You are on page 1of 21

Farmasetika Dasar

Sediaan Mata
Dosen : Rachmi Hutabarat, S.Si. M.Si. Apt.

Disusun Oleh :
1. Sisilia Susanti Tandi ( 12330034 )
2. Arfianti Wionita ( 14330144 )
3. Mareta Gita Kencana ( 15330007 )
6. Liza Cahyani ( 15330008 )
7. Yuli Astriningsih ( 15330030 )

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL


FAKULTAS FARMASI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
tentang Sediaan Mata ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan
makalah ini.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, makalah ini masih banyak


kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, November 2016

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................................................ii

Daftar isi.......................................................................................................................................iii

Bab I Pendahuluan.....................................................................................................................4
1.1 Latar belakang..................................................................................................................4
1.2 Tujuan...............................................................................................................................4

Bab II Tinjauan Pustaka...........................................................................................................5


2.1 Pengertan Obat Tetes Mata..............................................................................................5
2.2 Komponen Sediaan Tetes Mata........................................................................................5
2.3 Keuntungan Dan Kerugian...............................................................................................7
2.4 Karakteristik Sediaan Mata ..........................................................................................8
2.5 Suspensi Obat Mata..10

Bab III Pembahasan...................................................................................................................12


3.1 Metode Pembuatan...................................................................................12
3.1.1 Metode Sterilisasi............................12
3.1.2 Perhitungan Dan Penimbangan.......15
3.1.3 Evaluasi ......17
3.2 Contoh Resep Dan Contoh Sediaan Di Pasar...................................................................18

Bab IV Penutup...........................................................................................................................19
4.1 Kesimpulan ......................................................................................................................19
4.2 Daftar Pustaka..................20

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan, terletak dalam lingkaran
bertulang berfungsi untuk member perlindungan maksimal dan sebagai pertahanan yang baik dan
kokoh. Penyakit mata dapat dibagi menjadi 4 yaitu, infeksi mata, iritasi mata, mata memar dan
glaucoma. Mata mempunyai pertahanan terhadap infeksi karena secret mata mengandung enzim
lisozim yang menyebabkan lisis pada bakteri dan dapat membantu mengeleminasi organism dari
mata. Obat mata dikenal terdiri atas beberapa bentuk sediaan dan mempunyai mekanisme kerja
tertentu. Obat mata dibuat khusus. Salah satu sediaan mata adalah obat tetes mata. Obat tetes
mata ini merupakan obat yang berupa larutan atau suspensi steril yang digunakan secara local
pada mata.

Karena mata merupakan organ yang paling peka dari manusia maka pembuatan larutan
obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas,
kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet, sterilisasi dan kemasan yang tepat. Hal-hal
yang berkaitan dengan syarat tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.

1.2 Tujuan

untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sediaan tetes mata dan persyaratan-persyaratan
untuk obat tetes mata

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Obat Tetes Mata


Obat tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata.
Sediaan ini diteteskan kedalam mata sebagai antibacterial, anastetik, midriatik, miotik, dan
antiinflamasi.

Syarat sediaan tetes mata


Steril Isotonis dengan air mata
Pemakaian tetes mata yang terkontaminasi mikroorganisme dapat terjadi rangsangan berat
yang dapat menyebabkan hilangnya daya penglihatan atau terlukanya mata sehingga
sebaiknya dilakukan sterilisasi atau menyaring larutan dengan filter pembebas bakteri.
bila mungkin isohidris dengan pH air mata.
Isotonis = 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 1,4 % b/v atau 0,7 1,5 % b/v
pH air mata = 7,4
Larutan jernih
Persyaratan ini dimaksudkan untuk menghindari rangsangan akibat bahan padat. Filtrasi
dengan kertas saring atau kain wol tidak dapat menghasilkan larutan bebas partikel
melayang. Oleh karena itu, sebagai material penyaring kita menggunakan leburan gelas,
misalnya Jenaer Fritten dengan ukuran pori G 3 G 5.
bebas partikel asing dan serat halus
Tidak iritan terhadap mata (untuk basis salep mata)

2.2 Komponen Sediaan Tetes Mata


1. Zat aktif
Pemilihan bentuk suspensi (mis. Sediaan kortikosteroid) disebabkan : Rendahnya
bioavailabilitas zat aktif dalam bentuk larutannya. Toksisitas atau stabilitas zat aktif
dalam bentuk larutan Karena mata adalah organ yang sangat sensitif, maka partikel-
partikel dalam suspensi dapat mengiritasi dan meningkatkan laju lakrimasi dan kedipan.
Maka solusinya, digunakan partikel yang sangat kecil yaitu dengan memakai zat aktif
yang dimikronisasi ( micronized ).
2. Bahan tambahan

5
a. Pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Contoh pengawet
Benzalkonium Klorida, Klorobutanol, Feniletil alcohol, Garam merkuri dan
thimerosal merupakan pengawet alternatif untuk mengganti benzalkonium klorida
jika benzalkonium klorida tidak bisa dipakai.

Syarat zat pengawet bagi larutan obat tetes mata:

Harus bersifat bakteriostatik dan fungistatik. Terutaa sifat bakteriostatik terhadap


pseudomonas aeruginosa, karena sangat berbahaya pada mata yang terinfeksi.
Harus tidak mengiritasi jaringan mata, kornea, dan konjungtiva
Harus kompatibel dengan bahan obat

[z\Tidak menimbulkan alergi

Dapat mempertahankan aktivitasnya dalam kondisi normal

b. Pengisotonis untuk meningkatkan kenyamanan penggunaannya. Beberapa larutan


obat mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan menyediakan kadar
bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat yang cepat dan efektif.
Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam jumlah kecil, pengenceran dengan
air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat hipertonisnya hanya sementara.
Tetapi penyesuaian isotonisitas oleh pengenceran dengan air mata tidak berarti, jika
digunakan larutan hipertonik dalam jumlah besar untuk membasahi mata. Jadi yang
penting adalah larutan obat mata sebisa mungkin harus endekati isotonik.
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan dapar.
3. Viskositas diperlukan agar larutan obat tidak cepat dihilangkan oleh air mata serta dapat
memperpanjang lama kontak dengan kornea, dengan demikian dapat mencapai hasil
terapi yang besar. Biasanya yang digunakan untuk enaikkan viskositas ialah CMC dengan
kadar 0,25-1%. Viskositas sebaiknya tidak melampaui 49-50 mPa detik (40-50 cP) sebab
jika tidak, maka akan terjadi penyumbatan saluran air mata. Kita memakai larutan dengan
harga viskositas 5-15 mPa detik (5-15 cP).
4. Surfaktan sering digunakan dalam larutan mata karena mempunyai fungsi sebagai zat
pembasah atau zat penambah penetrasi.
Efek surfaktan adalah :
a) Menaikkan kelarutan, hingga menaikkan kadar dari obat kontak dengan mata.
b) Menaikkan penetrasi ke dalam kornea dan jaringan lain
c) Memperlama tetapnya obat dalam konjungtiva, pada pengenceran obat oleh air mata.

6
Surfaktan yang sering digunakan adalah benzalkonium-klorid 1 : 50.000 jangan lebih
dari 1 : 3000. Surfaktan lain juga yang dipakai adalah benzalkonium klorid, duponal
M.E dan aerosol OT atau OS. Pemakaian surfaktan jangan lebih dari 0,1%. Lebih
encer lebih baik.
5. Pewadahan

Wadah untuk larutan mata, larutan mata sebaiknya dibuat dalam unit kecil, tidak pernah
lebih besar dari 15 ml dan lebih disukai yang lebih kecil. A botol 7,5 ml adalah ukuran
yang menyenangkan untuk penggunaan larutan mata. Penggunaan wadah kecil
memperpendek waktu pengobatan akan dijaga oleh pasien dan meminimalkan jumlah
pemaparan kontaminan.

2.3 Keuntungan dan Kerugian

Keuntungan
Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan kemudahan
penangananan. Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat
memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya oleh
air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek terapinya.
Kekurangan
Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas ( 7 m L) maka larutan yang
berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur GI menghasilkan absorpsi sistemik
yang tidak diinginkan. Mis. b -bloker untuk perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi
pasien gangguan jantung atau asma bronkhial.( Codex, 162) Kornea dan rongga mata sangat
kurang tervaskularisasi , selain itu kapiler pada retina dan iris relatif non permeabel sehingga
umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya lokal/topikal. (Codex, 161)

2.4. Karakteristik Sediaan Mata

1. Kejernihan

Larutan mata adalah dengan definisi bebas adari partikel asing dan jernih secara normal

diperoleh dengan filtrasi, pentingnya peralatan filtrasi dan tercuci baik sehingga bahan-bahan

7
partikulat tidak dikontribusikan untuk larutan dengan desain peralatan untuk menghilangkannya

pada pengerjaan penampilan dalam lingkungan bersih.

Penggunaan Laminar Air Flow dan harus tidak tertumpahkan akan memberikan

kebersamaan untuk penyiapan larutan jernih bebas partikel asing. Dalam beberapa permasalahan,

kejernihan dan streilitas dilakukan dalam langkah filtrasi yang sama. Ini penting untuk

menyadari bahwa larutan jernih sama fungsinya untuk pembersihan wadah dan tutup. Kedua

wadah dan tutup harus bersih, steril dan tidak tertumpahkan. Wadah dan tutup tidak membawa

partikel dalam larutan selama kontak lama sepanjang penyimpanan. Normalnya dilakukan test

sterilitas.

2. Stabilitas

Stabilitas obat dalam larutan, seperti produk tergantung pada sifat kimia bahan obat, pH

produk, metode penyimpanan (khususnya penggunaan suhu), zaat tambahan larutan dan tipe

pengemasan.

Obat seperti pilokarpin dan fisostigmin aktif dan cocok pada mata pada pH 6.8 namun

demikian, pH stabilitas kimia (atau kestabilan) dapat diukur dalam beberapa hari atau bulan.

Dengan obat ini, bahan kehilangan stabilitas kimia kurang dari 1 tahun. Sebaliknya pH 5, kedua

obat stabil dalam beberapa tahun.

Tambahan untuk pH optimal, jika sensitivitas oksigen adalah satu faktor, stabilitas

adekuat diinginkan antioksidan. kemasan plastik, polietilen densitas rendah Droptainer

memberikan kenyamanan pasien, dapat meningkatkan deksimental untuk kestabilan dengan

pelepasan oksigen menghasilkan dekomposisi oksidatif bahan-bahan obat.

3. Buffer dan pH

8
Idealnya, sediaan mata sebaiknya pada pH yang ekuivalen dengan cairan mata yaitu 7,4.

Dalam prakteknya, ini jarang dicapai. mayoritas bahan aktif dalam optalmologi adalah garam

basa lemah dan paling stabil pada pH asam. ini umumnya dapat dibuat dalam suspensi

kortikosteroid tidak larut suspensi biasanya paling stabil pada pH asam.

pH optimum umumnya menginginkan kompromi pada formulator. pH diseleksi jadi

optimum untuk kestabilan. Sistem buffer diseleksi agar mempunyai kapsitas adekuat untuk

memperoleh pH dengan range stabilitas untuk durasi umur produk. kapasitas buffer adalah kunci

utama, situasi ini.

4. Tonisitas

Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-garam dalam larutan berair,

larutan mata adalah isotonik dengan larutan lain ketika magnefudosifat koligatif larutan adalah

sama. larutan mata dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan 0,9% laritan Na

Cl.

Sebenarnya mata lebih toleran terhadap variasi tonisitas daripada suatu waktu yang

diusulkan. Maka biasanya dapat mentoleransi larutan sama untuk range 0,5%-1,8% NaCl.

Memberikan pilihan, isotonisitas selalu dikehendaki dan khususnya penting dalam larutan

intraokuler. Namun demikian, ini tidak dibutuhkan ketika total stabilitas produk

dipertimbangkan.

5. Viskositas

USP mengizinkan penggunaan bahan pengkhelat viskositas untuk memperpanjang lama

kontak dalam mata dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya. Bahan-bahan seperti metilselulosa,

polivinil alkohol dan hidroksi metil selulosa ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan

viskositas.

9
Para peneliti telah mempelajari efek peningkatan viskositas dalam waktu kontak dalam

mata. umumnya viskositas meningkat 25-50 cps range yang signifikan meningkat lama kontak

dalam mata.

6. Additives/Tambahan

Penggunaan bahan tambahan dalam larutan mata diperbolehkan, namun demikian

pemilihan dalam jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya Natrium Bisulfat atau metabisulfat,

digunakan dengan konsentrasi sampai 0,3%, khususnya dalam larutan yang mengandung garam

epinefrin. Antioksidan lain seperti asam askorbat atau asetilsistein juga digunakan. Antioksidan

berefek sebagai penstabil untuk meminimalkan oksidasi epinefrin.

2.5 Suspensi obat mata

Pembuatan suspensi dapat dilakukan jika obat tidak larut dalam peyangga yang cocok.
Misalnya kortikosteroid. Syarat utama suspensi air atau minyak adalah ukuran partikel yang
sangat dibatasi. Pada dasarnya, suspensi menggunakan serbuk yang telah dimikronisasi untuk
menghindari terjadinya rangsangan pada mata. Ukuran partikel pada mata <30 nm. Untuk
menstabilkan suspensi, kita tambahkan viskositas. Suspense obat ata tidak boleh digunakan bila
terjadi massa yang mengeras atau penggumpalan.

Penggolongan obat mata berdasarkan farmakologi

1. Obat mata sebagai anti-infektif dan antiseptik


Contohnya :
Albucetine eye drop 5 ml, 10 ml, 15 ml, dan oint 3,5 g
2. Obat mata mengandung corticosteroid
Contohnya :
Celestone eye drop 5 ml
3. Obat mata sebagai antiseptik dengam corticosteroid
Contohnya :
Cendo Xitrol 5 ml dan 10 ml
4. Obat mata mempunyai efek midriatik
Contohnya :
Cendo Tropine 5 ml, 10 ml dan 15 ml
5. Obat mata mempunyai efek miotik

10
Contohnya :
Cendo Carpine 5 ml, 10 ml dan 15 ml
6. Obat mata mempunyai efek glaukoma
Contohnya :
Isotic Adretor 5 ml
7. Obat mata mempunyai efek lain
Contohnya :

Catarlent eye drop 15 ml

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Metode Pembuatan

3.1.1 Metode sterilisasi


1. Cara Sterilisasi Akhir
cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan. Zat aktif harus stabil terhadap molekul air
dan pada suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua alat
setelah lubang-lubangnya ditutup dengan kertas perkamen, disterilkan dengan cara sterilisasi
yang sesuai.

11
2. Cara Aseptik terbatas pada sediaan yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan dapat
mengakibatkan penguraian atau penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan beberapa
hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptik. Cara aseptik
bukanlah suatu metode sterilisasi , melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril
dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan. Dalam FI III hal 18, proses aseptik
adalah cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan
terjadinya cemaran kuman hingga seminimum mungkin. Teknik aseptik dimaksudkan untuk
digunakan dalam pembuatan sediaan steril yang tidak dapat dilakukan proses sterilisasi akhir
karena ketidakmantapan zatnya. Sterilitas hasil akhir hanya dapat disimpulkan jika hasi itu
memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan Hayati. Teknik aseptik penting
sekali diperhatikan pada waktu melakukan sterilisasi menggunakan cara sterilisasi C dan D
tepatnya sewaktu memindahkan atau memasukkan bahan steril kedalam wadah akhir steril.
Dalam pembuatan larutan steril menggunakan proses ini, obat steril dilarutkan atau didispersikan
dalam zat pembawa steril, diwadahkan dalam wadah steril, akhirnya ditutup kedap untuk
melindungi terhadap cemaran kuman. Semua alat yang digunakan harus steril. Ruangan yang
digunakan harus disterilkan terpisah dan tekanan udaranya diatur positif dengan memasukkan
udara yang telah dialirkan melalui penyaring bakteri. Pekerjaan ini harus dilakukan dengan tabir
pelindung atau dalam aliran udara steril
Metode sterilisasi terutama ditentukan oleh sifat sediaan tersebut. Jika memungkinkan,
penyaringan dengan penyaring membran steril secara aseptik merupakan metode yang baik. Jika
dapat ditunjukkan bahwa pemanasan tidak mempengaruhi stabilitas sediaan, maka sterilisasi obat
dalam wadah akhir dengan otoklaf juga merupakan pilihan baik. Pendaparan obat tertentu
disekitar pH fisiologis dapat menyebabkan obat tidak stabil pada suhu tinggi. Penyaringan
dengan menggunakan penyaring bakteri adalah suatu cara yang baik untuk menghindari
pemanasan, namun perlu perhatian khusus dalam pemilihan, perakitan dan penggunaan alat-alat.
Sedapat mungkin gunakan penyaring steril 1x pakai. ( FI IV hal 13).
Cara-cara Sterilisasi (FI IV hal 1112, FI III hal 18)
a. Sterilisasi uap
Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh dibawah tekanan berlangsung di
suatu bejana yang disebut otoklaf. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope,
untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121oC, kecuali dinyatakan lain.

12
Prinsip dasar kerja alat: udara di dalam bejana diganti dengan uap jenuh, dan hal ini
dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup khusus.
Pengerjaan: sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang cocok,
kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml, maka
sterilisasi dilakukan dengan uap air jenuh pada suhu 115oC-116oC selama 30 menit. Jika
volume dalam tiap wadah lebih dari 100 ml, maka waktu sterilisasi diperpanjang hingga
seluruh isi tiap wadah berada pada 115oC-116oC selama 30 menit.
b. Sterilisasi panas kering
Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di farmakope dengan menggunakan
panas kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets dalam suatu oven yang didesain
khusus untuk tujuan tersebut. Distribusi panas dapat berupa sirkulasi atau disalurkan
langsung dari suatu nyala terbuka. Suatu proses berkesinambungan sering digunakan untuk
sterilisasi dan depirogenisasi alat kaca sebagai bagian dari sistem pengisian dan penutupan
kedap secara aseptik yang berkesinambungan dan terpadu.
Pengerjaan: sediaan yang akan disterilkan dimasukkan kedalam wadah lalu ditutup kedap
atau penutupan ini bersifat sementara untuk mencegah pencemaran. Jika volume dalam
tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, maka panaskan pada suhu 150oC selama 1 jam. Jika
volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, maka waktu 1 jam dihitung setelah seluruh isi
tiap wadah mencapai suhu 150oC. Wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup
kedap menurut Teknik Aseptik.
c. Sterilisasi gas
Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal
sering dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada
proses sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada
sterilisasi gas adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar
(walaupun sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai), bersifat mutagenik dan
kemungkinan adanya residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang
mengandung ion klorida. Proses sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang
bertekanan yang didesain sama seperti pada otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus
yang hanya terdapat pada alat sterilisasi yang menggunakan gas. Keterbatasan utama dari
proses sterilisasi etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi
sampai ke daerah yang paling dalam dari bahan yang disterilkan. Gas yang lain yang dapat
dipakai yaitu formaldehid.

13
d. Sterilisasi dengan radiasi ion
Keunggulan sterilisasi radiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang
dapat diukur dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih
sedikit. Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop
(radiasi ) dan radiasi berkas elektron. Iradiasi hanya menimbulkan sedikit kenaikan suhu
tetapi dapat mempengaruhi kualitas dan jenis plastik/kaca tertentu.
e. Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas . Dilakukan dengan penyaringan
menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, sehingga mikroba yang dikandung dapat
dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri dari suatu matriks berpori
bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak permeabel. Efektivitas suatu
penyaring media atau penyaring substrat tergantung pada ukuran pori bahan dan dapat
tergantung pada daya absorbsi bakteri pada atau dalam matriks penyaring atau bergantung
pada mekanisme pengayakan. Penyaringan untuk tujuan sterilisasi umumnya dilaksanakan
menggunakan rakitan yang memiliki membran dengan porositas nominal 0,2 m atau kurang.
Pengerjaan: larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dalam wadah
akhir yang steril, kemudian ditutup kedap menurut Teknik Aspetik. Menurut FI III
kecuali dinyatakan lain.
Tetes mata dibuat dengan salah satu cara berikut : Obat dilarutkan ke dalam cairan
pembawa yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang
cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah. Tutup
wadah dan sterilkan dengan autoklaf pada suhu 115-116oC selama minimal 30 menit,
tergantung volume cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi A). Obat dilarutkan ke
dalam pembawa berair yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat
pengawet lain yang cocok dan larutan disterilkan dengan cara filtrasi (cara sterilisasi C)
ke dalam wadah yang sudah steril secara aseptik dan tutup rapat. Obat dilarutkan ke
dalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat
pengawet lain yang cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke
dalam wadah, tutup rapat, sterilkan dengan uap air mengalir pada suhu 98-100oC selama
minimal 30 menit tergantung volume cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi B).
3.1.2 Perhitungan dan penimbangan

Zat aktif selalu ditimbang dalam jumlah 5% berlebih untuk mencegah kemungkinan
berkurangnya kadar dalam sediaan akibat proses pembuatan atau dalam penyimpanan. Akan

14
dibuat sediaan tetes mata dengan kekuatan sediaan % dengan volume mL/botol Jumlah
yang akan dibuat : Untuk hasil = Untuk evaluasi = 60 wadah

Contoh perhitungan sediaan tetes mata


TETRASIKLIN HCl

Tiap 10ml mengandung NaCl 0,9%

Aqua P.i ad 10ml


Tetrasiklin x g
Formula Jadi
Pengisotonis y g
Tiap 10ml mengandung:
Pelarut ad x ml
Tetrasiklin Hcl 1%
Rencana formula
Aqua P.i ad 10ml
Tiap 10ml mengandung :
Wadah : dalam botol 10ml
Tetrasiklin HCl 1%
Rute pemberian : tetes mata

15
Alasan pemilihan formula:

Sediaan dibuat dalam bentuk suspensi rekonstitusi karena Tetrasiklin tidak stabil dalam air.
Dosis Tetrasiklin HCl yang digunakan sebanyak 1% dimaksudkan untuk pengobatan
antimikroba pada mata
NaCl digunakan sebagai pengisotonis karena sediaan yang dihasilkan hipotonis, sementara
sediaan tetes mata diupayakan isotonis..
Pembuatan : di LAF
Dibuat 6 botol, masing-masing botol berisi 10ml

Volume = 6 x { volume + (10% x volume )}

= 6 x {10ml + (10%x 10ml )}

= 66ml

Perhitungan Tonisitas

E Tetrasiklin HCl = 0,12

Wtetrasiklin hcl = 1g / 100ml x 10ml

= 0,1g

V = { ( W x E)tetrasiklin} x 111,11

= ( 0,1 x 0,12) x 111,11

= 1,33332 mL

% Tonisitas = (1,33332mL / 10ml) x 0,9%

= 0,11999% Hipotonis

Maka perlu penambahan Pengisotonis ex : NaCl

W = 0,9% 0,11999%

= 0,78%

Penimbangan ( untuk 66ml)


Tetrasiklin HCl : 1% x 66ml = 0,66g

= 660mg

NaCl : 0,78% x 66ml = 0,5148 g

= 514,8 mg

3.1.3 Evaluasi

Evaluasi Fisik (FI IV)


Uji kejernihan
Penentuan bobot jenis
Penentuan pH
Penentuan bahan partikulat
Penentuan volume terpindahkan
Penentuan viskositas dan aliran Volume sedimentasi (Lihat sediaan suspensi)
Kemampuan redispersi (Lihat sediaan suspensi) Penentuan homogenitas (Lihat sediaan
suspensi)
Penentuan distribusi
ukuran partikel (Lihat sediaan suspensi)

Evaluasi Kimia
Identifikasi Penetapan kadar

Evaluasi Biologi
Uji sterilitas (Lihat sediaan injeksi)
Uji efektivitas pengawet
Penentuan potensi (untuk antibiotik)
3.2 Contoh Resep Dan Sediaan Di Pasar
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan, terletak dalam lingkaran
bertulang berfungsi untuk member perlindungan maksimal dan sebagai pertahanan yang
baik dan kokoh.
Obat tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola
mata.
DAFTAR PUSTAKA

1. Farmakope Indonesia ed 111. 2010


2. Farmakope Indonesia ed 1V 2013
3. Triiztanti http://dokumen.tips/documents/tetes-mata-55b07e23c55f0.html
4. http://ffarmasi.unand.ac.id/bahanajar,rpkps,jurnal,buku,cv/BA.RPKPS/Deni
%20Noviza/Materi%20Ajar%20Farmasi%20Praktis%20II%20(2).pdf
5. https://dhadhang.files.wordpress.com/2013/10/sediaan-mata.pdf

You might also like