You are on page 1of 12

NEUROPATI PERIFER

A. PENGERTIAN
Neuropati adalah gangguan saraf dengan gejala umum berupa kram, kaki kesemutan
dan baal (mati rasa). Penyebabnya karena penuaan, penyakit sistematik seperti kencing manis
dan kekurangan vitamin B.
Nyeri neuropatik menurut International Association for The Study of Pain (IASP)
adalah nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer atau disfungsi dari sistem saraf
dan dapat disebabkan oleh kompresi atau infiltrasi dari nervus oleh suatu tumor, tergantung
di mana lesi atau disfungsi terjadi.
Neuropati Perifer adalah kondisi medis yang ditandai dengan kerusakan pada saraf-
saraf sistem saraf tepi. Sistem saraf tepi adalah bagian dari sistem saraf yang terpisah dari
otak dan sumsum tulang belakang, termasuk saraf-saraf spinalis dan cabang-cabangnya.
Sistem saraf tepi terdiri dari tiga tipe, masing-masing memiliki fungsi yang spesifik: saraf
otonom (mengatur gerakan tubuh yang tidak disadari), saraf motoris (mengendalikan otot
yang disadari di dalam tubuh) dan saraf sensoris (mendeteksi sensasi, seperti suhu, nyeri atau
tekanan).
B. KLASIFIKASI
Neuropati perifer dapat dibagi dalam beberapa kategori, antara lain:
1. Berdasarkan jenis saraf yang dikenai:
a. Sistem motorik (yang berperan pada gerakan yang disadari/volunter)
b. Sistem sensorik (yang berperan pada sensai panas, nyeri, raba, dan posisi)
c. Sistem otonom (yang berperan dalam fungsi/gerakan yang tidak disadari)
2. Berdasarkan pada lokasi terkena saraf:
a. Mononeuropati ( bila neuropati mengenai satu organ tubuh)
b. Polineuropati (bila neuropati mengenai banyak organ tubuh)
c. Neuropati simetrik (Bila neuropati mengenai pada tempat yang sama pada
satu sisi tubuh)
3. Berdasarkan penyebab:
a. Neuropati diabetik (neuropati akibat komplikasi Diabetes melitus)
b. Neuropati nutrisional (neuropati yang terjadi akibat kekurangan gizi)
c. Idiopatik neuropati (bila penyebab neuropati tidak diketahui)
C. ETIOLOGI
Terdapat banyak penyebab yang dapat menyebabkan gangguan fungsi saraf. Pada
beberapa kasus, penyebab terjadinya neuropati tidak dapat diketahui. Neuropati dapat
diakibatkan oleh penyakit, tekanan pada sistem saraf, laserasi, terpapar racun, inflamasi, pada
beberapa kasus neuropati banyak mengenai orang diatas usia 60 tahun.
Kerusakan saraf yang dapat menyebabkan neuropati, antara lain:
1. Herediter
a. Penyakit Charcot-marie-Tooth
b. Friedreichs ataxia
2. Penyakit sistemik atau metabolic
a. Diabetes Melitus (neuropati diabetik)
b. Kekurangan gizi, terutama akibat defesiensi vitamin B-12
c. Peminum alkohol (Alkoholik neuropati)
d. Uremia (akibat gagal ginjal)
e. Kanker
3. Akibat Infeksi atau inflamasi
a. AIDS
b. Hepatitis
c. Colorado tick fever
d. Difteri
e. Sindrom Guillain Barre
f. Infeksi HIV yang tidak berkembang menjadi AIDS
g. Lepra
h. Poliartritis nodosa
i. Reumathoid Artritis
j. Sarkoidosis
k. Sifilis
l. Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
m. Amiloid
4. Akibat terpapar toksin
a. N2O
b. Limbah pabrik, terutama yang bersifat cair
c. Logam berat, seperti arsen, merkuri, dan lain-lain.
d. Terhirup bahan perekat atau bahan toksik lainnya.
5. Neuropati akibat sekunder dari penggunaan obat (banyak obat yang dapat
menyebabkan neuropati)
6. Penyebab lain
a. Iskemia (akibat kekurangan oksigen atau penurunan tekanan darah)
b. Terpapar udara dingin dalam jangka waktu lama
c. Bells palsy

D. PATOFISIOLOGI
Neuropati perifer merupakan komplikasi umum dari DM terbukti berhubungan dengan
intensitas dan durasi dari penyakit. Secara morfologi kelainan sel saraf pada neuropati
terdapat pada sel-sel Schwan, selaput myelin dan akson. Kelainan yang terjadi tergantung
pada derajat dan lamanya mengidap diabetes serta jenis serabut saraf yang mengalami lesi.
Lesi serabut saraf dapat terjadi dibagian proksimal atau distal, fokal atau difus, mengenai
serabut kecil atau besar, mengenai serabut saraf sensorik, motorik atau otonom.
Penyebab neuropati perifer sampai sekarang ini belum diketahui sepenuhnya tetapi
diduga bersifat multifaktorial, beberapa teori yang terkait terjadinya neuropati perifer antara
lain :
a. Teori metabolic
Hiperglikemia menyebabkan kenaikan kadar gula darah intraseluler. Kelebihan
glukosa diubah menjadi sorbitol dan fruktosa. Akumulasi keduanya akan
menyebabkan penurunan mionositol, penurunan aktifitas Na+/K+ - ATPase yang
selanjutnya mengganggu transport aksonal sehingga menyebabkan kecepatan
hantar saraf tepi menurun.
b. Teori vaskuler (Hypoksik-Iskemik)
Teori ini menyebutkan pada penderita neuropati terjadi penurunan aliran darah ke
endoneurium yang disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat
hiperglikemi dan juga berbagai faktor metabolik yang dapat menyebabkan
penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasi sel endothelial yang
kesemuanya dapat menyebabkan iskemia, dan keadaan ini juga menyebabkan
terganggunya transport aksonal, aktifitas Na+/K+ - ATPase yang akhirnya
menimbulkan degenerasi akson.
c. Teori Neurotrophic factor
Neurotrophic factor (NF) sangat penting untuk system saraf dalam
mempertahankan perkembangan dan respon regenerasi system saraf. Nerve growth
factor (NGF) misalnya merupakan protein yang member dukungan besar terhadap
kehidupan serabut saraf dan neuron simpatis. Pada penderita DM, neurotrophic
factor jumlahnya berkurang sehingga transport aksonal yang retrograd terganggu.
Pada pasien DM dengan neuropati, terdapat 3 sistem saraf yang bisanya mengalami
gangguan,yaitu system saraf sensorik, motorik, dan otonom.
a. Sistem saraf Sensorik
Sistem saraf sensorik dimulai dengan badan sel di ganglion radiks dorsalis
yang mengirim serabut saraf afferent ke perifer menuju organ target bersama
serabut saraf motorik dan otonom, dan juga mengirim serabut ke sentral melalui
radiks dorsalis yang berakhir di kornu dorsalis medulla spinallis. Serabut saraf
sensorik terdiri atas : A-alfa, A-beta, A-delta, dan C dengan sifat dan fungsi yang
berbeda-beda.
Nilai ambang proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi
saraf sensoris kaki. Keterlibatan saraf sensorik (neuropati sensorik) menimbulkan
berbagai keluhan yang beraneka ragam, seperti rasa kebas-kebas, hiperestesia, rasa
proprioseptik, vibrasi. Adakalanya didapati rasa nyeri yang tak tertahankan seperti
rasa terbakar terutama di malam hari sehingga pasien tidak dapat tidur, burning
feet restless leg syndrome.
Dengan adanya neuropati sensorik akan menyebabkan penderita DM kurang
atau tidak merasakan berbagai trauma, keadaan ini mempermudah terjadinya lesi.
Disamping itu neuropati sendiri menyebabkan perubahan pada tulang (osteolisis
diabetic) sehingga timbul deformitas dan menimbulkan titik tekan baru yang dapat
menyebabkan ulserasi ataupun gangren.
b. Sistem saraf Motorik
Neuron motorik berasal dari kornu anterior medulla spinalis, terletak di
badan selnya. Serabut motorik keluar dari medulla spinalis melalui radiks ventralis
dan menginervasi organ target melalui saraf perifer.
Gejala motorik dapat terjadi di bagian distal, proksimal, atau kelemahan pada
satu tempat. Neuropati ini sering mengenai ujung jari kaki yang menyebabkan
atrofi otot-otot telapak kaki selanjutnya terjadi deformitas tapak kaki sehingga
memberikan kontribusi terhadap lesi pada kaki. Keterlibatan saraf motorik
(neuropati motorik) dapat berupa kelemahan pada otot intrinsik kaki dan terjadi
ketidakseimbangan fleksor dengan ekstensor yang menimbulkan intrinsic minum
foot dan dapat terjadi claw toes, penonjolan kaput metatarsal, pergeseran bantalan
kaki metatarsal ke depan.
Peninggian tekanan pada daerah ini dapat menimbulkan ulkus. Pada kasus
yang berat, otot-otot proksimal dapat terkena terutama otot dorsofleksor sehingga
menimbulkan drop foot. Perubahan otot-otot tersebut menyebabkan terjadinya
deformitas pada kaki yang menyebabkan daerah tersebut lebih mendapat tekanan
dari luar. Dijumpai juga reflex tendon menurun, parese, pergerakkan sendi-sendi
terganggu.
c. Sistem saraf Otonom
Sistem saraf otonom terdiri dari simpatis dan parasimpatis. Di perifer,
serabut preganglionik meninggalkan medulla spinalis bersinaps di ganglion dan
serabut pot ganglion berjalan bersama dengan saraf motorik dan sensorik
membentuk saraf perifer.
Keterlibatan saraf otonom (neuropati otonom) mengganggu persepsi,
perubahan pola berkeringat dan regulasi temperature, kulit kering, bersisik, kakum
mudah terjadi pecah-pecah, serta tidak peka terhadap perubahan dan akhirnya
mudah terkena infeksi.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang muncul tergantung pada jenis saraf yang dikenai, yaitu sensorik, motorik,
ataupun otonom. Neuropati dapat mengenai salah satu dari jenis saraf tersebut, tetapi dapat
pula mengenai dua atau ketiga jenis saraf tersebut. Gejala juga tergantung pada jumlah saraf
yang rusak, pada seluruh tubuh, sebagian tubuh, atau hanya satu daerah tubuh saja.

Perubahan sensasi
Kerusakan pada saraf sensorik akan mengakibatkan perubahan sensasi, perasaan
terbakar, nyeri, geli, kebas, atau mati rasa, atau ketidakmampuan untuk membedakan posisi
yang dapat mengakibatkan gangguan kordinasi.
Pada kebanyakan neuropati, perubahan sensasi umumnya diawali dibagian kaki, dan
berlanjut menuju pusat tubuh dengan meliputi area tubuh yang lain dan dapt mengakibatkan
keadaan ini semakin memburuk.
Kesulitan utntuk bergerak
Kerusakan pada saraf motorik menyebabkan gangguan dalam mengontrol sistem otot yang
akhirnya dapat menyebabkan kelemahan, atropi, dan kehilangan ketangkasan. Kadang-
kadang, kejang otot dapat juga dijumpai.
Gejala lain yang dapat ditemui, antara lain:
a. Tidak mampu mengontrol kerja otot
b. Kesulitan atau ketidakmampuan untuk menggerakkan bagian tubuh (paralisis)
c. Atropi otot
d. Kejang otot atau kram
e. Kesulitan untuk bernafas atau menelan
f. Terjatuh (tidak dapat menahan kaki)
g. Kehilangan ketangkasan ( seperti ketidakmampuan untuk mengancing baju)
Gejala otonom
Saraf otonom berfungsi untuk mengontrol gerakan involunter atau semi volunter, seperti
kontrol terhadap gerakan organ dalam dan tekanan darah. Kerusakan pada saraf otonom
dapat menyebabkan:
a. Penglihatan kabur
b. Gangguan dalm produksi keringat
c. Pusing yang terjadi saat berdiri atau pingsan yang sering dikaitkan akibat turunnya
tekanan darah
d. Intoleransi terhadap panas (penurunan kemampuan untuk mengatur suhu tubuh)
e. Perut kembung
f. Merasa perut penuh setelah makan dalam jumlah yang sedikit (cepat kenyang)
g. Diare
h. Konstipasi
i. Penurunan berat badan (lebih dari 5% dari berat badan)
j. Inkontinensia urine
k. Merasa tidak puas saat pengosongan kandung kemih (merasa ada yang tersisa)
l. Kesulitan untuk memulai buang air kecil (hesistensi urine)
m. Impotensi
Beberapa jenis neuropati dapat berkembang secara cepat dan tiba-tiba, tetapi ada juga yang
berkembang lambat sampai bertahun-tahun. Tingkat keparahan neuropati bervariasi pada
masing-masing individu. Gejala biasanya memberat pada malam hari.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Riwayat penyakit yang lengkap dapat mempermudah untuk mendeteksi neuropati.
Pemeriksaan neurologis dapat menilai abnormalitas pada sistem gerak, sensasi, maupun
kerusakan fungsi organ. Perubahan pada refleks dan kuantitas otot dapat juga dinilai dari
awal diagnostik. Sangat penting untuk mencari penyebab neuropati secara dini, karena hal
tersebut dapat menurunkan resiko kerusakan saraf menjadi kerusakan yang bersifat
permanen.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan Kecepatan Hantar Saraf
Merupakan pemeriksaan untuk menilai kecepatan impuls yang berjalan sepanjang
saraf dan mengukur respon terhadap aliran listrik. EMG menilai aktifitas listrik pada
jaringan otot dan dipergunakan untuk membedakan neuropati dengan kerusakan pada
otot (miopati).
b. Biopsi
Ketika hasil EMG kurang meyakinkan, maka biopsi jaringan otot atau jaringan saraf
dapat dilakukan untuk memastikan diagnosa. Pada biopsi akan dilihat jaringan saraf
atau otot secara mikroskopik dan kemudian dianalisa secara kimiawi.
c. EEG
Dilakukan untuk menilai aktifitas listrik pada otak dan digunakan untuk menilai
fungsi otak dan mendeteksi serangan kejang (epilepsi).
d. Pungsi Lumbal
Dilakukan untuk menganalisa cairan serebrospinal (CSF). Pemeriksaan ini
bermanfaat untuk mencari sumber infeksi (seperti:meningitis), kenaikan atau
penurunan kadar CSF, atau untuk memeriksa kadar protei dalam CSF.
Pemeriksaan EEG, pungsi lumbal, pemeriksaan urine dan darah, serta pemeriksaan imaging
pada neuropati pada dasarnya adalah untuk mendeteksi penyakit yang mendasari terjadinya
neuropati dan mendeteksi kondisi lain yang mendukung terjadinya neuropati pada keadaan-
keadaan tertentu.

G. PENATALAKSANAAN
Pada banyak kasus, deteksi dini dan pengobatan penyakit yang mendasari terjadinya
neuropati dapat menurunkan resiko terjadinya kerusakan saraf yang bersifat permanen.
Contohnya, mengontrol kadar gula darah pada penderita diabetes akan menurunkan resiko
terjadinya neuropati diabetik dan hemodialisa dapat memperbaiki neuropati pada penderita
gagal ginjal.
Penatalaksanaan yang juga digunakan antara lain untuk mengurangi rasa nyeri, terapi
injeksi, dan fisioterapi.
a. Medikasi
Obat-obatan analgetik seperti aspirin, ibuprofen sering digunakan, tetapi tidak efektif
untuk mengatasi nyeri yang diakibatkan oleh neuropati. Pengobatan tergantung pada
beratnya gejala Perifer Neuropati:
Gejala ringan: Ibuprofen kadang kala dipakai
Gejala sedang: Amitriptilin dan nortriptilin dapat dipakai. Obat antidepresi ini
meningkatkan penyebaran isyarat saraf otak. Pengobatan lain meliputi
gabapentin, sebuah obat antikonvulsi, dan krim yang mengandung obat bius
lidokain
b. Terapi injeksi
Terapi injeksi digunakan untuk memblok saraf (contoh: Lidokain) pada daerah
sekitar saraf yang terkena, yang berguna untuk meghambat pembawaan impuls saraf
dari otak dan bermanfaat untuk mengurangi gejala yang bersifat sementara. Terapi
dengan injeksi (penyuntikan) ini umumnya bermanfaat bila disertai dengan
pengobatan lain seperti medikasi dan fisioterapi.
Pengobatan lain yang sering digunakan antara lain menghentikan penggunaan
obat yang menyebabkan neuropati dan menghindari paparan zat atau racun yang
dapat mengakibatkan terjadinya neuropati. Pemberian suplemen vitamin bermanfaat
pada neuropati yang diakibatkan oleh defesiensi vitamin.
c. Terapi Fisik
Latihan atau fisioterapi, massase, dan terapi panas, serta akupuntur (menusuk
jarum pada bagian tubuh tertentu) dapat digunakan untuk meringankan gejala.
Diantara banyak cara untuk mengatasi neuropati, maka hal yang terpenting
adalah mencari penyebab dan mengatasi penyakit yang mendasarinya. Karena hal ini
dapat memberikan kesembuhan yang optimal pada penderita serta mengontrol gejala
yang timbul. Selain cara tersebut diatas, dapat juga dilakukan terapi kerja dan
intervensi ortopedik.
Pada penderita neuropati juga penting dijaga keamanannya untuk mencegah
terjadinya kerusakan yang baru. Contohnya, pada pasien neuropati terutama pada
multipel mononeuropati atau polineuropati posisi telungkup menyebabkan kerusakan
saraf yang baru pada tempat tempat penekanan (lutut dan siku) sehingga mereka
seharusnya mencegah penekanan yang lama pada daerah ini untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut.
Kerusakan pada saraf otonom biasanya diatasi dengan cara simptomatis.
Keadaan ini sulit diatasi karena respon terhadap terapi kurang baik.

H. KOMPLIKASI
Ketidakmampuan untuk tidak merasa atau kerusakan dapat menyebabkan infeksi atau
kerusakan struktur organ. Perubahan pada sistem penyembuhan, kehilangan jaringan, erosi
jaringan, jaringan parut, dan deformitas. Komplikasi lain yang dapat terjadi :
a. Ketidakmampuan untuk bergerak baik parsial maupun komplit
b. Kehilangan sensasi parsial maupun komplit
c. Kesulitan untuk bernafas
d. Kesulitan untuk menelan
e. Aritmia jantung
f. Perubahan pada konsep diri (perubahan kepribadian)
g. Impotensi
h. Atrofi otot
Bila komplikasi ini tidak diatasi akan menyebabkan komplikasi yang lebih serius dan
menyebabkan kerusakan yang irreversibel yang akhirnya dapat menyebabkan gejala depresi
pada penderitanya antara lain apatis, frustasi, mengisolasi diri, dan kehilangan ingatan.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data fokus yang perlu dikaji:
a. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Penyakit
a) Keluhan Utama (keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan
pengkajian)
b) Riwayat penyakit sekarang
Diskripsi gejala dan lamanya
Dampak gejala terhadap aktifitas harian
Respon terhadap pengobatan sebelumnya
Riwayat trauma
c) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Immunosupression (supresis imun)
Kelemahan motorik ekstremitas bawah
Lokasi dan penjalaran nyeri
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
2) Pemeriksaan persistem
3) Sistem persepsi dan sensori; (pemeriksaan panca indera : penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecap, perasa)
4) Sistem persarafan (Pemeriksaan neurologik)
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan sens sensorik.
5) Sistem pernafasan; (Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan jalan nafas.)
6) Sistem kardiovaskuler; (Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas, dan
frekuensi)
7) Sistem Gastrointestinal; (Nilai kemampuan menelan,nafsu makan, minum,
peristaltic dan eliminasi)
8) Sistem Integumen; (Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien)
9) Sistem Reproduksi; (Untuk pasien wanita)
10) Sistem Perkemihan; (Nilai Frekuensi Bak, warna, bau, volume )
c. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola aktifitas dan latihan; (Cara berjalan : pincang, diseret, kaku (merupakan
indikasi untuk pemeriksaan neurologis)
3) Pola nutrisi dan metabolisme
4) Pola tidur dan istirahat
5) Pola kognitif dan perceptual; (Prilaku penderita apakah konsisten dengan
keluhan nyerinya (kemungkinan kelainan psikiatrik)
6) Persepsi diri/konsep diri
7) Pola toleransi dan koping stress
((Nyeri yang timbul hampir pada semua pergerakan daerah lumbal sehingga
penderita berjalan sangat hati-hati untuk mengurangi rasa sakit tersebut
(kemungkinan infeksi. Inflamasi, tumor atau fraktur))
8) Pola seksual reproduksi
9) Pola hubungan dan peran
10) Pola nilai dan keyakinan

2. Diagnosa
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prognosis
penyakit
3. Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot
Kriteria Hasil :
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi napas dalam
Intervensi:
Kaji tingkat Nyeri
R/ Membantu mementukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk
perbandingan dan evaluasi terhadap terapi
Identifikasi factor pencetus nyeri
R/ Nyeri terbakar dan spasme otot dicetuskan/ diberatkan oleh banyak factor,
missal: ansietas, tegangan, suhu eksternal ekstrim dll.
Anjurkan klien untuk masase, kompres hangat/dingin sesuai indikasi
R/ Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan
emosioanal
Anjurkan klien untuk membatasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan
kebutuhan
R/ Menghilangkan atau menurunkan spasme otot
Ajarkan klien penggunaan teknik relaksasi nafas dalam
R/ Meningkatkan rasa nyaman
Kolaborasi dalam pemberian analgetik
R/ analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga menjadi lebih nyaman
Kolaborasi: konsultasikan dengan ahli terapi fisik
R/ program latihan/ peregangan yang spesifik dapat menghilangkan spasme
otot.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi
Kriteria hasil:
Keluhan nyeri pada gerakan berkurang
Mengungkapkan pemahaman tentang situasi/ dalam gerakan yang diinginkan
Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
sakit
Intervensi:
Pantau mobilitas klien, kaji bagaimana klien bergerak dan berdiri
R/ untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit
Ajarkan klien latihan rentang gerak pada semua ekstremitas dan sendi
R/ Meningkatkan sirkulasi, mempertahankan tonus otot dan meningkatkan
mobilisasi sendi
Demonstrasikan penggunaaan alat penolong, seperti alat bantu jalan, tongkat
R/ Memberikan stabilitas dan sokongan untuk mengkompensasi gangguan
tonus/ kekuatan otot dan keseimbangannya.
Kolaborasi pemberian obat untuk menghilangkan nyeri
R/ Antisipasi terhadap nyeri dapat meningkatkan ketegangan otot. Obat dapat
merelaksasikan pasien dan meningkatkan rasa nyaman.
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Kriteria Hasil:
Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat dapat diatasi
Mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalah
Intervensi:
Kaji tingkat ansietas klien
R/ Membantu dalam mengidentifikasi kekuatan dan keterampilan yang
mungkin membantu klien mengatasi keadaanya sekarang.
Berikan informasi yang akurat
R/ Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang didasar atas
pengetahuannya
Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah seperti
kemungkinan paralisis, perubahan peran dan tanggung jawab.
R/ Kebanyakan pasien mengalami masalah yang perlu untuk diungkapkan dan
diberi respon dengan informasi yang akurat untuk meningkatkan koping
terhadap situasi yang sedang dihadapinya
Libatkan keluarga dalam proses penyembuhan klien
R/ keluarga terdekat/ keluarga dapat mempercepat proses penyembuhan
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prognosis
penyakit
Kriteria Hasil:
Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan tindakan
Berpartisipasi dalam aturan tindakan
Intervensi:
Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis serta pembatasan kegiatan
R/ Pengetahuan dasar yang memadai memungkinkan klien untuk membuat
pilihan yang tepat.
Berikan informasi tentang berbagai hal dan instruksikan klien untuk
melalukan perubahan tanpa bantuan dan juga melakukan latihan.
R/ Menurunkan risiko terjadinya trauma
Anjurkan untuk melakukan evaluasi medis secara teratur
R/ mengevaluasi perkembangan proses penyembuhan
Diskusikan mengenai pengobatan dan juga efek sampingnya
R/ Menurunkan risiko komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddarth, Alih Bahasa Monica Ester, SKP ; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8, Volume 3, EGC, Jakarta, 2002
2. Mahar Marjono, dkk, Neurologi Klinis Dasar, edisi I, Dian Rakyat, Jakarta, 2000
3. http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/neuropati-perifer-_-
9510001031734, Diakses pada tanggal 23 Agustus 2014

You might also like