You are on page 1of 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025

adalah perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman

penyakit dan masalah kesehatan lainnya, serta berpartisipasi aktif dalam

gerakan kesehatan masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat

dan aman (Yoghipratama, 2007).

Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakat memiliki kemampuan

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh

jaminan kesehatan, yaitu masyarakat mendapatkan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan bermutu yang

dimaksud disini adalah pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan

dalam keadaan darurat dan bencana yang memenuhi kebutuhan masyarakat

akan pelayanan kesehatan serta diselenggarakan sesuai dengan standar dan

etika profesi. Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup

sehat, serta meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memperoleh

pelayanan kesehatan yang bermutu, maka akan dapat dicapai derajat


2

kesehatan individu, keluarga dan masyarakat yang setinggi-tingginya

(Yoghipratama, 2009).

Salah satu indikator yang sangat penting untuk menilai seberapa

jauh keberhasilan pembangunan kesehatan di suatu daerah yaitu dengan

melihat indikator angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB),

disamping indikator kejadian penyakit maupun umur harapan hidup. Oleh

karena itu apapun program pembangunan kesehatan yang dilakukan

seharusnya memberikan dampak lebih baik terhadap ketiga indikator tersebut.

Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan

dalam tujuan pembangunan millennium (MDGS). Target kelima MDGS

meningkatkan kesehatan ibu dimanatarget yang akan dicapai sampai

tahun2015 adalah mengurangi sampai 3/4 resiko jumlah kematian ibu (Depkes

RI, 2007).

Melihat lebih jauh perbandingan AKI di beberapa negara ASEAN.

WHO menyebutkan bahwa pada tahun 2009 secara nasional angka kematian

ibu adalah 262 per 100.000 kelahiran hidup. Diperkirakan jumlah kelahiran

hidup sebanyak 5 juta, ini berarti bahwa setiap jam ada 1 ibu yang meninggal

karena proses kelahiran dan persalinan. Angka ini tentunya jauh lebih tinggi

jika dibandingkan dengan negara tetangga lainnya seperti Thailand

(129/100.000), Malaysia (30/100.000) dan Singapura (6/100.000). Angka

kematian bayi (AKB) menurut SDKI tahun 2005/2007 sebanyak 35 per 1.000
3

kelahiran hidup yang berarti bahwa setiap jam ada 18 bayi yang meninggal.

Angka ini sebenarnya sangat memprihatinkan, sehingga setiap daerah di

Indonesia semestinya memberikan kontribusi dan akselerasi program dalam

rangka menurunkan AKI dan AKB secara nasional (Tiran, 2005).

Data yang diperoleh Depkes RI (2007) menyatakan secara nasional,

persentase tertinggi penyebab kematian ibu adalah perdarahan, yaitu 28%.

Tertinggi kedua penyebab kematian ibu adalah eklampsia yaitu 24%.

Persentase tertinggi ketiga adalah kematian ibu melahirkan adalah infeksi

yaitu 11%. Kejadian preeklampsia di Indonesia diperkirakan 3,4%-8,5%,

sedangkan angka kematian ibu akibat preeclampsia di Indonesia antara 9,8%-

25% (Rahayuningsih,2009). Wiknjosastro (2007) melaporkan dalam

keputusan kejadian preeklampsia berkisar antara 3%-10%.


Rizal (2008) yang dikutip oleh Maryam (2009) menyatakan bahwa

preeklampsia, baik secara sendiri maupun bersama dengan penyakit lain,

merupakan penyebab utama kematian ibu dan kelahiran premature yang

tertinggi di dunia. Di Indonesia, preeclampsia-eklampsia merupakan salah

satu penyebab kematian ibu berkisar antara 1,5% sampai 25%, sedangkan

kematian bayi antara 45% sampai 50% ( Manuaba,1998).


Data yang di peroleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan

Selatan pada tahun 2010 menunjukan bahw angka kematian ibu dan angka

kematian bayi di Provinsi Kalimatan Selatan masing-masing 159 per 100.000

kelahiran hidup 9 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan AKI dan AKB di Kota
4

Banjarmasin masing-masing 119 per 100.000 kelahiran hidup dan 5 per 1000

kelahiran hidup. Sedangkan penyebab kematian ibu di Kalimantan Selatan

pada tahun 2011 adalah karena perdarahan 38,53%, eklampsia 23,85%,

infeksi 5,5%, dan lain-lain 32,11%. Eklampsia merupakan penyebab utama

kematian di kota Banjarmasin yaitu 42,86% dari total penyebab kematian

disusul perdarahan 21,43%, dan lain-lain 35,71%.


Manuaba (1998) menjelaskan bahwa kejadian preeclampsia dan

eklampsia sulit dicegah, tetapi diagnose dini sangat menentukan prognosis

janin. Pengawasan terhadap kehamilan sangat penting karena preeclampsia

dan eklampsia merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi, terutama di

Negara berkembang.
Wiknjosastro ( 2007) mengemukakan usaha-usaha untuk menurunkan

frekuensi eklampsia terdiri atas meningkatkan jumlah balai pemeriksaan

antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri

sejak hamil muda, setiap pemeriksaan antenatal mencari tanda-tanda

preeklampsia dan mengobatinya segera apabila ditemukan, mengakhiri

kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila

setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak dapat dihilangkan.

pemeriksaan antenatal care yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-

tanda dini preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan

semestinya. Walaupun timbulnya dapat dikurangi dengan pemberian

penanganan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita

hamil.
5

Salah satu Puskesmas Tamban memiliki angka kejadian preeklampsia

cukup tinggi yaitu 10,85% ibu hamil pada tahun 2011 dan meningkat dari

tahun sebelumnya yaitu mancapai 13,09% ibu hamil pada tahun

2012.Berdasarkan uraian di atas, masih banyak ibu hamil yang belum

mengetahui tentang maanfaat pemeriksaan kehamilan pada masa hamil. Oleh

karena itu berdasarkan uraian di atas maka penelitian tentang Hubungan

Pengetahuan dan Kepatuhan Ibu Melakukan Kunjungan ANC Dengan

Kejadian Preeklampsia di Puskesmas Tamban . Adapun memilih lokasi

penelitian di Puskesmas Tamban karena masih banyak ibu hamil yang kurang

memperhatikan kehamilannya dan melakukan kunjungan ANC.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di rumuskan peneliti

sebagai berikut : Adakah Hubungan Pengetahuan dan Kepatuhan Ibu

Melakukan Kunjungan ANC Dengan Kejadian Preeklampsia di Puskesmas

Tamban ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang Hubungan Pengetahuan dan Kepatuhan Ibu

Melakukan Kunjungan ANC Dengan Kejadian Preeklampsia di

Puskesmas Tamban.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi pengetahuan ibu hamil tentang preeklamspsia

di Puskesmas Tamban pada tahun 2012


b. Untuk mengidentifikasi kepatuhan antenatal care di Puskesmas

Tamban pada tahun 2012


6

c. Untuk mengidentifikasi kejadian preeklampsia pada ibu hamil di

Puskesmas Tamban pada tahun 2012


d. Untuk menganalisis hubungan pengetahuan dengan kejadian

preeklampsia di Puskesmas Tamban pada tahun 2012


e. Untuk menganalisis hubungan kepatuhan ibu melakukan kunjungan

ANC dengan kejadian preeklampsia di Puskesmas Tamban pada tahun

2012.
D. Manfaat Peneliti
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai informasi pengetahuan dan meningkatkan

wawasan pembaca, tentang hubungan pengetahuan dan kepatuhan ibu

melakukan kunjungan ANC dengan kejadian Preeklampsi.


2. Bagi pelayanan Kesehatan
Diharapkan dapat sebagai bahan masukan pada pemberian pelayanan

kesehatan terutama dalam antenatal care dapat lebih meningkatkan dalam

intervensinya dalam memberikan perawatan kehamilan, sebagai tindakan

prefentif dan promotif untuk mengurangi resiko terjadinya Preeklampsia

dan komplikasinya.
3. Bagi ibu/keluarga
Dapat dijadikan bahan informasi untuk meningkatkan pengetahuanibu dan

keluarga tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan, dan merencanakan

penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan resiko tinggi.


4. Bagi Peneliti
Dengan adanya penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan

dan pengetahuan dalam penerapan teori yang telah didapatkan khususnya

tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan.

You might also like