Professional Documents
Culture Documents
Sediaan Mata
Dosen : Rachmi Hutabarat, S.Si. M.Si. Apt.
Disusun Oleh :
1. Sisilia Susanti Tandi ( 12330034 )
2. Arfianti Wionita ( 14330144 )
3. Mareta Gita Kencana ( 15330007 )
6. Liza Cahyani ( 15330008 )
7. Yuli Astriningsih ( 15330030 )
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
tentang Sediaan Mata ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan
makalah ini.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar............................................................................................................................ii
Daftar isi.......................................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan.....................................................................................................................4
1.1 Latar belakang..................................................................................................................4
1.2 Tujuan...............................................................................................................................4
Bab IV Penutup...........................................................................................................................19
4.1 Kesimpulan ......................................................................................................................19
4.2 Daftar Pustaka..................20
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan, terletak dalam lingkaran
bertulang berfungsi untuk member perlindungan maksimal dan sebagai pertahanan yang baik dan
kokoh. Penyakit mata dapat dibagi menjadi 4 yaitu, infeksi mata, iritasi mata, mata memar dan
glaucoma. Mata mempunyai pertahanan terhadap infeksi karena secret mata mengandung enzim
lisozim yang menyebabkan lisis pada bakteri dan dapat membantu mengeleminasi organism dari
mata. Obat mata dikenal terdiri atas beberapa bentuk sediaan dan mempunyai mekanisme kerja
tertentu. Obat mata dibuat khusus. Salah satu sediaan mata adalah obat tetes mata. Obat tetes
mata ini merupakan obat yang berupa larutan atau suspensi steril yang digunakan secara local
pada mata.
Karena mata merupakan organ yang paling peka dari manusia maka pembuatan larutan
obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas,
kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet, sterilisasi dan kemasan yang tepat. Hal-hal
yang berkaitan dengan syarat tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
1.2 Tujuan
untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sediaan tetes mata dan persyaratan-persyaratan
untuk obat tetes mata
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
a. Pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Contoh pengawet
Benzalkonium Klorida, Klorobutanol, Feniletil alcohol, Garam merkuri dan
thimerosal merupakan pengawet alternatif untuk mengganti benzalkonium klorida
jika benzalkonium klorida tidak bisa dipakai.
6
Surfaktan yang sering digunakan adalah benzalkonium-klorid 1 : 50.000 jangan lebih
dari 1 : 3000. Surfaktan lain juga yang dipakai adalah benzalkonium klorid, duponal
M.E dan aerosol OT atau OS. Pemakaian surfaktan jangan lebih dari 0,1%. Lebih
encer lebih baik.
5. Pewadahan
Wadah untuk larutan mata, larutan mata sebaiknya dibuat dalam unit kecil, tidak pernah
lebih besar dari 15 ml dan lebih disukai yang lebih kecil. A botol 7,5 ml adalah ukuran
yang menyenangkan untuk penggunaan larutan mata. Penggunaan wadah kecil
memperpendek waktu pengobatan akan dijaga oleh pasien dan meminimalkan jumlah
pemaparan kontaminan.
Keuntungan
Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan kemudahan
penangananan. Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat
memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya oleh
air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek terapinya.
Kekurangan
Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas ( 7 m L) maka larutan yang
berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur GI menghasilkan absorpsi sistemik
yang tidak diinginkan. Mis. b -bloker untuk perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi
pasien gangguan jantung atau asma bronkhial.( Codex, 162) Kornea dan rongga mata sangat
kurang tervaskularisasi , selain itu kapiler pada retina dan iris relatif non permeabel sehingga
umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya lokal/topikal. (Codex, 161)
1. Kejernihan
Larutan mata adalah dengan definisi bebas adari partikel asing dan jernih secara normal
diperoleh dengan filtrasi, pentingnya peralatan filtrasi dan tercuci baik sehingga bahan-bahan
7
partikulat tidak dikontribusikan untuk larutan dengan desain peralatan untuk menghilangkannya
Penggunaan Laminar Air Flow dan harus tidak tertumpahkan akan memberikan
kebersamaan untuk penyiapan larutan jernih bebas partikel asing. Dalam beberapa permasalahan,
kejernihan dan streilitas dilakukan dalam langkah filtrasi yang sama. Ini penting untuk
menyadari bahwa larutan jernih sama fungsinya untuk pembersihan wadah dan tutup. Kedua
wadah dan tutup harus bersih, steril dan tidak tertumpahkan. Wadah dan tutup tidak membawa
partikel dalam larutan selama kontak lama sepanjang penyimpanan. Normalnya dilakukan test
sterilitas.
2. Stabilitas
Stabilitas obat dalam larutan, seperti produk tergantung pada sifat kimia bahan obat, pH
produk, metode penyimpanan (khususnya penggunaan suhu), zaat tambahan larutan dan tipe
pengemasan.
Obat seperti pilokarpin dan fisostigmin aktif dan cocok pada mata pada pH 6.8 namun
demikian, pH stabilitas kimia (atau kestabilan) dapat diukur dalam beberapa hari atau bulan.
Dengan obat ini, bahan kehilangan stabilitas kimia kurang dari 1 tahun. Sebaliknya pH 5, kedua
Tambahan untuk pH optimal, jika sensitivitas oksigen adalah satu faktor, stabilitas
3. Buffer dan pH
8
Idealnya, sediaan mata sebaiknya pada pH yang ekuivalen dengan cairan mata yaitu 7,4.
Dalam prakteknya, ini jarang dicapai. mayoritas bahan aktif dalam optalmologi adalah garam
basa lemah dan paling stabil pada pH asam. ini umumnya dapat dibuat dalam suspensi
optimum untuk kestabilan. Sistem buffer diseleksi agar mempunyai kapsitas adekuat untuk
memperoleh pH dengan range stabilitas untuk durasi umur produk. kapasitas buffer adalah kunci
4. Tonisitas
Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-garam dalam larutan berair,
larutan mata adalah isotonik dengan larutan lain ketika magnefudosifat koligatif larutan adalah
sama. larutan mata dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan 0,9% laritan Na
Cl.
Sebenarnya mata lebih toleran terhadap variasi tonisitas daripada suatu waktu yang
diusulkan. Maka biasanya dapat mentoleransi larutan sama untuk range 0,5%-1,8% NaCl.
Memberikan pilihan, isotonisitas selalu dikehendaki dan khususnya penting dalam larutan
intraokuler. Namun demikian, ini tidak dibutuhkan ketika total stabilitas produk
dipertimbangkan.
5. Viskositas
kontak dalam mata dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya. Bahan-bahan seperti metilselulosa,
polivinil alkohol dan hidroksi metil selulosa ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan
viskositas.
9
Para peneliti telah mempelajari efek peningkatan viskositas dalam waktu kontak dalam
mata. umumnya viskositas meningkat 25-50 cps range yang signifikan meningkat lama kontak
dalam mata.
6. Additives/Tambahan
pemilihan dalam jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya Natrium Bisulfat atau metabisulfat,
digunakan dengan konsentrasi sampai 0,3%, khususnya dalam larutan yang mengandung garam
epinefrin. Antioksidan lain seperti asam askorbat atau asetilsistein juga digunakan. Antioksidan
Pembuatan suspensi dapat dilakukan jika obat tidak larut dalam peyangga yang cocok.
Misalnya kortikosteroid. Syarat utama suspensi air atau minyak adalah ukuran partikel yang
sangat dibatasi. Pada dasarnya, suspensi menggunakan serbuk yang telah dimikronisasi untuk
menghindari terjadinya rangsangan pada mata. Ukuran partikel pada mata <30 nm. Untuk
menstabilkan suspensi, kita tambahkan viskositas. Suspense obat ata tidak boleh digunakan bila
terjadi massa yang mengeras atau penggumpalan.
10
Contohnya :
Cendo Carpine 5 ml, 10 ml dan 15 ml
6. Obat mata mempunyai efek glaukoma
Contohnya :
Isotic Adretor 5 ml
7. Obat mata mempunyai efek lain
Contohnya :
BAB 3
PEMBAHASAN
11
2. Cara Aseptik terbatas pada sediaan yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan dapat
mengakibatkan penguraian atau penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan beberapa
hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptik. Cara aseptik
bukanlah suatu metode sterilisasi , melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril
dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan. Dalam FI III hal 18, proses aseptik
adalah cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik yang dapat memperkecil kemungkinan
terjadinya cemaran kuman hingga seminimum mungkin. Teknik aseptik dimaksudkan untuk
digunakan dalam pembuatan sediaan steril yang tidak dapat dilakukan proses sterilisasi akhir
karena ketidakmantapan zatnya. Sterilitas hasil akhir hanya dapat disimpulkan jika hasi itu
memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan Hayati. Teknik aseptik penting
sekali diperhatikan pada waktu melakukan sterilisasi menggunakan cara sterilisasi C dan D
tepatnya sewaktu memindahkan atau memasukkan bahan steril kedalam wadah akhir steril.
Dalam pembuatan larutan steril menggunakan proses ini, obat steril dilarutkan atau didispersikan
dalam zat pembawa steril, diwadahkan dalam wadah steril, akhirnya ditutup kedap untuk
melindungi terhadap cemaran kuman. Semua alat yang digunakan harus steril. Ruangan yang
digunakan harus disterilkan terpisah dan tekanan udaranya diatur positif dengan memasukkan
udara yang telah dialirkan melalui penyaring bakteri. Pekerjaan ini harus dilakukan dengan tabir
pelindung atau dalam aliran udara steril
Metode sterilisasi terutama ditentukan oleh sifat sediaan tersebut. Jika memungkinkan,
penyaringan dengan penyaring membran steril secara aseptik merupakan metode yang baik. Jika
dapat ditunjukkan bahwa pemanasan tidak mempengaruhi stabilitas sediaan, maka sterilisasi obat
dalam wadah akhir dengan otoklaf juga merupakan pilihan baik. Pendaparan obat tertentu
disekitar pH fisiologis dapat menyebabkan obat tidak stabil pada suhu tinggi. Penyaringan
dengan menggunakan penyaring bakteri adalah suatu cara yang baik untuk menghindari
pemanasan, namun perlu perhatian khusus dalam pemilihan, perakitan dan penggunaan alat-alat.
Sedapat mungkin gunakan penyaring steril 1x pakai. ( FI IV hal 13).
Cara-cara Sterilisasi (FI IV hal 1112, FI III hal 18)
a. Sterilisasi uap
Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh dibawah tekanan berlangsung di
suatu bejana yang disebut otoklaf. Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope,
untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit, 121oC, kecuali dinyatakan lain.
12
Prinsip dasar kerja alat: udara di dalam bejana diganti dengan uap jenuh, dan hal ini
dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup khusus.
Pengerjaan: sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang cocok,
kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml, maka
sterilisasi dilakukan dengan uap air jenuh pada suhu 115oC-116oC selama 30 menit. Jika
volume dalam tiap wadah lebih dari 100 ml, maka waktu sterilisasi diperpanjang hingga
seluruh isi tiap wadah berada pada 115oC-116oC selama 30 menit.
b. Sterilisasi panas kering
Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di farmakope dengan menggunakan
panas kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets dalam suatu oven yang didesain
khusus untuk tujuan tersebut. Distribusi panas dapat berupa sirkulasi atau disalurkan
langsung dari suatu nyala terbuka. Suatu proses berkesinambungan sering digunakan untuk
sterilisasi dan depirogenisasi alat kaca sebagai bagian dari sistem pengisian dan penutupan
kedap secara aseptik yang berkesinambungan dan terpadu.
Pengerjaan: sediaan yang akan disterilkan dimasukkan kedalam wadah lalu ditutup kedap
atau penutupan ini bersifat sementara untuk mencegah pencemaran. Jika volume dalam
tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, maka panaskan pada suhu 150oC selama 1 jam. Jika
volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, maka waktu 1 jam dihitung setelah seluruh isi
tiap wadah mencapai suhu 150oC. Wadah yang tertutup sementara, kemudian ditutup
kedap menurut Teknik Aseptik.
c. Sterilisasi gas
Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal
sering dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada
proses sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada
sterilisasi gas adalah etilen oksida. Keburukan dari bahan ini adalah sangat mudah terbakar
(walaupun sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai), bersifat mutagenik dan
kemungkinan adanya residu toksik dalam bahan yang disterilkan terutama yang
mengandung ion klorida. Proses sterilisasi umumnya berlangsung dalam bejana yang
bertekanan yang didesain sama seperti pada otoklaf tetapi dengan tambahan bagian khusus
yang hanya terdapat pada alat sterilisasi yang menggunakan gas. Keterbatasan utama dari
proses sterilisasi etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi
sampai ke daerah yang paling dalam dari bahan yang disterilkan. Gas yang lain yang dapat
dipakai yaitu formaldehid.
13
d. Sterilisasi dengan radiasi ion
Keunggulan sterilisasi radiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang
dapat diukur dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih
sedikit. Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop
(radiasi ) dan radiasi berkas elektron. Iradiasi hanya menimbulkan sedikit kenaikan suhu
tetapi dapat mempengaruhi kualitas dan jenis plastik/kaca tertentu.
e. Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas . Dilakukan dengan penyaringan
menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, sehingga mikroba yang dikandung dapat
dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri dari suatu matriks berpori
bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak permeabel. Efektivitas suatu
penyaring media atau penyaring substrat tergantung pada ukuran pori bahan dan dapat
tergantung pada daya absorbsi bakteri pada atau dalam matriks penyaring atau bergantung
pada mekanisme pengayakan. Penyaringan untuk tujuan sterilisasi umumnya dilaksanakan
menggunakan rakitan yang memiliki membran dengan porositas nominal 0,2 m atau kurang.
Pengerjaan: larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dalam wadah
akhir yang steril, kemudian ditutup kedap menurut Teknik Aspetik. Menurut FI III
kecuali dinyatakan lain.
Tetes mata dibuat dengan salah satu cara berikut : Obat dilarutkan ke dalam cairan
pembawa yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang
cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah. Tutup
wadah dan sterilkan dengan autoklaf pada suhu 115-116oC selama minimal 30 menit,
tergantung volume cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi A). Obat dilarutkan ke
dalam pembawa berair yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat
pengawet lain yang cocok dan larutan disterilkan dengan cara filtrasi (cara sterilisasi C)
ke dalam wadah yang sudah steril secara aseptik dan tutup rapat. Obat dilarutkan ke
dalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat
pengawet lain yang cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke
dalam wadah, tutup rapat, sterilkan dengan uap air mengalir pada suhu 98-100oC selama
minimal 30 menit tergantung volume cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi B).
3.1.2 Perhitungan dan penimbangan
Zat aktif selalu ditimbang dalam jumlah 5% berlebih untuk mencegah kemungkinan
berkurangnya kadar dalam sediaan akibat proses pembuatan atau dalam penyimpanan. Akan
14
dibuat sediaan tetes mata dengan kekuatan sediaan % dengan volume mL/botol Jumlah
yang akan dibuat : Untuk hasil = Untuk evaluasi = 60 wadah
15
Alasan pemilihan formula:
Sediaan dibuat dalam bentuk suspensi rekonstitusi karena Tetrasiklin tidak stabil dalam air.
Dosis Tetrasiklin HCl yang digunakan sebanyak 1% dimaksudkan untuk pengobatan
antimikroba pada mata
NaCl digunakan sebagai pengisotonis karena sediaan yang dihasilkan hipotonis, sementara
sediaan tetes mata diupayakan isotonis..
Pembuatan : di LAF
Dibuat 6 botol, masing-masing botol berisi 10ml
= 66ml
Perhitungan Tonisitas
= 0,1g
V = { ( W x E)tetrasiklin} x 111,11
= 1,33332 mL
= 0,11999% Hipotonis
W = 0,9% 0,11999%
= 0,78%
= 660mg
= 514,8 mg
3.1.3 Evaluasi
Evaluasi Kimia
Identifikasi Penetapan kadar
Evaluasi Biologi
Uji sterilitas (Lihat sediaan injeksi)
Uji efektivitas pengawet
Penentuan potensi (untuk antibiotik)
3.2 Contoh Resep Dan Sediaan Di Pasar
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan, terletak dalam lingkaran
bertulang berfungsi untuk member perlindungan maksimal dan sebagai pertahanan yang
baik dan kokoh.
Obat tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola
mata.
DAFTAR PUSTAKA