Professional Documents
Culture Documents
Di seminar motivasi kadang saya bertanya. Anda sudah menikah? Punya saudara
yang belum menikah? Jones? Jomblo? Benarkah itu jelek? Hehehe.
Ternyata nggak juga. Sebuah studi dari Journal of Social and Personal Relationships
menemukan bahwa orang yang menjomblo bukanlah sosok kesepian seperti
anggapan orang selama ini.
Anda-Anda yang jomblo pasti bersemangat sekali membaca riset ini, hehehe. Di-
share juga boleh. Riset tadi dihelat oleh peneliti Natalia Sarkisian dan Naomi
Gerstel. Hasilnya, orang yang berstatus lajang memiliki kehidupan sosial yang lebih
baik ketimbang pasangan yang telah menikah.
Kok bisa? Ya, bisa. Orang yang berstatus lajang lebih mampu bersosialisasi dengan
baik terhadap teman, tetangga, orangtua, dan saudara kandung ketimbang orang
seusianya yang telah menikah.
Menikah? Bahagia. Belum menikah? Tetap bahagia. Anggap saja ini kesempatan
untuk memantaskan diri. Niatkan dan ikhtiarkan sungguh-sungguh. Bagaimanapun
menikah itu amazing dan pasangan adalah motivator top, karena selalu
menyemangati kita.
Demikian pesan saya, Ippho Santosa, sebagai motivator Indonesia dan penulis 7
Keajaiban Rezeki.
Di seminar motivasi, sudah menjadi tugas saya sebagai motivator Indonesia untuk
mengingatkan peserta.
Pesan saya, "Miliki mental pemenang. Berusaha berpikir positif. Niscaya akan
beruntung."
tung-desem-waringin-marketing-revolution-financial-revolution-ippho
Misalnya saja:
Orang rata-rata, sukses dulu, baru bisa bersyukur. Mapan dulu, baru mau sedekah.
Ini kan parah. Sekiranya kita mau bersikap positif, niscaya kita akan lebih lucky alias
beruntung.
Dalam karya fenomenalnya, The Luck Factor, Profesor Richard Wiseman seorang
psikolog dari Universitas Hertfordshire telah meneliti 400 orang yang memiliki
karakter yang beruntung dan tidak beruntung, dengan berbagai jenis latar
belakang.
Anda termasuk yang mana? Jadikan saja tulisan ini sebagai bahan renungan.
Semoga hidup kita selalu berkah dan berlimpah. Sekian dari saya, Ippho Santosa.
Beberapa waktu yang lalu, saya diajak talkshow bareng Aa Gym, Sandiaga Uno, dan
Mas Mono. Setelah itu, kami langsung lunch bersama. Alhamdulillah, sebagai tuan
rumah, Aa Gym yang mengambilkan nasi untuk saya, persis 10 tahun yang lalu.
Demikian pula Sandiaga Uno, walaupun bukan tuan rumah, menambahkan nasi
untuk saya. Masya Allah, inilah dua guru sejati, karena benar-benar rendah hati.
Saya sebagai murid sampai malu sendiri.
Suatu ketika, mungkin tahun 2011 atau 2012, saya melihat Pak Sandiaga (dan dia
tidak melihat saya) naik pesawat biasa. Bukan Garuda Indonesia. Bukan business
class. Ada seorang asisten di sampingnya, tapi dia tetap menenteng barangnya
sendiri. Ah, itu kan biasa. Ya, memang biasa. Menjadi luar biasa karena saat itu ia
termasuk dalam 30 orang terkaya di Indonesia!
Pernah juga saya diundang sarapan sama Tung Desem Waringin, pelatih kondang di
Indonesia, di sebuah restoran di lapangan golf. Awalnya cuma sarapan, tahu-tahu
kami ngobrol lebih dari 5 jam! Tidak terasa! Cuaca yang panas dan tidak ber-AC,
sama sekali tidak berhasil mengusik dan mengusir kami. Ketika saya mau
membayar, eh ternyata Pak Tung sudah duluan membayar. Rupanya dia telah
meletakkan kartu kreditnya di kasir sejak awal.
Inilah yang disebut mental kaya. Gemar melayani, gemar mentraktir. Betapa
banyak orang di sekitar kita yang bersikap sebaliknya. Ngarep-ngarep ditraktir.
Nggak heran, semakin nyungsep hidupnya. Saran saya, setiap kali ada kesempatan,
usahakan untuk mentraktir. Walaupun dia yang jadi atasan, walaupun dia yang lebih
kaya. Lagi-lagi, ini soal mental kaya. Seperti kemarin, saya ditraktir sate kambing
sama mantan staf saya, Gerry. Zaman saya susah dulu, saya sudah terbiasa
mentraktir. Apalagi sekarang, yang insya Allah nggak susah lagi. Btw, mentraktir itu
bagian dari sedekah. Siap?