You are on page 1of 16

DAFTAR ISI

Daftar isi..............................................................................................................................1
Laporan Kasus.....................................................................................................................2
Tinjauan Pusataka ...............................................................................................................8
Daftar Pustaka......................................................................................................................15

1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. MDA
Umur : 13 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Alamat : P317202016025125/014751/15
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Tanggal Periksa : 19 Desember 2016

II. ANAMNESA
1. Keluhan Utama
Gatal pada sela jari tangan, kaki dan kemaluan terutama malam hari.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita datang ke poli umum Puksesmas Kecamatan Ciracas dengan
keluhan gatal pada sela jari jari tangan, kaki dan kemaluan penderita. Gatal lebih
terasa sangat gatal pada malam hari sehingga penderita terganggu untuk tidurnya.
Gatal ini sudah dirasakan 3 bulan terakhir saat penderita masih tinggal di pondok
pesantren. Awalnya penderita mengeluhkan gatal di selangkangan dan menjumpai
bintil bintil berair yang gatal terutama pada malam hari. Bintil ini kemudian
menyebar ke bagian bawah perut, ke sela sela jari tangan dan sela sela jari kaki
sampai pergelangan kaki. Bintil ini bila digaruk mengeluarkan cairan dan penderita
terus menggaruk sampai terkadang menjadi koreng. Namun menurut penderita
tidak pernah sampai bernanah. Selama ini penderita hanya mencoba memberinya
bedak gatal Herocyn. Sebelum keluhan gatal gatal tidak ada demam. Tidak pernah
mengalami penyakit seperti ini.
Di pondok pesantren, teman teman satu asrama banyak yang terkena
penyakit yang serupa seperti penderita. Setelah sebulan yang lalu penderita tidak
tinggal lagi di pondok pesantren dan kembali ke rumah orang tua. Di rumah,
beberapa hari kemudian adik penderita mengalami gejala dan penyakit yang sama.
Kakak dan kedua orang tua menurut penderita tidak mengalami gatal gatal.
Penderita rajin mandi dan mengganti pakaian dalam. Saat di pondok,
penderita mandi bersama dalam satu kamar mandi besar, mencuci dan beraktifitas
bersama. Saat ini penderita merasa lebih menjaga kebersihan dari sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Alergi makanan disangkal
- Asma disangkal

2
- Tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Alergi disangkal
- Asma disangkal
5. Riwayat Psikososial
- Penderita awalnya tinggal di Pondok Pesantren dengan kamar mandi, cuci dan
kamar tidur bersama sama dengan yang lainnya. Baju, pakaian dan peralatan
saling bercampur baur. Kamar tidur sangat rapat satu sama lain, ventilasi
kurang dan sedikit lembab.
- Saat ini penderita sudah tinggal dirumah orang tua dan tidur bersama adik
penderita.
- Penderita tidak mempunyai hewan peliharaan baik di pondok pesantren dan di
rumah orang tua.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos Mentis
Status gizi : Cukup
Kepala Leher : Dalam batas normal
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Genitalia : Lihat Status Dermatologis
Ekstremitas : Lihat Status Dermatologis
B. Status Dermatologis
1. Lokasi
Regio Inguinal dan Genitalia
Effloresensi
Tampak papul vesikel yang beberapa menjadi krusta. Beberapa tempat
terdapat erosi dan eskoriasi.
2. Lokasi
Regio manus dan pedis
Effloresensi
Tampak papul vesikel yang beberapa menjadi krusta dan terdapat beberapa
erosi. Lesi terutama terdapat di sela - sela digiti. Pada kaki juga terdapat lesi
sampai pergelangan kaki.

3
Papul vesikel krusta pada plantar pedis

4
Papul vesikel dan krusta pada sela ja

Papul vesikel dan eskoriasi pada gland penis

5
Kunikulus pada sela jari ke 4 dan 5 tangan kiri

IV. RESUME
Penderita laki laki usia 13 tahun datang dengan keluhan gatal pada sela
sela jari tangan, kaki dan kemaluan. Gatal terutama dirasakan pada malam hari
sehingga tidur terganggu. Awalnya muncul bintil bintil di selangkangan yang
kemudian menyebar ke kemaluan, tangan dan kaki. Gatal ini digaruk sampai
menjadi koreng namun tidak bernanah. Awalnya penderita mengalami ini Pondok
pesantren dimana banyak kawan asrama mengalami hal yang sama. Ketika
penderita pindah kerumah orang tua, adik penderita akhirnya juga mengalami
gejala yang sama. Penderita tidak mengeluh demam awalnya, tidak ada riwayat
alergi makanan, tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Penderita di pondok
pesantren merasa kurang terjaga kebersihannya daripada dirumah saat ini.
Status Dermatologis pada regio inguinal dan genitalia tampak papul vesikel
yang beberapa menjadi krusta. Beberapa tempat terdapat erosi. Selain itu regio
manus dan pedis tampak papul vesikel yang beberapa menjadi krusta dan terdapat
beberapa erosi. Lesi terutama terdapat di sela - sela digiti. Pada kaki juga terdapat
lesi sampai pergelangan kaki.

V. DIAGNOSA
Skabies

6
VI. PLANNING
a. Non medika mentosa
- Menjaga kebersihan badan, pakaian dan tempat tinggal.
- Memisahkan pakaian, handuk, tempat tidur dan mencucinya bersih
dengan air panas.
- Memisahkan anggota keluarga lain yang belum tertular agar tidak terlalu
dekat untuk kontak.
- Mengobati keluarga lain yang terkena dan jangan kembali ke pondok
pesantren sampai epidemi mereda.
- Mematuhi cara pemakaian obat dan kontrol 1 minggu kemudian bila
gejala masih ada atau ada anggota keluarga lain yang terkena.
b. Medika mentosa
- Salep 24
Oleskan seluruh tubuh kecuali wajah yang terdapat lesi dan biarkan
selama 10 jam kemudian mandi dan bersihkan.
- CTM Tab 4 mg, 3 x 1 tab

VII. PROGNOSA
Baik apabila cara pemakaian obat ditaati, faktor predisposisi dihilangkan
dan kontak silang dengan penderita dihindari.

7
TINJAUAN PUSTAKA
SKABIES

A. Pengertian Skabies
Skabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh tungau
Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia. Adanya rasa gatal pada
malam hari merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan produktivitas.
Penyakit scabies banyak berjangkit di: (1) lingkungan yang padat penduduknya, (2)
lingkungan kumuh, (3) lingkungan dengan tingkat kebersihan kurankg. Skabies cenderung
tinggi pada anak-anak usia sekolah, remaja bahkan orang dewasa (Siregar, 2005).

B. Etiologi
Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu sebagai
akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas
Arachnida, ordo Acarina, super famili Sarcoptes (Djuanda, 2010).

Gambar 3. Morfologi Sarcoptes Scabiei (Siregar, 2005)

8
Secara morfologi tungau ini berbentuk oval dan gepeng, berwarna putih kotor, transulen
dengan bagian punggung lebih lonjong dibandingkan perut, tidak berwarna, yang betina
berukuran 300-350 mikron, sedangkan yang jantan berukuran 150-200 mikron. Stadium
dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan 2 pasang lainnya
kaki belakang. Siklus hidup dari telur sampai menjadi dewasa berlangsung satu bulan.
Sarcoptes scabiei betina terdapat cambuk pada pasangan kaki ke-3 dan ke-4. Sedangkan
pada yang jantan bulu cambuk tersebut hanya dijumpai pada pasangan kaki ke-3 saja.
(Aisyah, 2005).

C. Epidemiologi
Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain sosial ekonomi yang
rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual dan sifatnya promiskuitas (ganti-ganti
pasangan), kesalahan diagnosis dan perkembangan demografi serta ekologi (Djuanda,
2010).

D. Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap
sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kurang lebih satu bulan setelah
infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,
vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan
infeksi sekunder (Djuanda, 2010).

E. Cara Penularan
Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung,
adapun cara penularannya adalah:
1. Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur
bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan
hal tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua atau
temannya.
2. Kontak tidak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur,
pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan.
Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang
peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber
penularan utama adalah selimut (Djuanda, 2010).

9
F. Gambaran Klinis
Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda dibawah ini :
a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang lebih
tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam keluarga,
biasanya seluruh anggota keluarga, begitu pula dalam sebuah perkampungan
yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan
diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh
anggota keluarganya terkena.
c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata 1 cm,
pada ujung terowongan ditemukan papula (tonjolan padat) atau vesikel
(kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul polimorf (gelembung
leokosit).
d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan
satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat terutama pada
malam sebelum tidur. Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil bernanah),
ekskoriasi (bekas garukan).
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang
umumnya muncul di sela-sela jari, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul gelembung
berair pada kulit (Djuanda, 2010)

10
G. Diagnosis Banding
a. Prurigo : Biasanya berupa papul, gatal, predileksi bagian ekstensor
ekstremitas, dan biasanya gatal pada malam hari.
b. Gigitan serangga : Timbul setelah gigitan berupa urtikaria dan Papul.
c. Folikulitis : Nyeri, pustula miliar dikelilingi eritema (Siregar, 2005).

H. Penatalaksanaan Skabies
Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :
a. Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur
setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci
secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula dengan
anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak,
juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari
terjadinya kontak langsung. Secara umum meningkatkan kebersihan lingkungan
maupun perorangan dan meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan
yang harus diperhatikan:
1) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi pengobatan
secara serentak.
2) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan
sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus
disetrika.
3) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur,
selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa
jam.
b. Penatalaksanaan secara khusus.

Dengan menggunakan obat-obatan (Djuanda, 2010), obat-obat anti skabies yang


tersedia dalam bentuk topikal antara lain:
1) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan
kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang
dari 2 tahun.
2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi,
dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3) Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1% dalam
krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium,

11
mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali,
kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari
mata, mulut, dan uretra.
5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10
jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak anjurkan pada bayi
di bawah umur 12 bulan.

I. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat pengobatan
dapat menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hiegene), maka penyakit ini
memberikan prognosis yang baik (Djuanda, 2010).

J. Pencegahan
Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan :
a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu.
c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai
terinfeksi tungau skabies.
f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.
Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit.
Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan
penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini
hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun
penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari. Bila pengobatan sudah
dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari infeksi ulang, langkah yang
dapat diambil adalah sebagai berikut :
a. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan
antiseptik.
b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan
seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering.
c. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.
d. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab
Departemen Kesehatan RI (2007) memberikan beberapa cara pencegahan yaitu dengan
dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara penularan,

12
diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies dan orang-orang yang kontak dengan
penderita skabies,meliputi :
a. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya. Laporan kepada Dinas
Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang dilakukan.

13
b. Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok sampai dilakukan
pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit diisolasi sampai dengan 24 jam
setelah dilakukan pengobatan yang efektif. Disinfeksi serentak yaitu pakaian dalam
dan sprei yang digunakan oleh penderita dalam 48 jam pertama sebelum
pengobatan dicuci dengan menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian
dan pengeringan, hal ini dapat membunuh kutu dan telur.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. Jakarta:
FKUI; 2005. 119-22.
2. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following
Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25: 2010. 88-91.
3. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
4. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta:
EGC; 1996. 191-5.
5. Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506.
6. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human
and Animal Populations. Clin Microbiol Rev.2007. April.268-79.
7. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J. 2005.
September :17;331(7517)/619-22.
8. Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions. J
Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.
9. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-292.
10. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.
11. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
12. P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. Scabies. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill; 2677-80
13. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J. 2005.
Januari. 1(951)/7-11.
14. Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010. February : 362/717-724.

15
MAKALAH KASUS
PASIEN ANAK DENGAN SKABIES

Oleh:
dr. Ayunda Shinta Nurarliah

Dibimbing Oleh:
dr. Ritha Allo Somba

PROGRAM INTERNSHIP PERIODE 2016-2017


PUSKESMAS KECAMATAN CIRACAS
JAKARTA, 16 JANUARI 2017

16

You might also like