Professional Documents
Culture Documents
Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internship sekaligus sebagai bagian dari
persyaratan menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Sooko
Kabupaten Mojokerto, Jawa timur
Oleh :
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Judul laporan UKM : Upaya pengobatan dasar tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut
Mengetahui
Dokter Pendamping
A. LATAR BELAKANG
Tonsilitis kronis merupakan kondisi di mana terjadi pembesaran tonsil disertai dengan
serangan infeksi yang berulang-ulang. Tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut dimana
terjadi pembesaran tonsil disertai dengan adanya tanda-tanda peradangan pada tonsil dan
faring. Infeksi biasanya berasal dari tonsil kemudian menginfeksi faring. Tonsillitis akut
merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan pada masa anak-anak. Angka
kejadian tertinggi terutama antara anak-anak dalam kelompok usia antara 5 sampai 10 tahun
yang mana radang tersebut merupakan infeksi dari berbagai jenis bakteri (Brook dan Gober,
dalam Hammouda, 2009).
B. DEFINISI TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsila palatine yang merupakan bagian dari cincin
waldeyer. Penyebarannya dapat melalui udara (air borne droplet), tangan dan ciuman.
Dapat terjadi pada semua umur terutama pada anak. Tonsilitis dibagi menjadi 3
kategori :
C. KLASIFIKASI TONSILITIS
a) Tonsilitis akut
o Tonsilitis viral
Gejala tonsillitis viral lebih mnyerupai common cold yang disertai rasa nyeri
tenggorok. Penyebab paling sering adalah virus Epstein barr. Hemofilus
influenza merupakan penyebab tonsillitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi
virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-
luka kecil pada palatum yang dirasakan sangat nyeri oleh pasien. Terapi
tonsillitis viral adalah dengan istirahat, minum cukup, analgetika dan antivirus
diberikan jika gejala berat.
o Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil yang disebabkan kuman grup A streptococcus
hemolitikus (strep throat, streptococcus viridian, pneumococcus, streptococcus
piogens). Infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan menyebabkan reaksi
radang berupa leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk
tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis, bila
bercak detritus menjadi satu membentuk alur-alur maka terjadi tonsillitis
lakunaris. Bercak ini juga dapat melebar membentuk membrane semu yang
menutupi tonsil.
Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah
nyeri tenggorok, nyeri telan, suhu tubuh tinggi, lesu nyeri di sendi, tidak nafsu
makan, otalgia (melalui N.IX). pada pemeriksaan ditemukan tonsil
membengkak, hiperemis, terdapat detritus berbentuk folikel, dan tertutup
membrane semu. Terapi diberikan antibiotic spectrum luas penisilin,
eritromisin, antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
Komplikasi yang dapat timbul pada anak ialah OMA, sinusitis, abses
peritonsil, abses parafaring, bronchitis, glumerulonefritis akut, miokarditis,
arthritis, serta septikemi akibat infeksi v.jugularis interna (sind.Lamierre).
hipertrofi tonsil menyebabkan napas melalui mulut, ngorok, sleep apnea
(Obstructive Sleep Apnea Syndrome/OSAS).
b) Tonsilitis membranosa
Tonsillitis membranosa terdiri atas : tonsillitis difteri, t.septik (septic sore throat),
angina plaut Vincent, penyakit kelainan darah, proses specific lues-TBC, infeksi
jamur dan virus
- Tonsillitis difteri
Etiologi Corynebacterium diphteria
- Angina plaut vincent
Etiologi : bakteri spiroceta atau treponema ditemukan pada higien mulut
yang kurang dan def.vit C
c) Tonsilitis kronis
Factor predisposisi antara lain adalah rangsangan menahun dari rokok, beberapa
jenis makanan, higien mulut yang buruk, cuaca, kelelahan fisik, pengonatan
tonsillitis akut yang tidak adekuat. Etiologi sama dengan tonsillitis bacterial.
Patofisologi yaitu proses radang berulang lama-lama epitel mukosa dan jaringan
limfoid terkikis. Proses penyembuhan jar.limfoid diganti dengan jaringan parut
yang mengkerut hingga kripte melebar dan terisi detritus. Proses ini berjalan
hingga tembus kapsul tonsil dan terjadi perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak biasanya disertai pembesaran kelenjar limfe mandibula.
- Tandanya : tonsil membesar, permukaan tidak rata, kripte melebar dan
terisi detritus
- Gejalanya : rasa mengganjal dan kering di tenggorokan, napas bau
Terapi local ditujukan untuk higien mulut dengan kumur atau obat hisap.
Komplikasi berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media.
A. DEFINISI FARINGITIS
Gambaran klinik dari faringitis kronik adalah diskomfort di tenggorok, rasa kering
di tenggorok (tipe atrofi), rasa selalu ada lendir di tenggorok (tipe hipertrofi), batuk-
batuk, kemerahan mukosa faring, dan pembesaran kelenjar limfe leher.
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
ANAMNESIS
Dilakukan pada tanggal 28 maret 2016 pukul 10.30 WIB dibalai pengobatan Puskesmas
Sooko
1. Keluhan Utama : Nyeri menelan disertai rasa sakit pada tenggorokan
Pasien datang ke Balai Pengobatan Puskesmas dengan keluhan sering nyeri menelan
yang dirasakan hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri memberat dalam 4 bulan
terakhir, pasien mengaku mengalami serangan lebih dari 6 kali. Nyeri menelan dirasakan
terutama setelah mengkonsumsi gorengan, makanan pedas, atau minuman dingin, dan
akan menghilang sendiri setelah beberapa hari tanpa pengobatan. Pasien juga mengeluh
sering merasa sakit pada tenggorokan, rasa panas, gatal, dan mengganjal, terkadang
sampai batuk berdahak. Pasien belum pernah berobat, terkadang pasien beli obat sendiri
di apotik.
Dua hari ini pasien mengeluhan nyeri menelan, sakit pada tenggorokan, rasa panas, gatal,
mengganjal pada tenggorokan, demam, dan batuk berdahak. Keluhan suara serak, batuk
lama, pilek, sesak nafas disangkal pasien. Akhirnya pasien memutuskan berobat ke
puskesmas sooko.
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 28 maret 2016 pukul 10.30 WIB dibalai pengobatan Puskesmas
Sooko
1.STATUS GENERALISATA
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Aktivitas : Aktif
Kooperativitas : Kooperatif
Status Gizi : Baik
Tanda-tanda vital :
- Tekanan Darah: 120/80 mmHg
- Nafas : 22 x / menit
- Nadi : 88 x / menit
- Suhu : 37,9c 0
KEPALA DAN LEHER
Kepala : Mesochepale
Mata : Conjungtiva anemis ( - / - ), Sklera Ikterik ( - / - ), Sekret ( -/- )
Wajah : radang ( - ), kelainan congenital ( - ), allergic signer ( - )
`Leher : pembesaran kelenjar limfe ( - )
GIGI DAN MULUT
Gigi dan Geligi : caries dentis ( - )
Wajah : simetris, radang ( - )
Pipi : bengkak ( - )
Mulut : suara sengau (-)
Jantung : tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : tidak dilakukan pemeriksaan
Hati : tidak dilakukan pemeriksaan
Limfe : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : tidak dilakukan pemeriksaan
2. STATUS LOKALISATA (THT)
A. Telinga
Telinga AD AS
C. TENGGOROKAN
Faring
Orofaring
Mukosa Bukal : warna merah muda, hiperemis (+)
Lidah :Dalam batas normal
Uvula : ditengah, Hiperemis (+)
Palatum : Hiperemis ( + )
Orofaring : Hiperemis (+), granulasi(+)
Tonsil
Tonsil Dextra Sinistra
Ukuran T3 T3
Warna Hiperemis Hiperemis
Kripte Melebar Melebar
Permukaan Kasar Kasar
Detritus (+) (+)
Peritonsil Abses ( - ) Abses ( - )
Massa (-) (-)
Hasil Pemeriksaan :
- Orofaring : hiperemis (+)
Granulasi (+)
- Tonsil : ukuran : T3/T3
Kripte : melebar (+)/(+)
Permukaan : kasar/kasar
Detritus : +/+
DIAGNOSIS BANDING
1. Tonsilo Faringitis Kronik Eksaserbasi Akut
2. Tonsilo Faringitis Kronik
3. Adenotonsilitis kronik
DIAGNOSIS SEMENTARA
RENCANA PENGELOLAAN
1. Farmakoterapi
a. Antibiotik : Amoxycillin 3x500 mg
b. Analgetik : Asam Mefenamat 3x500 mg
c. Antipiretik : paracetamol 3x500 mg
d. Antiinflamasi : dexamatason 3x 0,5 mg
2. Non Farmakoterapi
a. Intake cairan cukup
b. Diet lunak tinggi kalori dan protein
3. Edukasi
a. Minum obat teratur
b. Istirahat cukup, makan-makanan dari yang cair, lunak, kemudian padat
c. Jangan makan makanan pedas, goreng-gorengan, serta minum es
d. Rujuk ke poli THT apabila sudah tidak ada tanda-tanda peradangan
PROGNOSIS
- Qua ad vitam : Dubia ad bonam
- Qua ad sanam : Dubia ad bonam
- Qua ad fungsional : Dubia ad bonam
BAB III
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
A. Lokal
Terapi lokal bertujuan pada higiene mulut atau obat hisap yaitu antibiotik dan analgesik
(Eviaty, 2001).
B. Indikasi Tonsilektomi
Berdasarkan The American Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery ( AAO-
HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi :
1. Indikasi absolut
b. abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase,
kecuali jika dilakukan fase akut.
2. Indikasi relatif
a. Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan
pengobatan medik yang adekuat
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan
medik
KOMPLIKASI TONSILITIS
LOKAL
- Abses peritonsil atau infiltrat peritonsil
- Abses parafaring
- Limfadenitis servical supuratif
- Otitis media akut, terutama pada anak-anak
- Perluasan ke laring laryngitis
- Mastoiditis akut
- Sinusitis
- Rhinitis kronik
SISTEMIK
Bila penyebabnya Strepococcus beta hemoliticus dapat terjadi :
- Pada ginjal : nefritis, glomerulonefritis
- Pada sendi : Artritis
- Pada jantung : endocarditis
- Pada mata : iridosiklitis
BAB V
KESIMPULAN
Tonsilitis kronis adalah infeksi kronis pada jaringan tonsil. Banyak terjadi pada anak usia 5-
10 tahun meskipun beberapa kejadian didapatkan pada usia dewasa (Farokah, 2007).
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau nyeri telan
ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun, nyeri kepala dan
badan terasa meriang (Eviaty, 2001)
Dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu abses peritonsil, abses parafaring dan otitis media
akut. Komplikasi lain yang bersifat sistemik dapat timbul terutama oleh kuman Streptokokus
beta hemolitikus berupa sepsis dan infeksinya dapat tersebar ke organ lain seperti bronkus
(bronkitis), ginjal (nefritis akut & glomerulonefritis akut), jantung (miokarditis &
endokarditis), sendi (artritis) dan vaskuler (plebitis) (Adams, 1997).
Penatalaksanaan dapat bersifat lokal dan dengan tonsilektomi dengan indikasi tertentu
(Adams, 1997, Eviaty, 2001).