You are on page 1of 15

BAB I

KONSEP TEORI
A. Definisi
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di
telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret
dari telinga tengah secaraterus menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin encer atau kental, bening, atau berupa nanah. Biasanya disertai
gangguan pendengaran. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Jadi, menurut saya Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau
yang biasa disebut dengan istilah sehari-hari congek. Dalam perjalanannya
penyakit ini dapat berasal dari OMA stadium perforasi yang berlanjut,
sekret tetap keluar dari telinga tengah dalam bentuk encer, bening ataupun
mukopurulen. Proses hilang timbul atau terus menerus lebih dari 2 minggu
berturut-turut. Tetap terjadi perforasi pada membran timpani. Perforasi
yaitu membran timpani tidak intake / terdapat lubang pada membran
timpani itu sendiri.
B. Etiologi
Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan
kelanjutan dari Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan
lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang terlambat,
terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah.
Bila kurang dari 2 bulan disebut subakut. Sebagian kecil disebabkan oleh
perforasi membran timpani terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman
penyebab biasanya kuman gram positif aerob, pada infeksi yang sudah
berlangsung lama sering juga terdapat kuman gram negatif dan kuman
anaerob. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus
(26%), Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis
(10,3%), gram positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%).
Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran
napas atas misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran
yang menghubungkan antara hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi

Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep


2014-2015
di saluran napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai
mengenai telinga.
C. Patofisiologi
OMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan
maligna atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum
timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe tenang. (Arif
Mansjoer, 2001 : 82).
Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak
mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan
komplikasi berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. (Arif
Mansjoer, 2001 : 82).

D. Penyimpangan KDM

Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep


2014-2015
PENYIMPANGAN KDM

E. Manifestasi Klinik

Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep


2014-2015
Pasien mengeluh otore, vertigo, tinitus, rasa penuh ditelinga atau
gangguan pendengaran. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Nyeri telinga atau tidak nyaman biasanya ringan dan seperti
merasakan adanya tekanan ditelinga. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi
secara terus menerus atau intermiten dan dapat terjadi pada salah satu atau
pada kedua telinga. (www.health central.com, 2004).
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan
oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada
OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah
oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekretbiasanya
hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi
saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah
mandi atau berenang.
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga.
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi
kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-
keping kecil, berwarna putih, mengkilap.
Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan
granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom
yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri
mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanyadijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi
sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak
dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai

Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep


2014-2015
bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi
dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat
karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf
berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya
otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo
yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak
atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan
labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.

Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep


2014-2015
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula
merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat
berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga
timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis.
Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat
vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif
pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui
rongga telinga tengah.
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
a. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
F. Komplikasi
1. Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya
pandangan atau ketulian.
2. Mastuiditis
3. Cholesteatoma
4. Abses apidural (peradangan disekitar otak)
5. Paralisis wajah
6. Labirin titis.(Fung, 2004)
Menurut Arief Mansjoer, dkk. 2001 halaman 82 : Paralisis nervus
fasialis, fistula labirin, labirinitis, labirinitis supuratif, petrositis,
tromboflebitis sinus lateral, abses ekstra dural, abses subdural, meningitis,
abses otak, dan hidrosefalus otitis.
G. Pemeriksaan Penunjang
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan
klinik sebagaiberikut :
1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati
tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural,
beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara
ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada
penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan

Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep


2014-2015
dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran
fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran
tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada
lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea.
Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang,
sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan
( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan
membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada
frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yangekivalen dengan
skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran
menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.

Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi


konduktif dan fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada
murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya
kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa
ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk
perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi
berikut bias membantu :
a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih
dari 15-20 dB
b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan
tuli konduktif30-50 dB apabila disertai perforasi.
c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang
membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep
2014-2015
d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli
bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan
kohlea parah.

Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh


penilaian pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test
Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama
pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.

2. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga
kronis nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat
otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya
mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan
pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau
yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan
kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan
adalah :
a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk
pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi
ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus
lateral.
b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga
tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik
sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.
c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid
petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius
interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini

Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep


2014-2015
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom.
d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal
sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan
kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-
tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi
jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan
tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid.
H. Penatalaksanaan
1. OMK Benigna :
a. Konservatif
1) Pembersihan secret di liang telinga (toilet local, drainage)
merupakan hal yang penting untuk pengobatan ottitis media
kronik.
Ada beberapa cara untuk membersihkan secret :
a) Dengan menggunakan kapas lidi. Tindakan ini dianjurkan
sesering-seringnya dila ada otore. Dapat diajarkan kepada
penderita atau orang tua penderita.
b) Displacement methode dapat dengan menggunakan
larutan hydrogen peroksida (H2O2) 3%, karena adanya gas
O2 yang ditimbulkan
c) Bila mungkin secret dihisap secara hati-hati dengan
menggunakan jarum kecil plastik, misalnya jarum BWG
no. 16 dan 18 yang ujungnya diberi kateter nelaton yang
kecil atau karet pentil.
2) Pengobatan Lokal
Diberikan antibiotik tetes telinga. Pemberian antibiotik tetes
telinga tidak ada gunanya bila masih ada otore yang produktif.
Oleh karena itu pemberian antibiotik local dianjurkan setelah
dilakukan toilet local. Harus diterangkan terlebih dahulu cara
pemakaian H2O2 3% ke dalam telinga yang sakit kemudian
bersihkan dengan kapas lidi baru, setelah itu masukkan

Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep


2014-2015
antibiotik tetes telinga dengan cara kepala dimiringkan dan
tragus ditekan tekan supaya obat tetes masuk ke dalam
3) Antibiotika yang adekuat oral atau parenteral. Ini diberikan
apabila ada eksaserbasi akut yang didahului oleh infeksi hidung
atau faring
b. Operatif :
Tindakan operatif dilakukan bila terdapat fokal infeksi yang
mungkin dijumpai seperti tonsillitis kronik, sinusitis dan lain-lain.
Jenis-jenis Tindakan Operatif :
1) Miringoplasty atau Timpanopalsty
Operasi ini dianjurkan apabila
- Infeksi sudah tenang
- Tidak ada komplikasi
- Sekret tidak produktif lagi dalam waktu lama (1-3 bulan)
- Tidak terdapat tuli saraf yang berat
2) Mastoidektomi
2. OMK Maligna :
Umumnya dilakukan pembedahan yaitu mastoidektomi
radikal. Bila ada komplikasi abses retroaurikuler dan penderita jauh
dari rumah sakit, maka harus dilakukan insisi sementara untuk
drainage.

Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep


2014-2015
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata : Nama, umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan
2. Riwayat Penyakit sekarang
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus,
tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung
atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menderita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota
keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien
(cemas atau sedih)
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat
tanpa memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi
gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena
klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- Klien sering pilek terus menerus dan berbau
menyebabkan konsep diri menurun

Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep


2014-2015
e. Pola sensorik
- Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu
akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous,
mukopurulen).
8. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum, tanda vital,
kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus,
rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
1) Observasi nafas :
a. Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset,
frekwensinya
b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma
c. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah,
frekwensinya, lamanya.
2) Sekret hidung :
a. Warna, jumlah, konsistensi secret
b. Epistaksis
c. Ada tidaknya krusta atau nyeri hidung.
3) Riwayat Sinusitis :
a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
b. Hubungan sinusitis dengan musim atau cuaca.
4) Gangguan umum lainnya :
a) Kelemahan
Data Obyektif
1) Demam, drainage ada : Serous, Mukppurulen, Purulen
2) Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada
hidung dan Pucat, Odema keluar dari hidung atausinus
yang mengalami radang mukosa
3) Kemerahan dan Odema membran mukosa
4) Pemeriksaan penunjung :
a. Kultur organisme hidung dan tenggorokan.
b. Pemeriksaan rongent sinus

Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep


2014-2015
B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Resiko terjadi injuri / trauma berhubungan dengan
ketidakseimbangan labirin : vertigo
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penatalaksanaan OMA yang tepat
3. Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan mastoidektomi
2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan post operasi
mastoidektomi
C. Intervensi Keperawatan-Evaluasi
Pre Operasi
1. Resiko terjadi injuri / trauma berhubungan dengan
ketidakseimbangan labirin : vertigo
Tujuan : Pasien tidak mengalami injuri / trauma dengan :
- Mengurangi / menghilangkan vertigo / pusing
- Mengembalikan keseimbangan tubuh
- Mengurangi terjadinya trauma
Intervensi :
a. Kaji ketidakseimbangan tubuh pasien
b. Observasi tanda vital
c. Beri lingkungan yang aman dan nyaman
d. Anjurkan teknik relaksasi untuk mengurangi pusing
e. Penuhi kebutuhan pasien
f. Libatkan keluarga untuk menemani saat pasien bepergian
g. Kolaborasi pemberian analgetik
Evaluasi :
- Pusing berkurang
- Pasien tidak mengalami injuri
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penatalaksanaan OMA yang tepat.
Tujuan : Pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan OMA
meningkat
Intervensi :

Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep


2014-2015
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien
b. Berikan informasi berkenaan dengan kebutuhan pasien
c. Susun bersama hasil yang diharapkan dalam bentuk kecil
dan realistik untuk memberikan gambaran pada pasien
tentang keberhasilan
d. Beri upaya penguatan pada pasien
e. Gunakan bahasa yang mudah dipahami
f. Beri kesempatan pada pasien untuk bertanya
g. Dapatkan umpan balik selama diskusi dengan pasien
h. Pertahankan kontak mata selama diskusi dengan pasien
i. Berikan informasi langkah demi langkah dan lakukan
demonstrasi ulang bila mengajarkan prosedur
j. Beri pujian atau reinforcement positif pada klien
Evaluasi :
- Pasien menyatakan pemahaman tentang pemberian informasi
- Pasien mampu mendemonstrasikan prosedur dengan tepat.
3. Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan
Tujuan : Kecemasan pasien berkurang / hilang
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarga tentang prosedur
tindakan pembedahan
b. Jelaskan pada pasien tentang apa yang harus dilakukan
sebelum dan sesudah tindakan pembedahan
c. Berikan reinforcement positif atas kemampuan pasien
d. Libatkan keluarga untuk memberikan semangat pada pasien

Evaluasi :
- Pasien tidak cemas
- Keluarga mau menemani pasien
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan mastoidektomi
Tujuan : Nyeri pasien berkurang
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri pasien
b. Kaji faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
c. Ajarkan teknik relaksasi untuk menghilangkan nyeri
d. Anjarkan pada pasien untuk banyak istirahat baring
e. Beri posisi yang nyaman
f. Kolaborasi pemberian analgetik

Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep


2014-2015
Evaluasi : Nyeri hilang
2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan post operasi
mastoidektomi
Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi
Intervensi :
f. Kaji kemungkinan terjadi infeksi / tanda-tanda infeksi
g. Observasi pasien
h. Lakukan perawatan ganti balutan dengan teknik steril setelah
24 jam dari operasi
i. Kaji keadaan daerah poerasi
j. Ganti tampon setiap hari
k. Pasang pembalut tekan bila dilakukan insisi mastoid
l. Bersihkan daerah operasi setelah 2 3 minggu
m. Anjurkan pasien untuk kontrol
n. Kolaborasi pemberian antibiotic
Evaluasi :
- Infeksi tidak terjadi
- Luka operasi dalam kondisi baik
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998, Otitis Media Chronic, http://www.healthcentral.com

Fung, K., 2004, Otitis Media Chronic, http://www.medline.com

Mansjoer, Arif. dkk. (2001). Kapita Selwkta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1.
Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.

Rothrock, C. J. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif.


EGC : Jakarta.

Tarwoto, Aryani. Ratna, Wartonah. (2009). ANATOMI DAN FISIOLOGI untuk


MAHASISWA KEPERAWATAN. Jakarta : Trans Info Media.

http://firwanintianur93.blogspot.com/2013/04/laporan-pendahuluan-otitis-
media_21.html

Program Profesi Ners STIK Makassar Mutia Fatmala,S.Kep


2014-2015

You might also like