You are on page 1of 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN THALASEMIA

Disusun oleh:
Kelompok 2
Aryo Julistiyanto (I1B115603)
Depi Suratmi (I1B115604)
Kunarsih (I1B115610)
Muhriati Ariska (I1B115613)
Rizka Khoirunisa (I1B115615)
Winda Fitria (I1B115622)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2016

i
HALAMAN PENGESAHAN

Mata Kuliah : Keperawatan Anak


Judul : Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Thalasemia

Kelompok : II (Dua)
Anggota Kelompok : Aryo Julistiyanto (I1B115603)

Depi Suratmi (I1B115604)

Muhriati Ariska (I1B115613)

Kunarsih (I1B115610)

Rizka Khoirunisa (I1B115615)

Winda Fitria (I1B115622)

Banjarbaru, Desember 2016


Mengetahui Dosen,

Ayu Susanti, S.Kep.,Ns

ii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyusun makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Thalasemia . Penulis sangat berharap makalah ini
memberikan manfaat didalam perkuliahan Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Lambung Mangkurat.

Makalah ini disusun sedemikian rupa agar mudah dibaca dan dimengerti.
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi pembaca pada umumnya, serta pihak-pihak yang
berkepentingan dengan makalah ini.

Banjarbaru, Desember 2016

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan. Makalah....................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................. 3
2.1 Definisi ..................................................................................................... 3
2.2 Klasifikasi Talasemia ................................................................................ 4
2.3 Etiologi ...................................................................................................... 9
2.4 Patofisiologi ............................................................................................. 11
2.5 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 13
2.6 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 14
2.7 Pencegahan ............................................................................................... 14
2.8 Penatalaksanaan ....................................................................................... 18
2.9 Komplikasi ................................................................................................ 19
2.10Discharge Planning .................................................................................. 19
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................... 21
3.1 Pengkajian .......................................................................................... ...... 23
3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 24
3.3 Intervensi .................................................................................................. 27
BAB IV PENUTUP ................................................................................................. 31
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 31
4.2 Saran .......................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan angka kelahiran 23 per 1.000 dari 240 juta penduduk Indonesia,
maka diperkirakan ada sekitar 3.000 bayi penderita thalasemia yang lahir tiap
tahunnya. Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang berisiko tinggi untuk
penyakit thalasemia. Thalasemia adalah penyakit genetik yang menyebabkan
terganggunya produksi hemoglobin dalam sel darah merah.
Prevalensi thalasemia bawaan atau carrier di Indonesia adalah sekitar 3-8
persen, kata Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti, dalam sambutannya di
puncak peringatan hari ulang tahun Yayasan Thalasemia Indonesia ke-25 di
Gedung BPPT, Jakarta. Wamenkes menjabarkan, jika persentase thalasemia
mencapai 5 persen, dengan angka kelahiran 23 per 1.000 dari 240 juta penduduk
Indonesia, maka diperkirakan ada sekitar 3.000 bayi penderita thalasemia yang
lahir tiap tahunnya.
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional
thalasemia adalah 0,1%. Ada 8 propinsi yang menunjukkan prevalensi thalasemia
lebih tinggi dari prevalensi nasional. Beberapa dari 8 propinsi itu antara lain
adalah Aceh dengan prevalensi 13,4%, Jakarta dengan 12,3%, Sumatera Selatan
yang prevalensinya 5,4%, Gorontalo dengan persentase 3,1%, dan Kepulauan
Riau 3%.
Menurut Ali, setiap tahun, sekitar 300.000 anak dengan thalasemia akan
dilahirkan dan sekitar 60-70 ribu, di antaranya adalah penderita jenis beta-
thalasemia mayor, yang memerlukan transfusi darah sepanjang hidupnya. "Beban
bagi penderita thalasemia mayor memang berat karena harus mendapatkan
transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Penderita thalasemia
menghabiskan dana sekitar 7-10 juta rupah per bulan untuk pengobatan.

1
Dua jenis thalasemia yang lain adalah thalasemia minor, yang terjadi pada
orang sehat, namun dapat menurunkan gen thalasemia pada anaknya dan
thalasemia intermedia, yang penderitanya mungkin memerlukan transfusi darah
secara berkala dan dapat bertahan hidup sampai dewasa. Data Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1994 menunjukkan persentase orang yang
membawa gen thalasemia di seluruh dunia mencapai 4,5% atau sekitar 250 juta
orang. Jumlah kasus thalasemia cenderung meningkat dan pada tahun 2001
diperkirakan jumlah pembawa gen thalasemia mencapai 7 persen dari penduduk
dunia.
1.2 Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui dan meningkatkan wawasan mengenai konsep dasar dan asuhan
keperawatan talasemia
2. Mengetahui dan memberi gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan
talasemia

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Nama Thalasemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa
yang berarti lautan dan anaemia (weak blood). Perkataan Thalassa digunakan
karena gangguan darah ini pertama kali ditemui pada pasien yang berasal dari
negara-negara sekitar Mediterranean (TIF, 2010). Istilah Thalasemia sekarang
digunakan pada kelompok hemoglobinopati yang diklasifikasi berdasarkan rantai
globin spesifik di mana sintesisnya terganggu (Chen, 2006). Nama Mediteranean
anemia yang diperkenalkan oleh Whipple sebenarnya tidak tepat karena kondisi
ini bisa ditemuikan di mana saja dan setengah tipe thalasemia biasanya endemik
pada daerah geografi tertentu (Pediatric Thalassemia, Medscape).
Thalasemia merupakan golongan penyakit anemia hemolitik yang
diturunkan secara autosom resesif, disebabkan mutasi gen tunggal, akibat adanya
gangguan pembentukan rantai globin alfa atau beta. Individu homozigot atau
compound heterozygous, double heterozygous bermanifestasi sebagai
thalassemia beta mayor yang membutuhkan transfusi darah secara rutin dan
terapi besi untuk mempertahankan kualitas hidupnya (Munthe, 1997 cit Bulan
2009)
Thalasemia adalah suatu kelainan genetik darah dimana produksi
hemoglobin yang normal tertekan karena defek sintesis satu atau lebih rantai
globin. Thalassemia beta mayor terjadi karena defisiensi sintesis rantai
sehingga kadar Hb A(22) menurun dan terdapat kelebihan dari rantai ,
sebagai kompensasi akan dibentuk banyak rantai dan yang akan bergabung
dengan rantai yang berlebihan sehingga pembentukan Hb F (22) dan Hb A2
(22) meningkat (Weatherall, 2004).
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan yang ditandai oleh
defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. Thalasemia merupakan

3
penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari)
(Ngastiyah, 1997).
Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh
berkurang nya sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan
hemoglobin (HbA, 2 2). Disebut hemoglobinopathies, tidak terdapat
perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA memiliki rantai polipeptida
dan , dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan sebagai - atau
thalassemia (Rudolph et al, 2002)

2.2 Klasifikasi Thalasemia


Hemoglobin terdiri dari rantai globin dan hem tetapi pada Thalasemia terjadi
gangguan produksi rantai atau . Dua kromosom 11 mempunyai satu gen
pada setiap kromosom (total dua gen ) sedangkan dua kromosom 16
mempunyai dua gen pada setiap kromosom (total empat gen ). Oleh karena itu
satu protein Hb mempunyai dua subunit dan dua subunit . Secara normal
setiap gen globin memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang
dihasilkan gen globin , menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang.
Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit
tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin akan menyebabkan defek pada
seluruh gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin dapat
menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2007).
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang
mengalami defek, yaitu Thalassemia dan Thalassemia . Berbagai defek secara
delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).
a. Thalasemia alpha ()
Oleh karena terjadi duplikasi gen (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16,
maka akan terdapat total empat gen (/). Delesi gen sering terjadi pada
Thalassemia maka terminologi untuk Thalassemia tergantung terhadap

4
delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada
dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom
yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen dilabel +
sedangkan pada dua gen dilabel o (Sachdeva, 2006).
1) Delesi satu gen / silent carrier/ (-/)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein
sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu
pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu
tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya
(Wiwanitkit, 2007).
2) Delesi dua gen / Thalassemia minor (--/) atau (-/-)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik
dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan
merasa normal dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen
kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
3) Delesi 3 gen / Hemoglobin H (--/-)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering
memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar
antara produksi rantai dan menyebabkan akumulasi rantai di dalam
eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H
(Hb H/ 4) (Wiwanitkit, 2007).
4) Delesi 4 gen / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya
meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan,
yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai
menyebabkan kelebihan rantai (diproduksi semasa kehidupan fetal)
dan rantai menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal
yaitu Hemoglobin Barts (4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat

5
tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (4, tidak stabil) (Sachdeva,
2006).
b. Thalasemia beta ()
Thalassemia disebabkan gangguan pada gen yang terdapat pada
kromosom 11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia
disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006).
Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah
tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang endemik
(Wiwanitkit, 2007).
1) Thalassemia o
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin yang dihasilkan (Rodak,
2007). Satu pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen,
2006).
2) Thalassemia
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin terjadi.
Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin yang normal dihasilkan
pada keadaan ini (Rodak, 2007).
Secara klinis, Thalassemia dikategori kepada:
1) Thalassemia minor / Thalassemia trait(heterozygous) / (+) or
(o)
2) Salah satu gen adalah normal () sedangkan satu lagi abnormal, sama
ada + atau o. Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak
menunjukkan simptom dan biasanya terdeteksi sewaktu pemeriksaan
darah rutin. Meskipun terdapat ketidakseimbangan, kondisi yang
terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu gen yang masih
berfungsi secara normal dan formasi kombinasi yang normal
masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi adalah
mikrositik, hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan ringan
pada sistesis rantai globin menurunkan produksi hemoglobin.

6
Rantai yang berlebihan diseimbangkan oleh peningkatan produksi
rantai di mana keduanya akan berikatan membentuk HbA2 / 22
(3.5-8%). Individu tersebut sepenuhnya asimptomatik dan selain dari
anemia ringan, tidak menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya
(Sachdeva, 2006)
3) Thalassemia mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (+o) or
(oo) or (++)
4) Pada kondisi ini, kedua gen rantai mengalami disfungsi (Wiwanitkit,
2007). HbA langsung tidak ada pada oo dan menurun banyak pada
++. Penyakit ini berhubungan dengan gagal tumbuh dan sering
menyebabkan kematian pada remaja (Motulsky, 2010). Anemia berat
terjadi dan pasien memerlukan transfusi darah (Rodak, 2007) dan
gejala tersebut selalunya bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari
tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari sistesis rantai
globin (Hb F/ 22) kepada (Hb A / 22) (Yazdani, 2011).
5) Thalassemia intermedia (+/+) atau (o/+)
6) Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor
(Rodak, 2007).
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE,
2010)
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan.
Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan
kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita
kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih
lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat
pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya.
Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di
usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga

7
bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies
cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang
hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang
yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.
Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih
khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani
transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang
baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8
bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi
tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, semakin sering pula si penderita harus menjalani transfusi
darah.
a. Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun
individu hidup normal, tanda - tanda penyakit thalasemia tidak
muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia
menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah.
Kemungkinan 25% anak mereka menderita thalasemia mayor.
Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit
thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak
menjadi anemia, lemas dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia
minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup
penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang
hidupnya.

8
2.3 Etiologi
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk
protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin
sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang
berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk
mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang
membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau
tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi
tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak
mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.
Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat
dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam
amino yang membentuk hemoglobin. Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya
diturunkan. Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah
merah.
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang
tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya
gangguan pembentukan yang disebabkan oleh:
a) Gangguan struktur pembentukan hemoglobin (hb abnormal)
b) Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin seperti pada
Thalasemia).
Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta
yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu
komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang
mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa

9
sifat thalassemia tampak normal/ sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen
dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat
thalasemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada
kedua kromosom, dinamakan penderita thalasemia (Homozigot/Mayor). Kedua
belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing
membawa sifat thalasemia.
Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari
ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing
pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa
kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang
berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita
thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari
ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah
anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) penyakit banyak diturunkan oleh
pasangan suami isteri yang mengidap thalasemia dalam sel - selnya/ faktor
genetik. Jika kedua orang tua tidak menderita thalasaemia trait/pembawa sifat
thalasemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan thalasemia trait/pembawa
sifat thalassaemia atau thalasemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-
anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita thalasemia trait/pembawa
sifat thalasemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita thalasemia
trait/pembawa sifat thalasemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita thalasemia mayor. Orang dengan thalasemia trait/pembawa sifat
thalasemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut
kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada
di kalangan keluarga mereka.

10
Apabila kedua orang tua menderita thalasemia trait/pembawa sifat
thalasaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita thalasaemia
trait/pembawa sifat thalasemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal,
atau mereka mungkin juga menderita thalasemia mayor.

2.4. Patofisiologi
Gangguan sisntesis
Pernikahan penderita Penurunan penyakit rantai globulin
talasemia carier secara autosomal dan
resesif

Pembentukan rantai Talasemia Rantai kurang


dan di retikulo tidak terbentuk
seimbang daripada rantai
-rantai kurang
dibentuk dibanding - Gangguan
rantai pembentukan rantai
-Rantai tidak dibentuk dan Talasemia
sama sekali - Pembentukan
rantai dan
menurun Tidak terbentuk
- Penimbunan HbA
dan pengendapan
rantai dan
meningkat Membentuk
O2 dan nutrisi tidak inklosion bodies
ditransport secara
adekuat Aliran darah ke
organ vital dan
Menempel pada
jaringan menurun
dinding eritrosit
Ketidak efektifan
perfusi jaringan
Hemolisis
Peningkatan O2 *eritrosit yg imatur
Kompensasi tubuh RBC menurun *eritropoisis darah yg
membentuk eritrosit tidak efektif dan
oleh SUTUL penghancuran
meningkat prekursor eritrosi dan
Anemia intra medula
*menurunnya sintesis
hb menyebabkan
Hiperplasi SUTUL eritosis hipokrom dan
Hipoksia
mikrositer

11
Ekspansi masif Suplai O2 / Na
sumsum tulang Pembentuk RBC baru
berkurang
yg imatur dan mudah
wajah dan kranium
lisis
Metabolisme sel
terhambat,
Deformitas tulang Perubahan menyebabkan
pembentukan ATP pertumbuhan sel
berakibat pada dan otak terhambat
penurunan energi yg
Perasaan berbeda
dihasilkan
dengan orang lain

Keterlambatan
Gambaran diri pertumbuhan dan
negatif Kelemahan fisik perkembangan

Gangguan citra Intoleransi aktifitas


diri/ citra tubuh

hemokromatesis

Fibrosis paru

Frekuensi nafas
meningkat

Ketidak efektifan pola


nafas

12
2.5 Manifestasi Klinis
1. Talasemia Minor/talasemia trait: tampilan kilinis normal, splenomegaly dan
hepatomegali ditemukan pada sedikit penderita, hyperplasia eritrosit stipples
ringan sampai sedang pada sum - sum tulang, bentuk homozigot, anemia
ringan, MCV rendah. Pada penderita yang berpasangan harus diperiksa.
Karena karier minor pada kedua pasangan dapat menghasilkan keturunan
dengan talasemia mayor. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi
buruk, perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba,
aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (hepatomegali).
2. Talasemia Mayor, gejala klinik telah terlihat sejak naak baru berumur kurang
dari 1 tahun, yaitu :
- Anemia simtomatik pada usia 6 -12 bulan, seiring dengan turunnya kadar
hemoglobin fetal.
- Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah merah yang
berinti pada darah perifer, tidak terdapat HbA. Kadar Hb rendah
mencapai 3 atau 4 gr%.
- Lemah dan pucat.
- Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus, penebalan
tulang tengkorak, splenomegaly, ulkus pada kaki dan gambaran
patognomonik hair on end .
- Berat badan kurang.
- Tidak dapat hidup tanpa tranfusi.
3. Talasemia intermedia
- Anemia mikrositik , bentuk heterozigot
- Tingkat keparahannya berada diantara talasemia minor dan talasemia
mayor masih memproduksi sejumlah kecil HbA.
- Anemia agak berat 7 9gr/dl dan splenomegaly
- Tidak tergantung pada transfusi
Gejala khas adalah :

13
1. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung ,
jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar
2. keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulit menjadi
kelabu karena penimbunan besi (Fe).
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Hematologi:
Terdapat perubahan - perubahan pada sel darah merah, yaitu mikrositosis,
hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature,
penurunan hemoglobin dan hematrokrit. Elektroforesis hemoglobin:
peningkatan hemoglobin.
b. Pemeriksaan pedigree: kedua orang tua pasien talasemia merupakan trait
(carrier) dengan Hb A2 meningkat (>3,5% dari Hb total).
c. Pemeriksaan DNA, untuk mendiagnosis kelainan genetik prenatal pada janin.
d. Bone Marrow Punction (BMP), memperlihatkan perubahan - perubahan sel
darah berdasarkan jumlah, ukuran, dan bentuk yang akan menentukan jenis
talasemia
e. Pemeriksaan lain:
- Foto rongent tulang kepala: gambaran hair on end, korteks menipis,
diploe melebar dan dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
- Foto rongent tulang pipih dan ujung tulang panjang: perluasan sum - sum
tulang sehingga trabekula sangat jelas.
2.7 Pencegahan

WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan dan


penapisan (screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat Talasemia.
Program itulah yang diharapkan dimasukkan ke program nasional pemerintah.
Menurut Hoffbrand (2005) konseling genetik penting dilakukan bagi pasangan
yang berisiko mempunyai seorang anak yang menderita suatu defek
hemoglobin yang berat.

14
Jika seorang wanita hamil diketahui menderita kelainan hemoglobin,
pasangannya harus diperiksa untuk menentukan apakah dia juga membawa
defek. Jika keduanya memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu
defek yang serius pada anak (khususnya Talasemia- mayor) maka penting
untuk menawarkan penegakkan diagnosis antenatal.
1. Penapisan (Screening)
Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:
a. Karena karier Talasemia bisa diketahui dengan mudah, penapisan
populasi dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot
menikah, 1-4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan
heterozigot.
b. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa
diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis
prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan Talasemia berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan
penapisan premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting
menyediakan program konseling verbal maupun tertulis mengenai hasil
penapisan Talasemia (Permono, & Ugrasena, 2006).
Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan
ras. Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai
gambaran Talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat
pada Talasemia . Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa
menganalisis gen rantai . Penting untuk membedakan Talasemia o(-/) dan
Talasemia +(-/-), pada kasus pasien tidak memiliki risiko mendapat
keturunan Talesemia o homozigot.
Pada kasus jarang dimana gambaran darah memperlihatkan Talesemia
heterozigot dengan HbA2 normal dan gen rantai utuh, kemungkinannya
adalah Talasemia non delesi atau Talasemia dengan HbA2 normal. Kedua
hal ini dibedakan dengan sintesis rantai globin dan analisa DNA. Penting untuk

15
memeriksa Hb elektroforase pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan
variasi struktural Hb (Permono, & Ugrasena, 2006).

2. Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel
darah janin dengan menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu,
meskipun pemeriksaan ini sekarang sudah banyak digantikan dengan analisis
DNA janin. DNA diambil dari sampel villi chorion (CVS=corion villus
sampling), pada kehamilan 9-12 minggu. Tindakan ini berisiko rendah untuk
menimbulkan kematian atau kelainan pada janin (Permono, & Ugrasena, 2006).
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS,
mengalami perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama
yang digunakan oleh Southern Blotting dari DNA janin menggunakan
restriction fragment length polymorphism (RELPs), dikombinasikan dengan
analisis linkage atau deteksi langsung dari mutasi. Yang lebih baru,
perkembangan dari polymerase chain reaction (PCR) untuk
mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan oleh enzim
restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk dan
dari Talasemia secara langsung dengan analisis DNA janin.
Perkembangan PCR dikombinasikan dengan kemampuan oligonukleotida
untuk mendeteksi mutasi individual, membuka jalan bermacam pendekatan
baru untuk memperbaiki akurasi dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis
prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan hibridasi dari ujung
oligonukleotida yang diberi label 32P spesifik untuk memperbesar region gen
globin melalui membran nilon. Sejak sekuensi dari gen globin dapat
diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi dapat dibatasi sampai 1 jam dan
seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam (Permono, & Ugrasena,
2006).Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis

16
prenatal. Contohnya, tehnik ARMS (Amplification refractory mutation system),
berdasarkan pengamatan bahwa pada beberapa kasus, oligonukleotida
(Permono, & Ugrasena, 2006).
Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini, kurang
dari 1%. Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA janin, non-
paterniti, dan rekombinasi genetik jika menggunakan RELP linkage analysis
(Permono, & Ugrasena, 2006).
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka
pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan.
Program pencegahan Talasemia terdiri dari beberapa strategi, yakni;
(1) penapisan (skrining) pembawa sifat Talasemia,
(2) konsultasi genetik (genetic counseling), dan
(3) diagnosis prenatal.
Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan
retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat
thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara
retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga
penderita Talasemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan
informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu
program pencegahan yang baik untuk Talasemia seharusnya mencakup kedua
pendekatan tersebut.
Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik
terutama di negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan prospektif
memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha
program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program
pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang
daripada program prospektif.

17
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas,
2002; Herdata, 2008)
1. Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah
kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin
lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine,
dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap
selesai transfusi darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
a. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan bahaya
terjadinya rupture.
b. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi
darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg
berat badan dalam satu tahun.Transplantasi sumsum tulang telah
memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan lebih dari
seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan
tanpa ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali.
Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15 tahun.
Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan
saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.

18
3. Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan
ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan
tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan
perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed
red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
2.9. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung.
Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan
kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai
jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini
menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang
besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai
tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia.
Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan
dan Alatas, 2002). Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila
darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg.
Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung.
Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan
deposisi melanin (Herdata, 2008).
2.10 Discharge Planning
a) Istirahat yang cukup.
b) Makan makanan yang banyak mengandung vitamin dan menjalani diet
dengan gizi seimbang.
c) Makan makanan yang tinggi asam folat dan vitamin B12, seperti ikan,
produk susu, daging, kacang-kacangan, sayuran berwarna hijau tua, jeruk,
dan biji-bijian.

19
d) Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari
sesuai dengan kemampuan anak.
e) Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang
kemampuan anak dalam melakikan aktivitas, memonitor kemampuan
melakukan aktivitas secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua.

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Asal keturunan/ kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri,
thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada
thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang
berobat pada umur sekitar 4 6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh
hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk
thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya
dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

21
5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang
tua yang menderita thalasemia. Apabila kedua orang tua menderita
thalasemia, maka anaknya berisiko menderita thalasemia mayor. Oleh
karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena
berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan
karena keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai
risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk
memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalasemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
selincah anak seusianya yang normal.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah
mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua
mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.

22
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran
limpa dan hati ( hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya
kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena
adanya anemia kronik.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti
besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan ekspansi paru.
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan natrium ke jaringan.
3. Gangguan citra tubuh.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai O2,
konsentrasi Hb dan darah kejaringan.

23
5. Resiko infeksi b.d pertahanan tubuh primer tidak adekuat ,pertahanan
tubuh sekunder tidak adekuat (abnormalitas pembentukan sel darah
merah).
6. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d abnormalitas
produksi globin dalam hemoglobin menyebabkan hyperplasia sum-
sum tulang.
7. Defisiensi pengetahuan b.d kesalahan interpretasi informasi mengenai
kondisi dan pengobatan.
3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
No.
Keperawatan NOC NIC
1. Ketidakefektifan Respiratory Airway
pola napas b.d status:ventilation management
penurunan ekspansi Respiratory status: Buka jalan nafas,
paru airway patency gunakan teknik chin
Vital sign status lift atau jaw thrust
Kriteria hasil: bila perlu
Jalan napas paten Posisikan pasien
(klien tidak merasa untuk
tercekik, irama nafas memaksimalkan
dan frekuensi nafas ventilasi
dalam rentang normal, Lakukan fisioterapi
tidak ada suara nafas dada jika perlu
abnormal). Identifikasi pasien
Tanda vital dalam perlunya
rentang normal pemasangan alat
(tekanan darah, nadi jalan nafas buatan
dan pernafasan) Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
Atur intake untuk
cairan,
mengoptimalkan
keseimbangan
Monitor respirasi
dan status O2

24
Oxygen Therapy
Pertahankan jalan
nafas yang paten
Monitor aliran
oksigen
Observasi adanya
tanda-tanda
hipoventilasi
Pertahankan posisi
pasien
Vital sign
Monitoring
Monitor TD, nadi,
suhu dan respirasi
Monitor kualitas dari
nadi
Monitor frekuensi
dan irama pernafasan
Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis
perifer
2. Intoleransi aktivitas Energy Activity therapy
b.d kelemahan Conservation Bantu klien untuk
umum, Activity Tolerance mengidentifikasi
ketidakseimbangan Self Care:ADLs aktivitas yang
antara suplai Kriteria hasil: mampu dilakukan
oksigen dan Berpatisipasi dalam Bantu untuk
natrium ke aktivitas fisik tanpa mendapatkan alat
jaringan. disertai peningkatan bantuan aktivitas
tekanan darah, nadi seperti kursi roda ,
dan respirasi kruk
Mampu melakukan Bantu untuk
aktivitas sehari-hari mengidentifikasi
(ADLs) secara aktivitas yang
mandiri disukai
Tanda-tanda vital Bantu klien
normal membuat jadwal
Mampu berpindah: latihan diwaktu
dengan atau tanpa luang
bantuan alat Bantu pasien/

25
Status keluarga untuk
kardiopulmonary mengidentifikasi
adekuat kekurangan dalam
Level kelemahan beraktivitas
Sirkulasi status baik Sediakan penguatan
Status respirasi: positif bagi yang
pertukaran gas dan aktif beraktivitas
ventilasi adekuat Monitor respon fisik,
emosi, social dan
spiritual

3. Gangguan citra Body image Body image


tubuh b.d Self Esteem Enhancement
perubahan fungsi Kriteria Hasil: Kaji secara verbal
tubuh (penyakit, Body image positif dan nonverbal
medikasi, Mampu respon klien
pembedahan) mengidentifikasi terhadap tubuhnya
kekuatan personal Monitor frekuensi
Mendeskripsikan mengkritik dirinya
secara factual Jelaskan tentang
perubahan fungsi pengobatan,
tubuh perawatan, kemajuan
Mempertahankan dan prognosis
interaksi sosial penyakit
Dorong klien
mengungkapkan
perasaanya
Fasilitasi kontak
dengan individu lain
dalam kelompok
kecil
4. Ketidakefektifan Circulation Status Pheripheral sensation
perfusi jaringan Tissue perfussion: management
perifer b.d cerebral Monitor adanya
penurunan suplai Kriteria hasil: daerah tertentu yang
O2,konsentrasi Mendemonstrasikan hanya peka terhadap
Hb dan darah status sirkulasi ditandai panas, dingin, tajam,
kejaringan dengan: tumpul
Tekanan sistol dan Instruksikan
diastole dalam keluarga untuk
rentang yang mengobservasi kulit
diharapkan jika ada lesi

26
Tidak ada ortostatik Gunakan sarung
hipertensi tangan untuk
Tidak ada tanda- proteksi
tanda peningkatan Batasi gerakan pada
intracranial kepala, leher, dan
Mendemonstrasikan punggung
kemampuan kognitif Monitor kemampuan
ditandai dengan: BAB
Berkomunikasi Kolaborasi
dengan jelas dan pemberian analgetik
sesuai dengan Monitor adanya
kemampuan tromboplebitis
Memproses informasi Diskusikan
Membuat keputusan mengenai penyebab
dengan benar perubahan sensasi
Menunjukkan
perhatian,konsentrasi
dan orientasi
Menunjukkan fungsi
sensori motoric cranial
yang utuh: tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan
involunter

5. Resiko infeksi b.d Immune Status Infection Control


pertahanan tubuh Knowledge: Bersihkan
primer tidak infection control lingkungan setelah
adekuat, Risk infeksi dipakai pasien lain
pertahanan tubuh Kriteria hasil: Batasi pengunjung
sekunder tidak Klien bebas dari tanda bila perlu
adekuat dan gejala infeksi Cuci tangan sebelum
(abnormalitas Mendeskripsikan dan sesudah tindakan
pembentukan sel proses penularan Pertahankan
darah merah) penyakit, faktor yang lingkungan aseptic
mempengaruhi selama pemasangan
penularan, serta alat
penatalaksanaannya Ganti letak IV
Menunjukkan perifer dan line
kemampuan untuk central dan dressing
mencegah timbulnya sesuai dengan
infeksi petunjuk

27
Jumlah leukosit dalam Gunakan kateter
batas normal intermitten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
Tingkatkan intake
nutrisi
Gunakan baju, sa-
rung tangan seba-gai
alat pelindung
Berikan terapi
antibiotik
Monitor tanda dan
gejala infeksi sis-
temik dan lokal
Pertahankan tek-nik
isolasi k/p
Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemera-
han, panas, drai-nase
Monitor adanya luka
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan
keluarga me-ngenali
tanda dan gejala
infeksi
6. Keterlambatan Growth and Peningkatan
pertumbuhan dan development, perkembangan anak
perkembangan b.d delayed dan remaja
abnormalitas Nutrition imbalance Anak berfungsi
produksi globin less than body optimal sesuai
dalam hemoglobin Requirements tingkatnya
menyebabkan Kriteria hasil: Kaji faktor penyebab
hyperplasia sum- Anak berfungsi gangguan
sum tulang. optimal sesuai perkembangan anak
tingkatnya Identifikasi dan
Keluarga dan anak gunakan sumber
mampu pendidikan untuk
menggunakan memfasilitasi
koping terhadap perkembangan anak
tantangan karena yang optimal
adanya Berikan perawatan

28
ketidakmampuan yang konsisten
Keluarga mampu Tingkatkan
mendapatkan komunikasi verbal
sumber-sumber dan stimulasi taktil
sarana komunikasi Berikan instruksi
Kematangan fisik berulang dan
Status nutrisi sederhana
seimbang Dorong anak
melakukan
perawatan sendiri
Manajemen perilaku
anak yang sulit
Dorong anak
melakukan
sosialisasi dengan
kelompok
Ciptakan lingkungan
yang aman
Nutritional
management:
Kaji keadekuatan
asupan nutrisi
Tentukan makanan
yang disukai anak
Pantau
kecenderungan
kenaikan dan
penurunan BB
Nutrition theraphy:
Menyelesaikan
penilaian gizi,
memantau makanan/
cairan dan
menghitung asupan
harian yang sesuai
Kolaborasi dengan
ahli gizi, jumlah
kalori dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi
persyaratan gizi yang

29
sesuai

7. Defisiensi Knowledge: disease Teaching: disease


pengetahuan b.d process process
kesalahan Knowledge: health Berikan penilaian
interpretasi behavior tentang tingkat
informasi Kriteria hasil: pengetahuan pasien
mengenai kondisi Pasien dan keluarga dan keluarga
dan pengobatan. menyatakan Gambarkan tanda
pemahaman tentang dan gejala yang bisa
penyakit, kondisi, muncul pada
prognosis dan penyakit
program Gambarkan proses
pengobatan penyakit
pasien dan keluarga Identifikasi
mampu kemungkinan
melaksanakan penyebab
prosedur yang Sediakan informasi
dijelaskan secara yang tepat
benar Diskusikan pilihan
Pasien dan keluarga terapi atau
mampu penanganan
menjelaskan Dukung pasien untuk
kembali apa yang mengeksplorasi atau
dijelaskan perawat/ mendapatkan second
tim kesehatan opinion dengan cara
lainnya yang tepat
Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan
penyakit

30
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Thalasemia adalah suatu kelainan genetik darah dimana produksi
hemoglobin yang normal tertekan karena defek sintesis satu atau lebih rantai
globin. Thalasemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang
mengalami defek, yaitu thalassemia dan thalassemia . Berbagai defek secara
delesi dan nondelesi dapat menyebabkan thalasemia.
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang
tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya
gangguan pembentukan yang disebabkan oleh: gangguan struktur pembentukan
hemoglobin (Hb abnormal) dan gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai
globin.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu Thalasemia Mayor dan
thalassemia Minor. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin
sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang
berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut
oksigen dari paru - paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkan. Adapun
etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter).
4.2 Saran
Sebaiknya orang tua senantiasa memperhatikan kesehatan anaknya. Perlu
dilakukannya penelusuran pedigree/garis keturunan untuk mengetahui adanya
sifat pembawa thalassemia pada keluarga penderita thalasemia. Sebaiknya calon
pasutri sebelum menikah melakukan konsultasi untuk menghindari adanya
penyakit keturunan, seperti pada thalasemia dan perlu dilakukannya upaya

31
promotif dan preventif terhadap thalasemia kepada masyarakat luas yang
dilakukan oleh petugas kesehatan.

32
DAFTAR PUSTAKA

Sudayo, Aru. W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ( Ed.5, Jilid II ).
Jakarta : Interna Publishing.
Hoffbrand. 2005. Kapita Selekta Hematologi ( Ed.4 ). Jakarta : EGC.
Mehta, Atul. B. 2006. At a Glance Hematologi. Jakarta : Erlangga.
Barbara., C.L. Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses
keperawatan). Bandung : YIAPKP.
Smeltzer, Suzanne.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner
& Suddarth. Jakarta : EGC.
https://www.academia.edu/8364738/Asuhan_Keperawatan_Thalasemia_Pada
_Anak
NANDA, Internasional Inc. Nursing Diagnosis : Definision & Classifications
2015-2017, 10th Edition. Jakarta : ECG
Nur Arif Amin Huda (2015). Aplikasi Nanda NIC-NOC. Yogyakarta.
Mediaction Publishing.
Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan
Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung
Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan
Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.
Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran E d i s i k e - 3
J i l i d 2 . Media Aesculapius Fkul.
Hartoyo, Edi, dkk. 2006. Standar Pelayanan Medis. Fakultas
KedokteraanUnlam / RSUD Ulin Banjarmasin.
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi
I. PT Fajar Interpratama : Jakarta.
McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification
nd
(NIC). 2 Edition. Mosby Year Book: USA
North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses :
Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions
Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification
2001-2002, NANDA.

You might also like