You are on page 1of 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

MISTANIA GRAVIS

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot
secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih
lama dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Kelemahan
otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain,
termasuk kesulitan bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicaracadel, kelopak mata
murung dan kabur atau penglihatan ganda.

Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering
terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki lebih dari
60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak.

Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65% orang
yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar 10%
memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker
(malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk
reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan
pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan
pengobatan berbeda.

Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu terkena, tetapi 85%
segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang terkena, tetapi
pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan berbicara dan menelan
dan kelemahan pada lengan dan kaki yang sering terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah
antara lemah dan normal. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.

Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara berulang-ulang, otot
tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan palu
dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun begitu,
kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke hari, dan
rangkaian penyakit tersebut bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa
berat (disebut myasthenia crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi
sangat lemah, tetapi bahkan kemudian, mereka tidak kehilangan rasa. Pada beberapa orang,
otot diperlukan untuk pernafasan yang melemah. Keadaan ini dapat mengancam nyawa.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Bagaimana konsep miastenia gravis?

1.2.2 Bagaimana konsep proses keperawatan pada miastenia gravis?

1.3 Tujuan instruksional umum

Menjelaskan konsep dan proses keperawatan miastenia gravis.

1.4 Tujuan instruksional khusus

1.4.1 Mengetahui definisi miastenia gravis

1.4.2 Mengetahui etiologi miastenia gravis

1.4.3 Mengetahui patofisiologi miastenia gravis

1.4.4 Mengetahui manifestasi klinis miaatenia gravis

1.4.5 Mengetahui pemeriksaan diagnostik miastenia gravis

1.4.6 Mengetahui komplikasi miastenia gravis

1.4.7 Mengetahui penatalaksanaan miastenia gravis

1.4.8 Mengetahui prognosis miastenia gravis

1.4.9 Mengetahui asuhan keperawatan pada miastenia gravis

1.5 Manfaat penulisan

1.5.1 Mahasiswa mampu dan mengerti tentang miastenia gravis

1.5.2 Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien miastenia gravis

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis adalah
gangguang yang memengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di
bawah kesadaran seseorang (volunter). Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang
parah dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi
kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali
lebih lama dari normal). (Price dan Wilson, 1995).

Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi
kelelahan pada otot-otot volunter yang dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial. Serangan dapat
terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita antara 15-35 tahun dan pada
pria sampai 40 tahun.

2.2 Etiologi

1) Autoimun : direct mediated antibody

2) Virus

3) Pembedahan

4) Stres

5) Alkohol

6) Tumor mediastinum

7) Obat-obatan :

- Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin)

- B-blocker (propranolol)

- Lithium

- Magnesium

- Procainamide

- Verapamil

- Chloroquine

- Prednisone

2.3 Patofisiologi
Antibodi langsung menuju ke reseptor acetilkolin di neuromuscular junction otot skeletal. Hal
ini mengakibatkan penurunan jumlah reseptor nicotinic acetylcholine pada motor end-plate,
mengurangi lipatan membran postsinaps, melebarkan celah sinaps.

2.1 Manifestasi klinis

1) Kelemahan otot mata dan wajah (hampir selalu ditemukan)

- Ptosis

- Diplobia

- Otot mimik

2) Kelemahan otot bulbar

- Otot-otot lidah

Suara nasal, regurgitasi nasal

Kesulitan dalam mengunyah

Kelemahan rahang yang berat dapat menyebabkan rahang terbuka

Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan batuk dan tercekik saat
minum

- Otot-otot leher

Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada otot-otot ekstensor

3) Kelemahan otot anggota gerak

4) Kelemahan otot pernafasan

- Kelemahan otot interkostal dan diaphragma menyebabkan retensi CO2 hipoventilasi


menyebabkan kedaruratan neuromuskular

- Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran nafas atas

KLASIFIKASI KLINIS

KELOMPOK I MIASTENIA OKULAR Hanya menyerang otot otot okular, disertai


ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tak ada
kasus kematian
KELOMPOK MIASTENIA UMUM

MIASTENIA UMUM RINGAN - awitan (onset) lambat, biasanya pada


mata, lambat laun menyebar ke otot otot
rangka dan bulbar

- Sistem pernapasan tidak terkena. Respon


terhadap terapi obat baik

- Angka kematian rendah

MIASTENIA UMUM SEDANG - Awitan bertahap dan sering disertai


gejala gejala okular, lalu berlanjut semakin
berat dengan terserangnya seluruh otot otot
rangka dan bulbar

- Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah


lebih nyata dibandingkan dengan miastenia
gravis umum ringan. Otot otot pernapasan
tidak terkena

- Respons terhadap terapi obat : kurang


memuaskan dan aktifitas klien terbatas, tetapi
angka kematian rendah

MIASTENIA UMUM BERAT 1. Fulminan akut :

- Awitan yang cepat dengan kelemahan


otot otot rangka dan bulbar dan mulai
terserangnya otot otot pernapasan

- Biasanya penyakit berkembang


maksimal dalam waktu 6 bulan

- Respons terhadap obat buruk

- Insiden krisis miastonik, kolinergik,


maupun krisis gabungan keduanya tinggi

- Tingkat kematian tinggi

1. Lanjut :
- Miastenia gravis berat timbul paling
sedikit dua tahun setelah awitan gejala gejala
kelompok I atau II

- Miastenia gravis dapat berkembang


secara perlahan atau tiba tiba

- Respons terhadap obat dan prognosis


buruk

KRISIS MIASTENIA - Miastenia dg kelemahan yg progresif


dan terjadi gagal nafas mengancam jiwa

- Kelanjutan dari mistenia generalisata


berat

- Onset terjadi tiba2 dan biasanya dipicu


oleh infeksi saluran pernafasan atas yg
berkembang menjadi bronkhitis atau
pnemoni,pekerjaan fisik yg berlebihan,
melahirkan, penggunaan urus2

2.1 Pemeriksaan diagnostik

1) Laboratorium

- Anti-acetylcholine receptor antibody

85% pada miastenia umum

60% pada pasien dengan miastenia okuler

- Anti-striated muscle

Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun

- Interleukin-2 receptor

Meningkat pada MG

Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit

2) Imaging

- X-ray thoraks
Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa
mediatinum anterior

- CT scan thoraks

Identifikasi timoma

- MRI otak dan orbita

Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak digunakan secara rutin

3) Pemeriksaan klinis

- Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas bidang kedua mata selama 30
dtk, akan terjadi ptosis

- Melirik ke samping terus menerus akan tjd diplopia

- Menghitung atau membaca keras2 selama 3 menit akan tjd kelemahan pita suara
suara hilang

- Tes untuk otot leher dg mengangkat kepala selama 1 menit dalam posisi berbaring

- Tes exercise untuk otot ekstremitas, dg mempertahankan posisi saat mengangkat kaki
dg sudut 45 pd posisi tidur telentang 3 menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas
tumit atau jari 30 langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali

4) Tes tensilon (edrophonium chloride)

Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2 mg bila


perbaikan (-) dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi bila perbaikan (-), berikan 5 mg lagi.
Efek tensilon akan berakhir 4-5 menit

Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung

5) Tes kolinergik

6) Tes Prostigmin (neostigmin) :

Injeksi prostigmin 1,5 mg im,

dapat ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya spt nausea,


vomitus, berkeringat. Perbaikan tjd pd 10-15 menit, mencapai puncak dlm 30 menit,
berakhir dalam 2-3 jam

7) Pemeriksaan EMNG ;
Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo (decrement respons) >
10% antara stimulasi I dan V. MG ringan penurunan mencapai 50%, MG sedang
sampai berat dapat sampai 80%

8) Pemeriksaan antibodi AChR

Antibodi AChR ditemukan pd 85-90% penderita MG generalisata, &0% MG okular. Kadar


ini tdk berkorelasi dg beratnya penyakit

9) Evaluasi Timus

Sekitar 75% penderita MG didapatkan timus yg abnormal,terbanyak berupa


hiperplasia,sedangkan15% timoma. Adanya timoma dapat dilihat dg CT scan mediastinum,
tetapi pd timus hiperplasia hasil CT sering normal

10) Diagnosis Banding :

1. Sindroma Eaton-Lambert :

Sering tjd bersamaan dg small cell Ca dari paru.

Lesi terjadi di membran pre sinaptik dimana release Ach tidak dpt berlangsung dg
baik

1. Botulism

Penyebab : neurotoksin dari Clostridium botulinum, yg dpt masuk mll makanan yg


terkontaminasi

Dg cara menghambat/menghalang-halangi pelepasan Ach dari ujung terminal akson


persinaptik

11) Pengobatan

Mestinon

Antikolinesterase : menghambat destruksi Ach

- Piridostigmin bromide (Mestinon, Regonol). Dosis awal 30-60 mg tiap 6-8 jam atau
setiap 3-4 jam. Dosis optimal bervariasi tgt kebutuhan mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila >
120 mg tiap 3 jam dpt menimbulkan Krisis Kolinergik (G/ : dispneu, miosis, lakrimasi,
hipersalivasi, emesis, diare

- Neostigmin Bromide (Prostigmin). Kerja lebih pendek. Dosis 15 mg tiap 3-4 jam

Kortikosteroid : Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) kmd dinaikkan pelan-pelan


sampai respon optimal (maksimal 50-60 mg prednison). Dosis dipertahankan sampai
perbaikan mencapai plateau (biasanya 6-12 bulan). urunkan dosis sgt pelan-pelan
sampai dosis pemeliharaan minimal. Awasi efek samping obat
Imunosupresan

- Obat ; azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama prednison

- Obat lain : Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate mofetil

Intravenous Imunoglobulin

o Dosis : 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut2

o Pada MG berat

o Plasmapharesis

- Pd MG berat untuk menghilangkan atau menurunkan antibodi yg beredar dlmserum


penderita

2.2 Penatalaksanaan

1. Periode istirahat yang sering selama siang hari menghemat kekuatan.

2. Obat antikolinesterase diberikan untuk memperpanjang waktu paruh asetilkolin di taut


neuro moskular. Obat harus diberikan sesuai jadwal seetiap hari untuk mencegah
keletihan dan kolaps otot.

3. Obat anti inflamasi digunakan untuk membatasi serangan autoimun.

4. Krisis miastenik dapat diatasi dengan obat tambahan,dan bantuan pernapasan jika
perlu.

5. Krisis kolinergik diatasi dengan atropin (penyekat asetilkolin) dan bantuan


pernapasan,sampai gejala hilang. Terapi antikolinesisterase ditunda sampaikadar
toksik obatb diatasi.

6. Krisis miastenia dan krisis kolinergik terjadi dengan cara yang sama,namun diatasi
secara berbeda. Pemberian tensilon dilakukan untuk membedakan dua gangguan
tersebut.

2.3 Komplikasi

1) Gagal nafas

2) Disfagia

3) Krisis miastenik
4) Krisis cholinergic

5) Komplikasi sekunder dari terapi obat

Penggunaan steroid yang lama :

Osteoporosis, katarak, hiperglikemi

Gastritis, penyakit peptic ulcer

Pneumocystis carinii

2.4 Prognosis

- Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%

- MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%

- 40% hanya gejala okuler

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MIASTENIA GRAVIS

3.1 Pengkajian

1. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin,dannstatus

2. Keluhan utama : kelemahan otot

3. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan presentasi
klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial
setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh
kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya
jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti
tentang kelemahan otot.

4. Pemeriksaan fisik :

B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut, kelemahan


otot diafragma

B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi


B3(brain) : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi okular,jatuhnya
mata atau dipoblia

B4(bladder) : menurunkan fungsi kandung kemih,retensi urine,hilangnya sensasi saat


berkemih

B5(bowel) : kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan peristaltik usus turun,


hipersalivasi,hipersekresi

B6(bone) : gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot yang berlebih

3.2 Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifanpola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan

2. Gangguan persepsi sensori bd ptosis,dipoblia

3. Resiko tinggi cedera bd fungsi indra penglihatan tidak optimal

4. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik


umum, keletihan

5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan


kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral

6. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal

3.3 Intervensi

1. Ketidakefektifanpola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan

- Tujuan

Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi polapernapasan klien kembali efektif

- Kriteria hasil :

Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal

Bunyi nafas terdengar jelas

o Respirator terpasang dengan optimal


Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji Kemampuan ventilasi Untuk klien dengan penurunan


kapasitasventilasi, perawat
mengkaji frekuensipernapasan,
kedalaman, dna bunyi nafas,pantau
hasil tes fungsi paru-paru tidal,
kapasitas vital, kekuatan
inspirasi),dengan interval yang
sering dalammendeteksi masalah
pau-paru, sebelumperubahan kadar
gas darah arteri dansebelum
tampak gejala klinik.

1. Kaji kualitas, frekuensi,Dan Dengan mengkaji kualitas,


kedalaman frekuensi, dankedalaman
pernapasan,laporkansetiap pernapasan, kita dapatmengetahui
perubahan yang terjadi. sejauh mana perubahan
kondisiklien.

1. Baringkan klien dalamposisi Penurunan diafragma memperluas


yang nyamandalam posisi daerah dada sehingga ekspansi
duduk paru bisa maksimal

1. Observasi tanda-tanda vital Peningkatan RR dan takikardi


(nadi,RR) merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru

1. Gangguan persepsi sensori bd ptosis,dipoblia

- Tujuan

Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.

- Kriteria hasil :

Adanya perubahan kemampuan yang nyata

Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang


Intervensi Rasional

1. Tentukan kondisi patologis untuk mengetahui tipe dan lokasi


klien yang mengalami gangguan.

1. Kaji gangguan penglihatan untuk mempelajari kendala yang


terhadap perubahan persepsi berhubungan dengan disorientasi
klien.

1. Latih klien untuk melihat suatu agar klien tidak kebingungan dan
obyek dengan telaten dan lebih berkonsentrasi.
seksama

1. Observasi respon perilaku untuk mengetahui keadaan emosi


klien, seperti menangis, klien
bahagia, bermusuhan,
halusinasi setiap saat.

1. Berbicaralah dengan klien memfokuskan perhatian klien,


secara tenang dan gunakan sehingga setiap masalah dapat
kalimat-kalimat pendek. dimengerti.

1. Resiko tinggi cedera bd fungsi indra penglihatan yang tidak optimal

- Tujuan

Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.

- Kriteria hasil :

Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan
melindungi diri dari cedera.

Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan

Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji kemampuan klien dalam Menjadi data dasar dalam
melakukan aktivitas melakukan intervensi selanjutnya

1. Atur cara beraktivitas klien Sasaran klien adalah memperbaiki


sesuai kemampuan kekuatandan daya tahan. Menjadi
partisipan dalampengobatan, klien
harus belajar tentangfakta-faakta
dasar mengenai agen-
agenantikolinesterase-kerja,
waktu, penyesuaiandosis, gejala-
gejala kelebihan dosis, danefek
toksik. Dan yang penting
padapengguaan medikasi dengan
tepat waktuadalah ketegasan.

1. Evaluasi Kemampuan Menilai singkat keberhasilan dari


aktivitas motorik terapi yang boleh diberikan

1. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik


umum, keletihan

- Tujuan

Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan edema inflamasi dan


memungkinkanpenyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak
memberikan dampak pada individu yang memilikiparu-paru normal, dapat berbahaya bagi
klien dengan PPOM

- Kriteria hasil :

Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit

Kemampuan batuk efektif dapat optimal

Tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji kemampuan klien dalam Menjadi data dasar dalam


melakukan aktivitas melakukan intervensi selanjutnya

1. Atur cara beraktivitas klien Sasaran klien adalah memperbaiki


sesuai kemampuan kekuatandan daya tahan. Menjadi
partisipan dalampengobatan, klien
harus belajar tentangfakta-faakta
dasar mengenai agen-
agenantikolinesterase-kerja,
waktu, penyesuaiandosis, gejala-
gejala kelebihan dosis, danefek
toksik. Dan yang penting
padapengguaan medikasi dengan
tepat waktuadalah ketegasan.

1. Evaluasi Kemampuan Menilai singkat keberhasilan dari


aktivitas motorik terapi yang boleh diberikan

1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan


kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral

- Tujuan

Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu


mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat

- Kriteria hasil :

Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi

Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji komunikasi verbal klien. Kelemahan otot-otot bicara klien


krisis miastenia gravis dapat
berakibat pada komunikasi

1. Lakukan metode komunikasi Teknik untuk meningkatkan


yang idealsesuai dengan komunikasimeliputi
kondisiklien mendengarkan klien,
mengulangiapa yang mereka coba
komunikasikan dengan jelas dan
membuktikan yang
diinformasikan, berbicara dengan
klienterhadap kedipan mata
mereka dan ataugoyangkan jari-
jari tangan atau kaki
untukmenjawab ya/tidak. Setelah
periode krisis klien selalu mampu
mengenal kebutuhan mereka.

1. Beri peringatan bahwaklien di Untuk kenyamanan yang


ruang inimengalami berhubungan dengan
gangguanberbicara, sediakan ketidakmampuan komunikasi
bel khusus bila perlu

1. Antisipasi dan bantu Membantu menurunkan frustasi


kebutuhan klien oleh karenaketergantungan atau
ketidakmampuanberkomunikasi

1. Ucapkan langsung kepada Mengurangi kebingungan atau


klien dengan berbicara pelan kecemasanterhadap banyaknya
dan tenang,gunakan informasi. Memajukanstimulasi
pertanyaan denganjawaban komunikasi ingatan dan kata-kata.
ya atautidak dan
perhatikanrespon klien

1. Kolaborasi: konsultasi ke ahli Mengkaji kemampuan verbal


terapi bicara individual,sensorik, dan motorik,
serta fungsi kognitif untuk
mengidentifikasi defisit
dankebutuhan terapi

1. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal

- Tujuan

Citra diri klien meningkat


- Kriteria hasil :

Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi


dan perubahan yangsedang terjadi

Mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi

Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam kosep diri dengan cara yang
akurat tanpa harga diri yang negatif.

Intervensi Rasionalisasi

1. Kaji perubahan darigangguan Menentukan bantuan individual


persepsi danhubungan dengan dalammenyusun rencana
derajat ketidakmampuan perawatan ataupemilihan
intervensi.

1. Identifikasi arti dari Beberapa klien dapat menerima


Kehilangan atau disfungsi danmengatur beberapa fungsi
pada klien. secara efektifdengan sedikit
penyesuaian diri, sedangkanyang
lain mempunyai
kesulitanmembandingkan
mengenal dan
mengaturkekurangan.

1. Bantu dan anjurkan Membantu meningkatkan perasaan


perawatan yang baik dan hargadiri dan mengontrol lebih
memperbaiki kebiasaan dari satu areakehidupan

1. Anjurkan orang yang Menghidupkan kembali perasaan


Terdekat untuk mengizinkan kemandirian dan membantu
klien melakukan hal untuk perkembanganharga diri serta
dirinya sebanyak-banyaknya mempengaruhi prosesrehabilitasi

1. Kolaborasi: rujuk pada ahli Dapat memfasilitasi perubahan


neuropsikologi dan konseling peran yang penting untuk
bila ada indikasi. perkembangan perasaan
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot
secara cepat dengan lambatnya pemulihan. Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-
orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita sehingga kita sebagai
perawat harus bisa menentukan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan myastenia
gravis serta perlu melakukan beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan masalah
tersebut.

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP MYASTHENIA GRAVIS

I. ANATOMI FISIOLOGI
a. Pembagian Susunan Saraf
Susunan Saraf Pusat (SSP)
1. Medula Spinalis
2. Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang penting karena meruapan pusat komputer dari semua
alat tubuh. Bagian dari saraf sentral yang terletak didalam rongga tenggkorak (karanium)
yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terbagi menjadi:
- Otak Besar (Serebrum)
Mengingat pengalaman pengalaman yang lalu
Pusat persyarafan yang menagani, aktifitas mental, akal, intelegensi, keinginan, dan memori
Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil
- Otak Kecil (Serebelum)
Keseimbangan dan rangsangan pendengaran ke otak
Sebagai pusat penerima impuls dari reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus
kelopak mata, rahang atas dan bawah serta otot pengunyah
Menerima informasi tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengatur
gerakan sisi badan.
- Batang Otak, terdiri dari:
Diensefalon
Mensensepalon
Pons Varoli
Medula Oblongata
Susunan Sarf Perifer (SST)
1. Susunan Saraf Somatik
2. Susunan Saraf Otonom
- Susunan Saraf Impatis
- Susunan Saraf Parasimpatis
b. Jenis Jenis Sel Saraf
Neuron
Akson
Meningen
Durameter
Arakhnoid
Piameter
c. Saraf Otak
Nervus Olfaktorius
Nervus Optikus
Nervus Okulomotoris
Nervus Troklearis
Nervus Trigeminus
- N. Oftalmikus
- N. Maksilaris
- N. Mandibularis
Nervus Abdusen
Nervus Fasialis
Nervus Auditorius
Nervus Glossofaringeus
Nervus Vagus
Nervus Asesorius
Nervus Hipoglosus
(Anatomi Fisiologi Keperawatan)

II. DEFENISI

Myasthenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi tranmisi neuromuscular


pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter).

Myasthenia gravis adalah gangguan autoimun yang merusak komunikasi antara syaraf
dan otot, mengakibatkan peristiwa kelemahan otot.

Myasthenia gravis adalah penyakit autoimun yang diperoleh klinis ditandai dengan
kelemahan otot rangka dan fatigability pada tenaga.

Myasthenia gravis merupakan penyakit yang berpotensi melemahkan yang disertai


dengan risiko.

Myastenia gravis merupakan penyakit neuromuskular yang menyebabkan kelemahan


otot.

Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular


pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang. (Brunner dan Suddarth,
2001)

Myastenia gravis adalah kelemahan otot yang serius adalah salah satu penyakit
neuromuskular yang menggabungkan kelelahan cepat otot otot valuntar dengan
penyembuhan yang sangat lama. (Brunner dan Suddart, 2001)

III. ETIOLOGI
Kelainan primer pada MG dihubungkan dengan gangguan transmisi pada
neuromuscular junction,yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung
akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan
asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah
dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan
ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada
membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan
demikian terjadilah kontraksi otot. Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada
MG tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada MG terdapat kekurangan ACh atau kelebihan
kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan.
IV. PATOFISIOLOGI
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermeilin yang
berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak. Nervus ini mengirim keluar
aksonnya dalam nervus spinalis atau kranialis menuju perifer. Nervus yang bersangkutan
bercabang berkali kali dan mampu merangsang 2000 serat otot rangka. Kombinasi saraf
motorik dengan serabut otot yang dipersyarafi disebut unit motorik. Walaupun masing
masing neuron motorik mempersarafi banyaj serabut otot, namun masing masing otot
dipersarafi oleh neuron motorik tunggal.
Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf motorik dengan serabut otot
disebut sinaps atau taut neuromuskular. Asetilkolin disimpan dan disintesis dalam akson
terminal (bouton). Membran pascasinaps mengandung reseptor asetilkolin yang dapat
membangkitkan lempeng akhir motorik dan sebalikya dapat menghasilkan potensial aksi otot.
Apabila implus saraf mencapai taut neuromuskular, membrana akson parasimpatik terminal
terdepolirisasi, menyebabakan pelepasan asetilkolin kedalam membran parasimpatik.
Asetilkolin menyeberangi celah sinaptik secara difusi dan menyatu dengan bagian reseptor
asetilkolin dalam membran pascasinaptik. Masuknya ion Na secara mendadak dan keluarnya
ion K menyebabkan depolarisasi ujung lempeng
Ketika EPP mencapai puncak EPP akan menghasilkan potensial aksi dalam
membran otot tidak bertaut yang menyebar sepanjang sarkonema. Potensial aksi ini
merangkai serangkaian reaksi yang menyebabkan kontraksi serabut otot. Begitu terjadi
transmisi melalui penghubung neuromuskular, asetilkolin akan dirusak oleh enzin
asetilkonlinetrase. Dalam MG konduksi neuromuskularnya terganggu. Jumlah reseptor
asetilkolin normal menjadi menurun. (Keperawatan medikal bedah, 2001)

V. MANIFESTASI KLINIS
Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan mudah mengalami
kelelahan, yang umumnya memburuk setelah aktivitas dan berkurang setelah istirahat.
Berbagai gejala yang muncul sesuai denagn otot yang terpenagaruh, sebagai berikut:
Apabila otot simetri yang terkena, umumnya dihubungkan dengan saraf kranial. Karena otot
otot okular terkena, maka gejala awal yang muncul diplopia (penglihata ganda) dan ptosis
(jatuhnya kelopak mata). Ekspresi wajah pasien seperti sedang tidur terlihat seperti patung
hal ini dikarenakan otot wajah terkena
Pengaruh terhadapa laring menyebabkan disfonia (gangguan suara) dalam pembentukan
bunyi suara hidung atau kesukaran dalam pengucapan kata kata. Kelemahan pada otot otot
bulbar menyebabkan masalah mengunyah dan menelan dan adanya bahaya tersedak dan
aspirasi.
Sekitar 15% sampai 20% keluhan pada tangan dan otot otot lengan, pada otot kaki
mengalami kelemahan yang membuat pasien jatuh.
Kelemahan diafragma dan otot otot interkostal menyebabkan gawat nafas, yang
merupakan keadaan darurat akut. (Keperawatan medikal bedah, 2001)

VI. KOMPLIKASI
Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi bila otot yang
mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat menyebabkan gagal
pernapasan akut dan pasien seringkali membutuhkan respirator untuk membantu pernapasan
selama krisis berlangsung. Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi
makanan, dan pneumonia.
Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat penyakit
sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi, pemakaian kortikosteroid
yang ditappering secara cepat, aktivitas berlebih (terutama pada cuaca yang panas),
kehamilan, dan stress emosional.
Bisa timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi
Bullous death

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes darah dikerjakan untuk menebtukan kadar antibody tertentu didalam serum(mis,
AChR-binding antibodies, AChR-modulating antibodies, antistriational antibodies).
Tingginya kadar dari antibody dibawah ini dapat mengindikasikan adanya MG.

2. Pemeriksaan Neurologis melibatkan pemeriksaan otot dan reflex. MG dapat


menyebabkan pergerakan mata abnormal, ketidakmampuanuntuk menggerakkan mata
secara normal, dan kelopak mata turun. Untuk memeriksa kekuatan otot lengan dan
tungkai, pasien diminta untuk mempertahankan posisint melawan resistansi selama
beberapa periode. Kelemahan yang terjadi pada pemeriksaan ini disebut fatigabilitas.

3. Foto thorax X-Ray dan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya
pembesaran thymoma, yang umum terjadi pada MG
4. Pemeriksaan Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosis MG. Enzim
acetylcholinesterase memecah acetylcholine setelah otot distimulasi, mencegah
terjadinya perpanjangan respon otot terhadap suatu rangsangan saraf tunggal.
Edrophonium Chloride merupakan obat yang memblokir aksi dari enzim
acetylcholinesterase.

5. Electromyography (EMG) menggunakan elektroda untuk merangsang otot dan


mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang semakin melemah menandakan adanya
MG.

VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS

Myasthenia gravis merupakan gangguan neuromuskuler yang paling dapat diatasi.


Pemilihan metode terapi tergantung beberapa faktor seperti umur, kesehatan secara umum,
keparahan penyakit, dan derajat perkembangan penyakit.
Pengobatan
1. Anticholinesterase seperti neostigmine (Prostigmin) dan pyridostigmine (Mestinon)
biasanya diresepkan. Obat ini mencegah destruksi ACh dan meningkatkan akumulasi Ach
pada neuromuscular junctions, memperbaiki kemampuan kontraksi otot. Efek samping
itermasuk liur berlebihan, kontraksi otot involunter (fasciculation), nyeri abdomen, mual, dan
diare. Obat yang disebut kaolin dapat digunakan sebagai anticholinesterase untuk mengurangi
efek samping pada gastrointestinal.
2. Corticosteroids (e.g., prednisone) menekan antibody yang memblokir AChR pada
neuromuscular junction dan dapat digunakan bersamaan dengan anticholinesterase.
Kortikosteroid memperbaiki keadaan dalam beberapa minggu dan jika pemulihan sudah
stabil, dosis sebaiknya dikurangi secara perlahan (tapering off) Dosis rendah dapat digunakan
tidak terbatas untuk mengatasi MG, namun, efek samping seperti, ulkus gaster, osteoporosis,
peningkatan berat badan, gula darah meningkat, dan peningkatan resiko infeksi mungkin
muncul pada pemakaian jangka panjang
3. Immunosuppressants seperti azathioprine (Imuran) dan cyclophosphamide (Neosar)
dapat digunakan untuk menangani MG umum jika pengobatan lain gagal mengurangi gejala.
Efek Samping dapat berat dan termasuk penurunan sel darah putih, disfungsi liver, mual,
muntah, dan rambut gugur. Immunosuppressants tidak digunakan untuk menangani MG
congenital karena kondisi ini bukan terjadi disebabkan oleh disfungsi sistem imun.

Penatalaksanaan Lainnya
1. Plasmapheresis, atau pertukaran plasma, digunakan untuk memodifikasi malfungsi pada
sistem imun. Ini dapat digunakan pada gejala yang memburuk (eksaserbasi) atau persiapan
operasi thymectomy. Biasanya, 2 hinga 3 liter plasma dibuang dan diganti pada setiap
penangananm dimana memerlukan beberapa jam. Kebanyak pasien menjalani beberapa sesi
selama metode plasmapheresis berjalan. Plasmapheresis memperbaiki gejala MG dalam
beberapa hari dan perbaikan bertahan hingga 6-8 minggu. Resiko termasuk tekanan darah
rendah, pusing, penglihatan kabur, dan pembentukan bekuan darah (thrombosis).
2. Thymectomy merupakan operasi pembuangan kelenjar thymus. Biasanya dilakukan pada
pasien dengan tumor pada thymus (thymoma) dan pasien yang lebih muda dari umur 55
tahun dengan MG menyeluruh. Manfaat thymectomy berkembang secara perlahan dan
kebanyakan perbaikan terjadi selama bertahun-tahun setelah prosedur ini dilakukan.
Penatalaksanaan miastenia gravis ditentukan dengan meningkatkan fungsi pengobatan
pada obat antikolinesterase dan menurunkan serta mengeluarkan sirkulasi antibody.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
Keluhan utama : Kelemahan otot
Riwayat kesehatan : Diagnosa miasenia didasarkan pada riwayat dan pesentasi klinis.
Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan pasial setelah istirahat
sangatlah menunukkan miastenia gravis, pasien mugkin mengeluh kelemahan setelah
melakukan pekerjaan fisik yang sederhana . riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada
pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
B1 (Breathing)
Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut
B2 (Bleeding)
Hipotensi atau hipertensi, takikardi atau bradikardi
B3 (Brain)
Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau
dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
B4 (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
B5 ( Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.
B6 (Bone)
Gangguan aktifitas atau mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.

II. RENCANA KEPERAWATAN


Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji frekuensi nafas, kedalaman, Manifestasi distres pernafan
dan bunyi nafas tergantung pada indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan
umum
2. Catat adanya atau derajat dispnea.
2. Disfungsi pernafasan adalah variabel
Misalnya keluhan lapar udara. yang tergantung pada tahap proses
kronis selain proses akut yang
menimbulkan perawatan di rumah
sakit. Misalnya infeksi, reaksi alergi

3. Berikan oksigen tambahan 3. Memaksimalkan bernafas


4. Terapi fisik dada (drainase
4. Untuk memobilisasi sekresi dan
postural) penghisapan untuk mengeluarkan
sekret

Kelemahan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan otot otot volunter

INTERVENSI RASIONAL
Kaji faktor faktor penyebab 1. Untuk menentukan tindakan
keperawatan pada pasien
Kaji derajata mobilitas 0-4 2. Pasien mampu mandiri (nilai 0),
memerlukan bantuan dengan alat (nilai
1), dengan pengawasan dan
pengajaran (nilai 2), memerlukan
bantuan peralatan terus menerus (nilai
3), tergantung sepenunya dengan
asuhan (nilai 4)
3. Memaksimalkan kekuatan otot
3. Penggunaan medikasi 30 menit
sebelum makan
4. Untuk membantu mengurangi ptosis
4. Berikan perawatan mata

Bersih jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sputum, penurunan energi,
keletihan, kerusakan neuromuskular

INTERVENSI RASIONAL
1. Anjurkan pasien untuk
1. Menurunkan resiko aspirasi atau
mengosongan mulut dari benda/zat masuknya seseatu benda asing ke
tertentu jika fase aura terjadi dan faring
untuk mengindari rahang mengatup
jika kejang tanpa ditandai gejala
awal
2. Letakkan pasien pada posisi
2. Meningkatkan aliran drainase
miring, permukaan datar, miringkan (sekret), mencegah lidah jatuh dan
kepala selama serangan kejang menyumbat jalan nafas
3. Tanggalkan pakaian pada daerah
leher/dada dan abdomen 3. Ekspansi dada
4. Masukan spatel lidah/jalan napas
buatan atau gulungan benda lunak
4. Untuk membuka rahang, mencegah
sesuai dengan indikasi tergigitnya lidah, memfasilitasi saat
melakukan penghisapan lendir atau
memberi sokongan pada pernafasan
jika diperlukan. Jalan nafas buatan
mungkin diindikasikan setelah
meredanya aktifitas kejang, jika
pasien tersebut tidak sadar dan tidak
dapat mempertahankan posisi lidah
5. Lakukan penghisapan sesuai yang aman
indikasi 5. Menurunkan resiko aspirasi atau
6. Berikan tambahan oksigen asfiksia
6. Dapat meneurunkan hipoksia selebral
sebagaian dari sirkulasi yang
menurun atau oksigen sekunder
terhadap spasme vaskuler selama
serangan kejang

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, intubasi, paralis
otot

INTERVENSI RASIONAL
1. Lakukan perawatan mulut sebelum
1. Perawatan mulut dapat
dan sesudah makan meningkatkan asupan oral
2. Baringkan pasien tegak dengan
2. Posisi ini mengurangi aspirasi
kepala sedikit fleksi mendekati
waktu makan
3. Istirahat sebelum makan 3. Untuk menurunkan kelemahan otot
4. Untuk mempertahankan konsentrasi
4. Kurangi gangguan pada saat makan pasien saat menelan

5. Berikan makanan yang lunak dalam


5. Untuk memudahkan pasien menelan
bentuk kuah atau bentuk saus
6. Berikan penghargaan kecil terhadap
6. Penghargaan positif meningkatkan
kemampuan yang telah dicapai keyakinan dalam menelan
pasien 7. Karenan pada pagi hari otot otot
7. Tingkatkan asupan makanan pada menjadi kuat
pagi hari 8. Untuk mengembangkan rencana
8. Kolaborasi dengan tim gizi makan dan cairan

Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik,


rencana pengobatan, tindakan terhadap ketidak mampuan yang permanen, dan ancaman
kematian
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan informasi tentang: 1. Mengetahui apa yang diharapkan
Sifat kondisi dari tindakan medis dapat

Tujuan pengobatan yang mempermudah penyesuaian pasien


diprogramkan dan membantu menurunkan ansietas

Pemeriksaan diagnostik yang berhubungan dengan tindakan


medis tersebut
2. Mengidentifikasi rasa takut yang
spesifik membantu meminimalkan
2. Bantu pasien untuk mengungkapkan
perasaan berlebihan terhadap suatu
ketakutannya
ancaman

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E Marilyn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta
Effendi, Christantie, Niluh Gede Yasmin Asih. Keperawatan Medikal Bedak Klien Dengan
Gangguan Sistem Respirasi. 2004. EGC : Jakarta
Egram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1. EGC : Jakarta
Kim, Ja Mi, dkk. 1995. Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta
Mubarak, Iqbal Wahid, Nurul Chayati. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. EGC : Jakarta
Smeltzer, C Suzanne, Brenda G Bare. 2001. Keperawatan Mediakl Medah Brunner dan Suddarth
Ed. . EGC : Jakarta
Smeltzer, C Suzanne, Brenda G Bare. 2001. Keperawatan Mediakl Medah Brunner dan Suddarth Ed.
8. EGC : Jakarta
Syaifuddin. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat Ed. 2. EGC : Jakarta
MIASTENIA GRAVIS
A. Definisi

Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi neuromuskuler


pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer) . Karakteristik yang
muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot
volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002)

Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi


impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002)

Miastenia gravis (MG) ialah penyakit kronik Miastenia gravis merupakan bagian dari
penyakit neuromuskular. Miastenia gravis dlah gangguan yang mempengaruhi transmisi
neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang(volunter).
Miastenia grafis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit
neuromuskular dengan gabungan antar cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan
lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal) (price dan
wilson, 1995)

miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Miastenia gravis merupakan satu-
satunya penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan antara cepatnya terjadi
kelemahan otot-otot voluntar dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20
kali lebih lama dari normal)

Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan dan
kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor asetilkolin pada sambungan
neuromuskular. Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada
wanita 15 sampai 35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun. Miastenia gravis lebih banyak
terdapat pada wanita daripada pria (usia 40 tahun). Kalau penderita punya thymomas, justru
mayoritas pada pria dengan 50-60 tahun.. Meskipun begitu, gangguan tersebut bisa
mempengaruhi para pria atau wanita pada usia berapapun. Jarang, terjadi selama masa kanak-
kanak.

Miastenia Gravis adalah suatu penyakit autoimun dimana persambungan otot dan
saraf (neuromuscular junction) berfungsi secara tidak normal dan menyebabkan kelemahan
otot menahun.Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan biasanya mulai timbul pada
usia 20-40 tahun

Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan autoimun yang mengganggu
sistem sambungan saraf (synaps). Pada penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh atau
kekebalan akan menyerang sambungan saraf yang mengandung acetylcholine (ACh), yaitu
neurotransmiter yang mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf lainnya. Jika reseptor
mengalami gangguan maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga komunikasi antara sel
saraf dan otot terganggu dan menyebabkan kelemahan otot.

B. ETIOLOGI
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada
neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot akibat reaksi
autoimun. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang
merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson,
partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang
kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini
membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama
Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot. Kontraksi otot mengalami kerusakan
menyebabkan kelemahan otot.

Kadang kelemahan otot terjadi setelah sembuh dari suatu penyakit dan seringkali
timbul karena penuaan (sarkopenia). pada miastenia gravis, sistem kekebalan membentuk
antibodi yang menyerang reseptor yang terdapat di sisi otot dari neuromuscular junction.
Reseptor yang dirusak terutama adalah reseptror yang menerima sinyal saraf dengan bantuan
asetilkolin (bahan kimia yang mengantarkan impuls saraf melalui junction atau disebut juga
neurotransmiter). Apa yang menjadi penyebab tubuh menyerang asetilkolinnya sendiri, tidak
diketahui.Tetapi faktor genetik pada kelainan kekebalan tampaknya memegang peran yang
penting.Antibodi ini ikut dalam sirkulasi darah dan seorang ibu hamil yang menderita
miastenia gravis bisa melalui plasenta dan sampai ke janin yang dikandungnya. Pemindahan
antibodi ini bisa menyebabkan miastenia neonatus, dimana bayi memiliki kelemahan otot
yang akan menghilang beberapa hari sampai beberapa minggu setelah dilahirkan.

Gangguan tersebut kemungkinan dipicu oleh infeksi, operasi, atau penggunaan obat-
obatan tertentu, seperti nifedipine atau verapamil (digunakan untuk mengobati tekanan darah
tinggi), quinine (digunakan untuk mengobati malaria), dan procainamide (digunakan untuk
mengobati kelainan ritme jantung). Neonatal myasthenia terjadi pada 12% bayi yang
dilahirkan oleh wanita yang mengalami myasthenia gravis. Antibodi melawan acetylcholine,
yang beredar di dalam darah, bisa lewat dari wanita hamil terus ke plasenta menuju janin.
Pada beberapa kasus, bayi men galami kelemahan otot yang hilang beberapa hari sampai
beberapa minggu setelah lahir. Sisa 88% bayi tidak terkena.

Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat disebabkan:


pekerjaan fisik yang berlebihan
emosi
infeksi
melahirkan anak
progresif dari penyakit
obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin, neomisisn,
kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan
Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium

C. KLASIFIKASI

A. Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi

a. Kelompok I: Miastenia okular


Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak
ada kasus kematian
b. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan
Awitan( onset) lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka
dan bulbar. Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka
kematian rendah
c. Kelompok IIB: Miastenia umum sedang
Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat
dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria, disfagia, dan sukar
mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan miastenia gravis umum ringan. Otot-otot
pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktifitas
pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah
d. Kelompok III: Miastenia berat fulminan akut
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat disertai
mulai terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam
waktu 6 bulan. Respons terhadap obat buruk. Insiden krisis miastenik, kolinergik, maupun
krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi
e. Kelompok IV: Miastenia berat lanjut
Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan gejala-
gejala kelompok I atau II. Miastenia gravis berkembang secara perlahan-lahan atau secara
tiba-tiba. Respons terhadap obat dan prognosis buruk.
B. bentuk varian miastenia gravis, antara lain:
a. Miastenia neonates
Jenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang dari bulan. Jenis ini terjadi pada
bayi yang ibunya menderita miastenia gravis, dengan kemungkinan 1:8, dan disebabkan oleh
masuknya antibodi antireseptor asetilkolin ke dalam melalui plasenta
b. Miastenia anak-anak (juvenile myastenia)
Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia gravis pada dewasa
c. Miastenia congenital
Biasanya muncul pada saat tidak lama setelah bayi lahir. Tidak ada kelainan
imunologik dan antibodi antireseptor asetilkolin tidak ditemukan. Jenis ini biasanya tidak
progresif
d. Miastenia familial
Sebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang tidak jelas. Biasa terjadi
pada miastenia kongenital dan jarang terjadi pada miastenia gravis dewasa
e. Sindrom miastenik (Eaton-Lambert Syndrome)
Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh terganggunya
pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf. Sering kali berkaitan dengan karsinoma bronkus
(small-cell carsinoma). Gambaran kliniknya berbeda dengan miastenia gravis. Pada
umumnya penderita mengalami kelemahan otot-otot proksimal tanpa disertai atrofi, gejala-
gejala orofaringeal dan okular tidak mencolok, dan refleks tendo menurun atau negatif.
Seringkali penderita mengeluh mulutnya kering

f. Miastenia gravis antibodi-negatif


Kurang lebih daripada penderita miastenia gravis tidak menunjukkan adanya
antibodi. Pada umumnya keadaan demikian terdapat pada pria dari golongan I dan IIB. Tidak
adanya antibodi menunjukkan bahwa penderita tidak akan memberi respons terhadap
pemberian prednison, obat sitostatik, plasmaferesis, atau timektomi
g. Miastenia gravis terinduksi penisilamin
D-penisilamin (D-P) digunakan untuk mengobati arthritis rheumatoid, penyakit
Wilson, dan sistinuria. Setelah penderita menerima D-P beberapa bulan, penderita mengalami
miastenia gravis yang secara perlahan-lahan akan menghilang setelah D-P dihentikan
h. Botulisme
Botulisme merupakan akibat dari bakteri anaerob, Clostridium botulinum, yang
menghalangi pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf motorik. Akibatnya adalah paralisis
berat otot-otot skelet dalam waktu yang lama. Dari 8 jenis toksin botulinum, tipe A dan B
paling sering menimbulkan kasus botulisme. Tipe E terdapat pada ikan laut (see food).
Intoksikasi biasanya terjadi setelah makan makanan dalam kaleng yang tidak disterilisasi
secara sempurna.
Mula-mula timbul mual dan muntah, 12-36 jam sesudah terkena toksin. Kemudian
muncul pandangan kabur, disfagia, dan disartri. Pupil dapat dilatasi maksimal. Kelemahan
terjadi pola desendens selama 4-5 hari, kemudian mencapai tahap stabil (plateau). Paralisis
otot pernapasan dapat terjadi begitu cepat dan bersifat fatal. Pada kasus yang berat biasanya
terjadi kelemahan otot ocular dan lidah. Sebagian besar penderita mengalami disfungsi
otonom (mulut kering, konstipasi, retensi urin).

C. Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe :


a. Oeular miastenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada
kematian
b. Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet
dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik
Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak
memuaskan
c. Severe generalized myasthenia
Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progesi penyakit
biasanya komlit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurangmemuaskan, aktivitas penderita
terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma
Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia
gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi. Respon
terhadap obat dan prognosis jelek

d. Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat disebabkan:
pekerjaan fisik yang berlebihan
emosi
infeksi
melahirkan anak
progresif dari penyakit
obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin, neomisisn,
kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan
Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium
D. Manifestasi Klinik
Ptosis dan diplopia
Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang menimbulkan
kelopak mata turun (ptosis) dan diplopia ( penglihatan ganda ) ini karena otot mata lemah.
Mula timbul dengan ptosis unilateral atau bilateral. Setelah beberapa minggu sampai bulan,
ptosis dapat dilengkapi dengan diplopia (paralysis ocular). Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar
itu timbul setiap hari menjelang sore atau malam. Pada pagi hari orang sakit tidak diganggu
oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan bulbar dapat bangkit juga pada
pagi hari sehingga boleh dikatakan sepanjang hari orang sakit tidak terbebas dari kesulitan
penglihatan. Gejala ini biasanya intermitten, dan dapat hilang untuk beberapa minggu
kemudian terjadi kembali.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan ptosis unilateral atau bilateral, salah satu otot
okular paretik, paresis N III interna (reaksi pupil). Diagnosis dapat ditegakkan dengan
memperhatikan otot-otot levator palpebra kelopak mata. Walaupun otot levator palpebra jelas
lumpuh pada miastenia gravis, namun adakalanya masih bisa bergerak normal. Tetapi pada
tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia
gravis. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya
sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian
kesulitan berbicara (dysarthria) & kesulitan menelan (dsyphagia)
miastenia gravis menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring.Pada pemeriksaan
dapat ditemukan paresis N VII bilateral atau unilateral, kelemahan otot pengunyah, paresis
palatum mol/arkus faringeus/uvula/otot-otot farings dan lidah. Keadaan ini dapat
menyebabkan regurgitasi dan tersedak melalui hidung jika pasien mencoba menelan,
menimbulkan suara yang abnormal, atau suara nasal, dan pasien tidak mampu menutup mulut
yang dinamakan sebagai tanda rahang yang menggantung
suara parau ( disfonia ) dan otot leher yang lemah yang selalu membuat kepala cenderung
jatuh jatuh kedepan atau ke belakang
miastenia gravis menyerang otot-otot leher sehingga kepala harus ditegakkan dengan
tangan. Kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atrofi otot ringan
dapat ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih memburuk lagi.
Kelemahan diafragma dan otot-otot interkosal progressif menyebabkan gawat napas
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan
akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak mampu lagi membersihkan lendir.
gejala berat berupa melemahnya otot pernapasan (respiratory paralysis), yang biasanya
menyerang bayi yang baru lahir
Kelemahan menyeluruh biasanya bermula pada batang tubuh, lengan, tungkai dalam satu
tahun pertama onset
Otot lengan biasanya yang paling parah. Kelemahan otot cenderung memburuk setiap harinya,
terutama setelah aktivitas
Gejala-gejala ringan biasanya akan membaik setelah beristirahat, dengan memberikan
obat antikolinesterase. tetapi bisa muncul kembali bila otot kembali beraktifitas Penyakit
miastenia gravis ini bisa disembuhkan tergantung kerusakan sistem saraf yang dialami.
Gejala-gejala dapat menjadi lebih atau mengalami pemburukan ( eksaserbasi) oleh
sebab:
Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi selama siklus haid
atau gangguan fungsi tiroid.
Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan infeksi yang
disertai diare dan demam
Gangguan emosi, kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila mereka berada
dalam keadaan tegang
Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin untuk
mempermudah terjadinya kelemahan otot
GAMBAR PENYAKIT MIASTANIA GRAVIS PADA KELOPAK MATA
E. KRISIS PADA MIAESTANIA GRAVIS
Pada miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika ia tidak dapat menelan,
membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat-alat. Ada dua jenis
krisis, yaitu:

1. Krisis miastenik
Krisis miastenik yaitu keadaan dimana dibutuhkan antikolinesterase yang lebih
banyak. Keadaan ini dapat terjadi pada kasus yang tidak memperoleh obat secara cukup dan
dapat dicetuskan oleh infeksi.
Tindakan terhadap kasus demikian adalah sebagai berikut:
Kontrol jalan napas
Pemberian antikolinesterase
Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis
Bila pada krisis miastenik pasien tetap mendapat pernapasan buatan (respirator), obat-
obat antikolinesterase tidak diberikan terlebih dahulu, karena obat-obat ini dapat
memperbanyak sekresi saluran pernapasan dan dapat mempercepat terjadinya krisis
kolinergik. Setelah krisis terlampaui, obat-obat dapat mulai diberikan secara bertahap, dan
seringkali dosis dapat diturunkan.
2. Krisis kolinergik
Krisis kolinergik yaitu keadaan yang diakibatkan kelebihan obat-obat
antikolinesterase. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja telah minum obat
berlebihan, atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan karena terjadi remisi spontan.
Golongan ini sulit dikontrol dengan obat-obatan dan batas terapeutik antara dosis yang terlalu
sedikit dan dosis yang berlebihan sempit sekali. Respons mereka terhadap obat-obatan
seringkali hanya parsial.

Tindakan terhadap kasus demikianadalah sebagai berikut:


Kontrol jalan napas
Penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, dan dapat diberikan atropine 1 mg
intravena dan dapat diulang bila perlu. Jika diberikan atropine, pasien harus diawasi secara
ketat, karena secret saluran napas dapat menjadi kental sehingga sulit dihisap atau mungkin
gumpalan lender dapat menyumbat bronkus, menyebabkan atelektasis. Kemudian
antikolinesterase dapat diberikan lagi dengan dosis yang lebih rendah
Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis.
Untuk membedakan kedua tipe krisis tersebut dapat diberikan tensilon 2-5 mg intravena.
Obat ini akan memberikan perbaikan sementara pada krisis miastenik, tetapi tidak akan
memberikan perbaikan atau bahkan memperberat gejala-gejala krisis kolinergik.
F. PATOFISIOLOGI
Dasar ketidak normalan pada mestenia grafis adalah adanya kerusakan pada transmisi
impuls saraf menuju sel-sel otak karena kehilangan kemampuanatau hilangnya reseptor
normal membran postsinaps pada sambungan neuro muscular.
Otot kerangka atau otot lurik di persarafi oleh saraf besar bermielin yang berasal dari
sel kornum anterior medula spinalis dan batang otak. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya
dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke perifer. Masing-masing saraf memiliki
banyak sekali cabang dan mampu merangsan sekitar 2.000 serabut otot rangka. Gabungan
antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang di persarafi disebut unit motorik.
Meskipun setiap neuron motorik mempersarafi banyak serbut otot, tetapi setiap serabut otot
di persarafi oleh hanya satu neuron motorik(price dan wilson, 1995).
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan serabut
otot disebut sinaps neuromuskular dan hubungan neuromuskular. Hubungan neuromuskukar
merupakan suatu sinap kimia antara saraf dan otot yang terdiri atas tiga komponen dasar,
yaitu unsur prasinaps, elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200
A. Unsur prasinaps terdiri atas akson terminal dengan vesikel sinaps yang berisi asetilkolin
yang merupakan neurotransmiter.
Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal. Membran plasma akson
terminal diebut membran prasinaps. Unsur prosinaps terdiri dari membran membran post
sinaps ( post functional membrane ) atu lempeng akhir motorik serabut otot.
Membran post sinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang
dinamakan alur atau palung sinaps tempat akson terminal menonjol masuk ke dalamnya.
Bagian ini mempunyai banyak lipatan ( celah- celah subneular ) yang sangat menambah luas
permukaan. Membran post sinaps memiliki reseptor reseptor asetilkolin dan sanggup
menghasilkan potensial lempeng akhir yang selanjutny dapat mencetuskan potensial aksi
otot. pada membran post sinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan
asetilkolin yaitu asetilkolinerase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antara membran
pra sinaps dan post sinaps. Ruang tersebut terisi macam zat gelatin dan melalui gelatin ini
cairan ekstrasel dapat berdifusi.
Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular maka mebran akson terminal
prasinaps mengalami depolaisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps.
Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada
membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap
natrium maupun kalium pada membran postsinaps.
Infulks ion natrium dan pengeluaran ion kalium secara tiba-tiba menyebabkan
depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeg akhir (EPP). Jika EPP ini
mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan
dengan sarf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicu
serangkaian reaksi yang melibatkan kontraksi serabut otot. Setelah transmisi melewati
hubungan neuromuskular terjadi, asetilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase.
Pada orang normal jumlah asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk
menghasilkan potensial aksi. Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu.
Jumlah resiptor asekotilkolin berkurang, mungkin akibat cidera autoimun. Antibodi terhadap
protein reseptor asetilkolin banyak ditemukan dalam serum penderita miestenia gravis.
Akibat dari kerusakan reseptor primer atau sekunder oleh suatu agen primer yang belum di
kenal merupakan faktor yang penting nilainya dalam penentuan patogenesis yang tepat dari
miastenia gravis.
Pada klien miastenia gravis, secara makroskopis otot-ototnya tampak normal. Jika ada
atrofi, maka itu disebabkan karena otot tidak di pakai.secara mikroskopis beberapa kasus
dapat ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang
konsisten(price dan Wilson 1995).
Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular, maka
membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan
dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung
dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan
perubahan permeabilitas terhadap natrium dan kalium secara tiba-tiba menyebabkan
depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini
mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan
dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicu
serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi melewati
hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase
Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Abnormalitas dalam
penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate motorik dan bukan pada membran presinaps.
Membran postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak
antara membran presinaps dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin
dalam perjalanannya ke arah motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu
jumlah asetilkolin yang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan membran postsinaps motor end
plate menjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak dapat
berlangsung lama.
Kelainan kelenjar timus terjadi pada miastenia gravis. Meskipun secara radiologis
kelainan belum jelas terlihat karena terlalu kecil, tetapi secara histologik kelenjar timus pada
kebanyakan pasien menunjukkan adanya kelainan. Wanita muda cenderung menderita
hiperplasia timus, sedangkan pria yang lebih tua dengan neoplasma timus. Elektromiografi
menunjukkan penurunan amplitudo potensial unit motorik apabila otot dipergunakan terus-
menerus.

G. KOMPLIKASI
Bisa timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi
Pneumonia
Bullous death
H. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang mengalami
kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau kelemahan yang
meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang jika otot yang terkena
diistirahatkan.
Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan pengujian
guna memperkuat diagnosis.Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah
edrofonium. Jika obat ini disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan
memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia gravis.Orang diminta untuk melatih otot
yang terkena sampai capai. Kemudian mereka diberikan obat. Jika secara sementara dan
cepat memperbaiki kekuatan otot, didiagnosa myasthenia gravis adalah hal yang mungkin.
Tes diagnosa lainnya diperlukan untuk memastikan diagnosa. Mereka adalah:
Electromyography
penilaian fungsi otot dan saraf dengan cara perangsangan otot, kemudian merekam
kegiatan listrik mereka
tes darah untuk mendeteksi antibodi terhadap acetylcholine receptor dan kadangkala antibodi
lain hadir pada orang dengan gangguan tersebut. Tes darah juga dilakukan untuk memeriksa
gangguan lain
Computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) pada dada dilakukan
untuk menilai kelenjar thymus dan untuk memastikan apakah thymoma ada.Beberapa
penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang mungkin merupakan
penyebab dari kelainan fungsi sistem kekebalannya.

tes diagnostik lainnya :


A. Antibodi anti-reseptor asetilkolin
Antibodi ini spesifik untuk miastenia gravis, dengan demikian sangat berguna untuk
menegakkan diagnosis. Titer antibodi ini meninggi pada 90% penderita miastenia gravis
golongan IIA dan IIB, dan 70% penderita golongan I. Titer antibodi ini umumnya berkolerasi
dengan beratnya penyakit.
B. Antibodi anti-otot skelet (anti-striated muscle antibodi)
Antibodi ini ditemukan pada lebih dari 90% penderita dengan timoma dan lebih
kurang 30% penderita miastenia gravis. Penderita yang dalam serumnya tidak ada antibodi
ini dan juga tidak ada antibodi anti-reseptor asetilkolin, maka kemungkinan adanya timoma
adlah sangat kecil
C. Tes tensilon (edrofonium klorida)
Tensilon adalah suatu penghambat kolinesterase. Tes ini sangat bermanfaat apabila
pemeriksaan antibodi anti-reseptor asetilkolin tidak dapat dikerjakan, atau hasil
pemeriksaannya negatif sementara secara klinis masih tetap diduga adanya miastenia gravis.
Apabila tidak ada efek samping sesudah tes 1-2 mg intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg
tensilon.
Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya
dalam waktu 1 menit), menghilangnya ptosis, lengan dapat dipertahankan dalam posisi
abduksi lebih lama, dan meningkatnya kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung
lebih lama dari 5 menit. Jika diperoleh hasil yang positif, maka perlu dibuat diagnosis
banding antara miastenia gravis yang sesungguhnya dengan sindrom miastenik.
Penderita sindrom miastenik mempunyai gejala-gejala yang serupa dengan miastenia
gravis, tetapi penyebabnya ada kaitannya dengan proses patologis lain seperti diabetes,
kelainan tiroid, dan keganasan yang telah meluas. Usia timbulnya kedua penyakit ini
merupakan faktor pembeda yang penting. Penderita miastenia sejati biasanya muda,
sedangkan sindrom miastenik biasanya lebih tua. Gejala-gejala sindrom miastenik biasanya
akan hilang kalau patologi yang mendasari berhasil diatasi.Tes ini dapat dikombinasikan
dengan pemeriksaan EMG
D. Foto dada
Foto dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu dikerjakan, untuk melihat
apakah ada timoma. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan dengan sken tomografik
E. Tes Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes Wartenberg.
Penderita diminta menatap tanpa kedip suatu benda yang terletak di atas bidang kedua mata
beberapa lamanya. Pada miastenia gravis kelopak mata yang terkena menunjukkan ptosis.
F. Tes prostigmin
Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin sulfas disuntikkan
intramuskular atau subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala menghilang dan
tenaga membaik.
G. Test elektro fisiologis
untuk menunjukan rangsangan saraf berulang penurunan respon.

I. PENDIDIKAN PASIEN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN

a. Instruksikan pasien dan keluarga berkaitan dengan gejala krisis miastenia


b. Ajari pasien cara-cara untuk mencegah krisis dan memburuknya gejala
Hindari terpajan flu dan inveksi lain
Hindari panas atau dingin yang berlebihan
Beritahu pasien untuk menginformasikan pada dokter gigi tentang kondisi, karena
penggunaan prokain (navokaine) tidak ditoleransi dengan baik dan dapat mencetuskan krisis
Hindari kesedihan secara emosional
C. Ajari pasien dan keluarga berkaitan dengan penggunaan pengisap rumah
D. Tinjau kembali masa puncak obat dan bagaimana menjadwalkan akivitas untuk mendapatakn
hasil yang baik
E. Tekankan pentingnya priode istirahat yang terjadwal untuk menghindari keletihan
F. Anjurkan pasien untuk memakai gelang kewaspadaan medis.

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat antikolinestrase
dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi
1. obat Antikolinesterase
Obat-obatan kemungkinan digunakan untuk membantu meningkatkan kekuatan
dengan cepat atau untuk menekan reaksi autoimun dan memperlambat kemajuan gangguan
tersebut.
Dapat diberikan piridostigmin bromide (mestinon) 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau
neostigmin bromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara
lambat. Terapi kombinasi tidak menunjukkan hasil yang menyolok. Apabila diperlukan,
neostigmin metilsulfat dapat diberikan secara subkutan atau intramuskularis (15 mg per oral
setara dengan 1 mg subkutan/intramuskularis), didahului dengan pemberian atropin 0,5-1,0
mg. Neostigmin dapat menginaktifkan atau menghancurkan kolinesterase sehingga
asetilkolin tidak segera dihancurkan. Akibatnya aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati
normal, sedikitnya 80-90% dari kekuatan dan daya tahan semula. Pemberian antikolinesterase
akan sangat bermanfaat pada miastenia gravis golongan IIA dan IIB. Efek samping
pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi parasimpatis,termasuk konstriksi
pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan, berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronkial
berlebihan. Efek samping gastro intestinal (efek samping muskarinik) berupa kram atau diare
dapat diatasi dengan pemberian propantelin bromida atau atropin. Penting sekali bagi pasien-
pasien untuk menyadari bahwa gejala-gejala ini merupakan tanda terlalu banyak obat yang
diminum, sehingga dosis berikutnya harus dikurangi untuk menghindari krisis kolinergik.
Karena neostigmin cenderung paling mudah menimbulkan efek muskarinik, maka obat ini
dapat diberikan lebih dulu agar pasien mengerti bagaimana sesungguhnya efek smping
tersebut.
pyridostigmine (diminum), bisa meningkatkan kekuatan otot. Kapsul beraksi lama
tersedia untuk malam hari digunakan untuk membantu orang yang mengalami kelemahan
berat atau kesulitan menelan ketika mereka bangun di pagi hari. Dokter harus secara bertahap
menyesuaikan dosis tersebut, yang bisa meningkat selama peristiwa kelemahan. Meskipun
begitu, dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kelemahan yang sulit untuk dibedakan
dari penyebab gangguan tersebut. Juga, keefektifan obat-obatan ini bisa berkurang dengan
penggunaan jangka panjang. Peningkatan kelemahan, yang kemungkinan disebabkan
penurunan keefektifan obat tersebut, harus diteliti oleh dokter dengan keahlian mengobati
myasthenia gravis.
Efek samping yangs sering terjadi pada pyridostigmine termasuk kram perut dan
diare. Obat-obatan yang memperlambat kegiatan pada saluran pencernaan, seperti atropine
atau propantheline, kemungkinan diperlukan untuk menetralkan efek ini.
2. Terapi imunosupresif
ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan antibody
secara langsung dengan pertukaran plasma
a. Kortikostreoid
untuk menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang menghambat ,dokter
bisa juga meresepkan kortikosteroid, seperti prednison, atau immunosuppressant, seperti
cyclosporine atau azathioprine. Obat-obatan ini diminum. Kebanyakan orang membutuhkan
untuk menggunakan kortikosteroid dengan tidak terbatas. Ketika kortikosteroid mulai
diminum, gejala-gejala awalnya bisa memburuk, tetapi kemajuan terjadi dalam beberapa
bulan. Dosis tersebut kemudian dikurangi hingga dosis minimum yang masih efektif.
Kortokosteroid, ketika digunakan untuk waktu yang lama, bisa memiliki efek samping ringan
atau berat. Dengan demikian, azathioprine kemungkinan diberikan sehingga kortikosteroid
tersebut bisa dihentikan atau dosisnya dikurangi. Dengan azathioprine, perbaikan
memerlukan waktu sekitar 18 bulan
Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai untuk miastenia gravis, dan
diberikan sekali sehari secara selang-seling (alternate days) untuk menghindari efek samping.
Dosis awalnya harus kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10 mg/minggu) untuk
menghindari eksaserbasi sebagaimana halnya apabila obat dimulai dengan dosis tinggi.
Peningkatan dosis sampai gejala-gejala terkontrol atau dosis mencapai 120 mg secara selang-
seling. Pada kasus yang berat, prednisolon dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi,
setiap hari, dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat
segera memperoleh perbaikan klinis. Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium.
Apabila sudah ada perbaikan klinis maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5
mg/bulan) dengan tujuan memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian
prednisolon secara mendadak harus dihindari.
b. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang baik,
efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa gangguan
saluran cerna,peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5
mg/kg BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah
lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali.
Pemberian prednisolon bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan.
c. Timektomi
Jika thymoma ada, kelenjar thymus harus diangkat dengan cara operasi untuk
mencegah thymoma menyebar. Jika tidak terdapat thymoma, manfaat mengangkat kelenjar
thymus tidak pasti.
Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi) menyebabkan remisi
subtansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer timus.Perawatan pasca
operasi dan kontrol jalan napas harus benar-benar diperhatikan. Melemahnya penderita
beberapa hari pasca operasi dan tidak bermanfaatnya pemberian antikolinesterase sering kali
merupakan tanda adanya infeksi paru-paru. Hal ini harus segera diatasi dengan fisioterapi dan
antibiotik.
b. Plasmaferesis
pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara dalam titer
antibody. Ketika obat-obatan tidak menghasilkan keringanan atau ketika myasthenic crisis
terjadi, plasmapheresis kemungkinan digunakan. Pada plasmapheresis, zat beracun (pada
kasus ini, kelainan antibodi) disaring dari darah.
Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50 ml/kg BB.
Cara ini akan memberikan perbaikan yang jelas dalam waktu singkat. Plasmaferesis bila
dikombinasikan dengan pemberian obat imusupresan akan sangat bermanfaat bagi kasus yang
berat. Namun demikian belum ada bukti yang jelas bahwa terapi demikian ini dapat memberi
hasil yang baik sehingga penderita mampu hidup atau tinggal di rumah. Plasmaferesis
mungkin efektif padakrisi miastenik karena kemampuannya untuk membuang antibodi pada
reseptor asetilkolin, tetapi tidak bermanfaat pada penanganan kasus kronik
d. Cuci darah atau hemodialisis
dengan menyaring antibodi dan membuatnya tidak aktif lagi
e. Immune globulin
cairan berisi berbagai antibodi berbeda dikumpulkan dari kelompok donor.
kemungkinan diberikan dengan infus sekali sehari untuk 5 hari. Lebih dari dua pertiga orang
bertambah baik dalam 1 sampai 2 minggu, dan efeknya bisa berlangsung 1 sampai 2 bulan.
K. PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. ANAMNESA
Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
Keluhan utama yang sering menyebabkan klien miastenia gravis minta pertolongan
kesehatan sesuai kondisi dari adanya penurunan atau kelemahan otot-otot dengan manifestasi
diplopia (penglihatan ganda), ptosis ( jatuhnya kelopak mata, dapat gambar 8-4) merupakan
keluhan utama dari 90% klien miestenia gravis, disfonia (gangguan suara), masalah menelan,
dan menguyah makanan. Pada kondisi berat keluhan utama biasanya adalah ketidak
mampuan menutup rahang, ketidakmampuan batuk efektif, dan dispenia
RIWAYAT PENYAKIT SAAT INI
Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Keadaan ini
dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika klien mencoba menelan (otot-otot
palatum) menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal, dan klien tidak mampu
menutup mulut yang dinamakan sebagi tanda rahang menggantung
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah dan akhirnya
dapat berupa serangan dispenea dan klien tak lagi mampu membersihkan lendir dari trakea
dan cabang-cabangnya.Pada kasus lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang dan
terjadi kelemahan semua otot-otot rangka. Biasanya gejala-gejala miastenia gravis dapat
diredakan dengan beristirahat dan memberikan obat antikolinesterase
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit yang memperberat kondisi
miastenia grafis seperti hipertensi dan diabetes militus.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
kaji kemungkinan dari generasi terdahulu yang mempunyai persamaan dengan
keluhan klien saat ini
PENGKAJIAN PSIKO SOSIO SPIRITUAL
Klien miastenia gravis sering mengalami gangguan emosi dan kelemahan otot apabila
mereka berada dalam keadan tegang. Adanya kelemahan pada kelopak mata (ptosis), dilopia,
dan kerusakan dalam komunikasi verbal menyebabkan klien sering mengalami gangguan
citra diri.

b. PEMERIKSAAN FISIK
Seperti telah disebutkan sebelumnya, miastenia gravis diduga merupakan gangguan
autoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan
neuromuskular. Keadaan ini sering bermanifestasi sebagai penyakit yang berkembang
progresif lambat. Tetapi penyakit ini dapat tetap terlokalisasi pada sekelompok otot tertentu
saja. Karena perjalanan penyakitnya sangat berbeda pada masing-masisng klien, maka
prognosisnya sulit ditentukan

B1 (breathing)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk efektif, produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal
pernafasan akut dan peningkatan frekuensi pernafasan sering didapatkan pada klien yang
disertai adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronkhi dan stridor pada klien menandakan adanya akumulasi sekret pada jalan napas dan
penurunan kemampuan otot-otot pernapasan

B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan untuk memantau
perkembangan status kardiovaskuler, terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara
progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaikya status pernapasan,Hipotensi /
hipertensi, takikardi / bradikardi
B3(brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya. Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular,
jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
B4 (bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume
output urine,ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke
ginjal. Pemeriksaan lainnya berhubungan dengan Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi
urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
B5 (bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien miastenia gravis menurun karena ketidakmampuan menelan
maknan sekunder dari kelemahan otot-otot menelan.pemeriksaan lainnya berhubungan
dengan kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.
B6 (bone)
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan pada mobilitas dan
mengganggu aktifitas perawatan diri. Pemeriksaan lainnya berhubungan dengan Gangguan
aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.

Tingkat kesadaran
Biasanya pada kondisi awal kesadaran klien masih baik

Fungsi serebral
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara dan
observasi ekspresi wajah, aktifitas motorik yang mengalami perubhan seperti adanya
gangguan perilaku, alam perasaan, dan persepsi.

Pemeriksaan syaraf cranial


Saraf I : Biasanya pada klien epilepsi tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada
kelainan
Saraf II : Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering mengeluh adanya
penglihatan ganda
Saraf III, IV dan VI : Sering didaptkan adanya ptosis. Adanya oftalmoglegia (dapat dilihat
pada gambar 8-5), mimik dari pseudointernuklear oftalmoglegia akibat gangguan motorik
pada saraf VI
Saraf V : Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat kelumpuhan pada otot-otot
wajah.
SarafVII : Persepsi pengecapan teganggu akibat adanya gangguan motorik lidah/triple-
furrowed lidah
Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X : Ketidakmampuan dalam menelan
Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternoklidomastoideus dan trapezius
Saraf XII : Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi akibat kelemahan otot motorik
pada lidah/triple-furrowed lidah

Sistem motorik
Karakteristik utama miastenia gravis adalah kelemahan dari sistem motorik. Adanya
kelemahan umum pada otot-otot rangka memberikan manifestasi pada hambatan mobilitas
dan intoleransi aktivitas klien.

Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat
refleks pada respon normal.

Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada epilepsi biasanya didapatkan perasaan raba normal,
perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan


b. Gangguan aktifitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan

Diagnosa lain yang mungkin antara lain :


a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan peningkatan produksi
mokus dan penurunan kemampuan batuk efektif
b. Resiko tinggi aspirasi yang berhubungan dengan penurunan kontrol tersedak dan batuk
efektif
c. Gangguan pemenuhan nutrisi yang berhubungan dengan ketidakmampuan
d. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot volunter
e. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan
kata, gangguan neuromuskular, hilangnya kontrol tonus otot fasial atau oral
f. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan adanya ptosis, ketidakmampuan komunikasi
verbal

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi pola pernafasan klien kembali
efektif
Kriteria hasil: irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam bahasa normal, bunyi napas
terdengar jelas, respirator terpasang dengan optimal

Intervensi Rasional
Kaji kemampuan ventilasi Untuk klien dengan penurunan kapasitas
ventilasi, perawat mengkaji frekuensi
pernafasan, kedalaman, dan bunyi
nafas,pantau hasil tes paru-paru(volume
tidal, kapasitas vital, kekuatan ispirasi),
dengan interval yang sering dalam
mendeteksi masalah paru-paru,
sebelumperubahan kadar gas darah arteri
dan sebelum tampak gejala klinik

Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman Dengan mengkaji kwalitas, frekuensi, dan
pernapasan, laporkan setiap perubahan yang kedalaman pernafasan, kita dapat
terjadi mengetahui sejauh mana perubahan kondisi
klien

Baringkan klien dalam posisi yang nyaman Penurunan diagfragma memperluas daerah
dan dalam posisi duduk dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal

Observasi tanda-tanda vital(nadi,RR) Peningkatan RR dan takikardi merupakan


indikasi adanya penurunan fungsi paru

Lakukan auskultasi suara napas tiap2-4 jam Auskultasi dapat menentukn kelainan suara
napaspda bagian paru-paru
Kemungkinan akibat dari berkurangnya atau
tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah
satu dari paru-paru
Pada daerah kolaps paru suara bernafas
tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian
yang klolaps suara pernafasan tidak
terdengar dengan jelas
Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru
yang baik dan tidak adanya atelektasis paru

Bantu dan ajarkan klien untuh batukdan Menekan darah yang nyeri ketika batuk dan
napas dalam yang efektif napas dalam,. Penekanan otot otot serda
abdomen membuat batek lebih efekti paru

Kolaborasi untuk pemasanganreseptor Resiptor mengambil alih fungsi ventilasi


yang tergnggu akibatkelemahan dari otot-
otot pernapasan

Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik


umum, keletihan.

Tujuan: infeksi bronkhopulmonal dpat dikendalikan untuk menghilangkan edema inflamsi


dan memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak
memberikan dampak pada individu yang memiliki paru-paru normal, dapat berbahaya bagi
klien dengan PPOM

Intervensi Rasional

Kaji kemampuan klien dalam melakukan Menjadi data dasar dalam melakukan
aktifitas intervensi selanjutnya

Atur cara beraktifitas klien sesuai Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatan
kemampuan dan daya tahan. Menjdi partisipan dalam
pengobatan, klien harus belajar tentang
fakta-fakta dasar mengenai agen-agen
antikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaian
dosis, dan efek toksik. Dan yang penting
pada pengggunaan medikasi dengan tepat
waktu adalah ketegasan
Evaluasi kemampuan aktivitas motorik Menilai tingkat keberhasilan dari terapi
yang telah diberikan

Kesimpulan :
1. Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan dan
kelelahan otot yang bersifat progresif, dimulai dari otot mata dan berlanjut keseluruh tubuh
hingga ke otot pernapasan.
2. Miastenia gravis disebabkan oleh kerusakan reseptor asetilkolin pada hubungan
neuromuskular akibat penyakit otoimun.
3. Gejala utama miastenia gravis adalah kelemahan otot setelah mengeluarkan tenaga yang
sembuh kembali setelah istirahat.
4. Diagnosis miastenia gravis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan gambaran klinis,
serta tes diagnostik yang terdiri atas: antibodi anti-reseptor asetilkolin, antibodi anti-otot
skelet, tes tensilon, foto dada, tes wartenberg, dan tes prostigmin.
5. Pengobatan miastenia gravis adalah dengan menggunakan obat-obat antikolinesterase yang
kerjanya menghancurkan asetilkolin.

You might also like