You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ATONIA UTERI
1. Definisi Atonia Uteri
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal,
Depkes Jakarta ; 2002).
Setelah plasenta lahir, fundus harus selalu di palpasi untuk memastikan bahwa uterus
berkontraksi dengan baik. Kegagalan uterus untuk berkontraksi setelah melahiirkan sering
menjadi penyebab perdarahan obstetris. Faktor predisposisi atonia uteri diperlihatkan di
Tabel 56-1. Pembedahan antara perdarahan akibat atonia uterus dan akibat laserasi secara
tentatif di dasarkan pada kondisi uterus. Uterus yang atoniik akanlembek dan tidak keras
pada palpasi. Jika tetap terjadi perdarahan meskipun uterus berkontraksi dengan kuat,
kausa perdarahanya kemungkinan besar adalah laserasi. Darah yang merah segar juga
mengisyaratkan laserasi. Uuntuk memastikan peran laserasi sebagai kausa perdarahan,
harus dillakukan pemeriksaan yang cermat terhadap vagina, serviks dan uterus.
2. Etiologi
Overdistensi uterus,baik absolut maupuun relatif, merupakan faktor resiko mayor
terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin
makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan
struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi
darah di uterus baik sebelum maupun plasenta lahir. Lemahnya kontraksi moimetrium
merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga
besar, terutama biila mendapatkan stimmulasi.
Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari iinhibisi kontraksi yang disebabkan oleh
obat-obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi
nonsteroid, magnesium sulfat, beta simpatomimetik dan nifedipin.
Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis,
septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan
hipotermia akibat resusitasi masif.
Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan merupakan faktor resiko
independen untuk terjadinya perdarahan postpartum.(Buku Ajar Obstetri, 2010).
Faktor penyebab terjadinya atonia uteri adalah :
1) Atonia Uteri
a. Umur : Umur yang terlalu muda atau tua
b. Paritas : Sering dijumpai para multipara dan grandemultipara
c. Partus lama dan partus terlantar
d. Obstein operatif dan narkosa
e. Uterus terlalu tegang dan besar, misalnya pada gemeli, hidramnion, atau janin
besar
f. Kelainan pada uterus, seperti mioma uteri, uterus cauvelair pada solusio plasenta.
g. Faktor sosio ekonomi, yaitu mamumsi
2) Sisa plasenta dan selaput ketuban
3) Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, famiks dan rahim.
4) Penyakit darah
5) Kelainan pembekuan darah misalnya hipofibrinogenemia
6) Perdarahan yang banyak
7) Solusio plasenta
8) Kematian janin yang lama dalam kandungan
9) Pre-eklamsi dan eklamsi
10) Infeksi, hepatitis dan septik syok

3. Patofisiologi
Perdarahan obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk berkontraksi
secara memadai setelah pelahiran. Pada banyak kasus, perdarahan postpartum dapat
diperkirakan jauh sebelum pelahiran. Contoh-contoh ketika trauma dapat menyebabkan
perdarahan postpartum anatara lain pelahiran janin besar, pelahiran dengan forseps tengah,
rotasi forseps, setiap manipulasi intrauterus, dan mungkin persalinan pervaginam setelah
seksio sesarea (VBAC) atau insisi uterus lainnya. Atonia uteri yang menyebabkan
perdarahan dapat diperkirakan apabila digunakan zat-zat anestetik berhalogen dalam
konsentrasi tinggi yang menyebabkan relaksasi uterus (Gilstrap dkk, 1987).
Uterus yang mengalami overdistensi besar kemungkinan besar mengalami hipotonia
setelah persalinan. Dengan demikian, wanita dengan janin besar, janin multipel, atau
hidramnion rentan terhadap perdarahan akibat atonia uteri. Kehilangan darah pada
persalinan kembar, sebagai contoh, rata-rata hampir 1000 ml dan mungkin jauh lebih
banyak (pritchard, 1965). Wanita yang persalinannya ditandai dengan his yang terlalu kuat
atau tidak efektif juga dengan kemuungkinan mengalami perdarahan berlebihan akibat
atonia uteri setelah melahirkan.
Demikian juga, persalinan yang dipicu atau dipacu dengan oksitosin lebih rentan
mengalami atonia uteri dan perdarahan postpartum. Wanita dengan paritas tinggi mungkin
berisiko besar mengalami atonia uteri. Fucs dkk. (1985) melaporkan hasil akhir pada hampir
5800 wanita para 7 atau lebih. Mereka melaporkan bahwa insiden perdarahan postpartum
sebesar 2,7 persen pada para wanita ini meningkat empat kali lipat dibandingkan dengan
populasi obstetri umum. Babinszki dkk. (1999) melaporkan insiden perdarahan postpartum
sebesar 0,3 persen pada wanita dengan paritas rendah, tetapi 1,9 persen pada mereka
dengan para 4 atau lebih.
Risiko lain adalah wanita yang bersangkutan perbah mengalami perdarahan
postpartum. Akhirnya, kesalahan penatalaksanaan persalinan kala tiga berupa upaya untuk
mempercepat pelahiran plasenta selain dari pada mengeluarkannya secara manual.
Pemijatan dan penekanan secara terus menerus terhadap uterus yang sudah berkontraksi
dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta sehingga pemisahan plasenta
tidak sempurna dan pengeluaran darah meningkat.
4. Pathway
2.5 Faktor Predisposisi
Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:
1) melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang bersalin karena
hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan yang pasca persalinan akibat atonia uteri.
2) Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 g) segera setelah bayi lahir.
Beberapa faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah:
1) regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, atau anak
teralu besar.
2) Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
3) Persalinan grande-multipara.
4) Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita penyakit menahun.
5) Mioma uteri yangmenggangu kontraksi rahim.
6) Infeksi intrauterin (korioamnionitis).
7) Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
2.6 Tanda dan Gejala Atonia Uteri
1. perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi
pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah
tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
2. konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia
dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3. fundus uteri naik.
4. terdapat tanda-tanda syok
a) nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b) tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c) pucat
d) keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e) pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f) gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g) urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
2.7 Manifestasi Klinis
1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
Gejala klinis umum yang terjadi ialah kehhilangan darah dalam jumlah banyak > 500
ml ), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih dan dapat
terjadi syol hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala klinis berdasarkan penyebab :
1. Atonia Uteri
Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan
segera setelah anak lahir ( perdarahan post partum primer ).
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terleppasnya sebagian plasenta dari
rahim dan sebagian lagi belum ; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri.
Atonia uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama ; pembesaran rahim
yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar ; persalinan
yang serin ( multiparitas ) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada
usaha mengeluarkan plasenta dan mendorng rahim ke bawah sementara plasenta belum
epas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila ada
perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak
darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan atonia uteri, rahim
membesar dan lembek.
Tearapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena
perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami
anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya
harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu
lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dinding
rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan supaya penghentian perdarahan
sepecap mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan
atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik.
Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat dilakukan kompresi
baimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan
tampon kasa ke dalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan
postpartum ada kemungkinan dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah
ke rahim atau pengangkatan rahim.
2.8 Penatalaksanaan
1. kenali dan tegakan diagnosis kerja atonia uteri
2. masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan dan
perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus.
3. Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang tampon
uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam.
4. Kompresi bimanual eksternal, menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran
darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga
uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi bimanual internal.
5. Kompresi bimanual internal, uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen
dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah didalam miometrium
(sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan
kondisi ini bla perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi
kembali. Apabia perdarahan tetap terjadi, coba kompresi aorta abdominalis.
6. Kompresi aorta abdominalis, raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut, genggam tangan kanan kemuadian tekankan pada daerah
umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis.
Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis.
Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi.
7. Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin/ergometrin, bisa dicoba
prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskular atau langsung pada miometrium
(transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3
jam sesudahnya.
8. Laparotomi dilakukan bila uterus tapi lembek dan perdarahan yang terjadi tetap>200
ml/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik (khusus untuk
penderita yang belum punya anak atau muda sekali).
9. Bila tidak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.
2.9 Pencegahan Atonia Uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai
terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan,
anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang
cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti
ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada
manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol
yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika
untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat
long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan
oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin
bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin
ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.
1. Oksitosin
Jika uterus tidak keras, diindikasikan pemijatan fundus kuat-kuat. Dua puluh unit (2 ampul)
oksitosin dalam 1000 ml ringer laktat atau salin normal umumnya efektif jika diberikan
secara intravena dengankecepatan sekitar 10 ml/mnt (200 Mu oksitosin per menit) dibarengi
dengan pemijatan uterus. Oksitosin jangan diberikan sebagai dosisi bolus yang tidak
diencerkan karena
2. Turunan Ergot
Jika oksitosin yang disalurkan secara cepat melalui infus terbukti tidak efektif, sebagian
dokter memberikan metilergonovin (Mathergine), 0,2 mg, secara intramuskulus atau
intravena. Obat ini dapat merangsang uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan.
Jika diberikan secara intravena, metilergonovin dapat menyebabkan hipertensi yang
berbahaya, teutama pada wanita preeklamsia.
3. prostaglandin
Turunan 15 methyl dari prostaglandin F2 (Hemabate) juga dapat digunakan untuk
mengatasi atonia uterus. Dosis awal yang dianjurkan adalah 250 g (0,25 mg) secara
intramuskulus, dan hal ini diulangi jika diperlukan dengan interval 15 hingga 90 menit hingga
maksimum 8 dosis. Selain kontriksi vaskuler dan saluran napas paru, efek samping lain
adalah diare, hipertensi, muntah, demam, flushing dan takikardi.
4. Perdarahan yang tidak responsif terhadap oksitosik
Perdarahan yang berlanjut setelah beberapa kali pemberian obat oksitosik mungkin berasal
dari laserasi jalan lahir, termasuk dari pada beberapa kasus ruptur uterus. Karena itu, jika
perdarahan menetap, jangan membuang-buang waktu dengnan melakukan upaya-upaya
acak untk menghentikan perdarahan, tetapi harus segera dimulai suatau penatalaksanaan
seperti di Tabel 56-2. Dengan transfusi dan kompresi uterus dengan tangan serta oksitosin
intravena, jarang diperlukan tindakan tambahan. Bila atonia tidak teratasi, mungkin
diperlukan histerektomi sebagai tindakan untuk menyelamatkan nyawa. Cara lain yang
mungkin berhasil adalah ligasi arteri uterina, ligasi arteri illiaka interna, atau embolisasi
angiografik.
Ligasi Arteri Iliaka Interna
Pengikatan arteri iliaka interna kadang-kadang mengurangi secara bermakna perdarahan
akibat atonia uterus. Operasii ini lebih mudah dilakukan jika insisi digaris tengah abdomen
diperluas keatas melewati umbilikus. Ligasi arteri iliaka interna mengurangi tekanan nadi di
arteri sebelah distal dari ikatan sehingga mengubah sistem tekanan arteri menjadi tekanan
yang mendekati tekanan di sirkulasi vena yang lebih mudah dihentikan melalui
pembentukan bekuan biasa. Ligasi bilateral kedua arteri tampaknya tidak secara serius
menggangu kemampuan reproduksi selanjutnya. (Leveno, Kennethj 2009 ).
TABEL 56-2 penatalaksanaan perdarahan yang tidak responsif terhadap oksitosik
1) Lakukan penekanan uterus bimanual (Gbr. 56-3). Tekniknya adalah melakukan pemijatan
aspek posterior uterus dengan tangan di abdominal dan pemijatan bagian depan uterus
melalui vagina dengan kepalan yang lain. Tindakan ini akan mengatasi sebagian besar
perdarahn.
2) Minta bantuan!
3) Mulai transfusi darah. Golongan darah semua pasien obstetris harus diketahui, jika
mungkin, sebelum persalinan, serta lakukan uji coombs indirek untuk mendeteksi antibodi
eritrosit. Jika yang terakhir iini negatif, tidak diperlukan pencocokan-silang darah. Pada
kedaruratan yang ekstrem, pasien diberi packed red blood cells golongan O negatif D
(donor universal).
4) Lakukan eksplorasi uterus dengan tangan untuk mencari potongan plasenta yang
tertinggal atau laserasi.
5) Dengan cermat lakukan inspeksi atau serviks dan vagina setelah kedua struktur ini
dipajankan.
6) Pasang kateter intravena kaliber besar yang kedua sehingga pasien dapat diberi
7) kristaloid olus oksitosin bersamaan dengan transfusi darah.
8) Dipasang kateter foley untuk memantau haluaran urine yang merupakan indikator yang
baik untuk menilai perfusi ginjal.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN ATONIA UTERI
3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar
dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tindakan dan evaluasi dari tidakan
yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif
dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik. Pengkajian
terhadap klien post meliputi:
A. Anamnesa
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan
lain lain.
2. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia,
trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi
sisa plasenta.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml),
Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah
rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung,
dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
3. Riwayat obstetrik
a) Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan
waktu haid, HPHT
b) Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
c) Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
1) Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi
plasenta.
2) Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin,
apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir,
panjang waktu lahir.
3) Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak
dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
d) Riwayat Kehamilan sekarang
1) Hamil muda, keluhan selama hamil muda
2) Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi,
pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
3) Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan
serta pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari.
a.) Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun
selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi,
cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah
buahan.
b.) Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola
miksi dan defeksi. BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah
secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
c.) Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan
kelelahan yang berlebihan.
d.) Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik
sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
a.) Mulut : bibir pucat
b.) Payudara : hyperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris
c.) Abdomen : terdapat pembesaran abdomen
d.) Genetalia : terdapat perdarahan pervaginam
e.) Ekstremitas : dingin
2. Palpasi
a.) Abdomen : uterus teraba lembek, TFU lebih kecil daripada UK, nyeri tekan, perut teraba
tegang, messa pada adnexa.
b.) Genetalia : Nyeri goyang porsio, kavum douglas menonjol.
3. Auskultasi
a.) Abdomen : bising usus (+), DJJ (-)
4. Perkusi
a.) Ekstremitas : reflek patella + / +

I. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
1. Rambut dan kulit
a) Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra.
b) Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
c) Laju pertumbuhan rambut berkurang.
2. Mata : pucat, anemis
3. Hidung
4. Gigi dan mulut
5. Leher
6. Buah dada / payudara
a) Peningkatan pigmentasi areola putting susu
b) Bertambahnya ukuran dan noduler
7. Jantung dan paru
a) Volume darah meningkat
b) Peningkatan frekuensi nadi
c) Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah pulmonal.
d) Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
e) Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.
f) Diafragma meninggi.
g) Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
8. Abdomen
a) Menentukan letak janin
b) Menentukan tinggi fundus uteri
9. Vagina
a) Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan ( tanda Chandwick)
b) Hipertropi epithelium
10. System musculoskeletal
a) Persendian tulang pinggul yang mengendur
b) Gaya berjalan yang canggung
c) Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastasis rectal
II. Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan
mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
1. Nyeri/ketidaknyamananNyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
2. Sistem vaskuler
a.) Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya
b.) Tensi diawasi tiap 8 jam
c.) Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
d.) Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
e.) Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital,
idiopatik trombositopeni purpura.
3. Sistem Reproduksi
a.) Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam
selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
b.) Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau
c.) Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah
ada jahitannya yang lepas
d.) Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
e.) Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
f.) Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan
(sub involusi)
4. Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan
lain-lain
5. Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
6. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
2. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah
putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak
hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat
hamil 5.000-15.000)
3. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
4. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
5. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP),
penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin
partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
3.2 Analisis Masalah Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan
atau kematian, respon fisiologis
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan tubuh,
penurunan Hb
5. Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal
sumber informasi
3.3 Diagnosa dan Rencana Tindakan Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan
Intervensi :
- Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatikan faktor-faktor
penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi (misalnya laserasi, fragmen plasenta
tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion atau retensi janin mati selama
lebih dari 5 minggu)
Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan
kesempatan untuk mencegah dan membatasi terjadinya komplikasi.
- Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut, simpan
bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh perawat.
Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arteial versus vena, dan adanya bekuan-bekuan
membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian.
- Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas uterus. Dengan perlahan masase
penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua diatas simpisis
pubis.
Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan
kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan
diatas simphisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
- Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar
kuku, membran mukosa dan bibir.
Rasional : Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan pada
tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30 - 50%.
Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
- Pantau parameter hemodinamik seperti tekanan vena sentral atau tekanan baji arteri
pulmonal bila ada.
Rasional : Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian.
- Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.
Rasional : Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas.
Pengubahan posisi yang tepat meningkatkan aliran balik vena, menjamin persediaan darah
keotak dan organ vital lainnya lebih besar.
- Pertahankan aturan puasa saat menentuka status/kebutuhan klien.
Rasional : Mencegah aspirasi isi lambung dalam kejadian dimana sensorium berubah
dan/atau intervensi pembedahan diperlukan.
- Pantau masukan dan keluaran, perhatikan berat jenis urin.
Rasional : Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume
perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30 50 ml/jam atau lebih besar.
- Hindari pengulangan/gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan vagina
dan/atau rektal
Rasional : Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal atau perineal atau
hematoma terjadi.
- Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan ancietas dan kebutuhan metabolik.
- Kaji nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina. Berikan tekanan balik
pada laserasi labial atau perineal.
Rasional : Haematoma sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut pada laserasi jalan
lahir.
- Pantau klien dengan plasenta acreta (penetrasi sedikit dari myometrium dengan
jaringan plasenta), HKK atau abrupsio placenta terhadap tanda-tanda KID.
Rasional : Tromboplastin dilepaskan selama upaya pengangkatan placenta secara manual
yang dapat mengakibatkan koagulopati.
- Mulai Infus I atau 2 i.v dari cairan isotonik atau elektrolit dengan kateter !8 G atau
melalui jalur vena sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah (plasma, kriopresipitat,
trombosit) sesuai indikasi.
Rasional : Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk darah untuk
meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.
- Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Oksitoksin, Metilergononovin maleat, Prostaglandin F2 alfa.
Rasional : Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan miometrium, menutup
sinus vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi pada adanya atonia.
Magnesium sulfat
Rasional : Beberapa penelitian melaporkan penggunaan MGSO4 memudahkan relaksasi
uterus selama pemeriksaan manual.
Terapi Antibiotik.
Rasional : Antibiotok bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau mungkin perlu
diperlukan untuk infeksi yang disebabkan atau diperberat pada subinvolusi uterus atau
hemoragi.
- Pantau pemeriksaan laboratotium sesuai indikasi : Hb dan Ht.
Rasional : Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5
mg Hb.

2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia


Intervensi :
- Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi dan
berat badan.
Rasional : Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah. Status yang
ada sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera dari kekurangan
oksigen.
- Pantau tanda vital; catat derajat dan durasi episode hipovolemik.
Rasional : Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi
hipotensi. Peningkatan frekuensi pernapasan dapat menunjukan upaya untuk mengatasi
asidosis metabolik.
- Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan prilaku.
Rasional : Perubahan sensorium adalah indikator dini dari hipoksia, sianosis, tanda lanjut
dan mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah 50 mmHg.
- Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah, perhatikan suhu kulit.
Rasional : Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasii pada pembuluh
darah perifer diperlukan yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.
- Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi kejaringan.
- Pasang jalan napas; penghisap sesuai indikasi
Rasional : Memudahkan pemberian oksigen.

3. Ancietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan atau


kematian.
Intervensi :
- Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragi pasca
partum. Klarifikasi kesalahan koinsep.
Rasional : Membantu dalam menentukan rencana perawatan. Persepsi klien tentang
kejadian mungkin menyimpang, memperberat ancietasnya.
- Evaluasi respon fisiologis pada hemoragik pasca partum; misalnya tachikardi,
tachipnea, gelisah atau iritabilitas.
Rasional : Meskipun perubahan pada tanda vital mungkin karena respon fisiologis, ini dapat
diperberat atau dikomplikasi oleh faktor-faktor psikologis.
- Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung.
Rasional : Dapat membantu klien mempertahankan kontrol emosional dalam berespon
terhadap perubahan status fisiologis. Membantu dalam menurunkan tranmisi ansietas antar
pribadi.
- Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ancietas, berikan kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan perasaan.
Rasional : Pengungkapan memberikan kesempatan untuk memperjelas informasi,
memperbaiki kesalahan konsep, dan meningkatkan perspektif, memudahkan proses
pemecahan masalah.

4. Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.


Intervensi :
- Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap nyeri perineal
yang menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi uterus atau nyeri tekan abdomen.
Rasional : Membantu dalam diagnosa banding dan pemilihan metode tindakan.
Ketidaknyamanan berkenaan dengan hematoma, karena tekanan dari hemaoragik
tersembunyi kevagina atau jaringan perineal. Nyeri tekan abdominal mungkin sebagai akibat
dari atonia uterus atau tertahannya bagian-bagian placenta. Nyeri berat, baik pada uterus
dan abdomen, dapat terjadi dengan inversio uterus.
- Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyamanan.
Rasional : Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas, yang memperberat
persepsi ketidaknyamanan.
- Berikan tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres es pada perineum atau
lampu pemanas pada penyembungan episiotomi.
Rasional : Kompres dingan meminimalkan edema, dan menurunkan hematoma serta
sensasi nyeri, panas meningkatkan vasodilatasi yang memudahkan resorbsi hematoma.
- Berikan analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan nyeri dan ancietas, meningkatkan relaksasi.

5. Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.


Intervensi :
- Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri. Tinjau ulang
cara yang tepat untuk menangani dan membuang material yang terkontaminasi misalnya
pembalut, tissue, dan balutan.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organinisme infeksious.
- Perhatikan perubahan pada tanda vital atau jumlah SDP
Rasional : Peningkatan suhu dari 100,4 F (38C) pada dua hari beturut-turut (tidak
menghitung 24 jam pertama pasca partum), tachikardia, atau leukositosis dengan
perpindahan kekiri menandakan infeksi.
- Perhatikan gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus atau nyeri pelvis.
Rasional : Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik, kemungkinan menimbulkan
bakterimia, shock, dan kematian bila tidak teratasi.
- Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan (perubahan pada bunyi
napas, batuk produktif, sputum purulent), mastitis (bengkak, eritema, nyeri), atau infeksi
saluran kemih (urine keruh, bau busuk, dorongan, frekuensi, nyeri).
Rasional : Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang efektif.
- Kaji keadaan Hb atau Ht. Berikan suplemen zat besi sesuai indikasi.
Rasional : Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak sistem
imun.
6. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Intervensi :
- Jelaskan faktor predisposisi atau penyebab dan tindakan khusus terhadap penyebab
hemoragi.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu klien/pasangan memahami dan
mengatasi situasi.
- Kaji tingkat pengetahuan klien, kesiapan dan kemampuan klien untuk belajar.
Dengarkan, bicarakan dengan tenang, dan berikan waktu untuk bertanya dan meninjau
materi.
Rasional : Memberikan informasi yang perlu untuk mengembangkan rencana perawatan
individu. Menurunkan stress dan ancietas, yang menghambat pembelajaran, dan
memberikan klarifikasi dan pengulangan untuk meningkatkan pemahaman.
- Diskusikan implikasi jangka pendek dari hemoragi pasca partum, seperti perlambatan
atau intrupsi pada proses kedekatan ibu-bayi (klien tidak mampu melakukan perawatan
terhadap diri dan bayinya segera sesuai keinginannya).
Rasional : Menurunkan ansietas dan memberikan kerangka waktu yang realistis untuk
melakukan ikatan serta aktivitas-aktivitas perawatan bayi.
- Diskusikan implikasi jangka panjang hemoragi pasca partum dengan tepat, misalnya
resiko hemoragi pasca partum pada kehamilan selanjutnya, atonia uterus, atau
ketidakmampuan untuk melahirkan anak pada masa datang bila histerektomie dilakukan.
Rasional : Memungkinan klien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi dan mulai
mengatasi perasaan tentang kejadian-kejadian masa lalu dan sekarang.

3.4 Implementasi
Setelah rencana tindakan perawatan tersusun, selanjutnya rencana tindakan tersebut
dilaksanakan sesuai dengan situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam pelaksanaan tindakan, perawat dapat langsung melaksanakan kepada
orang lain yang dipercaya di bawah pengawasan orang yang masih seprofesi dengan
perawat. (Nursalam, 2001 : 63)
3.5 Evaluasi
Evaluasi dari proses keperawatan adalah nilai hasil yang diharapkan dimasukkan
kedalam SOAP terhadap perubahan perilaku pasien. Untuk mengetahui sejauh mana
masalah pasien dapat diatasi, disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau
pengkajian ulang jika tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai (Nursalam, 2001 : 71).

You might also like