You are on page 1of 5
REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KEPUTUSAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK. 6982/Menhut-VII/IPSDH/2014 TENTANG PENETAPAN PETA INDIKATIF PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU PEMANFAATAN HUTAN, PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DAN PERUBAHAN. PERUNTUKAN KAWASAN HUTAN DAN AREAL PENGGUNAAN LAIN (REVISI VII) MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelesaikan berbagai upaya penyempurnaan tata kelola hutan dan lahan gambut yang tengah berlangsung untuk penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, telah diterbitkan — Instruksi Presiden RI No. 6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut sebagai kelanjutan dari Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2011; b. bahwa berdasarkan diktum KETIGA huruf d, huruf e dan Diktum KEEMPAT Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2013, Menteri Kehutanan melakukan revisi dan menetapkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru setiap 6 (enam) bulan sekali; ©. bahwa dengan terbitnya Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 121/P/2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pembentukan Kabinet Kerja 2014-2019, maka Kementerian Kehutanan berubah menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; d, bahwa Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru sesuai Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 3706/Menhut-VII/IPSDH/2014 tanggal 13 Mei 2014 telah berlaku selama 6 (enam) bulan, sehingga perlu dilakukan revisl; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu menetapkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Penetapan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain (Revisi VII). Mengingat 1, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004; 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua; 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; 5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah beserta Penjelasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; 6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 7. Undang-Undang ... Memperhatikan ae 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009; 10.Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian U rusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan sebagalmana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2012; 14. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012; 15.Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja; 16.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, ‘Tugas dan Fungsl Eselon I sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 135 Tahun 2014; 17. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 40/Menhut-II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P, 33/Menhut-I1/2012; 18. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.47/Menhut-II/2013 tentang Pedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi; 19.Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Kepala Badan Pertanahan Nasional, Kepala Badan Informasi Geospasial dan Ketua Satuan Tugas REDD+ No. SKB.1/Menhut-II/Kum/2012, _No.1126/Kpts/OT.160/ 3/2012, No.4/SKB-100/I11/2012 dan No.12/KA.BIG/RT/03/2012 tanggal 30 Maret 2012 tentang Pembentukan Tim Teknis Gabungan Pembuatan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru. Hasil_pembahasan teknis yang melibatkan unsur dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Badan Informasi Geospasial, dan Badan Pertanahan Nasional pada tanggal 4 November 2014 serta hasil koordinasi Tim Teknis Gabungan Pempbuatan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru. MEMUTUSKAN ... Menetapkan KESATU KEDUA KETIGA KEEMPAT KELIMA KEENAM KETUJUH MEMUTUSKAN: : KEPUTUSAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN ‘TENTANG PENETAPAN PETA INDIKATIF PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU PEMANFAATAN HUTAN, PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DAN PERUBAHAN PERUNTUKAN KAWASAN HUTAN DAN AREAL PENGGUNAAN LAIN (REVISI VII) : Menetapkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain (Revisi VII) sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini dengan skala 1:250.000. : Peta Indikatif Penundaan Pemberlan Izin Baru pada Areal Penggunaan Lain yang berada di dalam peta indikatif sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU, skalanya disesuaikan dengan ketersediaan data perizinan di instansi teknis. : Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan skala 1:250.000 sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU ditandatangani oleh Direktur Jenderal Planologi Kehutanan atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. : Penundaan pemberian izin baru sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU ‘meliputi : a. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu; b. Izin pemungutan hasil hutan kayu; . Tzin penggunaan kawasan hutan; dan d, Perubahan peruntukan kawasan hutan. : Penundaan pemberian izin baru perubahan peruntukan kawasan hutan sebagalmana dimaksud dalam Amar KEEMPAT huruf d tidak berlaku dalam perubahan peruntukan kawasan hutan terkalt dengan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi. : a, Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru pada kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU dilakukan revisi setiap 6 (enam) bulan sekali. b. Revisi peta indikatif sebagaimana dimaksud pada huruf a dikoordinasikan oleh Direktur Jenderal Planologi Kehutanan. . Penetapan peta indikatif hasil revisi sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan oleh Direktur Jenderal Planologi Kehutanan atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. : Revisi Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru dilakukan dengan memperhatikan : a. Hasil survei kondisi fis lapangan; b. Perubahan tata ruang; . Data dan informasi penutupan lahan terkini; d, Masukan dari masyarakat; KEDELAPAN ... KEDELAPAN KESEMBILAN KESEPULUH KESEBELAS KEDUABELAS KETIGABELAS Dalam hal terdapat indikasi perbedaan antara Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU dengan kondis! fisik lapangan, dapat dilakukan Klarifikasi lapangan melalui : Survel lahan gambut oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan ‘Sumber Daya Lahan Pertanian, Kementerian Pertanian yang mengacu SNI 7925:2013; Survei_hutan alam primer oleh Dinas Provinsi yang membidangi Kehutanan, dengan menyertakan Dinas Kabupaten yang membidangi Kehutanan dan Perguruan Tinggi yang mempunyai disiplin ilmu di bidang kehutanan dilengkap! dengan hasil penafsiran citra satelit resolusi tinggi sebagai informasi awal sebelum survei ke lapangan. : Dalam hal hasil survei kondisi fisik lapangan sebagalmana dimaksud dalam ‘Amar KEDELAPAN diperoleh hasil : b. Bukan berupa gambut dan/atau bukan hutan alam primer, maka areal tersebut dapat diberikan izin baru. Berupa gambut dan/atau hutan alam primer, maka areal tersebut menjadi areal yang ditunda pemberian izin baru, Pengumpulan data sebagai bahan revisi Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru dapat dilakukan oleh Tim Teknis Gabungan Pembuatan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru melalui survel ke lapangan untuk memperoleh gambaran kondisifisik lapangan terhadap hasil masukan masyarakat. Pengumpulan data sebagaimana dimaksud huruf a dapat dibantu oleh Tim Monitoring dan Evaluasi Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru yang dibentuk di daerah. Pada areal perizinan yang sudah habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang/tidak diperbaharul, maka izin baru tidak dapat diterbitkan kecuali. pada areal bukan hutan alam primer dan/atau bukan lahan gambut; Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi, harus tetap berpedoman pada Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru sebagaimana dimaksud pada Amar KESATU; Lzin lokasi di areal hutan alam primer atau lahan gambut yang terbit sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011, tetapi tidak ditindaklanjuti dan atau telah melewati batas berlakunya, maka areal tersebut menjadi areal penundaan pemberian izin baru. : Amar KEDELAPAN, KESEMBILAN dan KESEPULUH digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemutakhiran Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru selanjutnya, : Gubernur dan Bupati/Walikota dalam menerbitkan rekomendasi dan penerbitan izin lokasi baru wajib berpedoman pada Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU. KEEMPATBELAS ... KEEMPATBELAS : a. Peta Indikatif sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU tidak berlaku terhadap lokasi yang telah mendapat : 1) zin prinsip dari Menteri Kehutanan pada kawasan hutan yang diterbitkan sebelum Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 dan masa berlaku belum berakhir. 2) Perizinan atau titel hak dari pejabat berwenang sesuai peraturan perundang-undangan pada Areal Penggunaan Lain (APL) atau bukan kawasan hutan yang diterbitkan sebelum Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011. b. Lokasi yang telah mendapat perizinan atau titel hak sebagalmana dimaksud pada huruf a digunakan sebagai bahan revisi Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru. KELIMABELAS Dengan ditetapkannya Keputusan inl, maka Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 3706/Menhut-VII/IPSDH/2014 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. KEENAMBELAS —:_ Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 November 2014 A.n, MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN, ~ttd- DR. IR. BAMBANG SOEPLJANTO, MM NIP, 19561215 198203 1 002 Salinan sesuai dengan astinya KEPALA BAGIAN HUKUM DAN KERJASAMA TEKNIK, ETYO, SH., M.HUM., C.N NIP, 19580401 19603 1 002 Salinan Keputusan in{{disampaikan kepada: 1. Menteri Lingkunggn Hidup dan Kehutanan. 2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. 3, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Menteri Pertanian, Menteri Dalam Negeri. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional. ._Kepala Badan Informasi Geospasial. 10. Kepala Badan Pengelola REDD+. 11, Direktur Jenderal/Kepala Badan lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 12. Para Gubernur di seluruh Indonesia. 13.Para Bupat/Wallkota di seluruh Indonesia. penoms

You might also like