2. Laringoskop dengan 2 ukuran, dicek lampu menyala terang berwarna putih
3. Endotrakeal tube dengan 3 ukuran, dicek tidak ada kebocoran cuff
4. Magyl tang
5. Stylet
o Mesin anestesi meliputi:
1. Sambungkan dengan sumber oksigen
2. Sambungkan dengan sumber listrik bila dilengkapi dengan ventilator
3. Tes kebocoran
4. Cek isi gas inhalasi
5. Cek perubahan warna soda lime
6. Cek fungsi ventilator
o Alat bantuan nafas cadangan, dicek adakah ambubag dan berfungsi
o Suction dicek apakah berfungsi beserta kateter suction yang sesuai untuk pasien
o Monitor: EKG, Saturasi, Tensimeter, Suhu
o Alat untuk anestesi regional
o Defibrilator
o Meja operasi dicek fungsinya untuk berbagai posisi
1. Persiapan Obat, meliputi :
1. Obat induksi :
o Midazolam
Disiapkan dalam spuit 5 cc dengan sediaan 1 mg/cc
o Propofol
Disiapkan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 10 mg/cc
o Ketamin
Disiapkan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 10 mg/cc
o Golongan Narcotika :
Morfin : disiapkan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 1 mg/cc
Pethidine : disiapkan dalam spuit 2,5 cc dengan sediaan 50 mg/cc. Biasanya perlu
diencerkan lagi dalam spuit 5 cc dengan sediaan 5 mg/cc
Fentanyl : disiapkan dalam spuit 2,5 cc dengan sediaan 50 mcg/cc
o Gas Inhalasi :
Isoflurane : vaporizer diberi label berwarna ungu, dicek isinya
Sevoflurane : vaporizer diberi label berwarna kuning, dicek isinya
o Obat pelumpuh otot :
Vecuronium : disiapkan dalam spuit 3 cc dengan sediaan 4 mg/cc
Atracurium : disiapkan dalam spuit 3 cc dengan sediaan 10 mg/cc
Untuk keamanan, obat-obatan tersebut dimasukkan dalam spuit yang berbeda
ukurannya serta diberi label dan tanggal.
2. Obat emergensi
o Epineprine
o Nor Epineprine
o Sulfas Atropin
o Ephedrine
o Dopamine
o Lidokaine
o Furosemide
o Amiodaron bila diperlukan
3. Cairan infus :
Kristaloid dan koloid

C. Induksi
Pada tahap ini pasien sudah siap dan akan segera dilakukan pembiusan baik general maupun
regional.
1. Anestesi Umum
Diberikan loading dose obat anestesi agar pasien mulai tidur serta dilanjutkan dengan
maintenance untuk memelihara kadar obat anestesi. Pada tahap ini gas inhalasi dapat diberikan
lewat face mask maupun intubasi.
Dalam melakukan intubasi, dokter dibantu perawat anestesi. Tahapannya adalah:
1. Siapkan dan pilih ukuran serta macamnya sesuai dengan yang dikehendaki.
2. Pasang stylet atur panjang dan bentuk lengkungnya.
3. Tes kemudahan stylet dapat keluar masuk pipa.
4. Tes cuff dengan meniupkan udara memakai spuit, biarkan sesaat, lihat kembali
adakah kebocoran cuff atau tidak.
5. Posisikan pasien pada kondisi normal, pada pasien dewasa berikan bantal setebal 10-
12 cm padat di bawah kepalanya.
6. Pemberian obat tidur sesuai advis dokter anestesi (obat induksi intravena) setelah obat
bekerja akan nampak vasikulasi pada otot kerangka tubuh yang kadang-kadang hebat,
bila vasikulasi mulai berkurang berikan oksigen selama kurang lebih 30 detik.
7. Setelah obat bekerja buka mulut pasien, dokter akan memasukkan laringoskop ke
mulut pasien, tariklah bibir untuk gambaran lebih baik.
8. Ambil pipa ETT, arah lengkungan ke depan.
9. Pipa ETT sudah pada tempatnya cabut stylet hati-hati, pegang pipa erat-erat agar
tidak bergeser.
10. Hubungkan konektor pipa ETT pada mesin napas atau mesin anestesi. Berikan
oksigenasi sambil lakukan penilaian apakah pipa ETT sudah tepat kedudukannya,
yaitu di dalam trakea tidak endobronkial. Lihat apakah rongga dada dapat
mengembang besar dan simetris. Dengarkan suara napas dengan stetoskop pada
dinding dada sepanjang garis tengah clavivula kiri dan kanan, apakah sama suara
kerasnya.
11. Bila terjadi intubasi endotrakeal, tarik pipa ETT pelan-pelan sambil lakukan penilaian
di atas.
12. Bila letak pipa ETT sudah tepat, masukkan pipa orofaring sebagai bite blok dan
selanjutnya lakukan fiksasi pipa dengan memasang plester melingkari pangkal pipa
dan menempelkan ujung-ujung plester pada kedua pipi.
2. Anestesi Regional
Set SAB atau peridural disiapkan secara steril di atas meja, lokasi injeksi regional didesinfeksi
lebih dulu dengan betadine, ahli anestesi mengenakan sarung tangan steril. Prosedur melakukan
anestesi juga harus secara steril. Tahapannya yaitu :
1. Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
2. Posisi pasien duduk atau berbaring lateral dengan punggung fleksi maksimal untuk
analgesi spinal.
3. Identifikasi Lumbal 3-4
4. Desinfeksi dengan menggunakan Isodine dan alkohol 70 %.
5. Pasang doek lubang.
6. Infiltrasi menggunakan lidocain 2 %.
7. Insersi Spinocan sesuai ukuran sampai keluar liquor cerebrospinalis.
8. Dilakukan barbotage , bila positif diinjeksikan obat spinal anestesi.
9. Pasien diposisikan terlentang kembali.
10. Cek ketinggian blok.
Setelah dilakukan induksi, pasien akan disiapkan posisi operasi sesuai kebutuhan operasinya.
Pada masa operasi ini selalu dilakukan penilaian ulang yang terus-menerus terhadap fungsi vital
pasien (B1-B6) agar tetap dalam batas normal, oleh dokter ahli anestesi yang dibantu dengan
perawat anestesi.
Dalam hal ini tugas perawat anestesi tersebut yaitu:
1. Membebaskan jalan napas dengan cara mempertahankan posisi kepala tetap ekstensi,
mempertahankan posisi tabung endotrakeal.
2. Memenuhi keseimbangan oksigen dan karbondioksida dengan cara memantau
flowmeter pada mesin pembiusan.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan dengan cara mengukur dan memantau cairan
tubuh yang hilang selama pembedahan.
4. Mengukur tanda-tanda vital.
5. Memberi obat-obat sesuai program pengobatan.
6. Melaporkan hasil pemantauan kepada dokter anestesi.
7. Menjaga keamanan pasien dari bahaya jatuh.
8. Menilai efek hilangnya obat anestesi pada pasien.
9. Membebaskan jalan napas dengan cara mempertahankan posisi kepala tetap ekstensi,
mempertahankan posisi tabung endotrakeal.
10. Memenuhi keseimbangan oksigen dan karbondioksida dengan cara memantau
flowmeter pada mesin pembiusan.
11. Mempertahankan keseimbangan cairan dengan cara mengukur dan memantau cairan
tubuh yang hilang selama pembedahan.
12. Mengukur tanda-tanda vital.
13. Memberi obat-obat sesuai program pengobatan.
14. Melaporkan hasil pemantauan kepada dokter anestesi.
15. Menjaga keamanan pasien dari bahaya jatuh.
16. Menilai efek hilangnya obat anestesi pada pasien
Semua monitoring fungsi vital dan tindakan anesthesi dicatat pada status anestesi. Dalam
melakukan observasi fungsi vital selama operasi, perawat anestesi harus berespon dan
mendokumentasikan semua perubahan fungsi vital pasien selama anestesi / pembedahan.
Adanya perdarahan serta kegawatan fungsi vital pasien harus segera dilaporkan pada
dokter ahli anestesi agar segera mendapat tindakan penanganan.
Setelah operasi berakhir maka ahli anestesi akan mengakhiri anestesi, dan selanjutnya
pasien akan dibawa ke ruang pulih sadar dimana pasien akan dilakukan pengawasan
selama periode pasca operasi selama kira-kira 2 jam.

D. Pasca Operasi
Pasien diobservasi di ruang pulih sadar dengan dipasang monitor. Di ruangan pulih sadar
dilakukan pengawasan terhadap fungsi vital pasien (B1-B6), adanya perdarahan yang
mungkin masih terjadi, evaluasi derajat nyeri pasca operasi. Adanya mual muntah pasca
operasi juga harus diperhatikan. Adanya kegawatan terhadap fungsi vital pasien harus segera
dilaporkan kepada dokter ahli anestesi. Setelah pasien stabil bisa dikembalikan ke ruangan
atau ke Instalasi Pelayanan Intesif bila diperlukan.

BAB V
LOGISTIK
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

BAB VII
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
BAB IX
PENUTUP

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan dan kedokteran


berdampak pula pada bidang medis dan perawatan.
Instalasi Kamar Operasi merupakan bagian integral dari pelayanan Rumah Sakit yang salah
satunya adalah pelayanan sebelum tindakan anestesi dalam rangka kesuksesan tindakan
pembedahan demi keselamatan dan pemulihan kondisi pasien post operasi. Pelayanan Instalasi
Operasi yang dilakukan di Rumah Sakit tentunya perlu senantiasa disesuaikan dengan
perkembangan tersebut.
Dalam menyongsong era globalisasi dan menghadapi persaingan bebas di bidang kesehatan,
maka pelayanan anestesi juga harus disiapkan secara benar.
Pedoman ini disusun untuk menjadi acuan Pelaksanaan Pelayanan Anestesi di Rumah Sakit
Sehat, dan tetap terbuka untuk dievaluasi dan disempurnakan dari waktu ke waktu.

You might also like