You are on page 1of 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem saraf otonom bekerja menghantarkan rangsang dari SSP ke otot polos, otot
jantung dan kelenjar. Sistem saraf otonom merupakan saraf eferen (motorik), dan merupakan
bagian dari saraf perifer. Sistem saraf otonom iniu dibagi dalam 2 bagian, yaitu sistem saraf
simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Pada umumnya jika fungsi salah satu sistem
dirangsang maka sistem yang lain akan dihambat.
Seluruh aktifitas didalam tubuh manusia di atur oleh sistem saraf. Dengan kata lain,
sistem saraf berperan dalam pengontrolan tubuh manusia. Denyut jantung, pernafasan,
pencernaan, dan urinaria dikontrol oleh sisrem saraf. Sistem saraf juga mengatur aliran darah,
dan konsentrasi osmotik darah
Sistem koordinasi merupakan suatu sitem yang mengatur kerja semua sistem organ agar
dapat bekerja secara serasi. Sistem koordinasi itu bekerja untuk menerima rangsangan,
mengolahnya dan kemudian meneruskan nya untuk menanggapi rangsangan. Setiap
rangsangan-rangsangan yang kita terima melalui indra kita, akan diolah diotak. Kemudian
otak akan meneruskan rangsangan tersebut ke organ yang bersangkutan.
Anestesi adalah suatu tindakan menahan rasa sakit ketika meelakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Istilah anestesi pertama
kali di gunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun1846. Ada beberapa
anestesi yang menyebabkan hilangnya kesadaran sedangkan jenis yang lain hanya
menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakaianya tetap sadar. Dan pembiusan
lokal adalah suatu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan
tampa menyebabkan manusiakehilangan kesadaran.Obat bius ini bila di gunakan dalam
oprasi tidak membuat lama waktu penyembuhkan oprasi.Anestesi hanya di lakukan oleh
dokter spesialis anestesi atau anestesiologis.Dokter spesialis anestesiologis selama
pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-waktudapat terjadi
perubahanyang memerlukan penanganan secepatnya.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Obat Syaraf Otonom
2. Pembagian Obat Otonomik

1
3. Mekanisme Kerja Obat Otonomik Pengertian Obat Susunan Syaraf Pusat
4. Pembagian Obat Susunan Syaraf Pusat
5. Pengertian Obat Anestesi
6. Pembagian Obat Anestesi
7. Mekanisme Kerja Obat Anestesi

C. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih luas
lagi tentang obat-obat syaraf otonom, obat-obat Anestesi, dan obat-obat syaraf pusat.

BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

Obat Syaraf Otonom


2
A. Pengertian Obat Syaraf Otonom
Obat saraf otonom adalah obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls dalam
SSO dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian
neurotransmiter atau mempengaruhi kerjanya atas reseptor khusus.
B. Pembagian Obat Otonomik
1. Menurut khasiatnya, obat otonomik dibagi menjadi :
a. Zat yang bekerja terhadap SSO, yaitu :
1) Simpatomimetika ( adrenergika )
Obat ini disebut obat adrenergika karena efek yang ditimbulkannya mirip efek
neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin (dikenal juga sebagai obat
noradrenergik dan adrenergik atau simpatik atau simpatomimetik). Kerja obat
adrenergik dibagi dalam 6 jenis yaitu:
1. perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darahn kulit dan mukosa,
kelenjar liur dan keringat
2. penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah
otot rangka
3. perangsangan jantung dengan akibat peningkatan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi
4. perangsangan SSP seperti peningkatan pernafasan, kewaspadaan, dan
pengurangan nafsu makan
5. efek metabolik mislnya peningkatan glikogenolisisdi hati dan otot, lipolisis
dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
6. efek endokrin misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormon
hipofisis.

Contoh Obat Adrenergika


(1) Epineprin
(2) Norepineprin
(3) Isoproterenol
(4) Dopamin
(5) Dobutamin
(6) Amfetamin
(7) Metamfenamin
(8) Efedrin
(9) Metoksamin
2) Simpatolitika ( adrenolitika )
Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat yang menghambat
perangsangan adrenergik.
Efek Simpatoli
a) Menurunkan tekanan darah (vasodilatasi)
b) Menurunkan denyut nadi
c) Konstriksi bronkiolus

3
d) Kontraksi uterus
e) Reseptor adrenergik: alfa1, beta1 dan beta2
Berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi :
1) Penghambat adrenoseptor (adrenoseptor bloker).
yaitu obat yang menduduki adrenoseptor baik alfa (a) maupun beta (b)
sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergik.
Penghambat adrenoseptor ini dibagi menjadi dua yaitu :
Antagonis adrenoseptor alfa (alfa bloker)
Alfa bloker menduduki adrenoseptor alfa sehingga menghalangi untuk
berinteraksi dengan obat adrenergik atau rangsangan adrenergik.
Efek vasodilatasi TD turun, dan terjadi reflek stimulasi jantung
Efek samping: hipotensi postural
Obat yang termasuk alfa bloker adalah derivat haloalkilamin (dibenamid dan
fenoksibenzamin), derivat imidazolin (tolazolin, fentolamin), prazosin dan alfa
bloker lain misalnya derivat alkaloid ergot dan yohimbin. Indikasi alfabloker
adalah hipertensi, feokromositoma, fenomen Raynaud dan syok.
Antagonis adrenoseptor beta (beta bloker)
Menghambat secara kompetitif obat adrenergik NE dan Epi (eksogen dan
endogen) pada adrenosptor beta
Asebutolol, metoprolol, atenolol dan bisoprolol beta bloker kardioselektif
(afinitas lebih tinggi pada reseptor beta1 daripada beta2)
Efek: denjut dan kontraksi jantung , TD ,
Sediaan: propanolol, alprenolol, oksprenolol, metoprolol, bisoprolol,
asebutolol, pindolol, nadolol, atenolol
Efek samping: gagal jantung, bradiaritmia, bronkospasme, gangguan
sirkulasi perifer, gejala putus obat (infark, aritmia), hipoglikemia, gangguan tidur,
mimpi buruk, insomnia
Obat yang termasuk beta bloker adalah isoproterenol, propanolol,
asetabutolol, timolol, atenolol, oksiprenolol dan sebagainya
2) Penghambat saraf adrenergik
yaitu obat yang mengurangi respons sel efektor terhadap perangsangan saraf
adrenergik. Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis, penyimpanan,
dan pelepasan neurotransmitter. Obat yang termasuk penghambat saraf
adrenergik adalah guanetidinbetanidin, guanadrel, bretilium, dan reserpin.
Semua obat golongan ini umumnya dipakai sebagai antihipertensi.
3) Penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral.

4
yaitu obat yang menghambat perangsangan adrenergik di SSP.Obat
penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral yaitu klonidin dan
metildopa yang dipakai sebagai obat antihipertensi.
3) Parasimpatomimetika ( kolinergika )
Obat yang merangsang organ-organ yang dilayani saraf parasimpatik dan meniru
efek perangsangan dengan asetilkolin.
Penggolongan Kolinergik
a. Cholinester (asetil kolin, metakolin, karbakol, betanekol)
b. Cholinesterase inhibitor (eserin, prostigmin, dilsopropil fluorofosfat)
c. Alkaloid yang berkasiat seperti asetikolin (muskarin, pilokarpin, arekolin)
Farmakodinamik Kolinergik
a. Meningkatkan TD
b. Meningkatkan denyut nadi
c. Meningkatkan kontraksi saluran kemih
d. Meningkatkan peristaltik
e. Konstriksi bronkiolus (kontra indikasi asma bronkiolus)
f. Konstriksi pupil mata (miosis)
Efek Samping
a. Asma bronkial dan ulcus peptikum (kontraindikasi)
b. Iskemia jantung, fibrilasi atrium
c. Toksin; antidotum atropin dan epineprin

Indikasi
a. Ester kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat),
meteorismus, (kembung), retensio urine, glaukoma, paralitic ileus,
intoksikasi atropin/ alkaloid beladona, faeokromositoma
b. Antikolinesterase: atonia otot polos (pasca bedah, toksik), miotika (setelah
pemberian atropin pd funduskopi), diagnosis dan pengobatan miastemia
gravis (defisiensi kolinergik sinap), penyakit Alzheimer (defisiensi
kolinergik sentral)
4) Parasimpatolitika ( antikolinergika )
Obat antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik, parasimpatolitik,
penghambat parasimpatis). Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar
bekerja lebih selektif dan mengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan.
Beberapa jenis obat antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai
sebagai antispasmodik, propantelin bromida dipakai untuk menghambat ulkus
peptikum, karamifen digunakan untuk penyakit parkinson.
Efek Anti Kolinergik
a. Meningkatkan denyut nadi
b. Mengurangi sekresi mukus
c. Menurunkan peristaltik
5
d. Meningkatkan retensi urine
e. Dilatasi pupil mata (midriasis)
Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona,
oksifenonium bromida dan sebagainya. Atropin
a. Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen
b. SSP merangsang n.vagus frekuensi jantung berkurang
c. Mata midriasis
d. Saluran nafas mengurangi sekret hidung, mulut, farink dan bronkus
e. Kardiovaskuler frekuensi berkurang
f. Saluran cerna antispasmodik (menghambat peristaltik lambung dan usus)
g. Otot polos dilatasi saluran kemih
h. Eksokrin saliva, bronkus, keringat kering
i. Atropin mudah diserap, hati2 untuk tetes mata masuk hidung absorbsi
sistemik keracunan
Efek samping
Mulut kering, gangguan miksi, meteorismus, dimensia, retensio urin, muka
merah Indikasi Penggunaan obat ini untuk merangsang susunan saraf pusat
(merangsang nafas, pusat vasomotor dan sebagainya, antiparkinson), mata
(midriasis dan sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret hidung, mulut,
faring dan bronkus, sistem kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak
jantung, tak berpengaruh terhadap tekanan darah), saluran cerna (menghambat
peristaltik usus/antispasmodik, menghambat sekresi liur dan menghambat sekresi
asam lambung).
C. Mekanisme Kerja Obat Otonomik
1. Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral/transmitor dengan cara
menghambat atau mengintensifkannya.
2. Mekanisme kerja obat otonomik timbul akibat interaksi obat dengan reseptor pada sel
organisme.
3. Terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas oleh obat
tersebut

6
Obat Susunan Syaraf Pusat
A. Pengertian Obat Susunan Syaraf Pusat
Sistem saraf adalah satu dari dua sistem kontrol pada tubuh, yang lain adalah sistem
endokrin. Secara umum, sistem saraf mengkoordinasikan respons-respons yang cepat,
sementara sistem endokrin mengatur aktivitas yang lebih memerlukan durasi daripada
kecepatan. Sistem saraf terdiri dari susunan/sistem saraf pusat (SSP), yang mencakup
otak dan korda spinalis, dan sistem saraf perifer, yang mencakup serat-serat saraf yang
membawa informasi ke (divisi aferen) dan dari (divisi eferen) SSP. Terdapat tiga kelas
neuron: neuron aferen, neuron eferen, dan antarneuron yang membentuk sel dapat
dirangsang pada sistem saraf. Neuron aferen memberitahu SSP mengenai kondisi
lingkungan eksternal dan internal. Neuron eferen membawa instruksi dari SSP ke organ
efektor, yaitu otot dan kelenjar. Antarneuron berperan mengintegrasikan informasi aferen
dan memformulasikan respons eferen, serta untuk fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi
yang berkaitan dengan pikiran.

B. Pembagian system saraf


Sistem saraf terbagi menjadi dua kelompok yaitu :
1. SSP otak dan sumsum tulang
2. Sistem saraf perifer saraf-saraf motoris dan saraf-saraf sensoris

C. Obat susunan saraf pusat


Obat yang merangsang atau menghambat aktivitas SSP secara spesifik atau secara umum.
Klasifikasi obat perangsang ssp meliputi :
a) Anastetik umum
b) Anastetik local
c) Hipnotik-sedatif dan alcohol
d) Psikotropik
e) Antikonvulsi
f) Obat penyakit parkinson dan pelemas otot yang bekerja sentral
g) Analgesik opioid dan antagonis
h) Perangsang SSP

D. Mekanisme Kerja

7
1. Secara fisis, obat diperkirakan melarut dalam lapiran lemak dari membran sel, juga
dengan proses osmosis yang menarik air dan sekitarnya.
2. Secara kimiawi, contoh antasida, seperti natrium bikarbonat, alumunium dan
magnesium hidroksida dapat mengikat kelebihan asam lambung melalui reaksi
netralisasi kimiawi.
3. Proses metabolisme, antibiotika yang mengganggu pembentukan dinding sel kuman
sintesis protein atau metabolisme asam nukleat.
4. Cara kompetisi : kompetisi untuk reseptor spesifik atau untuk enzim.
Obat saraf Pusat (SSP) Efek perangsangan susunan saraf pusat tersebut (SSP) baik oleh obat
dari alam atau sintetuk. Beberapa obat memperhatikan efek perangsang SSP yang nyata
dalam dosis toksis sedangkan yang lain berefek sebagai efek samping.

Jenis obat yang bekerja terhadap SSP dibagi menjadi :


1. Psikofarma (psikotrapika) yang meliputi :
a. Psikoleptika : jenis obat yang ada pada umumnya menekan fungsi tertentu dari SSP
yakni hipnotika,sedative,transquilizerrs dan anti psikotika.
b. Psiko analeptika : obat yang menstimulasi seluruh SSP yakni anti depresiva,
psikostimulansia
2. Jenis obat untuk gangguan neurologist, seperti antiepileptika
3. Jenis obat yang menghalau atau memblokir perasaan sakit analgetika.
4. Jenis obat vertigo dan migraine

A. OBAT ANASTETIK UMUM


Obat yang dapat menimbulkan anastesia atau narkosa, yakni suatu keadaan depresi umum
dari berbagai pusat di SSP yang bersifat refersibel, dimana seluruh perasaan dan
kesadaran ditiadakan, sehinggaagak mirip dengan keadaan pingsan.
Obat anatetik umum dibagi menurut bentuk fisiknya menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Anastetik gas
2. Anastetik menguap
3. Anstetik yang diberikan secara IV
Efek samping
Hampir semua anastetika inhalasi mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang
terpenting adalah:
Menekan pernapasan yamg pada anastesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan,
enfluran, dan isoluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
Menekan sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran, isofluran.

8
Efek anestetik umum, biasanya pemberian pada intravena propofol (2mg/kg)
menginduksi anestesi secara cepat seperti tiopental terdapat rasa nyeri yang kadang-
kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan plebitis atau trombosis.
Mekanisme keja
Sebagai anestetik inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat
berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun
menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang cepat, obat ini pada permulaan
harus diberikan dalam dosis tinggikemudian diturunkan sampai hanya sekedar
memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Mekanisme kerjanya
bedasarkan perkiraan bahwa anestetika umum dibawah pengaruh protein SSP dapat
membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil.

B. ANESTETIK LOKAL
Anestetik lokal atau zat penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan
lokal melintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikian
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal,rasa panas atau dingin.
Anestetik lokal pertama adalah kokain, yaitu suatu alkaloidyang diperoleh dari daun suatu
tumbuhun alang-alang di pegunungan Andes (Peru).
Mekanisme keja
Pusat mekanisme kerjanya terletak di membran sel. Seperti juga alkohol dan barbital,
anetetik lokal menghambat penurunan impuls dengan jalan menurunkan permeabilitas
membran sel saraf untuk ion natrium, yang perlu bagi fungsi saraf yang layak disebabkan
adanya persaingan dengan ion kalsium yang berbeda berdekatan dengan saluran-saluran
natrium di membran neuron.
Efek samping
Efek samping adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP dan efek kardio-depresinya
(menekan fungsi jantung) dengan gejala penghambatan pernapasan dan sirkulasi darah.
Anstetik lokal dapat pula mengakibatkan reaksi hipersensitasi yang sering kali berupa
exantema,urticaria dan bronshospasme alergis sampai ada kalanya shock anafilaktis yang
dapat mengakibatkan kematian. Selain khasiat anetetiknya anstetik lokal masih memiliki
sejumlah efek lain, anestetik lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi
konduksi/transmisi dari beberapa impuls,misalnya terhadap ganglia otonom, cabang-
cabang neuromuskuler dan semua jaringan otot, lagi pula yang lebih penting menekan
SSP dan fungsi jantung serta vasodilatasi.

9
Catatan: anestetik lokal dianggap sebagai obat doping, sehingga dikenakan restriksi
tertentu. Misalnya, kokain merupakan obat doping yang merangsang.

C. HIPNOTIK-SEDATIF DAN ALKOHOL


a. BENZODIAZEPIN
Secara kualitatif banzodiazepin mempunyai efek yang hampir sama, namun secara
kuantitatif spektrum farmakodinamik serta data farmakokinetikny berbeda.
Benzodizepin berefek hipnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik dan antikonvulasi
dengan potensi yang berbeda-beda.
Farmakodinamik
Efek benzodiazepin hampir semua merupakan hasil kerja golongan pada SSP dengan
efek utama: sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi, relaksasi otot
dan anti konvulasi.
Famakokinetik
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepin sangat mempengaruhi enerapan
klinisny. Semua benzodiazepin dalam bentuk nonionik memiliki koefisien distribusi
lemak. Semua benzodiazepindiabsorbsi secara sempurna, dengan kekecualian
klorasepat. Senyawa ini baru diabsorbsi sempurna setelah terlebih dahulu
didekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmitildiazepam. Benzodiazepin
dimetabolisme secara ekstensifoleh beberapa sistem enzim mikrosom hati.
Mekanisme kerja
Kerja benzodiazepin terutama merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan asam
gamma-amino-butirat (GABA) sebagai mediator. GABA dan benzodiazepin yang
aktif sacara klinik dengan reseptor GABA/benzodiazepin/chlorida ionofor kompleks.
Peningkatan ini akan menyebabkan pembukaan kanal Cl. Benzodiazepin sendiri
tidak dapat membuka kanal klorida dan menghambat neuron. Sehingga benzodiazepin
merupakan depresan yang relatif aman, sebab depresi neuronyang memerlukan
transmitor bersifat self limiting.

Efek samping
Benzodizepin dengan dosis hipnotik pada saat mencapai kadar plasma puncaknya
daparmenimbulkan efek samping sebagai berikut: light headednessn lassitude, lambat
bereaksi, inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotor,

10
gangguan koordinator berfikir, bingung, disartria, amnesia anterograd, mulut kering
dan rasa pahit.
Efek samping lain yang relatif umum terjadi adalah badan lemah, sakit kepala,
pandangan kabur, vertigo, mual dan muntah, diare, sakit sendi, sakit dada dan pada
beberapa penderita dapat terjadi antikonvulasi kadang-kadang lahan meningkatkan
frekuensi bangkitan pada penderita epilepsi.
Indikasi
Benzodiazepin dapat gigunakan untuk mengobati insomnia, ansietas, kaku otot,
medikasi preanestesi dan aneastesi.

b. BARBITURAT
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan
sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturat
telah banyak digantikan oleh benzodiazepin yang lebih aman.

Farmakodinamik
Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai
dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma, sampai dengan mati. Efek
hipnotik barbiturat dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik.
Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu.
Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar.

Farmakokinetik
Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna. Bentuk garam natrium lebih
cepat diabsorpsi dari bentuk asamnya. Barbiturat yang mudah laut dalam
lemak,misalnya tiopental dan metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan timbun
di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan penurunan kadarnya dalam
plasma dan otak secara cepat. Barbiturat yang kurang lipofiik, misalnya aprobarbital
dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum
diekskresikan lewat ginjal.
Efek samping
Hangover. Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik berakhir.
Efek residu mungkin berupa vertigo, mual, atau diare. Kadang-kadang timbul
kelainan emosional.

11
Alergi. Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik.segala bentuk
hipersentivitas dapat timbul, terutama dermatosis. Jarang terjadi dermatosis
eksfoliativa yang beakhir fatal pada penggunaan fenobarbital, kadang-kadang
diseratai demam, delirum dan kerusakan degeneratif hati.
Rasa nyeri. Barbiturat sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia, artrargia, terutama
pada penderita psikoneurotik yang menderita insomnia. Bila diberikan pada keadaan
nyeri, dapat menyababkan gelisah, eksitasi dan bahkan delirium.

Mekanisme kerja
Barbiturat bekarja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama
kuatnya. Dosis nonanestesi terutama menekan respons pasca sinaps. Penghambatan
hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi
mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator. Kapasitas barbiturat
membantu keraja GABA sebagian menyerupai kerja benzodiazepin, namun pada
dosis yang lebih tinggi bersifat sebagai agonis GABA-nergik,sehingga pada dosis
tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.

Indikasi
Penggunaan babiturat sebagai hipnotik-sedatif telah menurun secara nyata karena
efek terhadap SSP kurang spesifik, barbiturat memiliki indeks terapi yang lebih
rendah dibandingkan terhadap benzodiazepin, kecenderungan disalahgunakan lebih
besar, dan banyak terjadi interaksi obat. Barbiturat masih digunakan pada terapi
darurat terhadap kejang, seperti pada tetanus, eklamsia, status epilepsi, pendarahan
serebral dan keracunan konvulsan.
c. ALKOHOL
Alkohol adalah suatu bahan yang mempunyai efek farmakologik dan cenderung
menimbulkan ketergantungan serta dapat berinteraksi dengan obat lain. Peminum
alkohol berat sering mendapatkan kecelakaan, kehilangan prokduktivitas, terlibat
kejahatan, mendapat gangguan kesehatan sampai terjadi kematian.

Farmakodinamik
Alkohol mendepresi SSP seperti halnya anestetik. Karena efek depresinya pada
pusat-pusat hambatan maka didapat kesan adanya efek stimulasi SSP pada alkohol.
Minum alkohol secara kronis, secara langsung terkait dengan ganggiuan mental dan
12
neurologis yang berat misalnya kerusakan otak, kehilangan ingatan, gangguan tidur
dan psikis. Selain itu defisiensi vitamin dan nutrisi akibat gangguan saluran cerna
dan fungsi hati, akan mengakibatkan berbagai gejala neuropsikiatrik yang biasa
terdapat pada peminum alkohol, mislnya ensefalopati werniche, psikosis korsakoff
dan polineuritis dan ensefalopati akibat defisiensi asam nikotinat.

Farmakokinetik
Energi yang dihasilkan 7 Kcal/g. Tetapi menambah alkohol pada diet cukup nutrisi
dan cukup kalori seringkali menyebabkan penurunan berat badan. Hal ini juga
berhubungan dengan efek toksik alkohol/asetaldehid pada mitokondria sehingga
afesiensi fosfolirasa teganggu.

Mekanisme kerja
Sejak lama diduga bahwa efek depresan alkohol dan anastetik bedasarkan pelarutan
dalam membran lipid. Efek alkohol terdapat berbagai saraf berbeda karena tidak
uniform distribusi fosfolipid dan kolestrol di membran. Juga ada fakta
aksperinmental yang menyongkong dugaan bahwa mekanisme kerja alkohol di SSP
serupa barbiturat.

Indikasi
Alkohol digunakan untuk berbagai keadaan oleh orang awam tetapi penggunaan
yang sah diklinik sedikit sekali. Alkohol digunakan sebagai pelarut obat.
Berdasarkan sifatnya sebagai pelarut digunakan pada keracunan toksikodendrol.
Alkohol cepat menguap dan digunakan menurunkan suhu tubuh dengan
mengusapkannya pada kulit.

D. PSIKOTROPIK
Obat yang bekerja mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman (WHO,1966).
Sebenarnya psikotropik baru diperkenalkan sejak lahirnya suatu cabang ilmu farmakologi
yakni psikofarmakologi.

a. ANTIPSIKOTIK (KLOPROMAZIN DAN DERIVAT VENOTIAZIN)

13
Prototip kelompok ini adalah klopromazin (CPZ) . Pembahasan terutama mengenai
CPZ dengan mengemukakan tentang fenotiazin lain bila ada. Klopromazin (CPZ)
adalah 2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin.

Farmakokinetik
Pada umumnya fenotiazin diabsoprsi dengan baik bila diberikan per oral maupun
[arenteral. Penyebaran luas ke semua jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru,
hati, limpa dan kelenjar suprarenal. Sebagian fenotiazin mengalami hidroksilasi dan
konjugasi, sebagian lain diubah menjadi sulfoksidyang kemudian diekakresi bersama
feses dan urin. Setelah pemberian CPZ dosis besar, maka masih sitemukan ekskresi
CPZ atau metabolitnya selama 6-12 bulan.

Farmakodinamik
Fenotiazin terutama yang potensinya rendah menurunkan ambang bangkitan sehingga
penggunaannya pada pasien epilepsi harus sangat berhati-hati. Derivat piperazin dapat
digunakan secara aman pada penderita epilepsi bila dosis diberikan bertahap dan anti
konvulsan. CPZ dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh
rangsangan pada chemo receptor trigger zone. Muntah yang disebabkan oleh saluran
cerna atau vestibuler, kurang dipengaruhi, tetapi fenotiazin potensi tinggi da[at
berguna untuk keadaan tersebut.

Indikasi
Indikasi utama fenotiazin ialah skizofrenia gangguan psikosis yang serung ditemukan.
Gejala psikoti yang dipengaruhi secara baik oleh fenotiazin dan antipsikosis lain ialah
ketegangan, hiperaktivitas, halusinasi, sush tidur, perhatian diri yang buruk dan
kadang-kadang mengatasi sifat yang menarik diri.

b. ANTIDEPRESI
Depresi adalah gangguan yang heterogen. Ada berapa klasifikasi depresi. Menurut
klasifikasi tersebut depresi mayor dan minor merupakan sindrom depresi murni,
sedangkan gangguan bipolar dan gangguan siklotimik memperlihatkan depresi yang
diselingi dengan mania. Klasifikasi sederhana depresi adalah sebagai berikut :
Depresi reaktif/sekunder:

14
Paling umum dujumpai sebagai respons terhadap penyebab nyata, misalnya: penyalkit
dan kesedihan. Dulu dinamakan sebagai depresi sogen.
Depresi endogen:
Merupakan gangguan biokimia yang ditentukan secara genetik, bermanifestasi
sebagai ketidakmampuan untuk mengatasi stres yang biasa.
Depresi yang berhubungan dengan gangguan afektif bipolar, yaitu depresi dan mania
yang terjadi bergantian.
Senyawa lain : obat-obat dibawah ini merupakan antidepresi yang relatif baru, obat ini
merupakan hasil dari usaha mendapatkan obat yang efek sampingnya lebih ringan.
Macam-macam obatnya adalah amoksapin,maprotilin, trazodon, fluoksetin,
bupropion,nomifensin dan mianserin.

E. ANTIKONVULSI
Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi.
Golongan obat ini lebih tepat dinamakan aniepilepsi, sebab obat ini jarang digunakan
untuk gejala konvulsi penyakit lain.

EPILEPSI
Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit SSP yang timbul
spontsn dengan episoda singkat dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang.
Bangkitan ini biasanya disertai kejang, hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau
psikis dan selalu diseratai gambaran letupan EEG abnormal dan eksesif. Epilepsi
merupakan frnomene klinis yang berkaitan denganletupan listrik atau depolarisasi
abnormal dan eksesif.

Obat-obat Epilepsi
Anti epileptika adalah obat yang dapat menanggulangi serangan epilepsi berkat khasiat
antikonvulsinya, yakni meredakan konvulsi (kejang klonus hebat). Semua obat
antikonvulsi memiliki masa paruh panjang, dieliminasi dengan lambat dan berkumulasi
dalam tubuh pada penggunaan kronis.
Penggolongan obatini dapat dibagi dalam kelompok kimiawi, yaitu:
Obat generasi pertama : barbital, fenitoin, suksinimida
Oabt generasi ke dua : vigabatrin, lamotrigin dan gabapentin
Mekanisme kerja

15
Di otak terdapat dua kelompok neurotransmitter, yakni zat-zat seperti nonadrenalin dan
serotonin yang memperlancar transmisi rangsangan listrik di sinaps sel-sel saraf. Selain
itu juga terdapat zat-zat yang menghambat neurotransmisi, antara lain GABA dan glisin.
Cara kerja antiepileptika belum semuanya jelas namun dari sejumlah obat terdapat
indikasi mengenai mekanisme kerjanya yaitu:
1. Memperkuat efek GABA
2. Menghambat kerjanya aspartat dan glutamate
3. Memblokir saluran-saluran (channel) Na, K, dan Ca
4. Meningkatkan ambang serangan dengan menstabilkan membran sel
5. Mengenali timbulnya pelepasan muatan listrik abnormal
6. Menghindari menjalarnya hiperaktivitas (muatan listrik)

Efek samping
Efek samping yang paling sering timbul berupa gangguan lambung usus (nausea, muntah,
diaredan hilang cita rasa). Begitu pula denga efek SSP (rasa kantuk, pusing,
ataxia,nystagmus, mudah tersinggung) sering kali terjadi. Kebanyakan antiepileptika
mempengaruhi saitem endrokin, misalnya metabolisme vitamin D dengan akibat
menurunkan kadar kalsium dan fosfat dalam darah. Oleh karena itu penderita yang
menggunakan antiepileptika untuk jangka waktu lama, perlu periodik diperiksa kadar
kalsium dan fosfatnya.

c. ANTIEPILEPSI
Farmakodinamik
Fenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat antikonvulsi
fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus kebagian lain di
otak. Fenitoin juga mempengaruhi perpindahan ion melintasi membran sel.

Farmakokinetik
Absorpsi fenition yang diberikan per oral berlangsung lambat, 10 % dari dosis oral
diekskresi bersama tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam
3-12 jam. Pengikatan fenitoin oleh protein terutama oleh albumin plasma kira-kira 90%.
Pada orang sehat termasuk wanita hamil dan wanita pemakaian obat kontrasepsi oral,
fraksi bebas kira-kira 10%, sedangkan pada pasien dengan penyakit ginjal,penyakit hati

16
atau penyakit hepatorenal fraksi bebas diatas 15%. Pada pasien epilepsi fraksi bebas
berkisar 5,8-12,6%.

Efek samping
Feniton sebagai obat epilepsi dapat menimbulkan keracunan, sekalipun relatif paling
aman dari kelompoknya. Gejala keracunan ringan biasanya mempengaruhi SSP, saluran
cerna, gusi dan kulit. Sedangkan yang lebih berat mepengaruhi kulit, hati, dan sumsum
tulang.
Indikasi
Fenitoin diindikasikan terutama untuk bangkitan tonik-klonik dan bangkitan parsial atau
fokal. Banyak ahli penyakit sarar di indonesia lebih menyukai penggunaan fenobarbital
karena fenitoin memiliki batas kemanan yang sempit. Efek samping dan efek toksik
sekalipun ringan, sifatnya cukup mengganggu terutama pada anak. Fenitoin juga
bermanfaat terhadap bangkitan parsial kompleks. Indikasi lain fenitoin ialah untuk
neuralgia trigeminal dan aritmia jantung. Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan
listrik (ECT) untuk meringankan konvulsinya dan bermanfaat pula terhadap kelainan
ekstrapiramidal iatrogenik.

d. TRIMETADION
Trimetadion juga bersifat hipnotik dan analgesik.

Farmakodinamik
Pada SSP trimetadion memperkuat depresi pascatransmisi, sehingga transmisi impuls
berurutan dihambat. Transmisi impuls satu per satu tidak terganggu,trimetadion
memuluhkan pola EEG abnormal pada bangkitan lena.

Famakokinetik
Trimetadion per ora mudah diabsorpsi dari saluran cerna dan didistribusi ke berbagai
cairan badan. Biotransformasi trimetadion terutama terjadi di hati dengan demetilasi yang
menghasilkan didion. Pada terapi bangkitan lena didion mempertahankan efek
trimetadion. Ekskresi didion berlangsung lambat sehingga cenderung terjadi
penumpukkan metabolit pada pengobatan kronik.

Efek samping
17
Efek samping trimetadion yang bersifat ringan berupa sedasi dan hemeralopia.
Trimetadion dapat menimbulkan bangkitan tonik-klonik pada pasien dengan bangkitan
lena. Sedasi berat dapat diatasi denga amfetamin tanpa mengurangi efek antiepilepsinya,
bahkan sekali amfetamin dapat menekan bangkitan lena. Hemeralopia lebih sering terjadi
pada orang dewasa daripada anak.
Indikasi
Indikasi utama trimetadion ialah bangkitan lena murni (tidak disertai komponen
bangkitan bentuk lain). Trimetadion dapat menormalkan gambaran EEG dan meniadakan
kelainan EEG akibat hiperventilasi maksimal pada 70% pasien. Penghentian trimetadion
harus secara bertahap karena bahaya eksersabasi bangkitan dalam bentika status
epileptikus.

F. OBAT PENYAKIT PARKINSON DAN PALEMAS OTOT YANG BEKERJA SENTRAL

a. PENYAKIT PARKINSON
Penyakit ini merupakan suatu penyakit yang umum dan terdapat diseluruh dunia.
Parkinsonisme atau gejal ekstrapiramidal adalah istilah yang digunakan bagi sindrom
kekakuan hipokinetis dengan ciri-ciri penyakit parkinson.

Gejala-gajalanya
Ada empat gejala penyakit parkinson adalah kekekuan anggota gerak, mobilitas
hilang atau berkurang secara abnormal, gemetar dan gangguan keseimbangan tubuh.
Bardykinesia adalah menjadi lambatnya semua gerakan, sukar bangun dari posisi
duduk dan sukar naik turun dari ranjang. Ciri-ciri lainnya adalah sikap tubuh bengkok,
kejang otot, tulisan tangan menajdi halus dan seperti laba-laba. Sebagai akibat dari
kakunya otot muka, penderita berwajah seperti topeng, bicaranya menjadi monoton
dan tidak jelas, sekresi air liur berlebih dan muka berlemak. Gejala pada saluran cerna
berupa rasa terbakat dalam lambung, kesulitan menelan, sembelit dan menurunnya
berat badan.

b. LEVODOPA

18
Levodopa merupakan obat yangpaling efektif untuk melawan gejala-gejala perkinson,
terutama terhadap bradykinesia dan rigiditas, sedangkan agonis-DA lainnya kurang
efektif dan efek sampingnya seperti rasa kantuk dan halusinasi lebih sering timbul.

Farmakokinetik
Levodopa cepat diabsorpsi secara aktif terutama dari usus halus. Kecepatan absorpsi
sangat tergantung dari kecepatan pengosongan lambung. Absorpsi juga dihambat oleh
makanan tinggi protein akibat kopetensi asam amino denga levodopa dalam absorpsi
maupun transpor ke otak. Levodopa yang dapat mencapai sirkulasi kira-kira 22-30%
dosis oral, sedangkan 60% lebih mengalami biotransformasi di saluran cerna dan hati.
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja levodopa pada gejala parkinsonisme diduga berdasarkan pengisian
kembali kekurangan DA korpus striatum. Telah dibuktikan bahwa beratnya defisiensi
DA sejalan dengan beratnya 3 gejala utama parkinsonisme dan konversi levodopa
menjadi dopamin terjadi pada manusia. Pengubahan levodopa menjadi DA
membutuhkan adanya dekarboksilase asam L-amino aromatik. Pada pasien parkinson
aktifitas enzim ini menurun, tetapi agak mencukupi untuk menguba levodopa menjadi
dopamin.

Kerja dopamin telah diteliti pada taraf molekuler dan reseptor, dengan teknik ikatan
ligan. Kesimpulan yang didapat ialah bahwa sekurang-kurangnya tedapat 2 jenis
reseptor dopamin yaitu D1 dan D2. Reseptor D1 memperlihatkan preferensi ikatan
dengan tioksanten dan fenotiazin tertentu dan umumnya menstimulasi aktivitas
adenilat siklase. Reseptor D2 memperlihatkan prefensi terhadap butirofenon dan
dihubungkan dengan penurunan aktivitas adenilat siklase atau tidak
mempengaruhinya.

Efek samping
Efek samping levodopa terutama disebabkan terbentuknya dopamin di berbagai organ
perifer. Hal tersebut terjadi karena diperlukan dosis levodopa yang besar untuk
mendapat efek terapi yaitu peningkatan DA di nigrostriatum. Tujuan memberikan
levodopa adalah peningkatan DA-striatum maka efek tehadap organ lain menjadi efek
samping obat ini. Efek samping levodopa di perifer dapat dikurangi dengan
pemberian penghambatan dekarboksilase. Khusus pasien usia lanjut tidak tahan dosis
19
besar karena cukup mengganggu sehaingga pelu mengurangi dosis atau penghentian
pemberian obat.

Interaksi obat
Pemberian penghambat dekarboksilase perifer (yang tidak melintasi sawar darah-
otak)bersama levodopa menghambt biotransformasi levodopa menjadi DA di perifer.
Pada tikus zat tersebut menghambat aktivitas dekarboksilase sampai 80%.
Manfaat kejadian ini adalah :
1. Meningkatkan jumlah levodopa yang mencapai jaringan otak sehingga
memungkinkan pengurangan dosis 75%
2. Pada terapi yang baru dimulai dosis efektif lebih cepat tercapai
3. Efek samping seperti mual, muntah dan efek pada istem kardiovaskuler termasuk
efek hipotensi sangat berkurang karena kurangnya DA yang terbentuk di perifer
4. Gejala penyakit parkinson yang hanya timbul pada waktu tertentu dalam sehari
karena lebih mudak dikendalikan
5. Efek antaginisme piridoksin dapat dihindari

G. BROMOKRIPTIN
Bromokriptin merupakan prototip kelompok ergolin yaitu alkaloid ergot yang bersifat
dopaminergik. Walaupun obat-obat ini berbeda sifat farmakokinetiknya terhadap
berbagai subtipe reseptor dopaminergik, efektivitas kliniknya sangat mirip.
Mekanisme kerja
Bromokriptin merangsang reseptor dopaminergik.organ yang dipengaruhi ialah yang
memiliki reseptor dopamin yaitu SSP, kardiovaskular,poros hipotalamus-hipofisis dan
saluran cerna. Bromokriptin menyebabkan kadar HVA dalam CSS menurun,
memberikan kesan bahwa obat ini menghambat pembebasanDA dari ujung saraf otak.
Tetapi kombinasi levodopa dam bromokriptin pada penyakit parkinson dapat
mengurangi dosis levodopa sambil tetap mempertahankan dam meningkatkan efek
terapinya.

Farmakokinetik
Hanya 30% bromokriptin yang diberikan per oral diapsorpsi. Obat ini mengalami
metabolisme lintas awal secara akstensif sehingga sedikit sekali fraksi dosis yang sampai
tempat kerja. Kadar puncak plasma tercapai dalam 1,5-3 jam mengalami metabolisme
menjadi zat tidak aktif dan sebagian besar diekskresi kedalam empedu.

20
Indikasi dan dosis
Indikasi utama bromokriptin ialah sebagai tambahan levodopa pada pasien yang tidak
memberikan respons memuaskan tehadap levodopa dan untuk mengatasi fluktasi respons
levodopa dengan atau tanpa karbidopa. Bromokriptin diindikasikan sebagai pengganti
levodopa bila levodopa dikontraindikasikan. Terapi dengan bromokriptin dimulai dengan
dosis 1,25 mg,dua kali sehari. Kemudian dosis dinaikkan sampai efek terapi tercapai
atau timbul efek samping. Bromokriptin juga diindikasikan untuk terapi
hiperprolaktinemia pada berbagai suatu klinis yaitu laktasi, infertilitas dan galaktore-
amenore.

Efek samping
Efek samping bromokriptin memperlihatka variasi individu yang nyata. Mual, muntah
dan hipotensi ortostatik merupakan efek samping awal. Fenomena dosis awal berupa
kolaps kardiovaskular. Perhatian khusus harus diberikan pada mereka yang minum
antihipertensi. Efek samping yang jarang terjadi ialah: eritromelalgia, kemerahan, nyeri,
panas dan idem tungkai bawah. Umumny terjadi bila dosis per hari lebih dari 50 mg.
Perangsang SSP
Pada terapi penyakit parkinson,perangsang SSP bekerja memperlancar transmisi DA.
Defisiensi DA tudak diperbaiki. Efek anti parkinson hanya lemah dan umumnya perlu
dikombinasikan dengan antikolinergik. Untuk tujuan ini dekstroamfetamin diberikan 2
kali 5mg sehari, metamfetamin 2 kali 2,5 mg sehari, atau metilfenidat 2 kali 5 mg
sehari.
H. ANTIKOLINERGIK
Antikolinergik merupakan obat alternatif levodopa dalam pengobatan parkinsonisme.
Prototip kelompok ini ialah: biperiden, prosiklidin, benztropin, dan antihistamin dengan
efek antikolinergik difenhidramin dan etopropazin.

Farmakodinamik
Seperti atropin, triheksifenidil dosis besar menyebabkan perangsangan otak. Benztropin
tersedia sebagai metansulfonat dari eter tropinbenzohidril. Eter ini terdiri dari gugus basa
tropin dan gugus antihistamin. Masing-masing bagian tetap mempertahankan sifat-
sifatnya termasuk efek antiparkinson.

21
Farmakokinetik
Tidak banyak data farmakokinetik yang diketahui mengenia obat-obat ini. Hal ini dapat
dimengerti sebab saat obat ditemukan, farmakokinetika belum berkembang. Sekarang
obat ini kurang diperhatikan setelah ada levodopa dan bromokriptin.

Mekanisme kerja
Dasar kerja obat ini ialah mengurangu aktivitas kolinergikyang berlebihan di gangli
basal. Efek antikolinergik perifernya relatif lemah dibandingkan dengan atropin. Atropin
dan alkaloid beladon lainnya merupakan obat pertama yang dimanfaatkan pada penyakit
parkinson, tetapi telah ditinggalakn karena efek perifernya terlalu mengganggu.

Efek samping
Antiparkinson kelompok antikolinergik menimbulakn efek samping sentral dan perifer.
Efek samping perifer serupa atropin. Triheksifenidil juga dapat menyebabkan kebutaan
akibak komplikasiglaukoma sudut tertutup, terutama terjadi bila dosis harian 15-30 mg
sehari. Gejala insomnia dan gelisah oleh antikolinergik sentral dapat diatasi dengan dosis
kecil hipnotik sedatif atau dengan difenhidramin. Efek samping benztropin umumnya
ringan, jarang memerlukan penghentian terapi, sesekali dosis perlu diturunkan umumnya
bila timbul kelemahan otot tertentu.

I. ANALGESIK OPIOID DAN ANTAGONIS


Analgesik opioid kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau
morfin.Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa
nyeri.
1.Yang termasuk golongan obat opoid:
2.obat yang berasal dari opium-morfin
3.senyawa semisintetik morfin
4.senyawa sintetik yang erefek seperti morfin

J. MORFIN DAN ALKALOID


Opium atau candu adalah getah papaver somniferum L yang telah dikeringkan. Alkaloid
asal opium secara kimia dibagi dalam dua golongan:
22
1. golongan fenatren,misal morrfin dan kodein
2. golongan benzilisokinolin,misal noskapin dan papaverin
Farmakodinamik
Efek morfin pada SSP dan usus terutama ditimbulkan karena morfin bekerja sebagai
agonis dan reseptor . Akan tetapi selain itu morfinjuga mempunyai afinitas yang lebih
lemah terhadap reseptor dan k. Efek morfin terhadap SSP berupa analgesia dan
narkosis.
Efek analgetik morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme.
1. Morfin meninggalakan ambang rangsang nyeri
2. Morfin dapat mempengaruhi emosi
3. Morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat
Farmakokinetik
Morfin tidak padat menembus kulit utuh, tetapi dapat diabsorpsi melalui kulit luka.
Morfin juga dapat menembus mukosa. Dengan kedua cara pemberian morfin kecil sakali.
Morfin dapat diabsopsi usus, tetapi efek analgetik setelah pemberian oral jauh lebih
rendah dari pada efek analgetik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis
yang sama. Ekskresi morfin terutama melalui ginjal, sebagian kecil morfin bebas
ditemukan dalam tinja dan keringat. Morfin yang terkonjugasi ditemukan dalam empedu,
sebagian kecil dikeluarkan bersama cairan lambung.

Efek samping
Idiosinkrasi dan alergi. Morfin dapat menyebabkan mual dan muntah terutama pada
wanita berdasarkan idiosinkrasi. Bentuk idiosinkrasi lain ialah timbulnya eksitasi dengan
tremor. Berdasarkan reaksi alergik dapat timbul gejala seperti urtikaria, eksantem,
dermatitis kontak, pruritus dan bersin.
Intoksikasi akut. Intoksikasi akut morfin atau opioid lain biasany terjadi akibat percobaan
bunuh diri atau pada lakar lajak (overdosis). Penderita tidur, soporous atau koma jika
intoksikasi cukup berat. Frekuensi napas lambat, 2-4 kali/menit dan pernapasan mungkin
berupa cheynestokes.

Interaksi obat
Efek depresi SSP beberapa opioid dapat diperhambat dan diperpanjang oleh
fenatiazin,penghambat monoamin oksidase dan anti depresi trisiklik. Mekanismw

23
supraditif tidak diketahui dengan tepat, mungkin menyangkut perubahan dalam kecepatan
biotransformasi opioid atau perubahan pada neurotransmitor tang berperan dalam kerja
opioid. Beberapa derivat fenotiazin meningkatkan efek sedasi, tetapi pada saat yang sama
bersifat antianalgetik dan meningkatkan jumlah opioid yang diperlukan untuk
menghilangkan rasa nyeri.

Indikasi
Terhadap nyeri. Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau
menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Lebih
hebat nyerinya makin besar dosis yang diperlukan. Untunglah pada nyeri hebat depresi
napas oleh morfin jarang terjadi, sebab nyeri merupakan antidotum faalan bagi efek
depresi napas morfin. Morfin sering dipearlukan untuk nyeri yang menyertai: infark
miokard,neoplasma,kolik ranal atau kolik empedu, oklusio akut pembuluh darah
perifer,pulmonal atau koroner, perikarditis akut,dll

K. MEPERIDIN DAN DERIVAT FENILPIPERIDIN

Farmakodinamik
Efek farmakodinamik meperidin dan derivat fenilpiperidin lain serupa satu dengan yang
lain. Meperidin terutama bekerja pada agonis reseptor . Obat lain yang mirip dengan
meperidin ialah piminodin,ketobemidon dan fenoperidin. Seperti morfin,meperidin
menimbulkan analgesia, sedasi, euforia, depresi napas dan efek sentral lain.

Farmakokinetik
Absorbsi meperidin setelah cara pemberian apapun berlangsung baek. Akan tetapi
kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Metabolisme meperidin
terutama berlangsung di hati. Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi
asam meperidinat yang kemudian sebagian mengalami konyugasi. Meperidin bentuk utuh
sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan
dalam urin dalam bentuk derivat N-demetilasi.

Efek samping, kontraindikasi dan intoksikasi

24
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing,
berkeringat, euforia, mulut kering, mual, muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan,
palpitasi, disforia, sinkop dan sedesi. Kontraindikasi penggunaan meperidinmenyerupai
kontraindikasi terhadap morfin dan opioid lain. Pada penderita penyakit hati dan oarang
tua dosisobat harus dikurangi karena terjadinya perugahan pada disposisi obat. Depresi
napas oleh meperidin dapat dilawan oleh nalorfin atau nolakson. Nolakson dapat
mencetuskan konvulsi pada penderita yang mendapat dosis besar meperidin secara
berulang.

Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaanklinis,
meperidin diindikasikan atas dasr masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin.
Meperidin digunakan untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sabagai obat
preanestetik. Untuk menimbulkan anelgesia obstertik dabandingkan dengan morfin,
meperidin kurang menyebabkan depresi napas pada janin.

L. PERANGSANG SSP

Efek perangsang SSP baik oleh obat yang berasal dari alam atau sintetik dapat dilihatkan
pada hewan dan manusia. Beberapa obat memperlihatkan efek perangsang SSP sebagai
efek samping. Perangsang SSP oleh obat pada umumnya melalui dua mekanisme, yaitu:
mengadakan blokade sistem penghambatan.dan meninggikan perangsangan sinaps.

a. XANTIN
Derivat xantin terdiri dari kafein, teofilin, dan teobromin ialah alkaloid yang terdapat
dalam tumbuhan.

Farmakodinamik
Teofilin, kafein dan teobromin mempunyai efek farmakologiyang sama yang
bermanfaat secara klinis. Obat obat ini menyebabkan relaksasi otot polos, terutama
otot polos bronkus, merangsang SSP, otot jantung, dan meningkatkan diuresis.
Teobromin tidak bermanfaat secara klinis karena efek faramakologisnya rendah.
Farmakokinetik

25
Metilxantin cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rektal atau parenteral. Sediaan
bentuk cair atau tablet tidak bersalut akan diabsorbsi secara cepat dan lengkap.
Absorbsi juga berlangsung lengkap untuk beberapa jenis sediaan lepas lambat.
Absorbsi teofilin dalam bentuk garam yang mudah larut.

Mekanisme kerja
Xantin merangsang SSP, menimbulkan diuresis, merangsang otot jantung, dan
merelaksasi otot polos terutama bronkus. Intensitas efek xantin terhadap berbagai alat
ini berbeda, dan dapat dipilih senyawa xantin yang tepat untuk tujuan terapi tertentu
dengan sedikit efek samping.

Indikasi
Senyawa teofilin merupakan salah satu obat yang diperlukan pada serangan asma
yang berlangsung lama (status asmatikus).
Kegunaan yang lain
Kafein jarang sekali digunakan untuk pengobatan keracunan obat depresan SSP.

26
Obat Anestesi
A. Pengertian Obat Anestesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh
Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
B. Pembagian Obat Anestesi
DUA KELOMPOK ANASTESI
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan
anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara
total. seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar.
Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa
nyeri.
Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya
hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.
Beberapa tipe anestesi adalah :
Pembiusan total hilangnya kesadaran total
Pembiusan lokal hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada
sebagian kecil daerah tubuh).
Pembiusan regional hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh
blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya
melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan
kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah
selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat obat anestesi dan yang
digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton, Diazepam ,
Degidrobenzperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.

Berikut ini akan dijelaskan lebih jauh mengenai obat obat anestesi intravena tersebut.

27
A. Propofol ( 2,6 diisopropylphenol )
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan
lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek
anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada
pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin,
glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya
asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik
pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg).
a. Mekanisme kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek
primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid).
b. Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma,
eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu
paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya di
klinis jauh lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi.
Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata rata 30 45 detik ) dan kecepatan
untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml.
Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.
c. Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat
menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi
(2mg /kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat.
Pada sistem kardiovaskular
Dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat
turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi, pengaruh terhadap frekuensi
jantung juga sangat minim.
Sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus
dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan
d. Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.

28
b) Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infuse
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 150 g/kg/min IV (titrate to
effect).
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung
penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang
minimal 0,2%
f) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam
lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari
6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.
e. Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa
muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat
dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat
diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal
tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah
juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol.
Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati hati pada
pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.

B. Tiopenton
Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal dengan
nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang
merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak
dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit
tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 10 menit konsentrasi
mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang banyak atau
dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.
Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental [5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2-
thiobarbituric acid], methohexital [1-methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2-pentynyl)barbituric
acid], dan thiamylal [5-allyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid]. Thiopental
(Pentothal) dan thiamylal (Surital) merupakan thiobarbiturates, sedangan
methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate.
Walaupun terdapat beberapa barbiturat dengan masa kerja ultra singkat , tiopental
merupakan obat terlazim yang dipergunakan untuk induksi anasthesi dan banyak
dipergunakan untuk induksi anestesi.
a. Mekanisme kerja
29
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan
menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat
menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan
pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol
beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara
khusus lebih berpengaruh pada sinap saraf dari pada akson. Barbiturat menekan
transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA).
Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap) dan
interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).
b. Farmakokinetik
Absorbsi
Pada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara intravena untuk
induksi anestesi umum pada orang dewasa dan anak anak. Perkecualian pada
tiopental rektal atau sekobarbital atau metoheksital untuk induksi pada anak anak.
Sedangkan phenobarbital atau sekobarbital intramuskular untuk premedikasi pada
semua kelompok umur.
Distribusi
Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh
selanjutnya akan diikat oleh jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya akan
vaskularisasi, secara perlahan akan mengalami difusi kedalam jaringan lain seperti
hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi penurunan konsentrasi obat dalam
plasma ini terutama oleh karena redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan lemak.
Metabolisme
Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.
Ekskresi
Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi 3
ml/kg/menit dan pada anak anak terjadi 6 ml/kg/menit.

c. Farmakodinamik
Pada Sistem saraf pusat
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis
subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah
sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik
elektroensepalogram.
Sistem kardiovaskular
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi
jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam

30
plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah
jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh,
tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi Co2 atau hipoksia. Penurunan
tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi
bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat.
Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat vasomotor.
Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek depresi
langsung obat pada miokard.
Sistem pernafasan
Akan mennyebabkan penurunan frekwensi nafas dan volume tidal. bahkan dapat
sampai menyebakan terjadinya asidosis respiratorik.
d. Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan
efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil
menunggu reaksi pasien.
e. Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan
obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal
ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat
juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan
menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya
serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat
pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan
dilakukan blok regional simpatis.

C. Ketamin
Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki
struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962,
dimana awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama
(phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini
pertama kali diberikan pada tentara amerika selama perang Vietnam.
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan rapid acting
non barbiturate general anesthesia. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali
diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi
umum.

31
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan
takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan
muntah muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi
dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence
phenomena.
a. Mekanisme kerja
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak
dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap
reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik.
b. Efek farmakologis
Efek pada susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami
perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata
terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang
tidak disadari, seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Apabila
diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering
mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien
mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan
tekanan darah intrakranial.
Efek pada mata
Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi
peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus
koroidalis.
Efek pada sistem kardiovaskular.
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa
meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek
inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Efek pada sistem respirasi
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat
menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan
obat pilihan pada pasien ashma.
c. Dosis dan pemberian
Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses
pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak anak. Ketamin bersifat larut air

32
sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. dosis induksi adalah 1 2 mg/KgBB
secara I.V atau 5 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2
mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Emberian
secara intermitten diulang setiap 10 15 menitdengan dosis setengah dari dosis awal
sampai operasi selesai.
d. Farmakokinetik
Absorbsi
Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuscular
Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke
seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 60 detik setelah pemberian secara I.V
dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 20 menit. Jika diberikan
secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit.
Metabolisme
Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa
metabolit yang masih aktif.
Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.
e. Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada
mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi
buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada
otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada
mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.
f. Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah
disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien
yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti
tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan
operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma
dan pada operasi intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif
terhadap obat obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes
militus , PJK dll.

33
D. Opioid
Opioid telah digunakkan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat
opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata opium
berasal dari bahasa yunani yang berarti getah.
Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine, fentanyl,
sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering
digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang
besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi,
farmakokinetik dan efek samping.
a. Mekanisme kerja
Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan
jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , ,,,. Walaupun opioid
menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia.
Farmakodinamik dari spesifik opioid tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas
ikatan dan apakah reseptornya aktif. Aktivasi reseptor opiat menghambat pelepasan
presinaptik dan respon postsinaptik terhadap neurotransmitter ekstatori (seperti
asetilkolin) dari neuron nosiseptif.
b. Dosis
Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5
mg/Kgbb, sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari
petidin.

c. Farmakokinetik
Absorbsi
Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan
puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan
metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit)
analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g).
Distribusi
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan
morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat
dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat
dan durasi singkat setelah injeksi bolus.
Metabolisme

34
Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah hepar.
Produk akhir berupa bentuk yang tidak aktif.
Ekskresi
Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan
tergantung pada aliran darah hepar. 5 10% opioid diekskresikan lewat urine dalam
bentuk metabolit aktif, remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos
esterase.
d. Farmakodinamik
Efek pada sistem kardiovaskuler
System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung
maupun tonus otot pembuluh darah 3.Tahanan pembuluh darah biasanya akan
menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga
menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan
histamin.
Efek pada sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi
nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun .11 PaCO2 meningkat dan respon
terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan,
selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas
atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis
tertentu.
Efek pada Sistem gastrointestinal
Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga
terhambat.
Endokrin
Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress
anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif
stabil.

E. Benzodiazepin
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam
(valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam
tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia
dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri

35
atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah,
midazolam merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan
dengan PH 3,5.
a. Dosis
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.
Untuk preoperatif digunakan 0,5 2,5mg/kgbb
Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 5 mg
Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.
Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.
b. Farmakokinetik
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul
setelah 4 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari
benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya
akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam
didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak
lambat pada pasien tua.
c. Farmakodinamik
Dalam sistem saraf pusat
Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek
sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.
Efek Kardiovaskuler
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put.
Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin
terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid.
Sistem Respiratori
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas
mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi
mental.
Efek terhadap saraf otot
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan
spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.

36
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan
rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr
pada tahun 1846.
Sistem saraf adalah satu dari dua sistem kontrol pada tubuh, yang lain adalah sistem
endokrin. Secara umum, sistem saraf mengkoordinasikan respons-respons yang cepat,
sementara sistem endokrin mengatur aktivitas yang lebih memerlukan durasi daripada
kecepatan.
Obat saraf otonom adalah obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls
dalam SSO dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau
37
penguraian neurotransmiter atau mempengaruhi kerjanya atas reseptor khusus.

B. Saran
Sebagai manusia biasa kami menyadari bahwa dalam makalah tersebut masih
terdapat banyak kekurangan dan permasalahan, meskipun kami sudah berusaha
semaksimal mungkin, tapi itulah hasil usaha kami. Oleh karena itu, kritik dan
saran pembaca yang bersifat motivasi sangatlah kami harapkan sebagai saran buat
kami untuk ke depan.

DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, Deden.2015.farmakologi untuk keperawatan.Yogyakarta: Gosyenpublishing


http://sandinugrahatasikmalaya.blogspot.co.id/2013/09/obat-syaraf-otonom.html
http://satyaexcel.blogspot.co.id/2012/10/makalah-anestesi-anesthesia.html
http://hanifahputri13.blogspot.co.id/
https://mastertedjo.wordpress.com/2011/06/14/obat-obat-anastesi/
http://kingdom-rizky.blogspot.co.id/2011/10/obat-susunan-saraf-pusat.html

38
39

You might also like