You are on page 1of 21

KONSEP DASAR GANGGUAN

SISTEM GASTROINTESTINAL PADA LANSIA

A. Pengertian

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)

adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,

mencernanya menjadi zat- zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah

serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses

tersebut dari tubuh. Secara normal fungsi sistem gastrointestinal yaitu bertanggung jawab

untuk mensuplai tubuh dengan nutrisi yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan.

Gangguan fungsi sistem gastrointestinal dapat mengakibatkan efek yang signifikan

terhadap kehidupan lansia.

Nutrisi adalah zat-zat gizi atau zat-zat lain yang berhubungan dengan kesehatan

dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima

makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan

tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuh serta mengeluarkan sisanya.

B. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan

Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia terjadi di

sepanjang saluran pencernaan (bahasa Inggris: gastrointestinal tract) dan dibagi

menjadi 3 bagian, yaitu proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga

lambung.Selanjutnya adalah proses penyerapan sari - sari makanan yang terjadi di

dalam usus. Kemudian proses pengeluaran sisa - sisa makanan melalui anus.
Sistem pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) berfungsi sebagai berikut:

Menerima makanan

Memecah Makanan Menjadi Zat-Zat Gizi (Suatu Proses Yang Disebut Pencernaan)

Menyerap Zat-Zat Gizi Ke Dalam Aliran Darah

Membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna dari tubuh.

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan, kerongkongan, lambung, usus

halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang

terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

a. Mulut, Tenggorokan dan Kerongkongan

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan dan sistem pernafasan.

Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Saluran dari kelenjar saliva di

pipi, dibawah lidah dan dibawah rahang mengalirkan isinya ke dalam mulut. Di dasar

mulut terdapat lidah, yang berfungsi untuk merasakan dan mencampur makanan.Di

belakang dan dibawah mulut terdapat tenggorokan (faring).

Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.

Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung. Pengecapan relatif sederhana,


terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman lebih rumit, terdiri dari berbagai

macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi

belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.

Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut

dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Pada saat makan, aliran

dari ludah membersihkan bakteri yang bisa menyebabkan pembusukan gigi dan

kelainan lainnya. Ludah/saliva juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya

lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.

Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis. Epiglotis

akan tertutup agar makanan tidak masuk ke dalam pipa udara (trakea) dan ke paru-

paru, sedangkan bagian atap mulut sebelah belakang (palatum mole, langit-langit

lunak) terangkat agar makanan tidak masuk ke dalam hidung.

Kerongkongan (esofagus) merupakan saluran berotot yang berdinding tipis dan

dilapisi oleh selaput lendir. Kerongkongan menghubungkan tenggorokan dengan

lambung. Makanan didorong melalui kerongkongan bukan oleh gaya tarik bumi,

tetapi oleh gelombang kontraksi dan relaksasi otot ritmik yang disebut dengan

peristaltik.

b. Lambung

Lambung merupakan organ otot berongga yang besar terdiri dari 3 bagian yaitu

kardia, fundus dan antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan

melalui otot berbentuk cincin (sfingter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam

keadaan normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam


kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi

secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.

c. Usus Halus

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang

merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum

melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh,

duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan

makanan. Duodenum menerima enzim pankreatik dari pankreas dan empedu dari

hati. Cairan tersebut (yang masuk ke dalam duodenum melalui lubang yang disebut

sfingter Oddi) merupakan bagian yang penting dari proses pencernaan dan

penyerapan. Gerakan peristaltik juga membantu pencernaan dan penyerapan

dengan cara mengaduk dan mencampurnya dengan zat yang dihasilkan oleh usus.

Beberapa senti pertama dari lapisan duodenum adalah licin, tetapi sisanya memiliki

lipatan-lipatan, tonjolan-tonjolan kecil (vili) dan tonjolan yang lebih kecil (mikrovili).

Vili dan mikrovili menyebabkan bertambahnya permukaan dari lapisan duodenum,

menambah jumlah zat gizi yang diserap. Sisa dari usus halus, yang terletak dibawah

duodenum, terdiri dari jejunum dan ileum. Bagian ini terutama bertanggungjawab

atas penyerapan lemak dan zat gizi lainnya. Penyerapan ini diperbesar oleh

permukaannya yang luas karena terdiri dari lipatan-lipatan, vili dan mikrovili.

Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap

ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus)

dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).

Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak. Kepadatan dari isi usus berubah secara bertahap, seiring dengan

perjalanannya melalui usus halus. Didalam duodenum, air dengan cepat dipompa ke

dalam isi usus untuk melarutkan keasaman lambung. Ketika melewati usus halus

bagian bawah, isi usus menjadi lebih cair karena mengandung air, lendir dan enzim-

enzim pankreatik.

d. Pankreas

Pankreas merupakan suatu organ yang terdiri dari 2 jaringan dasar:

o Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan

o Pulau pankreas, menghasilkan hormon.

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan

hormon ke dalam darah. Enzim-enzim pencernaan dihasilkan oleh sel-sel asini dan

mengalir melalui berbagai saluran ke dalam duktus pankreatikus.

Duktus pankreatikus akan bergabung dengan saluran empedu pada sfingter

Oddi, dimana keduanya akan masuk ke dalam duodenum. Enzim yang dilepaskan

oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik

memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan

dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran

pencernaan.

Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi

melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung. Ada 3 hormon yang

dihasilkan oleh pankreas adalah:

Insulin, yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah


Glukagon, yang berfungsi menaikkan kadar gula dalam darah

Somatostatin, yang berfungsi menghalangi pelepasan kedua hormon lainnya

(insulin dan glukagon).

e. Hati

Hati merupakan sebuah organ yang besar dan memiliki berbagai fungsi,

beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Zat-zat gizi dari makanan

diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil

(kapiler).

Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang

lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta

terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil didalam hati, dimana darah yang masuk

diolah. Darah diolah dalam 2 cara:

o Bakteri dan partikel asing lainnya yang diserap dari usus dibuang

o Berbagai zat gizi yang diserap dari usus selanjutnya dipecah dapat digunakan

oleh tubuh.

o Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah

diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.

Hati menghasilkan sekitar separuh dari seluruh kolesterol dalam tubuh, sisanya

berasal dari makanan. Sekitar 80% kolesterol yang dihasilkan di hati digunakan

untuk membuat empedu. Hati juga menghasilkan empedu, yang disimpan didalam

kandung empedu.

f. Kandung Empedu dan Saluran Empedu

Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan kanan, yang

selanjutnya bergabung membentuk duktus hepatikus umum.

Saluran ini kemudian bergabung dengan sebuah saluran yang berasal dari

kandung empedu (duktus sistikus) untuk membentuk saluran empedu umum.

Duktus pankreatikus bergabung dengan saluran empedu umum dan masuk ke dalam

duodenum. Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk didalam kandung

empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati.

Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal

saraf kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam

duodenum dan bercampur dengan makanan. Empedu memiliki 2 fungsi penting:


o Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

o Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin

yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

o Secara spesifik empedu berperan dalam berbagai proses berikut:

Garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang

larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan

Garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu

menggerakkan isinya

Bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai

limbah dari sel darah merah yang dihancurkan

Obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari

tubuh

Berbagai protein yang berperan dalam fungsi empedu dibuang di dalam

empedu.

Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan

dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi

enterohepatik.

Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12

kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus

besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai

unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang

bersama tinja.

g. Usus Besar

Usus besar terdiri dari:

1. Kolon asendens (kanan)

2. Kolon transversum

3. Kolon desendens (kiri)

4. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).

Apendiks (usus buntu) merupakan suatu tonjolan kecil berbentuk seperti

tabung, yang terletak di kolon asendens, pada perbatasan kolon asendens dengan

usus halus.
Usus besar menghasilkan lendir dan berfungsi menyerap air dan elektrolit dari

tinja.Ketika mencapai usus besar, isi usus berbentuk cairan, tetapi ketika mencapai

rektum bentuknya menjadi padat. Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus

besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.

Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti

vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta

antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri di dalam usus besar.

Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan

terjadilah diare.

h. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah

kolon sigmoid) dan berakhir di anus.

Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,

yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam

rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar. Orang dewasa dan anak yang

lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda

mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda

buang air besar.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah

keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan

sebagian lainnya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus

tetap tertutup.
C. Klasifikasi

Menurut Linda Chandranata (2000) Klasifikasi gastrointestinal dibagi menjadi dua

yaitu :

a Gastrointestinal atas seperti gangguan nafsu makan, mual muntah.


b Gastronitestinal bawah yaitu konstipasi, diare.

Penyakit gangguan gastrointestinal yang termasuk yaitu Gangguan esofagus,

gangguan lambung dan usus, neoplasma intestinal dan proses inflamasi, trauma abdomen,

gangguan hepatik dan billiaris.

D. Patofisiologi

Proses pencernaan mulai dengan aktivitas mengunyah dimana makanan dipecah

kedalam partikel kecil yang dapat ditelan dan dicampur dengan enzim-enzim pencernaan.

Makan, atau bahkan melihat, mencium, atau mencicip makanan dapat menyebabkan

refleks salivasi. Saliva adalah sekresi pertama yang kontak dengan makanan.

Saliva disekresi dalam mulut melalui kelenjar saliva pada kecepatan kira-kira 1,5 L

setiap hari. Saliva juga mengandung mukus yang membantu melumasi makanan saat

dikunyah, memudahkan menelan. Dua pusat dalam inti retikularis medula oblongata

adalah zona pencetus kemoreseptif yaitu uremia, emesis yang diinduksi oleh obat, emesis

karena radiasi dan pusat yang terintegrasi. Jaras eferen muncul dari hampir semua tempat

tubuh.

Jaras vagal adalah sangat penting, tetapi vagotomi tidak menghilangkan muntah . jaras

eferen empatik yang memperantarai muntah berkaitan dengan distensi abdomen.

Muntah terjadi bila kedua jaras eferen somatik dan viseral menyebabkan penutupan

glotis, kontraksi diagfragma mempunyai pilorus dan relaksi lambung diikuti oleh kontraksi

peristaltik yang berjalan dari lambung tengah keujung


insisura dengan kontraksi abdmen, diagfragma, dan interkosta, muntah berkaitan dengan

tanda dan gejala cetusan otonom. Semua ada kaitan dengan gangguan traktus

gastrointestinalis, terutama obstruksi, dengan obstruksi tinggi akut menyebabkan

muntah dini. Kekacauan otonom, obat-obatan gangguan psikogenik, dan penelanan

bahan-bahan yang berbahaya merupakan menyebab lain yang sering.

Faktor-faktor yang mengurangi pasokan darah dan penghantar oksigen ke medula

(renjatan, oklusi vaskular, peningkatan tekanan intrakranial). Dapat menginduksi emesis.

Obat-obat emetik menghasilkan efeknya melalui stimulasi sentral langsung atau dengan

iritasi mukosa lambung. Pola muntah mendadak, sering kali proyektil tanpa didahului mual,

sangat kuat menunjukkan penyebab sentral. Konsekuensi muntah metabolik, dengan

muntah hebat terjadi hipovolemia, hipokalemia, dan alkalosis metabolik serta deplesi

natrium total.( Linda Chandranata, 2000)

E. Proses Penuaan Normal pada Saluran Gastrointestinal

1. Penuaan Pada Saluran Cerna

a. Rongga Mulut

o Gigi geligi mulai banyak yang tanggal

o Kerusakan gusi karena proses degenerasi

o Penuruna produksi kelenjar saliva

o Pentol pengecap di ujung lidah menurun jumlahnya, terutama untuk rasa asin,

lansia cenderung untuk makan makanan yang lebih asin

b. Farings Dan Esofagus

o Kelemahan otot polos sehingga proses menelan sering sukar

o Kelemahan otot esofagus sering menyebabkan proses patologis yang disebut

hernia hiatus

c. Lambung

Terjadi artropi mukosa dari sel kelenjar, sel parietal dan sel chief akan

menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan factor intrinsic berkurang. Ukuran

lambung pada lansia menjadi lebih kecil, daya tampung makanan menjadi lebih

berkurang. Proses perubahan protein menjadi pepton terganggu. karena sekresi

asam lambung berkurang, rasa lapar juga berkurang.

d. Usus Halus

Mukosa usus halus juga mengalami atrofi sehingga luas permukaan berkurang,

luas villi berkurang yang selanjutnya menurunkan proses absorbsi


Penrunan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak krn ensim yang dihasilkan

pankreas dan protein juga menurun

e. Usus Besar Dan Rektum

Berkurangnya motilitas kolon

Absorbsi air dan elektrolit meningkat yang menyebabkan feses menjadi lebih

keras dan pada akhirnya menyebabkan konstipasi.

Kelemahan dinding abdomen.

f. Farings Dan Esofagus

o Kelemahan otot polos sehingga proses menelan sering sukar

o Kelemahan otot esofagus sering menyebabkan proses patologis yang disebut

hernia hiatus

g. Lambung
Terjadi artropi mukosa. Artropi dari sel kelenjar, sel parietal dan sel chief akan

menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan factor intrinsic berkurang. Ukuran

lambung pada lansia menjadi lebih kecil, daya tamping makanan menjadi lebih

berkurang. Proses perubahan protein menjadi pepton terganggu. karena sekresi

asam lambung berkuran, rasa lapar juga berkurang.

h. Usus Halus

Mukosa usus halus juga mengalami atrofi sehingga luas permukaan berkurang,

luas villi berkurang yang selanjutnya menurunkan proses absorbsi

Penrunan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak krn ensim yang dihasilkan

pankreas dan protein juga menurun

i. Usus Besar Dan Rektum

Berkurangnya motilitas kolon

Absorbsi air dan elektrolit meningkat yang menyebabkan feses menjadi lebih

keras dan pada akhirnya menyebabkan konstipasi.

Kelemahan dinding abdomen.

Walaupun jenis penyakit dan gangguan lambung pada populasi lansia dan dewasa

muda serupa, akan tetapi penampilan dan penyebab penyakit dan gangguan tersebut

seringkali berbeda. Hal ini karena adanya perubahan fisiologik dan berbagai penyakit ko-

morbid yang sering terdapat pada usia lanjut. Tampilan penyakit dan gangguan lambung

pada usia lanjut termasuk penyakit peptic- sering tidak khas.

Proses penuaan memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam saluran

gastrointestinal (GI). Namun, karena luasnya persoalan fisiologi pada sistem


gastrointestinal, hanya sedikit masalah-masalah yang berkaitan dengan usia yang dilihat

dalam kesehatan. Banyak masalah-masalah GI yang dihadapi oleh lansia lebih erat

dihubungkan dengan gaya hidup mereka.

Keluhan lain yang sering dijumpai adalah konstipasi, yang disebabkan karena

kurangnya kadar selulosa, kurangnya nafsu makan bisa disebabkan karenanya banyaknya

gigi yang sudah lepas. Dengan proses menua bisa terjadi gangguan motilitas otot polos

esophagus, bisa juga terjadi refluks disease (terjadi akibat refluks isi lambung ke

esophagus), insiden ini mencapai puncak pada usia 60 70 tahun. Dan berikut gangguan

sistem gastrointestinal pada lansia:

1 Gangguan pada Sistem Gastrointestinal Atas

a Penyakit Periodontal

Penyakit periondontal (gingivitis dan periodontitis) adalah inflamasi dari struktur

yang menyokong gigi, dengan hasil akhir berupa kerusakan tulang. Kerusakan ini

menyebabkan kehilangan secara progresif dan pada akhirnya terjadi kehilangan gigi.

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang terdapat di dalam plak.


Tanda Gingivitis Gusi kemerahan dan gusi bengkak yang beerdarah ketika gosok

gigi. Jika infeksi makin berkembang, bau napas tidak sedap (halitosis), rasa tidak enak

dalam mulut, atau rasa tidak enak di mulut, atau adanya eksudat purulen di sekitar

garis gusi.

b Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan dianggap sebagai konsekuensi normal akibat

penuaan, penyebab struktural, vaskular atau neurogenik sekarang telah dikenal

sebagai patologi yang mendasari.

Gangguan menelan biasanya berpangkal pada daerah esofagus tepatnya di

daerah osofaring penyebabnya tersembunyi dalam system saraf sentral atau akibat

gangguan neuromuskuler seperti jumlah ganglion yang menyusut sementara lapisan

otot menebal dengan manometer akan tampak tanda perlambatan pengosongan

usofagus. Selain itu, produksi saliva yang menurun dapat mempengaruhi proses

perubahan kompleks karbohidrat menjadi disakarida. Fungsi ludah sebagai pelican

makanan berkurang proses menelan menjadi sukar.

c Refluks Gastroesofagus Dan Hernia Hiatal

1) Refluk Gastroesofagus merupakan aliran balik getah lambung masuk ke dalam

esofagus. Dinding esofagus lebih tipis dan sensitif pada lansia.


2) Hernia Hiatal adalah masuknya lambung, dan organ-organ dalam abdomen

lainya ke dalam rongga toraks melalui suatu pembesaran hiatus esofagus dalam

diafragma. Namun, banyak pula lansia yang mengalami gejala refluks tanpa

hernia hiatal.
2 Gangguan-gangguan pada Usus Halus

Penyakit Malabsorbsi merupakan gangguan asimilasi nutrisi dari usus halus.

Penurunan sekresi asam lambung dan penggunaan antasid pada waktu yang lama

mendorong ke pertumbuhan bakteri secara berlebihan, sering menyebabkan

malabsorbsi pada lansia. Malabsorbsi dapat pula dihubungkan dengan operasi

sebelumnya atau obat-obatan yang dikonsumsi seperti antikolinergik, dan narkotik yang

memperlambat motilitas usus kemudian meningkatkan pertumbuhan bakteri.

Berat total usus halus berkurang diatas usia 40 tahun meskipun penyerapan zat

gizi pada umumnya masih dalam batas normal, kecuali kalsium (diatas 60 tahun)dan zat

besi. Malabsorbsi bukan akibat yang normal dari penuaan, walaupun masalah

malabsorbsi dapat muncul pada lansia, sering dengan manifestasi lain yang

menyertainya. Tanda dan gejala malabsorbsi sering terlihat dalam hubungan dengan

gangguan inflamasi usus. Diare, nyeri abdomen, dan perdarahan rektum adalah gejala-

gejala yang paling jelas.

3 Penyakit-penyakit pada Usus Besar

Gangguan yang sering terjadi pada usus besar yang mempengaruhi lansia

adalah divertikulosis, kanker, konstipasi dan diare.

a Penyakit Divertikular

Divertikulum kolonik adalah suatu kantong di luar atau herniasi melalui

mukosa kolon. Biasanya terdapat penebalan dinding kolon yang jelas. Gangguan

motilitas usus dianggap merupakan predisposisi pembentukan divertikula pada

lansia.

b Obstruksi usus

Obstruksi usus adalah penghentian sebagai atau keseluruhan dari majunya

aliran isi usus, biasanya terjadi sebagai akibat dari penutupan lumen usus yang

aktual. Obstruksi dapat disebabkan pula oleh tumor, penyakit usus iskemik dsb.

c Konstipasi

Konstipasi adalah suatu penurunan frekuensi pergerakan usus yang disertai

dengan perpanjangan waktu dan kesulitan pergerakan feses. Konstipasi adalah


masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas dan

penurunan kekuatan dan tonus otot. Banyak pula lansia yang mengalami ini akibat

dari penurunan sensasi saraf, tidak sempurnanya pengososngan usus, atau

kegagalan dalam menangani sinyal untuk defekasi.

d Diare

Diare adalah defekasi yang meningkat dalam frekuensi, lebih cair, dan sulit

untuk dikendalikan. Infeksi bakteri dan virus, infeksi fekal, pemberian makanan

melalui slang, dan diet yang berlebihan dapat menyebabkan diare akut pada lansia.

Diare dapat disebabkan oleh malabsorbsi, penyakit divertikular, gangguan inflamasi

usus, atau obat-obatan, terutama antasid, antibiotik, antisidisritmia, antihipertensi

dan penyakit sistemik lainya.

F. Manifestasi Klinis

Menurut Linda Chandranata (2000), manifestasi klinis gastrointestinal yaitu:

1 Keluhan pada mulut, bau mulut yang tidak sedap, atau rasa tidak enak atau rasa pahit

pada mulut, rasa tidak enak pada mulut yang menetap biasanya disebabkan

karena keluhan psikis.

2 Anoreksia, keluhan nafsu makan menurun dapat ditemukan pada semua penyakit,

termasuk juga penyakit saluran makan.


3 Disfagia, merupakan keluhan yang disebabkan kelainan pada esofagus, yaitu timbulnya

kesulitan pada waktu menelan makanan atau cairan. Kesulitan menelan terjadi

baik pada bentuk makanan padat maupun cairan, terutama bila

terjadi refluks nasa, berarti adanya kelainan saraf (neuromuscular disorder). Kesulitan

meneruskan makanan dari mulut kedalam lambung biasanya disebabkan oleh

kelainan dalam tenggorokan biasanya infeksi atau tumor di

oropharynx, larynx, spasme dari oto cricopharynx. Rasa terhentinya makanan didaerah

retrosternal setelah menelan makanan, biasanya disebabkan kelainan dalam esofagus

sendiri, yaitu timbulnya regurgitasi, refluks asam, rasa nyeri

di dada yang intermiten, misalnya pada akhalasia, karsinoma esofagus, spasme pada

esofagus.

4 Nausea, beberapa rangsangan yang dapat menimbulkan rasa mual, rasa mual

diantaranya adalah: rasa nyeri dalam perut, rangsangan labirin, daya ingat yang tak

menyenangkan.
5 Vomitus, timbulnya muntah-muntah sebagai akibat karena kontraksi yang kuat dari

antrum dan pilorus dan timbulnya anti peristaltik yang kuat pada antrum dengan disertai

relaksasi dari otot-otot spinghter kardia, disusul melebarnya esofagus dan menutupnya

glotis.
6 Nyeri tekan, kekakuan, demam, massa yang dapat diraba, bising usus berubah,

perdarahan gastrointestinal, defisit nutrisional, ikterus dan tanda disfungsi hepar.

G. Pathway
H. Komplikasi

Menurut Linda Chandranata (2000)komplikasi dari gastrointestinal adalah:

1. Kanker esofagus, meliputi disfagia,tidak bisa makan dan perasaan penuh di perut

adalah tidak jelas dan dapat dihubungkan dengan beberapa kondisi lain. Gejala-gejala ini

dapat dengan mudah dihubungkan dengan konsumsi tipe makanan tertentu (pedas,

gorengan, dll)

2. Kanker lambung, rasa tidak nyaman epigastrik, tidak bisa makan dan perasaan gembung

setelah makan, ini adalah gejala semu yang dengan mudah dikaitkan dengan

kegagalan lambung.

3. Kanker pankreas, penurunan barat badan, ikterik dan nyeri daerah punggung atau

epigastrik adalah triad gejala yang umum.

4. Kanker hepar, nyeri abdomen yang sangat sakit , tumpul, dan pada kuadran atas kanan,

nyeri bersifat terus menerus, mengganggu tidur dan bertambah sakit saat posisi tidur

miring kekanan dan mungkin menyebar ke skapula kanan.

5. Kanker kolorektal, perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan

dalam penampilan fesestenesmus, anemia, dan perdarahan rektal merupakan keluhan

utama yang mungkin mengindikasikan adanya kanker kolorektal.

I. Penatalaksanaan

Menurut Linda Chandranata (2000), penatalaksanaan penyakit gastrointestinal

yaitu:

1 Pemeriksaan saluran Gastrointestinal atas, seri gastrointestinal atas

memungkinkan pemeriksa untuk mendeteksi atau melihat adanya

ketidakdaruratan anatomi atau fungsi organ gastrointestinal atas atau sfingter, ini

juga membantu dalam mendiagnosis ulkus, varises, tumor, enteritis regional, dan

sindrom malabsorbsi.

2 Pemeriksaan saluran gastrointestinal bawah, untuk mendeteksi adanya polip, tumor,

dan lesi lain dari usus besar serta untuk mendemontrasikan adanya anatomi abnormal

atau malfungsi dari usus.


3 Pembedahan.

J. Pemeriksaan penunjang

1. Sel darah lengkap (CBC) menghitung atau mencari tanda-tanda infeksi dan dehidrasi.

Sebuah peningkatan jumlah sel darah putih(15.000-20.000/mm3) adalah tanda infeksi dan
mungkin menunjukan sumbatan atau perforasi usus. Peningkatan tingkat hematokrit dapat

berarti dehidrasi.

2. Pemeriksaan elektrolit dan urinalisis untuk mengevaluasi ketidakseimbangan cairan

elektrolit dan sepsis.

2. Kleatinin dan nitrogen urea darah (BUN), tingkat peningkatan kadar serum ini menunjukan

bahwa kemungkinan pasien mengalami dehidrasi

3. Rongten abdomen, untuk menentukan lokasi pola dan jenisnya(mekanisme atau

nonmechanical,sebagian atau seluruhnya) dari obstruksi.

4. Kolonoskopi untuk membantu dalam penilaian dan diagnosis dari obstruksi usus besar.
5. Tes fungsi hati

6. CT scan abdomen

7. USG.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian secara umum

Pengkajian ini meliputi identitas klien, status kesehatan saat ini, riwayat kesehatan

masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik sistem gastrointestinal, pola

aktivitas sehari-hari, serta pengkajian pola psikososial dan spiritual.

1 Status kesehatan saat ini :

o Status kesehatan secara umum

o Keluhan kesehatan saat ini

o Pengetahuan, pemahaman, dan penatalaksanaan masalah kesehatan

2 Riwayat kesehatan masa lalu:

o Penyakit masa kanak-kanak

o Penyakit kronik

o Pernah mengalami trauma

3 Pengkajian umum

1 Pengukuran antropometri, yaitu pengukuran tinggi badan (TB), dan berat badan

(BB).

2 Menghitung indeks masa tubuh

IMT = Kg BB / (TB)2
IMT Kategori

< 18,5 Berat badan kurang

18,5 24,9 Berat badan normal

25,0 29,9 Berat badan lebih

30,0 34,9 Obesitas I

35.0 39.9 Obesitas II

> 39,9 Sangat obesitas

Pada Lansia terjadi pengurangan tinggi badan, hal ini disebabkan karena beberapa

hal, antara lain:

o Komponen cairan tubuh berkurang diskus intervertebralis relatif kurang

mengandung air menjadi lebih pipih

o Semakin tua cenderung semakin kifosis, tinggi dan tagak lurus tulang

punggung berkurang

o Osteoporosis yang sering kali terjadi pada wanita lansia akan mudah

mengakibatkan fraktur vertebra tinggi badan berkurang.

Penurunan tinggi badan tersebut mempengaruhi hasil penghitungan IMT (Indeks

Massa Tubuh). Oleh karena itu dianjurkan memakai ukuran tinggi lutut (knee hight).

Tinggi lutut tidak akan berkurang kecuali terjadi fraktur tungkai bawah.

Berikut rumusnya:

TB pria : 59,01 + (0,28 x TL cm)

TB wanita : 75,00 + (1,91 x TL cm) (0,17 x U)

3 Pengkajian secara umum status gizi individu:

Area pengkajian Tanda-tanda normal Tanda-tanda abnormal

Penampilan umum Gesit, energik, mampu Apatis, lesu, tampak lelah

dan vitalitas beristirahat dengan baik

Berat badan Dalam rentang normal Obesitas, underweight

sesuai dengan usia dan

tinggi badan

Rambut Bercahaya, berminyak Kusam, kering, pudar,

dan tidak kering kemerahan, tipis, pecah/ patah-

patah

Kulit Lembut, sedikit lembab, Kering, pucat, iritasi, petichie,

turgor kulit baik lemak di subkutan tidak ada


Kuku Merah muda, keras Mudah patah, berbentuk seperti

sendok

Mata Berbinar, jernih, lembab, Konjungtiva pucat, kering,

konjungtiva merah muda exoptalmus, tand-tanda infeksi

Bibir Lembab merah muda Kering, pecah-pecah, bengkak,

lesi, stomatitis, membrane

mukosa pucat

Gusi Merah muda, lembab Perdarahan, peradangan,

berbentuk seperti spon

Otot Kenyal ,berkembang Fleksia/ lemah, tonus kurang,

dengan baik tenderness, tidak mampu bekerja

System Nadi dan tekanan darah Denyut nadi lebih dari 100X/

kardiovaskuler normal, irama jantung menit, irama abnormal, tekanan

normal darah rendah atau tingi

System pencernaan Nafsu makan baik, Anorexia, konstipasi, diare,

eliminasi normal dan flatulensi, pembesaran liver

teratur

System persarafan Reflek normal, waspada, Bingung, rasa terbakar,

perhatian baik, emosi paresthesia, reflek menurun

stabil

a Bau

Bau mulut (kurangnya kebersihan mulut, penyakit pada rongga mulut dan paru-

paru, infeksi abses paru, penyakit paru dan uremia).

b Kulit

Turgor kulit yang jelek dihubungkan dengan dehidrasi, kulit bersisik, gatal, kulit

yang pucat, pengikisan kulit bisa disebabkan oleh bermacam-macam defisiensi

nutrisi. Kaji adanya edema akibat gangguan sistem lain.

c Pemeriksaan rongga mulut :

o Bibir

Kesimetrisan, warna, kelembaban, kebiru-biruan (rendahnya kadar O2). Bibir

pecah-pecah (defisiensi riboflafin atau perlukaan oleh gigi yang tajam).

o Rongga mulut

Inspeksi kelembaban dan kemerahan membran mukosa


Membran mukosa dan lidah kering (dehidrasi), bintik putih pada

mukosa (infeksi moniliasis).

Gusi bengkak penyakit periodontal juga akibat fenitoin atau leukimia.

Keracunan timah dideteksi dengan timbulnya garis biru kehitaman jika

gigi masih ada.

o Faring

Selama proses menelan, nervus fagus palatun lunak terangkat dan

menutup nasofaring dan aspirasi tidak terjadi.

Kaji fungsi gangguan refleks, tekan lidan pada bagian tengah, tetapi

tidak terlalu jauh kebelakang respon tersedak. Suruh lansia mengatakan

ah palatum lunak terangkat. Jika terjadi rasa sakit dan kemerahan,

atau adanya bintik putih dikerongkongannya.

4 Pemeriksaan abdomen

o Menganjurkan pasien mengosongkan abdomen, lihat (tanya) apakah ada bekas

luka akibat apendektomi 50 tahun yang lalu.

o Lihat apakan ada striae (biasanaya biru-pink atau warna perak) Hasil dari

obesitas, ansites, kehamilan, atau tumor. Lihat adanya ruam.

o Kaji kesimetrisan abdomen dan mencakup semua keempat kuadran. Catat

adanya temuan dan lokasi.distensi bagian bawah abdomen (dibawah

pusar)distensi kandung kemih atau tumor pada uterus dan ovarium.

o Kaji adanya nyeri atau ketegangan.

o Perkusi (bunyi abnormal pada sebagian organ abdomen, misal hati, lambung,dll).

o Kaji bising usus normal (terdengar satu kali setiap 5-15 detik, biasanya tidak

teratur), jika tidak terdengar, stimulasi dengan jari. Tidak adanya bising usus

kurang dari 5 menit dibutuhkan evaluasi medis. Peningkatan suara sampai

penurunan peristaltik. Palpasi seharusnya tidak ada masa.


5 Pemeriksaan rektum

o Inspeksi perianal (hemoroid), lakukan DRE untuk mengkaji (fisura, tumor,

inflamasi, dankebersihan yang kurang)

o Minta klien untuk meneran (ada tambahan hemoroid atau rectal prolaps). Masa

yang keras bias menghalangi palpasi penuh pada rektum.

6 Pemeriksaan feses
o DRE (pemeriksaan spesimen feses)

o Feses hitam (makanan yang tinggi besi atau perdarahan usus proksimal). Darah

merah segar (perdarahan usus bagian distal atau hemoroid). Pucat atau

berlemak (masalah absorbsi). Feses yang abu-abu (obstruksi jaundice) mukus

(inflamasi) (Eliopoulus, 2005)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen, perubahan motilitas traktus

gastrointestinal, asupan serat dan cairan yang tidak cukup, ketidakadekuatan gigi geligi,

ketidakadekuatan higiene oral

2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b/d ketidakmampuan untuk

mencerna makanan, ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan untuk

mengabsorbsi nutrient
3. Diare berhubungan dengan malabsorpsi

4. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses (diare)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Jilid II Edisi 3. Media Aesculapius : Jakart

Carpenito-moyet, Lynda juall. 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Jakarta: EGC

Evelyn C.Pearce,cet. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic,.24,Jakarta: GM

Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri : Mosby,

Inc.

Lueckenotte, Annette Giesler.Ed . 1998. Pengkajian gerontology..2.Jakarta.EGC

McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louise, Missouri :

Mosby, Inc.

Subekti, Nike Budhi. 2007. Asuhan keperawatan geriatric/editor,Jaime L.Stockslager,et al : alih

bahasa,;editor edisi bahasa Indonesia Nur Meity Sulistia Ayu.ed.2.jakarta : EGC

Tamher. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pemdekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba

You might also like