You are on page 1of 10

askep trauma spinal

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. ANATOMI FISIOLOGI
Medula spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar dari
hemisfer serebral dan memberikan tugas sebagai penghubung otak dan saraf
perifer, seperti kulit dan otot. Panjangnya rata-rata 45 cm dan menipis pada jari-
jari (Smeltzer,S.C, 2002). Medulla spinalis berfungsi sebagai pusat reflek spinal
dan juga sebagai jaras konduksi impuls dari atau ke otak. Medula spinalis terdiri
dari :
a. Substansia alba (serabut saraf bermielin)
Berfungsi sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antara berbagai tingkat
medulla spinalis dan otak.
b. Substansia grisea (jaringan saraf tak bermielin)
Merupakan tempat integrasi reflek-reflek spinal. Pada penampang melintang ,
substansia grisea tampak menyerupai huruf H kapital. Bagian depan disebut kornu
anterior atau kornu ventralis, sedangkan bagian belakang disebut kornu posterior
atau kornu dorsalis.
Kornu ventralis terutama terdiri dari badan sel dan dendrit neuron-neuron
motorik eferen multipolar dari radiks ventralis dan saraf spinal. Sel kornu
ventralis atau lower motor neuron biasanya dinamakan jaras akhir bersama karena
setiap gerakan baik yang berasal dari korteks motorik serebral, ganglia basalis
atau yang timbul secara reflek dari reseptor sensorik , harus diterjemahkan
menjadi suatu kegiatan atau tindakan melalui struktur tersebut.
Kornu dorsalis mengandung badan sel dan dendrit asal serabut-serabut sensorik
yang akan menuju ke tingkat SSP lain sesudah bersinaps dengan serabut sensorik
dari saraf-saraf sensorik.
Substansia grisea juga mengandung neuron-neuron internunsial atau neuron
asosiasi, serabut aferen dan eferen system saraf otonom , dan akhir akson-akson
yang berasal dari berbagai tingkatan SSP
(Price & Wilson, 1995)
Saraf-saraf spinal
Medula spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen servikal, 12 torakal, 5
lumbal, 5 sakral dan 5 segmen koksigius. Medula spinalis mempunyai 31 pasang
saraf spinal ; masing-masing segmen mempunyai satu untuk setiap sisi tubuh.
Kolumna Vertebra
Kolumna vertebral melindungi medula spinalis, memungkinkan gerakan kepala
dan tungkai, dan menstabilkan struktur tulang untuk ambulasi. Vertebra terpisah
oleh potongan-potongan kecuali servikal pertama dan kedua, sakral dan tulang
belakang koksigius. Masing-masing tulang belakang mempunyai hubungan
dengan ventral tubuh dan dorsal atau lengkungan saraf, dimana semua berada di
bagian posterior tubuh. Seterusnya lengkungan saraf terbagi dua yaitu pedikel dan
lamina. Badan vertebra, arkus saraf, pedikel dan lamina semuannya berada di
kanalis vertebralis.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut:
a. Vertebra Servikalis
Vertebra servikalis adalah yang paling kecil. Kecuali yang pertama dan kedua
yang berbentuk istimewa, maka ruas tulang leher pada umumnya mempunyai ciri:
badannya kecil dan persegi panjang, lebih panjang dari samping ke samping
daripada dari depan ke belakang, lengkungnya besar. Prosesus spinosus di
ujungnya memecah dua atau bifida. Vertebra cervikalis kedua (axis) ini memiliki
dens, yang mirip dengan pasak. Vertebra servikalis ke tujuh disebut prominan
karena mempunyai prosessus spinosus paling panjang.
b. Vertebra Thorakalis
Ukurannya semakin besar mulai dari atas ke bawah. Corpus berbentuk jantung,
berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorak.
c. Vertebra Lumbalis
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah 5
buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang besar
ukurannya sehngga pergerakannya lebih luas ke arah fleksi.
d. Os Sacrum
Terdiri dari 5 sakrum yang membentuk sacrum atau tulang kengkang dimana ke 5
vertebra ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
e. Os Coccygis
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami rudimenter
yang bergabung menjadi satu.
Traktus Spinalis
Substansia alba membentuk bagian medulla spinalis yang besar dan dapat terbagi
menjadi tiga kelompok serabut-serabut disebut traktus atau jaras, yaitu:
a. Traktus posterior
Menyalurkan sensasi, persepsi terhadap sentuhan, tekanan, getaran, posisi dan
gerakan pasif bagian-bagian tubuh. Sebelum menjangkau daerah korteks serebri,
serabut-serabut ini menyilang ke daerah yang berlawanan pada medulla
oblongata.
b. Traktus spinotalamus
Serabut-serabut segera menyilang ke sisi yang berlawanan dan masuk medulla
spinalis dan naik. Bagian ini bertugas mengirim impuls nyeri dan temperatur ke
thalamus dan korteks serebri.
c. Traktus lateral (piramidal, kortikospinal)
Menyalurkan impuls motorik ke sel-sel tanduk anterior dari sisi yang berlawanan
di otak. Serabut-serabut desenden merupakan sel-sel saraf yang didapat pada
daerah sebelum pusat korteks. Bagian ini menyilang di medulla oblongata yang
disebut piramida.

1. DEFINISI
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervikalis, vertebralis dan
lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga dan seterusnya ( Arifin, 1997).
Spinal Cord Injury (SCI) adalah cidera yang terjadi karena trauma spinal cord atau
tekanan pada spinal cord karena kecelakaan.
Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001).
Vertebra yang seringkali terkena dalam cedera medulla spinalis adalah servikal
ke-5, ke-6, torakal ke-12, dan lumbal ke-1. Vertebra ini lebih mudah terserang
karena terdapat rentang mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertebra dalam
area tersebut (Buaghman & Hackley, 2000: 87).
2. PATOFISIOLOGI
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang , jatuh dari ketinggian, kecelakaan
lalu lintas, kecelakaan olahraga, mengakibatkan patah tulang belakang; paling
banyak cervikalis dan lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana,
kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat
berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa
gangguan peredaran darah, blok saraf parasimpatis, pelepasan mediator kimia,
kelumpuhan otot pernapasan, respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan
hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rektum, kandung kemih.Bila hemoragik
terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradural,
subdural atau daerah subarachnoid pada kanal spinal. Segera setelah terjadi
kontusio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan
hancur. Sirkulasi terganggu. Tidak hanya ini saja yang terjadi pada cedera
pembuluh darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan
kerusakan yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder
kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemoragi.

1. ETIOLOGI
Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk
merusak kord spinal serta kauda ekuina. Di bidang olahraga, tersering karena
menyelam pada air yang sangat dangkal (Pranida, Iwan Buchori, 2007).
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang, jatuh dari ketinggian, kecelakaan
lalu lintas dan kecelakaan olahraga (Arifin, 1997)
1. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
Bila penderita sadar, pasti ada nyeri pada bagian tulang belakang yang terkena.
Masalahnya adalah bahwa cukup sering ada cedera kepala (penderita tidak sadar),
atau ada cedera yang lain seperti misalnya patah tulang paha, yang jauh lebih
nyeri dibandingkan nyeri pada tulang belakangnya.
b. Paraplegia
c. Tingkat neurologis :
Paralisis sensorik dan motorik total di bawah tingkat neurologis
Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus (biasanya dengan retensi urine dan
distensi kandung kemih)
Kehilangan kemampuan berkeringat dan tonus vasomotor di bawah tingkat
neurologis
Reduksi tekanan darah yang sangat jelas akibat kehilangan tahanan vaskular
perifer.
d. Masalah pernapasan :
Yang berhubungan dengan gangguan fungsi pernapasan ; keparahan bergantung
pada tingkat cidera
Gagal napas akut mengarah pada kematian pada cidera medulla servikal tinggi.
( Baughman & Hackley, 2000: 87)

2. PEMERIKSAAAN DIAGNOSTIK
a. Sinar X spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cidera tulang (fraktur,
dislokasi), untuk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.
b. Skan CT untuk menentukan tempat luka /jejas, mengevaluasi gangguan structural.
c. MRI untuk mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal , edema dan
kompresi.
d. Mielografi untuk memperlihatkan koumna spinalis (kanal vertebral) jika factor
patologisnya tidak jelas atau dicurigai adanya dilusi pada ruang sub arachnoid
medulla spinalis (biasanya tidak dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e. Foto rontgen torak , memperlihatkan keadaan paru (contoh: perubahan pada
diafragma, atelektasis).
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vital, volume tidal): mengukur volume
inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikal bagian bawah
atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus / otot interkostal.
g. GDA unutk menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.
(Doengoes, 1999 : 339-340).
3. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan kegawatdaruratan
Proteksi diri dan lingkungan, selalu utamakan A-B-C
Sedapat mungkin tentukan penyebab cedera (tabrakan mobil frontal tanpa sabuk
pengaman,misalnya)
Lakukan stabilisasi dengan tangan untuk menjaga kesegarisan tulang belakang.
Kepala dijaga agar tetap netral, tidak tertekuk ataupun mendongak.
Kepala dijaga agar tetap segaris, tidak menengok ke kiri atau kanan.
Posisi netral-segaris ini harus tetap selalu dan tetap dipertahankan, walaupun
belum yakin bahwa ini cedera spinal. Anggap saja ada cedera spinal (dari pada
penderita menjadi lumpuh)
Posisi netral : kepala tidak menekuk (fleksi),atau mendongak (ekstensi)
Posisi segaris : kepala tidak menengok ke kiri atau kanan.
Pasang kolar servikal, dan penderita di pasang di atas Long Spine Board
Periksa dan perbaiki A-B-C
Periksa akan adanya kemungkinan cedera spinal
Rujuk ke RS
Penatalaksanaan langsung pasien di tempat kejadian kecelakaan sangat penting.
Penanganan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut dan
penurunan fungsi neurologis.
Pertimbangkan setiap korban kecelakaan sepeda motor atau mengendarai
kendaraan bermotor, cedera olahraga kontak badan, terjatuh, atau trauma langsung
ke kepala dan leher sebagai cedera medulla spinalis sampai dapat ditegakkan.
Di tempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal (punggung),
dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah cedera komplit.
Salah satu anggota tim harus mengontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi,
rotasi dan ekstensi kepala.
Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan traksi
dan kesejajaran sementara papan spinal atau alat imobilisasi servikal dipasang.
Paling sedikit empat orang harus mengangkat korban dengan hati-hati ke atas
papan untuk memindahkan ke rumah sakit. Adanya gerakan memuntir dapat
merusak medulla spinalis ireversibel yang menyebabkan fragmen tulang vertebra
terputus, patah, atau memotong medulla komplet.
Pasien harus selalu dipertahankan dalam posisi ekstensi. Tidak ada bagian tubuh
yang terpuntir atau tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi
duduk.

b. Penatalaksanaan cedera medulla spinalis (Fase Akut)


Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medulla spinalis lebih
lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan
resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan
kardiovaskuler.
Farmakoterapi : berikan steroid dosis tinggi (metilprednisolon) untuk melawan
edema medula .
Tindakan Respiratori :
1. Berikan oksigen untuk mempertahankan PO arterial yang tinggi.
2. Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau
ekstensi leher bila diperlukan intubasi endotrakeal.
3. Pertimbangkan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien
dengan lesi servikal yang tinggi.
Reduksi dan Traksi Skeletal:
1. Cedera medulla spinalis membutuhkan imobilisasi, reduksi dislokasi dan
stabilisasi kolumna vertebra.
2. Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi
skeletal, yaitu teknik tong/caliper skeletal atau halo-vest.
3. Gantung pemberat dengan bebas sehingga tidak mengganggu traksi.
c. Intervensi Bedah : Laminektomi
Dilakukan bila:
Deformitas tidak dapat dikurangi dengan traksi.
Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal.
Cedera terjadi pada region lumbar atau torakal.
Status neurologis mengalami penyimpangan untuk mengurangi fraktur spinal atau
dislokasi atau dekompres medula. (Baughman & Hackley, 2000: 88-89).

a. Penatalaksanaan Medis:
Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam posisi
lurus:
1) Pemakaian kollar leher, bantal psir atau kantung IV untuk mempertahankan
agar leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien
2) Lakukan traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang meliputi
penggunaanCrutchfield, Vinke, atau tong Gard-Wellsbrace pada tengkorak
3) Tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur
servikalstabil ringan
4) Pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang Harrington)
untuk mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinar-x ditemui
spinal tidak aktif.Tindakan-tidakan untuk mengurangi pembengkakan pada
medula spinalis denganmenggunakan glukortiko steroid intravena

b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pengkajian fisik didasarakan pada pemeriksaan pada neurologis, kemungkinan
didapatidefisit motorik dan sensorik di bawah area yang terkena: syok spinal,
nyeri, perubahan fungsi kandung kemih, perusakan fungsi seksual pada pria,
pada wanita umumnya tidak terganggu fungsi seksualnya, perubahan fungsi
defekasi
2) Kaji perasaan pasien terhadap kondisinya
3) Pemeriksaan diagnostik Pertahankan prinsip A-B-C (Airway, Breathing,
Circulation)

c. Penatalaksanaan Cedera Medulla Spinalis (Fase Akut)


1) Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medula spinalis lebih
lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis
2) Lakukan resusitasisesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan
kardiovaskuler
3) Farmakoterapi
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema medela
4) Tindakan Respiratori
Berikan oksigen untuk mempertahankan PO arterial yang tinggi
Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau
eksistensileher bila diperlukan inkubasi endrotakeal Pertimbangan alat pacu
diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien denganlesi servikal yang
tinggi
5) Reduksi dan Fraksi skeletal
Cedera medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan
stabilisasi koluma vertebrata
Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi
skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest
Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Intervensi bedah = Laminektomi
Dilakukan Bila:
- Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
- Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
- Cedera terjadi pada region lumbar atau torakal
- Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal
ataudislokasi atau dekompres medulla (Diane C. Braughman, 2000).

4. KOMPLIKASI
Neurogenik shock
Hipoksia
Gangguan paru-paru
Instabilitas spinal
Orthostatic hipotensi
Ileus paralitik
Infeksi saluran kemih
Kontraktur
Dekubitus
Inkontinensia blader
Konstipasi

5. PENCEGAHAN
Untuk mencegah kerusakan dan bencana cedera ini, langkah-langkah berikut perlu
dilakukan:
a. Menurunkan kecepatan berkendara
b. Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu
c. Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda
d. Program pendidikan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk
e. Mengajarkan penggunaan air yang aman
f. Mencegah jatuh
g. Menggunakan alat-alat pelindung dan teknik latihan.

Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban kecelakaan mobil


dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan korban yang tepat
ke bagian kedaruratan rumah sakit untuk menghindari kemungkinan kerusakan
lanjut dan menetap pada medulla spinalis

You might also like