You are on page 1of 4

Motivator Indonesia Terbaik , Motivator Indonesia Muda , Motivator Indonesia

Terkenal

Sebagai motivator Indonesia dan motivator Muslim, sering saya mengingatkan para
peserta di seminar motivasi saya, "Belajar, belajar, belajar!"

Kalau belajar, rezeki akan lebih mudah untuk dikejar. Kalau belajar, kita akan berdiri
dengan lainnya dengan sejajar. Namun tak semua orang mau belajar. Di antara
mereka malah mengajukan alasan-alasan yang tak wajar.

Kita semua sepakat bahwa yang suka beralasan dan bermalasan itu adalah ciri para
pecundang. Sepenuh hati saya berharap, Anda menghindarinya. Sekali lagi,
menghindarinya. Apa perlu saya ulangi untuk ketiga kalinya?

Ironisnya, inilah alasan-alasan mereka.

- Saat kita menyarankan sesuatu yang baru, alasannya "Saya nggak punya ilmu,
nggak punya pengalaman."

- Saat kita memberitahu ilmu dan cara-caranya, katanya "Kamu sok tahu," atau "Ah
ini susah," atau "Di sana sih berhasil, di sini belum tentu."

- Saat kita memberitahu investasi yang besar, alasannya "Saya nggak punya uang."

- Saat kita memberitahu investasi yang kecil, alasannya "Hasilnya kekecilan,


hasilnya kelamaan."

- Saat teman-temannya sukses duluan, alasannya "Itu kebetulan saja. Nasib orang
kan beda-beda."

- Dikasih gratis, murah, atau refund, katanya "Mau memanfaatkan saya? Mau
menipu saya? Kamu pikir saya bodoh ya?"

- Dikasih motivasi, tak percaya. Dikasih bukti, katanya pamer. Saat kita berhenti
memotivasi, katanya "Kamu lagi bangkrut ya?"

Tepok jidat, hehehe.


Celetukan mereka "Ah, motivator itu ngomong doang. Kalau ngomong doang, aku
juga bisa." Oya? Yakin bisa? Sekiranya bisa, berapa orang yang mau
mendengarkanmu? Berapa orang yang berubah setelah mendengarkanmu? Perlu
dicatat, banyak motivator yang juga bisa action, nggak ngomong doang.

Btw, jangan meremehkan kemampuan ngomong. Bukankah seorang Muhammad,


Isa, atau Buddha bisa mempengaruhi miliaran manusia karena kemampuan
bicaranya? Bukankah pahlawan sekaliber Bung Karno dan Bung Tomo tak terlepas
dari kemampuan bicaranya? Orasi. Belum lagi kalau kita membahas profesi guru,
dosen, dan ustadz.

Bagi saya, simple saja. Lazimnya, saya hanya mengajar orang yang siap diajar. Ini
sih wajar. Apalagi Robert Kiyosaki pernah berujar, "Jangan mengajari babi
bernyanyi." Anda capek, babinya lebih capek. Hehehe.

Saya nggak terlalu tertarik menghabiskan waktu saya hanya untuk meyakinkan
mereka yang suka beralasan. Saya capek, merekanya lebih capek. Akan jauh lebih
efisien dan efektif jika kita mencurahkan perhatian pada orang-orang yang siap
diajar. Ini namanya prioritas.

Saya berharap, Anda memilki mental pemenang. Mau belajar. Nggak beralasan,
nggak bermalasan. Sekian dari saya, Ippho Santosa.

Membawakan seminar motivasi pekerja atau seminar motivasi karyawan


memerlukan pendekatan tersendiri. Ada pula yang menyebutnya seminar motivasi
kerja. Biasanya, yang dibahas lebih pada produktivitas kerja dan etos kerja, lalu
dikemas dalam bentuk in-house seminar atau in-house training. Bagi organisasi, ini
bagian dari pelatihan dan pengembangan SDM.

Seminar motivasi bisnis atau seminar motivasi wirausaha, tentu saja memerlukan
pendekatan yang berbeda. Mengelola produksi dan penjualan dalam skala UKM,
biasanya itulah yang sering dibahas, dikemas dalam bentuk public seminar. Dari
segi skala, kadang berupa seminar nasional, kadang berupa seminar internasional.

Sekali lagi, kedua-duanya berbeda walaupun sama-sama seminar motivasi diri atau
seminar motivasi sukses. Perlu digarisbawahi, isinya bukan sekadar seruan-seruan
semangat, melainkan juga inspirasi demi inspirasi dan hal-hal teknis dalam
mencapai sesuatu. Maka muncullah berbagai tema lainnya, seperti seminar
perubahan, seminar penjualan, seminar otak kanan, seminar pencapaian target,
dan lain-lain.

Menjadi pembicara seminar atau motivator Indonesia, sudah menjadi passion bagi
Ippho Santosa, bukan sekadar profesi. Ia berusaha menjadi salah satu motivator
terbaik atau pembicara terbaik di negeri ini. Dengan izin Yang Maha Kuasa, sekitar
satu juta alumni seminar sudah membuktikan itu, bahkan seminarnya telah
menembus belasan negara di empat benua. Buku-bukunya telah terjual satu juta
eksemplar dan hanya dua motivator di Indonesia yang telah melampaui angka itu,
yakni Ippho Santosa dan Ary Ginanjar.

Di seminar motivasi, sudah menjadi tugas saya sebagai motivator Indonesia untuk
mengingatkan peserta.

Pesan saya, "Miliki mental pemenang. Berusaha berpikir positif. Niscaya akan
beruntung."

Alhamdulillah sejak 2010 sampai 2016, di berbagai kesempatan saya membawakan


seminar motivasi 7 Keajaiban Rezeki bareng Ary Ginanjar, Syafii Antonio, Aa Gym,
Sandiaga Uno, Tung Desem Waringin, Merry Riana, Nurhayati Subakat (pemilik
Wardah), Heppy Trenggono, Habiburrahman El-Shirazy, Jamil Azzaini, dan lain-lain.
Ya, orang-orang pilihan.

Sebagai pembicara seminar, kesempatan ini merupakan nikmat tersendiri bagi


saya. Satu hal yang sering saya bahas di seminar motivasi adalah soal mental
pemenang. Dalam keseharian, mereka yang bermental pemenang kadang bersikap
terbalik. Dan rupa-rupanya ini malah menjadi motivasi sukses bagi mereka. Positif.

Misalnya saja:

- Sakit, tapi masih bisa tersenyum.

- Gagal, tapi masih bisa bahagia.

- Bangkrut, tapi masih bisa bersyukur.

- Miskin, tapi masih mau sedekah.


Orang rata-rata, sukses dulu, baru bisa bersyukur. Mapan dulu, baru mau sedekah.
Ini kan parah. Sekiranya kita mau bersikap positif, niscaya kita akan lebih lucky alias
beruntung.

Dalam karya fenomenalnya, The Luck Factor, Profesor Richard Wiseman seorang
psikolog dari Universitas Hertfordshire telah meneliti 400 orang yang memiliki
karakter yang beruntung dan tidak beruntung, dengan berbagai jenis latar
belakang.

Dalam penelitiannya bertahun-tahun ia mengungkap bahwa keberuntungan


bukanlah kemampuan magis atau hasil dari pengambilan acak. Ternyata ada
polanya. Apa saja polanya? Macam-macam. Salah satunya adalah berpikir dan
bersikap positif.

Anda termasuk yang mana? Jadikan saja tulisan ini sebagai bahan renungan.
Semoga hidup kita selalu berkah dan berlimpah. Sekian dari saya, Ippho Santosa.

You might also like