You are on page 1of 15

LAPOPRAN PENDAHULUAN

FRAKTUR RADIUS ULNA

1.1 Pengertian
Fraktur adalah diskontinuitas atau kepatahan pada tulang baik bersifat terbuka
atau tertutup. Fraktur Radius ulna terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, yang dapat diabsorpsi (Sjamsuhidajat,
2005)

Patah tulang terbuka disebut juga dengan compound fracture tersebur


memiliki beberapa definisi dari masing-masing literatur. Salah satu pengertian
yang dikemukakan tersebut adalah keadaan patah tulang yang terjadi dengan
adanya hubungan antara jaringan tulang yang patah tersebut dengan
lingkungan eksternal dari kulit, sehingga dapat mengakibatkan infeksi
(Sjamsuhidajat, 2004).

Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna, pada


anak biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah
masih berhubungan satu sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii pada
orang dewasa biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering berupa
fraktur yang disertai dislokasi fragmen tulang.

Fraktur Radius adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai


jenis dan luasnya, terjadi pada tulang radius. Fraktur terjadi jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Patah tulang radius
terbagi atas :
a. Fraktur Suprakondilar Radius
b. Fraktur Interkondiler Radius
c. Fraktur Batang Radius
d. Fraktur Kolum Radius
(Brunner & Suddart, 2000)

1.2 Jenis Fraktur


a. Menurut jumlah garis fraktur :
1. Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
2. Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
3. Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
b. Menurut luas garis fraktur :
1. Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
2. Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
3. Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada
perubahan bentuk tulang)
c. Menurut bentuk fragmen :
1. Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
2. Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
3. Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
d. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
1. Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
a) Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit,
kontaminasi ringan, luka <1 cm.
b) Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
c) Luka besar sampai 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler,
kontaminasi besar.
2. Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)
(Charless, 2001)

1.3 Etiologi
a. Trauma
1. Langsung (kecelakaan lalulintas)
2. Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang )
b. Patologis : Metastase dari tulang
c. Degenerasi : Osteoporosis
d. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat
(Doenges, 2000)

1.4 Patofisiologi
Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai
cidera jaringan disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan.
Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan
sumsum tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak. Keadaan tersebut
menimbulkan perdarahan dan terbentuknya hematom dan jaringan nekrotik.
Terjadinya jaringan nekrotik pada jaringan sekitar fraktur tulang merangsang
respon inflamasi berupa vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit. Ketika terjadi
kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cidera. Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan tulang.
Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat mengalami regenerasi tanpa
menimbulkan bekas luka (Brunner dan Suddart, 2000)

Pathways

Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis

FRAKTUR

nyeri
Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang

Perub jaringan sekitar kerusakan frakmen tulang

Pergeseran frag Tlg laserasi kulit: spasme otot tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler

Kerusakan
integritas
kulit putus vena/arteri peningk tek kapiler reaksi stres klien
deformitas
perdarahan pelepasan histamin melepaskan katekolamin
gg. fungsi
protein plasma hilang memobilisai asam lemak
kehilangan volume cairan
edema bergab dg trombosit
Gg mobilitas
fisik Shock
hipivolemik emboli
penekanan pemb. drh
menyumbat pemb drh
penurunan perfusi jar

gg.perfusi
jaringan

Sumber : Doenges (2000)

1.5 Manifestasi Klinis


a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
f. Peningkatan temperatur local
g. Pergerakan abnormal
h. Echymosis
i. Kehilangan fungsi
(Mansjoer, Arif. 2000)

1.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal
(Charless, 2001)

1.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R :
1. Recognisi : riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur
2. Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang
3. Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan
4. Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara normal
b. Beberapa intervensi yang diperlukan
Intervensi Terapeutik atau konservatif
1. Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi
cidera sebelum memindahkan pasien. Pembebatan atau pembidaian
mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi adanya
komplikasi.
2. Immobilitas
Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan fragmen
yang dipersatukan dengan pemasangan gips.
3. Memberikan kompres dingin untuk menentukan perdarahan, edema dan
nyeri
4. Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk mencegah
syock.
5. Traksi untuk fraktur tulang panjang
Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan
immobilisasi fragmen tulang.
6. Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips
Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan anestesi
umum atau lokal.
c. Pemberian Diet
Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.
d. Intervensi farmakologis
1. Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan
untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup.
2. Anestesi dapat diberikan
3. Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada pasca
operasi
4. ATS diberikan pada pasien tulang complicated
e. Intervensi operatif
1. Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang
2. Reduksi Tertutup
Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual untuk
memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk
mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi. Diperlukan
suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna.
3. Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF
Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi
fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam tempat
fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
Fragmen tulang secara langsung terlihat dan alat fiksasinya digunakan
untuk memegang fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan
tulang dan dapat diangkat bila tulang sembuh. Setelah penutupan luka,
beban atau gips untuk stabilisasi dan sokong tambahan.

4. Penggantian endoprostetik
Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan digunakan bila
terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan adalah
penggantian tulang.
(Brunner dan Suddart, 2000)
f. Komplikasi
1. Umum :
a) Shock
b) Kerusakan organ
c) Kerusakan saraf
d) Emboli lemak
2. Dini:
a) Cedera arteri
b) Cedera kulit dan jaringan
c) Cedera partement syndrom.
3. Lanjut :
a) Stiffnes (kaku sendi)
b) Degenerasi sendi
g. Penyembuhan tulang terganggu :
1. Mal union : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya.
2. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
3. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
4. Cross union
(Mansjoer, Arif. 2000)
h. Tahap penyembuhan tulang
1. Hematoma :
a) Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom
b) Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat
c) Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama
penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi.
2. Proliferasi sel :
a) Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur
b) Sel ini menjadi prekusor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus,
lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang.
c) Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk
collar di ujung fraktur.
3. Pembentukan callus :
a) Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk
callus.
b) Terbentuk kartilago dan matrik tulang berasal dari pembentukan callus.
c) Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang
melebihi normal.
d) Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan,
sementara itu terus meluas melebihi garis fraktur.
4. Ossification
a) Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan
garam kalsium dan bersatu di ujung tulang.
b) Proses ossifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam
dan berakhir pada bagian tengah
c) Proses ini terjadi selama 3-10 minggu.
5. Consolidasi dan Remodelling
Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast
dan osteoklast.
(Charless, 2001)

2.1 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1) Perawat perlu menentukan : data biografi, riwayat terjadinya trauma
(bila tidak ada riwayat terjadi fraktur patologis) dimana terjadinya
trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma.
2) Obat-obatan yang sering digunakan
3) Kebiasaan minum-minuman keras
4) Nutrisi
5) Pekerjaan atau hobby
b. Pemeriksaan fisik
Head to toe , inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan
pasien, integritas kulit, nyeri.
c. Aktivitas atau istirahat
Ditujukan dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi, yang cenderung
pada bagian tengah yang disebabkan oleh fraktur sekunder bengkak pada
jaringan dan rasa nyeri.

d. Sirkulasi
Ditunjukkan dengan : hipertensi atau hipotensi, tachicardi yang
disebabkan karena respon stress atau hipovolemik, nadi berkurang atau
menurun lebih kecil pada bagian distal perlukan disebabkan karena
keterlambatan pengikatan pembuluh darah mempengaruhi bagian jaringan
menjadi bengkok hematom pada tempat perlukaan disebabkan adanya
darah ekstravaskuler berada pada daerah perlukaan.
e. Neurosensori
Ditunjukkan dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot : kaku
atau tak terasa (parestesi), perubahan total, pemendekan, kekakuan
abnormal, terpuntir, krepitasi, agitasi karena nyeri atau cemas.
f. Rasa nyaman
Tiba-tiba nyeri hebat pada tempat luka (mungkin lokasi pada jaringan atau
kerusakan tulang saat immobilisasi) nyeri ini disebabkan terputusnya
saraf, otot spasme setelah immobilisasi.
g. Keamanan
Kulit laserasi, perdarahan, perlukaan, lokasi bengkak.
h. Tempat fraktur dan sistem jaringan
1) Edema
2) Perubahan warna
3) Parestesia dengan numbness dan tingling karena ketidakseimbangan
aliran darah dalam pembuluh darah yang menuju berbagai organ atau
peningkatan tekanan jaringan
4) Nyeri akibat penimbunan darah sekitar tulang yang mengakibatkan
tertekannya saraf.
5) Kulit terbuka dan tertutup
Kulit terbuka apabila tulang sampai menembus kulit-kulit tertutup
apabila tulang masih berada didalam kulit
6) Krepitasi akibat sensasi yang berkertak : bunyi yang terdengar pada
saat kedua tulang saling bergerak
7) Perdarahan terjadi karena kerusakan pembuluh darah arteri dan vena
i. Sistem yang diperhatikan
1) Pallor atau pucat
Karena perdarahan yang banyak maka darah yang mengikat oksigen
dalam tubuh berkurang sehingga penurunan O2 di dalam jaringan.

2) Confusion
Perfusi darah yang ke otak menurun sehingga otak kekurangan O2 dan
mengganggu metabolisme otak yang mengakibatkan kebingungan.
3) Dyspnea
Terjadi pada fraktur terbuka, lemak berasal dari sumsum tulang atau
myelum masuk ke aliran darah terbuka sehingga dapat terjadi embolik
dan mengakibatkan sesak napas.
4) Shock
Terjadi saat hipovolemik karena kekurangan darah akibat pecahnya
arteri dari perdarahan
5) Diaphoresis atau keringat banyak
Akibat peningkatan metabolisme tubuh, untuk itu dibutuhkan energi
banyak hingga energi akan dipecah menjadi panas dan menimbulkan
banyak keringat.
6) Takut dan cemas karena perubahan status kesehatan
j. Psikososial yang perlu diperhatikan
Konsep diri karena adanya perubahan body image dan kelemahan
mobilitas fisik.
(Nanda, 2006)

2. Persiapan Pre Operasi


a. Diet
8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum
operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi dengan
anestesi umum. Pada pasien dengan anestesi local atau spinal anestesi
makanan ringan diperbolehkan.
b. Persiapan perut
Pemberian leukonol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah
saluran pencernaan atau pelvis daerah peripheral. Untuk pembedahan pada
saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari
menjelang operasi.
c. Persiapan kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran
dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur
bila perlu saja, lemak dan kotoran harus terbeba dari daerah kulit yang akan
dioperasi. Luas derah yang dicukur sekurang-kurangnya 10-20 cm2.

d. Pemeriksaan penunjang
Meliputi hasil laboratorium, foto rontgen, ECG,USG, dll.
e. Persetujuan operasi/informend consent
Izin tertulis dari pasien atau keluarga harus tersedia. Persetujuan bila
didapat dari keluarga dekat yaitu suami/istri, anak, mertua, orang tua dan
keluarga terdekat. Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai
wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa surat izin tertulis dari pasien
atau keluarga. Setelah dilakukan berbagai cara untuk mendapatkan kontak
dengan anggota keluarga pada sisa waktu yang masih mungkin.

3. Diagnosa keperawatan
a. Pre operasi
1) Nyeri berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria Hasil : klien mengatakan nyeri berkurang, ekspresi wajah
rileks, skala nyeri 2-3
Intervensi :
a) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri
b) Imobilisasi bagian yang sakit
c) Tinggikan dan dukung ekstrimitas yang terkena
d) Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
e) Berikan obat analgesic sesuai indikasi
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, imobilisasi.
Tujuan : mobilisasi fisik tidak terganggu
Kriteria Hasil : meningkatkn/mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi.
Intervensi :
a) Kaji derajat imobilisasi akibat cidera
b) Dorong partisipasi pada aktivitas teraupetik
c) Bantu dalam rentang gerak pasif/aktif
d) Ubah posisi secara periodik
e) Kolaborasi dengan ahli terapis/okupasi atau rehabilitasi medik
3) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan
dengan imobilisasi, penurunan sirkulasi, fraktur terbuka.
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria Hasil : klien memperlihatkan integritas kulit tetap baik
Intervensi :
a) Kaji kulit untuk luka terbuka terhadap benda asing, kemerahan,
perdarahan, perubahan warna.
b) Massage kulit, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
c) Ubah posisi dengan sering
d) Bersihkan kulit dengan air hangat/ NaCl
e) Lakukan perawatan luka dengan steril
4) Anxietas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan dan
hasil akir pembedahan.
Tujuan : cemas berkurang sampai dengan hilang
Krieteria Hasil : menggunakan mekanisme kopping yang efektif
Intervensi :
a) Kaji tingkat kecemasan klien (ringan, sedang, berat, panik)
b) Damping klien
c) Beri support system dan motivasi klien
d) Beri dorongan spiritual
e) Jelaskan jenis prosedur dan tindakan pengobatan
5) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan.
Tujuan :tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
Intervensi :
a) Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontiunitas
b) Kaji kulit yang terbuka terhadap peningkatan nyeri, rasa terbakar,
edema, erithema dan drainage/ bau tak sedap
c) Berikan perawatan kulit dengan steril dan antiseptik
d) Tutup dan ganti balutan dengan prinsip steril setiap hari
e) Berikan obat antibiotic sesuai indikasi

b. Post operasi
1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik /
luka pada jaringan.
Tujuan : Klien dapat mengontrol nyeri setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria hasil :
a) Melaporkan secara verbal nyeri berkurang
b) Ekspresi wajah nampak relaks
c) Skala nyeri berkurang
d) Tidak ada peningktan nadi dan respirasi
Intervensi
a) Observasi nyeri meliputi PQRST
b) Observasi respon non verbal karena ketidaknyamanan
c) Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan pasien merasa tidak
nyaman suhu, penerangan, lingkungan, bising
d) Posisikan klien pada posisi yang nyaman untuk mengurangi nyeri
e) Anjurkan pada klien untuk mengurangi faktor yang menyebabkan
peningkatan nyeri
f) Ajarkan teknik mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi nafas
dalam
g) Ajarkan teknik distraksi, relaksasi.
h) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgenik
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
musculoskeletal, cedera jaringan disekitar fraktur.
Tujuan : Kemampuan mobilitas meningkat setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria hasil :
a) Dapat melakukan ROM secara mandiri
b) Klien dapat meningkatkan fungsi tubuh yang sakit
Intervensi
a) Monitor status neurology, monitor kondisi kulit
b) Monitor kemampuan mobilisasi klien
c) Beri peyangga pada ektrimitas yang sakit ketika bergerak
d) Dorong klien untuk melakukan mobilitas secara bertahap
dan periodic
e) Bantu klien untuk latihan rentang gerak pada ektrimitas
yang sakit bila sudah sembuh
f) Pasang restrain
g) Jaga linen tetap bersih, kering
h) Anjurkan klien latihan di bed sesuai keadaan klien
i) Kolaborasi dengan fisioterapi untuk peningkatan latihan

3) Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,


kawat, sekrup)
Tujuan : Kerusakan jaringan tidak meluas setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria hasil :
a) Tidak ada oedema disekitar luka
b) Kulit disekitar luka tidak nampak kemerahan
c) Luka tidak memproduksi pus
Intervensi
a) Observasi karakteristik luka
b) Catat drainase yang keluar
c) Bersihkan luka dengan anti septic
d) Ajarkan klien atau keluarga membersihkan luka sesuai prosedur
e) Monitor untuk tanda-tanda infeksi
f) Inspeksi kulit dan membrane mokus untuk kemerahan panas atau
drainase
g) Pertahankan tempat tidur yang aman dan nyaman
4) Resiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya mikroorganisme
sekunder terhadap prosedur invasive / adanya luka.
Tujuan : Klien tetap mendapatkan status imun adekuat dan tidak ada
tanda-tanda infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada luka (dolor, tumor, kalor,
rubor dan fungsiolaesa)
b) Luka bersih
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal
d) Integritas kulit baik
e) Hasil laboratorium dalam batas normal
Intervensi :
a) Monitor TTV
b) Monitor tanda lokal dari infeksi
c) Anjurkan pada klien untuk tidak memegang bagian yang luka
d) Pertahankan pelaksanaan prosedur dengan teknik aseptik
e) Anjurkan keluarga menjaga kebersihan sekitar alat invasive
f) Laksanakan pemberian antibotik

5) Kurang perawatan diri mandi, toileting dan berpakaian berhubungan


dengan kerusakan muskuloskeletal sekunder akibat fraktur.
Tujuan : Kemampuan klien dalam perawatan diri mandi, toileting dan
berpakaian meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil : Dapat melakukan ADL secara mandiri
Intervensi
a) Monitor kemampuan mandi klien
b) Fasilitasi kebutuhan gosok gigi klien
c) Monitor kemampuan klien untuk toileting
d) Jaga privasi selama eliminasi
e) Kembalikan posisi klien setelah eliminasi
f) Bantu klien BAB/BAK
g) Monitor kemampuan berpakaian klien
h) Bantu klien dalam mengenakan baju
6) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada.
Tujuan : Klien dapat mengetahui tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatannya
Kriteria Hasil : Klien tampak tenang
Intervensi :
a) Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.
b) Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi
fisik.
c) Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerlukan evaluasi medik
(nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)
d) Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila
diperlukan
(Suradi, 2001)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC: 2000.

Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC, 2001.

Charless J Meeves, Keperawatan Medika Bedah, Jakarta. Salemba Medika, 2001.

Doenges, Marlyn E. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC,


2000.

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Medika Aesculapius, 2000.

Nanda, Nursing Diagnosis Definition and Classification, 2006.

Suradi, Yuliam Rita, Asuhan Keperawatan. Jakarta, 2001.

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR RADIUS ULNA
Oleh :
NOVYKASARI
NPM. 16149011100

UNIVERISTAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS A KEPERAWATAN
BANJARMASIN, 2016

You might also like