Professional Documents
Culture Documents
TUGAS
oleh
Kelompok 5
UNIVERSITAS JEMBER
2015
TUGAS
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik III A dosen pengampu
Ns. Wantiyah, M.Kep.
oleh
Kelompok 5
UNIVERSITAS JEMBER
2015
ASKEP KOLESISTITIS
Kasus
Seorang pasien perempuan usia 45 tahun dibawa ke UGD karena mengalami nyeri hebat
pada perut sebelah kanan atas. Nyeri kadang dirasakan pada daerah baru. Pasien juga
merasakan demam sejak 1 hari yang lalu. Berdasarkan berbagai pemeriksaan yang
dilakukan pasien didiagnosa kolesistitis.
Analisa Kasus
A. Kolesistitis
Etiologi
Penyebab terjadinya kolesistitis adalah statis cairan empedu, infeksi kuman dan
iskemia dinding kandung empedu. Bagaimana stasis di duktus sistitis dapat menyebabkan
kolesistitis dalam belum jelas. Banyak factor yang berpengaruh seperti kepekatan cairan
empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding
Selain factor-faktor di atas kolesistitis dapat terjadi juga pada pasien yang dirawat
cukup lama dan mendapat nutrisi secara parentesal pada sumbatan karena keganasan
kandung empedu, batu disaluran emepedu atau merupakan salah satu komplikasi penyakit
lain seperti demam tipoid dan IOM (Prof. dr. H.M. Sjaifaoellah Noer).
Faktor Resiko
Faktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki peningkatan prevalensi di kalangan
orang-orang keturunan Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, cholelithiasis
sedangkan kurang umum di antara orang dari sub-Sahara Afrika dan Asia. Beberapa
faktor resiko yang lain sebagai berikut:
1. adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya
2. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
3. Usia lebih dari 40 tahun
4. Kegemukan (obesitas)
5. Faktor keturunan
6. Aktivitas fisik
Dikerjakan Oleh:
Dema novita hindom 132310101033
Referensi :
Hadi, Sujono. 1995. Gastroenterologi, ed. 6. Alumni : Bandung
Mitchel, Richard N. 2008. Buku saku dasar keperawatan patologis Robbins &
Cotran Ed.7. Jakarta: EGC
Smeltzer, S& Brunner Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
http://www.academia.edu/9341232/Asuhan_keperawatan_kolesistitis
Tanda dan gejala untuk kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas serta kenaikan
panas tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak / scapula kanan dan dapat
berlangsung selama 60 menit tanpa reda. Pada pemeriksaan fisi teraba masa kandung
empedu, nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukosistesis serta
kemungkinan peninggalan serum transaminase dan fostatase alkali.
Menurut Price (2005) sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak
memperlihatkan gejala. Sebagian besar gejala timbul bila batu menyumbat aliran
empedu, yang seringkali terjadi karena batu yang kecil melewati ke dalam duktus
koledokus. Penderita batu empedu sering memiliki gejala kolesistitis akut atau kronis.
a. Gejala Akut
1) Nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas,
nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan.
2) Nyeri 30-60 menit pasca krandial kuadran kanan atas.
3) Rasa sakit menjalar ke pundak / scapula kanan
4) Penderita dapat berkeringat banyak dan gelisah.
5) Nausea dan muntah sering terjadi
6) Leukostesis
7) Ikterus, dapat di jumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan
persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan
gejala yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi di bawa ke dalam
duodenum akan di serap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan membran mukosa bewarna kuning. Keadaan ini sering di sertai
dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.
8) Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine bewarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi di warnai oleh
pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat.
b. Gejala kronis
Gejala kolelitiasis kronis mirip dengan gejala kolelitiasis akut, tetapi
beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Pasien sering memiliki riwayat
dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.
Menurut Reeves ( 2001) tanda dan gejala yang biasanya terjadi adalah:
1) Nyeri di daerah epigastrium kuadran kanan atas
2) Pucat biasanya dikarenakan kurangnya fungsi empedu
3) Pusing akibat racun yang tidak dapat diuraikan
4) Demam
5) Urine yang berwarna gelap seperti warna the
6) Dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan-makanan
berlemak
7) Nausea dan muntah
8) Berkeringat banyak dan gelisah
9) Koledokolitiasis (tidak menimbulkan gejala pada fase tenang)
10) Terjadi otolisis serta edema.
D. Mekanisme Kolesistitis
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 vol 2. Jakarta EGC
E. Pemeriksaan Kolesistitis
1. Radiologi
2. Radiografi: Kolesistografi
3. Sonogram
Pemeriksaan Laboratorium
6) Penurunan urobilirubin
Penatalaksanaan Nonbedah
Manajemen terapi :
2. Disolusi medis
3. Disolusi kontak
Penatalaksanaan Bedah
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang
dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2%
pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang
dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik
biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun
1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara
laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini
karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-
0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada
jantung dan paru.Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Dikerjakan Oleh:
Windi Noviani 132310101036
Referensi:
Pengkajian
Anamnesa
A. Identitas Klien : Nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,umur, pekerjaan, nama
ayah/ ibu, pekerjaan, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir. Masalah ini
biasanya di alami oleh wanita dengan usia lebih dari 40 tahun.
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : sakit perut sisi kanan atas, nyeri yang berpindah-
pindahmenjalar kadang sampai pundak, mual, muntah, perut terasa kembung,
kulit berwarna kuning (apabila batu empedu menghalangi saluran empedu),
suhu badan tinggi (demam).
2. Riwayat kesehatan sekarang
Data dapat diperoleh dari kronlogis kejadian sampai muncul masalah dan
keluhan utama, misalnya:
a. Bagaimana gejalanya ? (mendadak, perlahan-lahan, terus-menerus atau
hilan timbul)
b. Tempat dan sifat gejala (menjalar, menyebar, berpindah-pindah,
atau menetap).
c. Berat ringannya keluhan dan perkembangannya (menetap, cenderung
bertambah, atau berkurang).
d. Berapa lama keluhan berlangsung?
e. Kapan dimulainya?
f. Upaya apa saja yang telah dilakukan untuk meringankan.
Pasien yangmengalami kolesistisismengalaminyeriperutkananatas yang
dapatmenyebarkepunggung danbahukanan.Selainitupasienjuga mengalami
mual, muntah, kembungdan bersendawa.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
a. Riwayat pemakaian obat-obatan (jenis obat, dosis obat dan cara
pemakaian)
b. Pengalaman masa lalu tentang kesehatan : riwayat sakit dengan gejala
yang sama, pengalaman perawatan di rumah sakit, pengalaman
tindakan bedah ( operasi ), pengalaman kecelakaan, dll.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Data mengenai penyakit menular atau menurun yang dimiliki keluarga seperti
TBC, Diabetes, Hipertensi
5. Riwayat kesehatan lingkungan
Dapatkan data mengenai lingkungan rumahtempat tinggal pasien sekarang.
a. Apakah sedang terjadi wabah penyakit di lingkungan rumah
tempattinggal pasien?
b. Apakah merupakan daerah industri (rawan polusi)?
c. Lingkungan yang kurang sehat?
d. Kondisi rumah(ventilasi, jendela, kamar mandi/MCK) yang memadai?
Pemeriksaan Fisik
A. PemeriksaanFisik
1) Kaji keadaanumum pasien:meliputi kesan secara umum pada
keadaansakittermasukekspresiwajah(meringis,grimace,lemas) dan
posisipasien.Kesadaranyang meliputipenilaiansecarakualitatif
(komposmentis,apatis,somnolen,sopor,soporokoma,koma) dapat juga
menggunakanGCS.Lihatjuga keadaanstatusgizisecara umum (kurus,
ideal, kelebihan berat badan)
2) Kaji kondisifisik pasien: pemeriksaan tanda-tanda vital, adanya
kelemahanhingga sangatlemah,takikardi,diaforesis,wajahpucatdan
kulit berwarnakuning, perubahanwarnaurin danfeses.
3) Kajiadanyanyeriabdomenatasberat,dapatmenyebarkepunggung
ataubahukanan,mualdanmuntah,gelisahdankelelahan.Palpasi
padaorganhati,limpa,ginjal,kandungkencinguntukmemeriksaada atau
tidaknyapembesaran padaorgan tersebut.
4) Integumen:periksa ada tidaknya oedem, sianosis,icterus, pucat,
pemerahan luka pembedahan padaabdomen sebelah kananatas.
5) Kaji perubahangizi-metabolik: penurunan berat badan, anoreksia,
intoleransilemak,mualdanmuntah,dispepsia, menggigil,demam,
takikardi, takipnea, terabanyakandung empedu.
6) Ekstremitas:Apakahadaketerbatasandalamaktivitaskarenaadanya
nyeriyanghebat, juga apakah adakelumpuhan atau kekakuan.
B. PemeriksaanFisik B6
1)B1: Peningkatan frekuensipernafasan, pernafasan tertekan ditandai nafas
pendek dan tertekan.
2)B2: Takikardi,demam,resikoperdarahankarenakekuranganvitamin
K.
3)B3:Nyeri padaperutkananatasmenyebarkepunggungataubahu
kanan,gelisah.
4)B4: Urinegelap pekat.
5)B5:Distensiabdomen,terabamassapadakuadrankananatas,feses
warnaseperti tanah liat.
6)B6: Kelemahan, ikterik,kulit berkeringat dangatal (pruritus).
C. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana kesehatan: pola hidupsehat pasien yang
menderitakolesistitis harus ditingkatkan dalam meningkatkan
statuskesehatannya,perawatan,dantatalaksana hidupsehat. Keluarga
jugaperluuntukterus melakukanperawatanselaintimkesehatan
gunameningkatkankesehatannya.
2) Polanutrisidanmetabolisme:polanutisipasiendengankolesistitis
terganggu,halinidikarenakanpasienmengalamimual,muntahdan
kembungsehingga pasienmengalami resiko perubahan nutrisi.
3) Pola eliminasi: pola eliminasi pada pasien dengan kolesistitis
mengalamigangguanyang ditandaidenganurineyang berwarna pekat
dan gelap serta fesesyangberwarnaseperti tanahliat.
4) Polaaktivitas:Pasiendengankolesistitismengalamiperubahanpola
aktivitasnya.Hal ini dikarenakan pasien mengalmi nyeri perutkanan
atas sertaadanya perubahan nutria yangmenyebabkan kelemahan.
Perubahan pola nutrisijugadapat mempengaruhiaktivitasnya.
5) Polaistirahatdantidur:Polaistirahatpadapasienkolesistitisjuga
mengalami gangguan karenanyeriyangdirasakan.
6) Pola kognitif dan persepsi sensori: Pola ini mengenai
pengetahuan pasien dankeluarga terhadap penyakit yang diderita klien
7) Pola konsep diri: Bagaimana persepsikeluarga dan pasien
terhadappengobatan danperawatanyang akan dilakukan.
8) Pola hubungan-peran: Peran keluarga sangat dibutuhkan dalam
perawatan danmemberi dukungan serta dampingan pada pasien
dengan kolesistitis.
9) Polaseksual-seksualitas:Apakahselamasakitterdapatgangguanatau
tidakyang berhubungandenganreproduksisosial.Padapasien
kolesistitits mengalamigangguandalamreproduksikarenanyeriyang
dirasakan.
10)Polamekanisme koping:Keluarga perlumemberikandukungandan
semangatsembuh bagi pasien kolesistitis.
11)Polanilaidankepercayaan:Keluarga selaluoptimisdanberdoaagar
penyakitpadapasien kolesistitisdapat sembuh dengancepat.
Pemeriksaan penunjang
1)Darah lengkap:
a) Leukositosis sedang (akut), bilirubin dan amilase serum:
meningkat.
b) Enzim hati serum-AST (SGOT): ALT (SGPT); LDH; agak
meningkat alkaline fosfat dan 5-nukletiase; Di tandai obstruksi
bilier.
c) Kadarprotrombin:Menurunbilaobstruksialiranempedudalam usus
menurunkanabsorbsi vitamin K.
2)Ultrasound: Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu
dan/atau ductus empedu(seringmerupakan prosedur diagnostik awal).
3) Kolangeopankreatografi retrograd endeskopik: Memperlihatkan
percabanganbilier dengankanualasduktuskoledukusmelalui deudenum.
4) Kolangiografitranshepatikperkutaneus:Pembedaangambarandengan
flouroskopianatarapenyakitkantungempedudankankerpankreas( bila
ekterik ada).
5)Kolesistogram(untukkolositisis kronis):Menyatakanbatupadasistem
empedu.Catatan:kontraindikasipadakolesititis karenapasienterlalu
lemahuntukmenelanzatlewatmulut.CTScan:Dapatmenyatakan kista
kandungempedu, dilatasi duktus empedu, dan membedakan
antaraikterik obstruksi/non obstruksi.
6) Scanhati(denganzatradioaktif):Menunjukanobstruksipercabangan bilier.
7) Foto abdomen (multiposisi): Menyatakan gambaran radiologi
(kalsifikasi)batuempedu,kalsifikasidinding ataupembesarankandung
empedu.
8)Foto dada: Menunjukan pernapasan yang menunjukkan penyebaran
nyeri.
Diagnosa
1. Nyeri b/d proses inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus, iskemia
jaringan/nekrosis
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d dispensi dan hipermortilitas gaster,
gangguan proses pembekuan darah, peningkatan metabolisme
3. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d
mual, muntah, gangguan pencernaan lemak,dispepsi, intake yang tidak adekuat
4. Kurangnya pengetahuan b.d kurangnya informasi
Analisa Data
No. Problem Etiology Symptom
1. Gangguan rasanyaman: Duktus dan inflamasi. DO: Pasien terlihat
nyeri. meringismenahan rasa
nyeri di perut kanan
atas.
DS: Pasien mengatakan
nyeri di perutnya.
2. Perubahan nutrisi Mual, muntah, DO: Pasien terlihat
kurangdari kebutuhan dyspepsia, nyeri, merasalemah karena
tubuh. pembatasan masukan. seringmual dan
muntah.
DS: Pasien mengatakan
seringmuntah-muntah
dan merasamual serta
badannyamerasa
lemah.
Intervensi
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
DAN
KEPERAWATAN
KRITERIA
HASIL
7. Analgesikberfungsi
untukmelakukanhambatan padas
ensor nyerisehingga sensasinyeri
pada klienberkurang.
6. Beri cairan
IV, elektrolit, dan
vit. K
Implemantasi
N DIAGNOSA IMPLEMENTASI
O
1. Nyeri b/d proses inflamasi 1. Memantau tingkat dan intensitasnyeri.
kandung empedu, 2. Mengajarkan teknik relaksasi (nafas dalam)
obstruksi/spasme duktus, 3. Memberikan kompres hangat (hati-hati
iskemia jaringan/nekrosis dengan klien yang mengalami perdarahan)
4. Memberikan posisi yang nyaman
5. Mengkondisikan lingkungan yangtenang di
sekitar klien
6. Mencatat repons terhadap obat dan laporkan
bila nyeri tidak hilang.
7. Mengkolaborasi pemberian analgesik
sesuai program terapi.
Dikerjakan Oleh:
Nur Winingsih 132310101020
Ike Andriani 132310101057
Janna Nima I 132310101051
Referensi:
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3.
Jakarta: EGC
Ignatavicius, Donna D. & Workman M.L. 2006. Medical-Surgical Nursing, Critical
Thinking for Collaborative Care. St. Louis: Elsevier Saunders
Marry, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Akarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 2 Vol 2. Jakarta:
EGC.
ASKEP KOLELITIASIS
Kasus
Seorang pasien laki-laki usia 50 tahun periksa ke poli interna RS Sehat karena
sering mengalami nyeri pada perut sebelah kanan atas. Nyeri berlangsung agak lama
sekitar 30 menit. Berdasarkan berbagai pemeriksaan yang dilakukan pasien
didiagnosa kolelitiasis.
Analisa Kasus
A. Definisi Kolelitiasis
B. Etiologi Kolelitiasis
C. Patofisiologi Kolelitiasis\
Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya gejala.
Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik. Gejala
klinik yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala dispepsia non
spesifik, intoleransi makanan yang mengandung lemak, nyeri epigastrium yang tidak
jelas, tidak nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak spesifik karena bisa terjadi
pada orang dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.
Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan
obstructive jaundice. Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier
yang ditandai oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit sampai 5
jam. Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan atas menyebar sampai ke punggung.
Nyeri sering terjadi pada malam hari, kekambuhannya dalam waktu yang tidak
beraturan. Nyeri perut kanan atas yang berulang merupakan gambaran penting
adanya kolelitiasis. Umumnya nyeri terlokalisir di perut kanan atas, namun nyeri
mungkin juga terlokalisir di epigastrium. Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya
menyebar ke bahu atas. Mekanisme nyeri diduga berhubungan dengan adanya
obstruksi dari duktus. Tekanan pada kandung empedu bertambah sebagai usaha untuk
melawan obstruksi, sehingga pada saat serangan, perut kanan atas atau epigastrium
biasanya dalam keadaan tegang.
Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala nyeri perut kanan atas
yang berulang dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinik
yang timbul, sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice, failure to
thrive, keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya 10% dijumpai dengan gejala
asimptomatik. Mual dan muntah juga umum terjadi. Demam umum terjadi pada anak
dengan umur kurang dari 15 tahun. Nyeri episodik terjadi secara tidak teratur dan
beratnya serangan sangat bervariasi. Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai
kelainan. Pada sepertiga pasien terjadi inflamasi mendahului nekrosis, kemudian
diikuti perforasi atau empiema pada kandung empedu.
1. Radiologi
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan
media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi. (Smeltzer dan
Bare, 2002).
3. Sonogram
5. Pemeriksaan Laboratorium
b. Kenaikan fosfolipid
f. Penurunan urobilirubin
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml
F. Penatalaksanaan Medis Kolelitiasis
2. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian
obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan
daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada
penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan
aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang. Pemberian obat-obatan ini
dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama
batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi
dalam 3-5 tahun setelah terapi. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi
kriteria terapi nonoperatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm,
batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan
risiko tinggi untuk menjalani operasi.
3. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu
kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung
empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui
kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan
ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan
biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu
yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat
menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan
terbentuknya kembali batu kandung empedu
4. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung
empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut
menjadi beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis biaya-
manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas
pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi
ini.
5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam
saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi
telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga
prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja
biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih
tua, yang kandung empedunya telah diangkat
b. Penatalaksanaan Bedah
1) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling
umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.
2) Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi
awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan
batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan
biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan
perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari
prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus
biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi
laparoskopi.
G. Komplikasi Kolelitiasis
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo...
(dkk), EGC, Jakarta.
H. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
No Diagnosa Keperawatan Implementasi
1 Nyeri akut b/d cedera biologis; 1. Mengobservasi dan mencatat lokasi
inflamasi, obstruksi/spasme beratnya (skala 0-10) dan karakter
duktus, iskemia (menetap, hilang, timbul atau kolik
2. Mencatat repons terhadap obat dan
jaringan/nekrosis
melaporkan bila nyeri tidak hilang.
3. Meningkatkan tirah baring, member
pasien posisi yang nyaman.
4. Menggunakan sprei yang halus/katu
minyak kelapa; minyak mandi (alph
5. Mengkolaborasi dengan dokter dala
pemberian sesuai indikasi; antikolin
2 Perubahan nutrisi kurang 1. Mengkaji distensi abdomen
2. Menimbang dan memantau BB pasi
dari kebutuhan tubuh b/d
hari
gangguan pencernaan intake
3. Mendiskusikan dengan klien makan
yang tidak adekuat.
kesukaan dan jadwal makan yang d
4. Memberikan suasana yang
menyenangkan pada saat makan,
menghilangkan ransangan yang ber
5. Menjaga kebersihan oral sebelum m
6. Mengkonsultasikan dengan ahli d
pendukung nutrisi sesuai indikasi
7. Memberikan diet sesuai toleransi b
rendah lemak, tinggi serat.
3 Kekurangan volume cairan 1. Memonitor dan mempertahankan m
b/d dispensi dan nutrisi yang kurang, peningkatan
hipermortilitas gaster, pengeluaran cairan jenis urine
2. Mengawasi belanjutnya mual/munta
gangguan proses pembekuan
abdomen,kejang ringan, kelemahan
darah
kecepatan jantung, dan pernapasan
3. Mengkaji pendarahan membran
mukosa/kulit yang tidak biasa
contohnya pendarahan pada
gusi,mimisan, petekia, melena.
4. Mengkaji ulang pemeriksaan
laboraturium
5. Mengkolaborasikan pemberian antim
6. Mengkolaborasikan pemberian caira
elektrolit, dan vit K
Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
1 Nyeri akut b/d cedera biologis; S: Pasien mengatakan, Sus, nyeri di perut saya sudah mulai
inflamasi, obstruksi/spasme duktus, berkurang.
iskemia jaringan/nekrosis O: Pasien terlihat meringis menahan nyeri.
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan intervensi
2 Perubahan nutrisi kurang dari S: Istri pasien mengatakan bahwa sus, suami saya sudah mau mak
kebutuhan tubuh b/d gangguan lebih banyak yang sepelumnya hanya 3 sendok makan sekarang sud
pencernaan intake yang tidak mau menghabiskan 1 porsi sus
adekuat. O: pasien mengabiskan makanan yang diberikan
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan Intervensi.
3 Kekurangan volume cairan b/d S: Istri pasien mengatakan bahwa Sus, suami saya sudah
dispensi dan hipermortilitas tidak lemas lagi dan sudah lebih segar dari sebelumnya
gaster, gangguan proses O: Pasien tidak memperlihatkan tanda-tanda sianosis
pembekuan darah A: Masalah Teratasi Sebagian
P: Lanjutkan Intervensi
Dikerjakan Oleh :
Rizka Agustine NIM 132310101041
Talitha Zhafirah NIM 132310101055
Referensi:
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana
Doengoes, Marlyn E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta: EGC
NANDA. 2005. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006.
Philadelphia: NANDA International.