You are on page 1of 15

BAB V

SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

A. SARANA KESEHATAN

1. Data Dasar Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah merupakan sarana pelayanan


masyarakat di tingkat dasar. Puskesmas terdiri dari Puskesmas Perawatan, Puskesmas Non
Perawatan, Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas Keliling. Jumlah Puskesmas di Jawa Tengah
pada tahun 2007 adalah 851 (termasuk 256 Puskesmas Rawat Inap), lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun 2006 sebanyak 847 puskesmas. Bila dibandingkan dengan konsep wilayah kerja
Puskesmas, dengan sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata 30.000
penduduk per Puskesmas, maka rasio jumlah puskesmas per 30.000 penduduk di Propinsi Jawa
Tengah tahun 2007 sebesar 0,79. Ini berarti bahwa di Propinsi Jawa Tengah jumlah puskesmas
masih kurang. Akan tetapi kekurangan ini dapat terpenuhi dengan adanya Puskesmas Pembantu
dan Puskesmas Keliling. Rasio tertinggi di Kota Magelang (1,13) dan Rasio Terendah di
Kabupaten Jepara (0,56).

Jumlah Puskesmas Pembantu mengalami sedikit penurunan dari 1.844 pada tahun 2006
menjadi 1.843 pada tahun 2007. Dengan adanya Puskesmas Pembantu diharapkan dapat
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.

Pada tahun 2007 jumlah Puskesmas Keliling di Provinsi Jawa Tengah adalah 963. Jumlah
tersebut mengalami penurunan yang cukup tajam dibandingkan tahun 2006 sebanyaik 899
Puskesmas Keliling. Rasio Puskesmas Keliling terhadap Puskesmas pada tahun 2007 adalah
1,13. Ini berarti semua Puskesmas telah memiliki Puskesmas Keliling, bahkan ada yang memiliki
lebih dari satu. Puskesmas Perawatan juga bertambah dari 245 buah pada tahun 2006 menjadi
256 pada tahun 2007. Gambar jumlah Puskesmas, Puskesmas Perawatan, Puskesmas
Pembantu, dan Puskesmas Keliling dapat dilihat pada gambar di bawah.

Gambar 5.1

Jumlah Puskesmas, Puskesmas Perawatan, Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas Keliling


Provinsi Jawa Tengah Tahun 200 2007

2. Indikator Pelayanan Rumah Sakit

a. Pemakaian Tempat Tidur

Pelayanan sarana kesehatan (rumah sakit) dapat diukur kinerjanya antara lain dengan
melihat persentase pemanfaatan tempat tidur rumah sakit atau Bed Occupation Rate (BOR).

BOR yang ideal untuk suatu rumah sakit adalah antara 60% sampai dengan 80%.
Persentase rata-rata pemakaian tempat tidur RSU Pemerintah di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2007 adalah 66,56%, lebih rendah dibandingkan tahun 2006 sebesar 72,67%. Yang
tertinggi adalah 89% dan terendah adalah 13%. BOR 60% sebanyak 42 RSU Pemerintah
(93,33%) dari 45 RSU Pemerintah yang ada. RSU pemerintah yang masih mencapai BOR
60% sebanyak 6,6%. Hal ini disebabkan ada penambahan RSU pemerintah baru, dimana
belum maksimal dalam pelayanan rawat inap, sehingga pencapaian BOR masih kurang dari
60 %.

b. Rata-rata Lama Rawat Seorang Pasien / Average Length of Stay (ALOS)

Rata-rata lama rawat seorang pasien yang secara umum/Average Length of Stay
(ALOS) yang ideal adalah antara 6 9 hari. Rata-rata lama rawat seorang pasien di RSU
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 4,62. Untuk RSU Pemerintah tahun
2007 sebanyak 42 mempunyai nilai ALOS di bawah 6 atau 94,4% dan hanya 3 RS yang
mempunyai ALOS diatas 6. ALOS tertinggi sebesar 9,02 di RS Dr. Kariadi Semarang dan
ALOS terendah adalah di RS Ajibarang (2,49).

c. Rata-rata Hari Tempat Tidur Tidak Ditempati / Turn Of Interval (TOI)

Angka ideal untuk TOI adalah 1 3 hari. Untuk rumah Sakit Pemerintah yang
mempunyai TOI antara 1 3 sebanyak 25 RS, 6 RS diatas 3, sedangkan 3 yang lain tidak ada
data. Bila dibandingkan dengan tahun yang lalu dimana terdapat 28 RS yang mempunyai nilai
TOI di atas 3, berarti pada tahun 2007 ini terjadi penurunan efisiensi penggunaan tempat tidur.

d. Angka Kematian Penderita Yang Dirawat < 48 Jam / Net Death Rate (NDR)

Nilai NDR yang dapat ditolerir adalah 25 per 1.000 penderita keluar. RSU Pemerintah
yang mempunyai nilai NDR melebihi angka yang dapat ditolerir sebanyak 5 RS dari 43 RS
yang ada datanya. Bila dibandingkan dengan tahun 2006 maka pada tahun 2007 terjadi
penurunan yang berarti semakin baik penanganan kesehatan di RS.

e. Angka Kematian Umum Penderita Yang Dirawat di RS / Gross Death Rate (GDR)

Angka GDR yang dapat ditolerir maksimum 45. RS Pemerintah yang mempunyai nilai
GDR melebihi angka yang dapat ditolerir adalah 7 RS. Bila dibandingkan dengan GDR tahun
2006 maka pada tahun 2007 ada penurunan yang berarti semakin baik pelayanan kesehatan
di RS Pemerintah. Dari data NDR dan GDR di Provinsi Jawa Tengah tersebut, masih
diperlukan tindak lanjut dengan upaya baru dalam pelayanan kesehatan agar seluruh RS
mempunyai NDR dan GDR di bawah angka yang dapat ditolerir.

3. Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan Menurut Kepemilikan/Pengelola

Sarana Pelayanan Kesehatan terdiri dari RSU, RSJ, RSB, RS Khusus lainnya, Puskesmas
Perawatan, Puskesmas Non Perawatan, Pustu, Puskesling, RB, BP/Klinik, Apotek, Toko Obat,
Gudang Farmasi, Industri Obat Tradisional, Industri Kecil Obat Tradisional, Praktek Dokter
Bersama, dan Praktek Dokter Perorangan. Jumlah sarana pelayanan kesehatan pada tahun 2007
sebanyak 14.461 unit, yang terbagi dalam 6 (enam) kepemilikan yaitu : Pemerintah Pusat
sebanyak 5 (25,91%), Pemerintah Provinsi sebanyak 8 (0,06%), Pemerintah kabupaten/kota
sebanyak 3.747 (25,91), TNI/POLRI sebanyak 24 (0,17), BUMN sebanyak 7 (0,05%), Swasta
sebanyak 10.670 (73,78%).

4. Sarana Pelayanan Kesehatan Swasta

Sarana Pelayanan Kesehatan Swasta terdiri dari RSU, RSJ, RSB, RS Khusus lainnya,
RB, BP/Klinik, Apotek, Toko Obat, Industri Obat Tradisional, Industri Kecil Obat Tradisional, Praktek
Dokter Bersama, Praktek Dokter Perorangan. Pada tahun 2007 jumlah Sarana Pelayanan
Kesehatan Swasta sebesar 10.670 buah. Persentase tertinggi adalah Praktek Dokter Perorangan
(64,24%), terendah adalah Rumah Sakit Jiwa (0,03%).

5. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat

Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat terdiri atas Desa Sehat, Poskesdes,


Polindes, dan Posyandu. Total UKBM tahun 2007 adalah 59.787 buah, lebih banyak daripada
tahun 2006. UKBM terbanyak adalah Posyandu sebesar 46.823 (78,32%).

Poliklinik Kesehatan Desa adalah wujud upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat


yang merupakan Program Unggulan di Jawa Tengah dalam rangka mewujudkan desa siaga. PKD
merupakan pengembangan dari Pondok Bersalin Desa. Dengan dikembangkannya Polindes
menjadi PKD maka fungsinya menjadi bertambah yaitu sebagai tempat untuk memberikan
penyuluhan dan konseling kesehatan masyarakat, sebagai tempat untuk melakukan pembinaan
kader/pemberdayaan masyarakat serta forum komunikasi pembangunan kesehatan di desa, dan
sebagai tempat memberikan pelayanan kesehatan dasar termasuk kefarmasian sederhana serta
untuk deteksi dini dan penanggulangan pertama kasus gawat darurat. Pengembangan PKD
dimulai sejak tahun 2004. Jumlah PKD pada tahun 2007 adalah 4.136 buah.

Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan
kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan,
bencana, dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah desa dikatakan menjadi desa
siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes). Jumlah Desa Siaga pada tahun 2007 adalah 6.317 buah, Poskesdes sebanyak
4.439 buah, Polindes sebanyak 2208 buah dan Posyandu sebanyak 46.823 buah.

B. TENAGA KESEHATAN

1. Persebaran Tenaga Kesehatan

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dilakukan melalui perbaikan fisik dan


penambahan sarana prasarana, penambahan peralatan dan ketenagaan serta pemberian biaya
operasional dan pemeliharaan. Namun dengan semakin tingginya pendidikan dan kesejahteraan
masyarakat, tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan semakin meningkat. Untuk itu dibutuhkan
penambahan tenaga kesehatan yang terampil dan siap pakai sesuai dengan karateristik dan fungsi
tenaganya.

Sampai saat ini kebutuhan tenaga kesehatan masih belum sepenuhnya terpenuhi. Hal
tersebut dapat dilihat dari usulan permintaan kebutuhan tenaga kesehatan baik di pemerintah
pusat, provinsi maupun kabupaten/kota yang sulit terpenuhi akibat belum tertatanya data-data
serta belum siapnya anggaran untuk perekrutan pegawai. Kekurangan lain disebabkan belum
tergantinya tenaga kesehatan yang sudah pensiun, dan makin kompleksnya masalah-masalah
kesehatan yang ditangani oleh tenaga tersebut.

Untuk mencukupi kebutuhan tenaga kesehatan tersebut ditangani dengan membuka


penerimaan CPNS baru baik secara swakelola maupun tenaga pusat yang ditempatkan di daerah.
Usulan lain dalam mencukupi kekurangan tenaga juga dilakukan pengangkatan Dokter Tidak
Tetap, Bidan Tidak Tetap yang kedepannya mengangkat tenaga kesehatan lain sebagai pegawai
tidak tetap disamping sebagai Pegawai Harian Lepas (PHL). Dalam pengangkatan PTT tersebut
dilakukan masa bakti selama 3 (tiga) tahun baik dengan dana Pemerintah Pusat maupun dari
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masing-masing kabupaten/kota.

Jumlah tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 sebanyak 45.832
pegawai. Tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 1,84% dibandingkan dengan tahun 2006.
Penempatan tenaga kesehatan tersebut tersebar belum merata pada masing-masing pelayanan
kesehatan, terbanyak di Rumah Sakit sebanyak 19.242 orang, di Puskesmas sebanyak 23.3339
orang, Institusi Diknakes sebanyak 622 orang, Sarana kesehatan lain sebanyak 1.225 orang,
Dinas Kesehatan kab/kota sebanyak 1.404 orang, dan Dinas Kesehatan Provinsi sebanyak 140
orang.

2. Rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk

a. Rasio Tenaga Dokter Spesialis

Jumlah Dokter Spesialis di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 adalah 2.302
orang. Rasio Dokter Ahli per 100.000 penduduk sebesar 4,86 mengalami peningkatan
dibanding tahun 2006 yang hanya mencapai 4,26 Meskipun demikian rasio tersebut masih di
bawah target Indonesia Sehat 2010 dan standar dari WHO sebesar 6 per 100.000 penduduk.
Rasio dokter ahli per 100.000 penduduk yang terbesar adalah Kota Surakarta sebesar 73,81
dan rasio terendah adalah Kabupaten Brebes sebesar 0,90 per 100.000 penduduk.
Gambar 5.2

Rasio Dr. Spesialis di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 - 2007

b. Rasio Tenaga Dokter Umum

Rasio Dokter Umum per 100.000 penduduk tahun 2007 sebesar 11,21, mengalami
penurunan dibanding tahun 2006 yang mencapai 11,54. Rasio tersebut masih di bawah target
Indonesia Sehat 2010 dan standar dari WHO sebesar 40 per 100.000 penduduk. Rasio Dokter
Umum per 100.000 penduduk yang terbesar adalah Kota Magelang sebesar 54,47 diikuti oleh
Kota Surakarta sebesar 48,30 dan rasio terendah adalah Kabupaten Blora.

Gambar 5.3

Rasio Dr. Umum di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 - 2007


c. Rasio Tenaga Dokter Gigi

Rasio Dokter Gigi di Provinsi Jawa Tengah per 100.000 penduduk tahun 2007
sebesar 3.06 mengalami peningkatan dibanding tahun 2006 yang hanya mencapai 3.05.
Meskipun demikian rasio tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat 2010 dan standar
dari WHO sebesar 11 per 100.000 penduduk. Rasio terendah di Kabupaten Blora sebesar 0,96
dan tertinggi di Kota Magelang sebesar 15,89.

Gambar 5.4

Rasio Dr. Gigi di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 - 2007


d. Tenaga Kefarmasian

Tenaga Kefarmasian terdiri dari Apoteker, S-1 Farmasi, D-III Farmasi, dan Asisten
Apoteker. Jumlah tenaga kefarmasian di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 adalah 2.934.
Rasio tenaga kefarmasian per 100.000 penduduk sebesar 9.06, mengalami peningkatan
dibanding tahun 2006 yang hanya mencapai 8.82. Meskipun demikian rasio tersebut masih di
bawah target Indonesia Sehat 2010 dan standar dari WHO sebesar 10 per 100.000 penduduk.
Rasio tertinggi adalah di Kota Pekalongan (79,75), diikuti Kota Surakarta (66,66), Kota
Magelang (57,50), Kota Semarang (51,86), dan Kota Salatiga (32,06). Rasio terendah adalah
di Kabupaten Tegal (0,49). Bila dibandingkan dengan rasio Provinsi Jawa Tengah, masih ada
10 kabupaten/kota yang masih di bawah rasio Jawa Tengah. Sedangkan khusus untuk tenaga
apoteker per 100.000 penduduk sebesar 2,33, masih jauh dibawah target Indonesia Sehat
2010 sebesar 10 per 100.000 penduduk.

Gambar 5.5

Rasio Tenaga Farmasi di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 - 2007

e. Rasio Tenaga Gizi


Tenaga Gizi terdiri dari D-IV/S-1 Gizi, D-III Gizi, dan D-1 Gizi. Jumlah Tenaga Gizi di
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 adalah 1.250 orang. Rasio Tenaga Gizi per 100.000
penduduk sebesar 3.86, mengalami kenaikan dibanding tahun 2006 yang hanya mencapai
3.67. Meskipun demikian rasio tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat 2010 dan
standar dari WHO sebesar 22 per 100.000 penduduk. Rasio tertinggi adalah di Kota magelang
yaitu sebesar 19,67 dan terrendah adalah di Kabupaten Blora sebesar 1,92.

Gambar 5.6

Rasio Tenaga Gizi di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 2007

f. Rasio Tenaga Keperawatan

Jumlah Tenaga Keperawatan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 adalah 20.120
tenaga. Rasio Tenaga Keperawatan per 100.000 penduduk sebesar 62.14, mengalami
peningkatan dibanding tahun 2006 yang hanya mencapai 60.31 per 100.000 penduduk
Meskipun demikian rasio tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat 2010 dan standar
dari WHO sebesar 117.5 per 100.000 penduduk. Rasio Tenaga Keperawatan per 100.000
penduduk yang terbesar adalah Kota Surakarta sebesar 380,83 dan terkecil Kabupaten
Brebes sebesar 23,09.

Gambar 5.7

Rasio Tenaga Perawat di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 - 2007

g. Rasio Tenaga Bidan

Jumlah Tenaga Bidan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 adalah 10.267 orang.
Rasio Tenaga Bidan per 100.000 penduduk sebesar 31.71, mengalami penurunan dibanding
tahun 2006 yang mencapai 32.73. Rasio tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat 2010
dan standar dari WHO sebesar 100 per 100.000 penduduk. Rasio tertinggi adalah di Kota
Magelang sebesar 68,09 dan yang terrendah adalah di Kota Semarang sebesar 20,22.

Gambar 5.8

Rasio Tenaga Bidan di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 - 2007


h. Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat

Jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007
adalah 1.092 orang. Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat per 100.000 penduduk sebesar
3.37, mengalami penurunan dibanding tahun 2006 yang mencapai 3.44. Rasio tersebut masih
di bawah target Indonesia Sehat 2010 dan standar dari WHO sebesar 40 per 100.000
penduduk. Rasio tertinggi adalah di Kota Magelang yaitu sebesar 16,64, sedang yang
terrendah adalah di Kabupaten Klaten sebesar 1,06.

Gambar 5.9

Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 - 2007


i. Rasio Tenaga Sanitasi

Tenaga sanitasi terdiri dari D-III sanitasi dan D-I sanitasi. Jumlah Tenaga Sanitasi di
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 adalah 1.254 orang. Rasio Tenaga Sanitasi per
100.000 penduduk sebesar 3.87, mengalami sedikit kenaikan bila dibandingkan rasio tahun
2006 sebesar 3.83. Rasio tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat 2010 dan standar
dari WHO sebesar 40 per 100.000 penduduk. Rasio tertinggi adalah di Kota Magelang sebesar
15,13 dan terrendah adalah di Kabupaten Brebes sebesar 1,69.

Gambar 5.10

Rasio Tenaga Sanitasi di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 - 2007


j. Rasio Tenaga Teknisi Medis

Tenaga Teknisi Medis terdiri atas analis laboratorium, teknik elektromedik, penata
rontgent, penata anestesi, dan fisioterapi. Jumlah Tenaga Teknisi Medis di Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2007 adalah 2.838 orang. Rasio Tenaga Teknisi Medis per 100.000
penduduk sebesar 8.76 mengalami penurunan dibanding tahun 2006 yang mencapai 8.93.

Gambar 5.11

Rasio Tenaga Tehnisi Medis di Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005 - 2007

Secara umum jumlah tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengah masih belum
tercukupi sesuai dengan indikator Indonesia Sehat 2010 maupun Indikator dari WHO. Namun
Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) telah berusaha mencukupi
kebutuhan tenaganya. Usaha yang dilakukan berupa pengangkatan tenaga baru seperti
CPNS, PHL maupun PTT.
Pemerataan tenaga kesehatan yang tersebar di wilayah pelayanan kesehatan
diupayakan dengan peningkatan sarana-sarana kesehatan yang ada seperti peningkatan
akreditasi rumah sakit serta peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas Rawat Inap dan
peningkatan pemberian Insentif oleh Departemen Kesehatan bagi Tenaga Medis yang mau
melaksanakan masa bakti di daerah terpencil maupun sangat terpencil.

You might also like