You are on page 1of 33

Laporan Kasus

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

PENYAKIT GERD (GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE )

Oleh:

dr. Tia Nur Rizkiana

1
Pendamping:

dr. I Nyoman Agus Tripayana

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

DI WAHANA PUSKESMAS PEKUTATAN I

JEMBRANA

2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkatNyalah laporan Kasus yang berjudul Diagnosis dan Penatalaksaan
Penyakit GERD (GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE) dapat
diselesaikan dengan tepat waktu. Laporan ini disusun sebagai tugas dalam
menjalani Program Dokter Internship di wahana Puskesmas Pekutatan I.

Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis memperoleh banyak bantuan serta


bimbingan dari berbagai pihak, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar
institusi. Melalui ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :

1. dr. I Nyoman Agus Tripayana selaku Kepala Puskesmas Pekutatan


I sekaligus menjadi Pembimbing.

2. Rekan-rekan sejawat dokter, dokter internship, perawat, bidan serta


orang tua yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

2
Penulis sangat mengharapkan adanya saran serta kritik yang membangun bagi
kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat
memberi sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat
bagi semua pihak.

Pekutatan, Februari
2017

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL.........................................................................................
i

DAFTAR ISI .........................................................................................................


ii.............................................................................................................................

BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................................
1

BAB 2. LAPORAN KASUS.................................................................................

2.1 Identitas Pasien..............................................................................


2.2 Anamnesis.....................................................................................
2.2.1 Keluhan Utama..................................................................
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang...............................................
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu..................................................

3
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga...............................................

2.2 Pemeriksaan Fisik..........................................................................


2.3.1 Pemerksaan Umum............................................................

2.3 Pemeriksaan Penunjang.................................................................


2.4.1 Laboratorium.....................................................................
2.5 Diagnosis Kerja..............................................................................
2.6 Penatalaksanaan.............................................................................
2.7 Prognosis........................................................................................
BAB 3. PEMBAHASAN.....................................................................................

3.1 Definisi .........................................................................................


3.2 Patogenesis....................................................................................
3.3 Klasifikasi......................................................................................
3.4 Manifestasi Klinis..........................................................................
3.5 Pemeriksaan Fisik ......................................................................
3.6 Pemeriksaan Penunjang.................................................................
3.7 Penatalaksanaan.............................................................................
3.10 Pencegahan....................................................................................

3.11 Komplikasi....................................................................................

3.12 Prognosis.......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................

4
BAB I

PENDAHULUAN

GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang

jarang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan

keluhan yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa.

Refluks gastroesofagus adalah masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang

terjadi secara intermiten pada orang, terutama setelah makan (Asroel, 2002).
GERD adalah penyakit organ esofagus yang banyak ditemukan di negara

Barat. Berbagai survei menunjukkan bahwa 20-40% populasi dewasa menderita

heartburn (rasa panas membakar di daerah retrosternal), suatu keluhan klasik

5
GERD. Di Indonesia, penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan. Hanya

sebagaian kecil pasien GERD datang berobat pada dokter karena pada umumnya

keluhannya ringan dan menghilang setelah diobati sendiri dengan antasida.

Dengan demikian hanya kasus yang berat dan disertai kelainan endoskopi dan

berbagai macam komplikasinya yang datang berobat ke dokter (Djajapranata,

2001).
Prevalensi PRG bervariasi tergantung letak geografis, tetapi angka

tertinggi terjadi di Negara Barat. Trend prevalensi GERD di Asia meningkat. Di

Hongkong meningkat dari 29,8% (2002) menjadi 35% (2003). Sedangkan

berdasarkan data salah satu rumah sakit di Indonesi, RSCM menunjukkan

peningkatan signifikan dari 6% menjadi 26% dalam kurun waktu 5 tahun. Asian

Burning Desire Survey (2006) membuktikan bahwa pemahaman tentang GERD

pada populasi di Indonesia adalah yang terendah di Asia Pasifik, hanya sekitar

1%, sedangkan di Taiwan mencapai 81% dan Hongkong 66%.


Antara laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan insidensi yang

begitu jelas, kecuali jika dihubungkan dengan kehamilan dan kemungkinan non-

erosive reflux disease lebih terlihat pada wanita. Walaupun perbedaan jenis

kelamin bukan menjadi faktor utama dalam perkembangan PRG, namun Barretts

esophagus lebih sering terjadi pada laki-laki.


Gastroesophageal reflux disease (GERD) terdiri dari spektrum gangguan

yang terkait, termasuk hernia hiatus, reflux disease dengan gejala yang terkait,

esofagitis erosif, striktur peptikum, Barrett esofagus, dan adenokarsinoma

esophagus.

6
BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. P

Umur : 55 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Alamat : Desa Yeh Sumbul

Status pernikahan : Menikah

Anamnesis

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur tahun di Puskesmas

pekutatan 1 sejak tanggal 28 January 2017, Anamnesis dilakukan secara auto-

anamnesis dan allo-anamnesis dengan keluarga pasien

Keluhan Utama

Os datang dengan keluhan nyeri dada seperti rasa terbakar

Riwayat Penyakit Sekarang

7
Os mengeluh nyeri dada seperti rasa terbakar sejak 3 hari sebelum ke

puskesmas, selain itu perut terasa penuh mendesak ke atas sehingga os merasa

sedikit sesak. Os mengatakan bahwa setiap habis makan terasa asam pada lidah

dan air liur terasa banyak mengumpul di dalam mulut.. Os juga mengeluh tidak

enak di tenggorokan dan merasa mual dan nyeri ulu hati.

Os menyangkal sering terbangun dimalam hari, dan menyangkal nyeri ulu hati

berkurang atau bertambah dengan makanan, os juga menyangkal nyeri dada yg

menjalar ke lengan atau ke punggung.

Riwayat Pengobatan

Pasien Belum pernah berobat sebelumnya

Riwayat Penyakit Dahulu

Os tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Os memiliki

riwayat penyakit maag sejak 2 tahun yang lalu. Os tidak memiliki riwayat

hipertensi dan penyakit jantung

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 140/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

8
Nafas : 20 x/menit

Suhu : 36.4C

Kesan gizi : gizi baik

Status Generalis

Kepala : bulat, simetris

Rambut : hitam lebat, tersebar merata dan tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva anemis (-/-), skleraikterik(-/-)

Telinga : sekret tidak ada, nyeri tekan dan ketok mastoid tidak ada

Hidung : tidak ditemukan kelainan

Tenggorok : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis

Gigi dan Mulut : mukosa dan bibir basah. Caries gigi tidak ada. OH baik

Leher : KGB tidak ditemukan pembesaran

Thoraks : I = normochest, iktus tidak terlihat

Pa = fremitus sama Ki=Ka, iktus teraba di 1 jari medial

LMCS RIC V

Pe = Sonor. Batas jantung dalam batas normal

Au= Suara nafas vesikular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-. BJ

I BJ II reguler Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : I = datar, distensi tidak ada

Pa = supel, hepar dan lien tidak teraba. Nyeri tekan

epigastrium (+)

Pe = Timpani

Au = bising usus (+) normal

Genital/anus : tidak ditemukan kelainan

9
Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Refleks fisiologis +/+, refleks

patologis -/-. Tidak terdapat edema pada kedua ekstremitas

bawah pasien

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan pada tanggal 28 January 2016

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hematologi
Hemoglobin 13.8 gr/dl 13 18 gr/dl
Leukosit 7.600/ l 3.800 10.600 / l
Hematokrit 43,1 % 40 52 %
Trombosit 198.000 / l 150.000 440.000 / l

Diagnosis Banding

Chest pain et causa Gastroesophageal reflux disease (GERD)


Chest pain et causa Ulkus peptikum
Chest pain et causa Angina pectoris

Diagnosis Kerja

Chest pain et causa Gastroesophageal reflux disease (GERD)


Anjuran Pemeriksaan :
Cek H2TL
EKG
Ro Thorax
Endoskopi

Terapi awal:

Infus RL 20gtt/menit
Antagonis reseptor H2: Ranitidin 2x1 amp
Antasida syrup 3x1 sendok makan
Paracetamol 3x500

10
Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

Follow up (29 january 2017) 07.00 WIB

Subjective: Nyeri dada sebelah kanan seperti rasa terbakar

Sesak (-)

Sakit tenggorokan (-)

Mulut terasa asam (-)

Nyeri ulu hati (-)

Objective: Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Frek. Nafas : 28 x/menit

Frek. Nadi : 88 x/menit

Suhu : 36C

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik

Leher : dalam batas normal

Thoraks : cor dan pulmo dalam batas normal

11
Abdomen : distensi tidak ada, bising usus (+) normal,

nyeri tekan epigastrium (+)

Ekstremitas : akral hangat, pitting oedem tidak ada

Assessment: Gastroesophageal reflux disease (GERD)

Planning: Infus RL /24 jam 16 tpm

Inj. Ranitidin 1 amp

parasetamol tab 3x1

Antasid syr 3x1c ac

Ranitidine 2x1 ac

Pasien diperbolehkan pulang

BAB III

ANALISA KASUS

12
Seorang pria usia 55 tahun di rawat di Puskesmas 1 pekutatan dengan

diagnosis kerja Gastroesophageal reflux disease (GERD). Keluhan utama pasien

yaitu nyeri dada seperti rasa terbakar yang dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk

puskesmas.

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal reflux disease /

GERD ) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan

lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat

keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas.1

Gangguan ini disebabkan oleh sphincter esofagus bagain bawah yang

bekerja dengan kurang baik dan refluks asam lambung atau getah alkali usus ke

dalam esofagus yang berlangsung dalam waktu yang lama.

Nyeri ulu hati biasanya ditandai oleh sensasi terbakar yang biasanya

sangat terasa di epigastrium atas atau di belakang processus xyphoideus dan

menyebar ke atas. Nyeri ulu hati dapat disebabkan oleh defluks asam lambung

atau sekret empedu ke dalam esofagus bagian bawah, keduanya mengiritasi

mukosa.

Nyeri menelan atau odinofagia dapat dirasakan sebagai nyeri membakar.

Sulit dibedakan dari nyeri ulu hati di bagian tengah dada.pat disebabkan oleh

defluks asam lambung atau sekret empedu ke dalam esofagus bagian bawah,

keduanya mengiritasi mukosa.dibedakan dari nyeri ulu hati di bagian tengah dada.

Hal tersebut dapat disebabkan oleh spasme esofagus akibat peregangan akut, atau

dapat terjadi sekunder akibat peradangan mukosa esofagus.

Regurgitasi adalah aliran balik isi lambung ke dalam rongga mulut.

Bedanya dengan muntah adalah regurgitasi tidak membutuhkan tenaga dan tidak

13
disertai dengan mual. Gangguan ini dirasakan dalam tenggorokan sebagai rasa

asam atau cairan panas yang pahit. Pada orang dewasa, regurgitasi mencerminkan

adanya inkompetensi sphincter esofagus bagian bawah dan kegagalan sphincter

esofagus bagian atas untuk bertindak sebagai sawar regurgitasi.2

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD)

14
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesofageal refluks disease /

GERD ) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan

lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat

keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran nafas.1

Refluks gastroesofageal adalah fenomena biasa yang dapat timbul

pada setiap orang sewaktu-waktu, pada orang normal refluks ini terjadi

pada posisi tegak sewaktu habis makan, karena sikap posisi tegak tadi

dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung yang

mengalir ke esofagus segera kembali ke lambung, refluks sejenak ini tidak

merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan. Keadaan ini

dikatakan patologis bila refluks terjadi berulang-ulang dan dalam waktu

yang lama.

GERD terdiri dari dua tipe, yakni : NERD ( Non-erosive Reflux

disease ) dan ERD ( Erosive Reflux Disease )6

B. EPIDEMIOLOGI

Insidensi terjadinya GERD tinggi pada negara-negara barat dan saat ini

makin banyak yang menaruh perhatian tentang GERD. Dilaporkan

sebanyak 13,4% -16,3 % pasien menderita GERD di Taiwan, Malaysia,

dan Jepang. Di FKUI, RSUPN Cipto Mangunkusumo Syam AF et al

melaporkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi GERD dari 5,7 % pada

tahun 1997 menjadi 25,18 % pada tahun 2002.3

C. ETIOLOGI

15
Refluks gastroesofageal terjadi sebagai konsekuensi berbagai kelainan

fisiologi dan anatomi yang berperan dalam mekanisme antirefluks di

lambung dan esofagus. Mekanisme patofisiologis meliputi relaksasi

transien dan tonus Lower Esophageal Sphincter (LES) yang menurun,

gangguan clearance esofagus, resistensi mukosa yang menurun dan jenis

reluksat dari lambung dan duodenum, baik asam lambung maupun bahan-

bahan agresif lain seperti pepsin, tripsin, dan cairan empedu serta faktor-

faktor pengosongan lambung. Asam lambung merupakan salah satu faktor

utama etiologi penyakit refluks esofageal, kontak asam lambung yang

lama dapat mengakibatkan kematian sel, nekrosis, dan kerusakan mukosa

pada pasien GERD.

Ada 4 faktor penting yang memegang peran untuk terjadinya GERD 5:

1. Rintangan Anti-refluks (Anti Refluks Barrier)

Kontraksi tonus Lower Esofageal Sphincter (LES) memegang

peranan penting untuk mencegah terjadinya GERD, tekanan LES < 6

mmHg hampir selalu disertai GERD yang cukup berarti, namun

refluks bisa saja terjadi pada tekanan LES yang normal, ini dinamakan

inappropriate atau transient sphincter relaxation, yaitu pengendoran

sfingter yang terjadi di luar proses menelan. Akhir-akhir ini

dikemukakan bahwa radang kardia oleh infeksi kuman Helicobacter

pylori mempengaruhi faal LES denagn akibat memperberat

keadaan.Faktor hormonal, makanan berlemak, juga menyebabkan

turunnya tonus LES.5

2. Mekanisme pembersihan esofagus

16
Pada keadaan normal bersih diri esofagus terdiri dari 4 macam

mekanisme, yaitu gaya gravitasi, peristaltik, salivasi dan pembentukan

bikarbonat intrinsik oleh esofagus. Proses membersihkan esofagus dari

asam (esophageal acid clearance) ini sesungguhnya berlangsung

dalam 2 tahap. Mula-mula peristaltik esofagus primer yang timbul

pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi esofagus,

kemudian air liur yang alkalis dan dibentuk sebanyak 0,5 mL/menit

serta bikarbonat yang dibentuk oleh mukosa esofagus sendiri,

menetralisasi asam yang masih tersisa. Sebagian besar asam yang

masuk esofagus akan turun kembali ke lambung oleh karena gaya

gravitasi dan peristaltik. Refluks yang terjadi pada malam hari waktu

tidur paling merugikan oleh karena dalam posisi tidur gaya gravitasi

tidak membantu, salivasi dan proses menelan boleh dikatakan terhenti

dan oleh karena itu peristaltik primer dan saliva tidak berfungsi untuk

proses pembersihan asam di esofagus. Selanjutnya kehadiran hernia

hiatal juga menggangu proses pembersihan tersebut.5

3. Daya perusak bahan refluks

Asam pepsin dan mungkin juga empedu yang ada dalam cairan

refluks mempunyai daya perusak terhadap mukosa esofagus. Beberapa

jenis makanan tertentu seperti air jeruk nipis, tomat dan kopi

menambah keluhan pada pasien GERD.5

4. Isi lambung dan pengosongannya

Reluks gastroesofagus lebih sering terjadi sewaktu habis makan

dari pada keadaan puasa, oleh karena isi lambung merupakan faktor

17
penentu terjadinya refluks. Lebih banyak isi lambung lebih sering

terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan lambung yang lamban akan

menambah kemungkinan refluks tadi.5

Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial.

Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal

apabila1:

1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan

refluksat dengan mukosa esofagus

2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun

waktu kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak lama.

D. PATOGENESIS

Esofagus dan Gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi

(high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal

sphincter. Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali

pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau

aliran retrogard yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik

dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES

tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg)1

Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3

mekanisme:1

18
1. Refluks spontan pada saat relaksasi LES (Lower

esophageal sphincter) yang tidak adekuat

2. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES

setelah menelan

3. Meningkatnya tekanan intra abdomen

Terjadinya aliran balik/ refluks pada penyakit GERD diakibatkan

oleh gangguan motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah . Pada

bagian ujung ini terdapat otot pengatur ( sfingter ) disebut LES , yang

fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi saluran cerna dalam satu arah

dari atas kebawah menuju usus besar. Pada GERD akan terjadi relaksasi

spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat

terjadi arus balik atau refluks cairan/ asam lambung, dari bawah keatas

ataupun sebaliknya.5

Gambar 1 : Patogenesis Terjadinya GERD

19
Faktor faktor yang mempengaruhi LES5:

Menaikkan tekanan Menurunkan tekanan


Hormon Gastrin Secretin

Motilin Colesistokinin

Substance P Somastotatin

Glukagon

Polipeptida

Progesteron
Makanan Protein Lemak

Coklat

Pepermint
Lain-lain Histamin Kafein

Antasida Rokok

Meticlopramid Kehamilan

Domperidone Prostaglandin

Cisapride Morpin

E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri / rasa tidak enak di

epigastrium atau retrosternal bagian bawah, rasa nyeri biasanya

dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heart burn ), bercampur dengan

gejala disfagia, mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah, gejala ini

dapat lebih buruk pada malam hari.1

Heart burn kadang-kadang dijumpai pada orang sehat, namun bila

terjadi berulang-ulang, hal ini mempunyai nilai ramal diagnostik 60%.

Yang dimaksud dengan heart burn adalah rasa panas/ membakar yang

20
dirasakan di daerah epigastrium dan bergerak naik ke daerah retrosternal

sampai ke tenggorok. Keluhan ini terutama timbul malam hari pada waktu

berbaring atau setelah makan. Keluhan bertambah pada waktu

membungkuk, atau setelah minum minuman beralkohol, sari buah, kopi,

minuman panas atau dingin. Sebaliknya antasida dapat mengurangi rasa

sakit tadi.

Rasa tidak enak pada retrosternal ini mirip dengan keluhan pada

serangan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat

mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari

Barretts esophagus . Odinofagia (rasa sakit saat menelan makanan) bisa

timbul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat.

GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esofageal

yang atipik dan sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak ( Non

Cardiac Chestpain) , suara serak ( hoarseness ) , mulut terasa asam ,

laringitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau

asma.Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi

episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa

21
F. DIAGNOSIS

Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik, beberapa pemeriksaan penunjang

dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu :

Endoskopi saluran cerna bagian atas

Merupakan standart baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya

mucosal break di esofagus, jika tidak ditemukan keadaan ini disebut

sebagai non erosive refluks disease (NERD). Pada kebanyakan kasus hasil

pemeriksaan ini normal, atau bisa tampak esofagitis / eppitellium barret,

yang merupakan suatu keadaan praganas dan predisposisi adenokarsinoma

di sepertiga bawah esofagus. Biopsi diperlukan untuk memastikan

diagnosis, menyingkirkan etiologi radang lainnya seperti kandidiasis atau

virus (herper simpleks, Cytomegalo virus), selanjutnya endoskopi

menetapkan tempat asal perdarahan, striktur dan berguna pula untuk

pengobatan (dilatasi endoskopik)1

Tabel 1. Klasifikasi Los Angeles1

22
Derajat Kerusakan Gambaran Endoskopi
A Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter < 5 mm
B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm

tanpa saling berhubungan


C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh

lumen
D Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial

(mengelilingi seluruh lumen esofagus)

Pemeriksaan radiologi

Pada pemeriksaan ini diberikan kontras barium, diamati secara fluoroskopi

jalannya barium dalam esofagus, peristaltik terutama bagian distal, bila

ditemukan refluks barium dari lambung kembali ke esofagus maka hal itu

dinyatakan sebagai GERD. Sering tidak menunjukkan kelainan pada kasus

esofagitis ringan. Namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini

mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada :

1. Stenosis esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik dengan gejala

disfagia

2. Hiatus hernia1

Pemantauan PH 24 jam

Pengukuran PH pada esofagus bagian distal dapat memastikan ada

tidaknya refluks gastroesofageal. PH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas

LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal. 1

Tes Provokatif

- Tes Bernstein

23
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang

transanal dan melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCL 0,1

M dalam waktu kurang dari 1 jam. Bila larutan ini menimbulkan nyeri

dada seperti yang biasa dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak

menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif 1

- Tes farmakologik/edrofonium

Menggunakan obat edrophorium yang disuntikkan IV untuk menentukan

adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak

peristaltik esofagus secara manometri untuk memastikan nyeri dada

berasal dari esofagus.1

Manometri esofagus

Tes ini akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasien-pasien dengan

gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata.1

Sintigrafi Gastroesofageal

Tes ini menggunakan cairan atau campuran makanan cair dan padat yang

di label dengan radio isitop yang tidak diabsorbsi, biasanya technetium .

Sensitivitas dan spesifitas tes ini masih diragukan.1

G. PENATALAKSANAAN

Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya

hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai

dilakukan terapi endoskopik. Tujuan terapi GERD adalah menghilangkan

gejala, menyembuhkan esofagitis (jika terjadi) dan untuk mencegah

terjadinya komplikasi.1

24
Sasaran terapinya adalah asam lambung, lapisan mukosa lambung.

Strategi terapinya dengan menurunkan sekresi asam di lambung,

mengurangi keasaman pada lambung, melapisi mukosa lambung,

menaikkan pH dan mengurangi terjadinya reflux, mempercepat

pengosongan lambung, memperkuat LES, faktor barier antirefluks

terpenting.

Terapi untuk GERD dapat dibedakan menjadi terapi tanpa

nonfarmakologi atau modifikasi gaya hidup, terapi farmakologis atau

medikamentosa, terapi bedah, terapi endoskopik.

Berikut ini merupakan terapi non farmakologi :

Modifikasi Gaya Hidup

o Mengurangi berat badan pada pasien yang kegemukan

o menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi

tekanan intra abdomen.

o Meninggikan posisi kepala saat tidur

o menghindari makan sebelum tidur, dengan tujuan untuk

meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah

refluks asam dari lambung ke esofagus.

o Berhenti merokok dan konsumsi alkohol, karena keduanya

dapat menurunkan tonus LES sehingga secara langsung

mempengaruhi sel-sel epitel.

o Mengurangi konsumsi lemak dan mengurangi jumlah

makanan yang di makan, karena keduanya dapat

menimbulkan distensi lambung.

25
o Menghindari makanan seperti coklat, pepermint, teh, kopi,

dan minuman bersoda, karena dapat menstimulasi sekresi

asam.

o Menghindari konsumsi obat-obat yang dapat menurunkan

tonus LES seperti anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiat,

antagonis kalsium, agonis beta adrenergik, progesteron1

Rekomendasi makanan dan gaya hidup pada pengobatan penyakit Refluks Esofageal
Makanan yang harus dihindari :

1. Jeruk nipis

2. Tomat

3. Bawang

4. Makanan pedas

Makanan yang dapat menyeabkan refluks :

1. Makanan yang berlemak

2. Kopi, teh, coklat, permen

Gaya hidup

1. Berhenti merokok

2. Hindari kegemukan

3. Tidak mengkonsumsi alkohol

4. Hindari makan 3 jam sebelum tidur

5. Meninggikan bantal

6. Mengkonsumsi sedikit tetapi lebih sering makanan

7. Hindari tidur setelah makan

8. Hindari pakaian yang ketat


Tabel : rekomendasi diet dan gaya hidup dalam pengobatan GERD4

26
Berikut ini merupakan terapi medikamentosa 1:

Dengan 2 pendekatan yaitu step up dan stepdown,

1. Metode step up menggunakan obat yang tergolong kurang kuat

dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2 ) atau golongan

prokinetik, bila gagal diberikan golongan obat penekan sekresi asam

yang lebih kuat dengan terapi lebih lama (penghambat pompa

proton/ PPI ).

2. Metode step down pengobatan dimulai dengan PPI dan apabila

berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan

menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2

atau prokinetik atau bahkan antasid.

Gambar 3. Strategi pengobatan GERD

Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi

medikamentosa :

Antasid

Golongan obat ini cukup efektif dan aman, dapat memperkuat

tekanan sfingter esofagus bagian bawah tapi tidak menyembuhkan

lesi esofagitis

Antagonis reseptor H2

27
Sebagai penekan sekresi asam, golongan ini efektif dalam

pengobatan GERD jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis

untuk terapi ulkus, golongan ini hanya efektif pada pengobatan

esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.

(1) Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg

(2) Ranitidin : 4 x 150 mg

(3) Famotidin : 2 x 20 mg

(4) Nizatidin : 2 x 150 mg

Obat-obat prokinetik :

(1) Metoklopramid : 3 x 10 mg

(2) Domperidon : 3 x 10-20 mg

(3) Cisapride : 3 x 10 mg

Sukralfat ( aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat )

Obat ini tidak punya efek langsung terhadap asam lambung, obat ini

bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esofagus,

sebagai buffer terhadap HCl di esofagus serta dapat mengikat pepsin

dan garam empedu, cukup aman diberikan karena bekerja secara

topikal

Dosis 4x1 gram.

Penghambat pompa proton / PPI

Golongan ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD,

obat ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan

mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap

akhir proses pembentukan asam lambung.

28
- Omeprazole : 2 x 20 mg.

- Lansoprazole : 2 x 30 mg.

- Pantoprazole : 2 x 40 mg.

- Rabeprazole : 2 x 10 mg.

- Esomeprazole : 2 x 40 mg.

Table 2 : Efektifitas terapi obat-obatan

Golongan obat Mengurangi Penyembuhan Mencegah Mencegah

gejala lesi esofafitis komplikasi kekambuhan


Antasid +1 0 0 0
Prokinetik +2 +1 0 +1
Antagonis +2 +2 +1 +1

reseptor H2
Antagois +3 +3 +1 +1

reseptor H2 +

prokinetik
Antagonis +3 +3 +2 +2

reseptor H2

dosis tinggi
Penghambat +4 +4 +3 +4

pompa proton
Pembedahan +4 +4 +3 +4

Berikut ini merupakan terapi bedah:

Pembedahan antirefluks, yaitu fundus lambung dibungkus mengelilingi

esofagus ( fundoplikasi ), meningkatkan tekanan sfingter bagian bawah dan

sebaiknya dipertimbangkan pada kasus resisten dan kasus refluks esofagitis

dengan komplikasi yang tidak secara penuh responsif terhadap terapi medis

29
atau pada pasien dengan terapi medis jangka panjang yang tidak

menguntungkan dan gagal. Juga diindikasikan apabila terjadi striktur yang

berulang.

Berikut ini merupakan terapi endoskopi :

- Penggunaan energi radiofrekwensi

- Plikasi gastrik endoluminal

- Implantasi endoskopik, yaitu dengan menyuntikkan zat

implan di bawah mukosa esofagus bagian distal, sehingga

lumen esofagus bagian menjadi lebih kecil

Indikasi terapi endoskopi pada GERD

30
Penderita GERD yang tidak mmerlukan terapi pembedahan yang

mengalami keadaan :

- Peristaltik yang buruk dengan refluks yang banyak

- Pasien muda yang gagal dengan terapi medikamentosa

- Volume refluxate

H. PROGNOSIS
Prognosis GERD sangat baik, sekitar 80-90% yang terkena dapat sembuh

dengan bantuan antasid. Beberapa lainnya butuh pengobatan lain, teapi

tidak terlalu jelas berapa lama untuk sembuh.

BAB V
KESIMPULAN

Gastroesofageal reflux disease (GERD) adalah suatu kondisi dimana cairan

lambung mengalami refluks ke esofagus sehingga menimbulkan gejala khas

berupa rasa terbakar, nyeri di dada, regurgitasi, dan komplikasi. Manifestasi klinis

GERD meliputi gejala tipikal (esofagus) dan atipikal (ekstraesofagus). Faktor

31
yang berperan untuk terjadinya GERD yaitu mekanisme antirefluks, kandungan

cairan lambung, mekanisme bersihan oleh esofagus, dan resistensi sel epitel

esofagus. Untuk menegakkan diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan

analisa gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang

dapat dilakukan diantaranya endoskopi, radiologi, pengukuran pH, tes perfusi

Berstein, tes gastro-esophageal scintigraphy.


Komplikasi penyakit GERD diantaranya Esofagus barret, esofagitis

ulseratif, perdarahan, striktur esofagus, dan aspirasi. GERD merupakan penyakit

kronik yang memerlukan pengobatan jangka panjang. Pengobatan yang dapat

diberikan pada klien GERD meliputi modifikasi gaya hidup, terapi endoskopi,

terapi medikamentosa, dan terapi komplikasi.


Diagnosa yang dapat ditegakkan pada klien dengan GERD yaitu :
a. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan,

penurunan refluks laring dan glotis terhadap cairan refluks.


b. Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang

kurang, mual dan muntah / pengeluaran yang berlebihan.


c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah


d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.
e. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks

cairan ke laring dan tenggorokan.


f. Gangguan menelan berhubungan dengan penyempitan/striktur

pada esophagus akibat gastroesofageal reflux disease.


g. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata M, Setiati

S, editor, Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid I, ed. IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. h.

1803;2007

2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, Edisi 6, Volume 1. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. h. 417.

33

You might also like