You are on page 1of 26

Keseimbangan asam basa

Erwin Pradian
Bagian Anestesiologi dan Reanimasi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Perjan RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung
Abstract
Recently, attention has shifted to a quantitative
physicochemical approach to acid-base physiology. Many of the
generally accepted concepts of hydrogen ion behaviour are
viewed differentl. This analysis introduced by Peter Stewart in
1978 provides a chemical insight into the complex chemical
equilibrium system known as acid-base balance. The difference
is that the Stewart approach emphasizes mathematically
independent and dependent variables. By this definition,
bicarbonate and hydrogen ions are dependent variables and thus
represent the effect rather than the cause of acid-base
derangements.
Neither bicarbonate nor pH can be regulated directly;
rather, they are controlled by the independent variables. In blood
plasma there are three independent variables: pCO2, total weak
acids, and the strong ion difference. The strong ion difference is
the difference between completely dissociated cations (e.g., Na +)
and completely dissociated anions (e.g., Cl-).
The impact of the Stewart analysis has been slow in
coming but there has been a recent resurgence in interest,
particularly as this approach provides explanations for several
areas which are otherwise difficult to understand (eg dilutional
acidosis, acid-base disorders related to changes in plasma
albumin concentration).

1
2

Key words : . Independent variables, dependent variables,


strong ion difference, pCO2, total weak acid.
Abstrak
Pada saat ini, perhatian terhadap fisiologi asam basa mulai
beralih ke pendekatan fisiko-kimia kuantitatif. Banyak konsep
yang sebelumnya diterima dalam menggambarkan sifat dari ion
hidrogen dilihat lain oleh konsep baru ini. Analisis ini
dikemukakan pertama kali oleh Peter Stewart tahun 1978 yang
menerangkan sistem keseimbangan kimia yang kompleks yang
disebut keseimbangan asam basa. Perbedaan pendekatan
Stewart dengan metode sebelumnya adalah Stewart membagi
variabel independen dan variabel dependen. Dari pengertian ini,
bikarbonat dan ion hidrogen merupakan variabel dependen dan
hanya merepresentasikan efek daripada sebagai penyebab
perubahan asam basa. Baik bikarbonat maupun pH dapat diatur
secara langsung oleh variabel independen. Dalam plasma
terdapat 3 variabel independen: pCO2, konsentrasi total asam
lemah, dan perbedaan ion kuat. Perbedaan ion kuat adalah
perbedaan antara kation-kation yang berdisosiasi sempurna
(Na+)dengan anion-anion yang berdisosiasi secara sempurna
(Cl-).
Perkembangan analisis Stewart ini berjalan lambat tapi
makin lama banyak yang tertarik, terutama oleh karena
pendekatan ini dapat menerangkan hal-hal yang sebelumnya
sulit untuk dimengerti (seperti: asidosis karena dilusi, kelaian
asam basa yang berhubungan dengan perubahan kadar albumin
plasma).
Kata kunci : variabel independen, variabel dependen,
perbedaan ion kuat, pCO2, konsentrasi total
asam lemah.
3

Pendahuluan
Pada saat ini, perhatian terhadap fisiologi asam basa mulai
beralih ke pendekatan fisiko-kimia kuantitatif (quantitative
physicochemical approach), yang dikemukakan oleh Stewart
pertama kali pada tahun 1978. Konsep pendekatan asam basa
sebelumnya, sangatlah berbeda dengan konsep Stewart
terutama dalam menilai sifat ion hidrogen dan bikarbonat.
Menurut teori asam basa Stewart, ion hidrogen dan bikarbonat
merupakan variabel dependen yang nilainya bergantung dari
variabel independen yang lain.(1)
Seperti diketahui kebanyakan mahluk hidup di muka bumi
ini memelihara pH plasma dalam batas toleransi yang amat
ketat. Fungsi sel akan berlangsung optimal jika pH lingkungan
sedikit alkalis, yaitu 7.40 atau konsentrasi ion hidrogen sebesar
36-43 nmol/L. Alasan mengapa ion hidrogen ini diatur secara
ketat oleh tubuh oleh karena banyak reaksi biokimia di dalam
tubuh seperti interaksi antara hormon dan obat dengan plasma
protein dan reseptor di membran sel sangat dipengaruhi oleh
perubahan konsentrasi ion hidrogen. Selain itu, perubahan
konsentrasi ion hidrogen di dalam sel sangat mempengaruhi
performance sel dengan mempengaruhi muatan protein dan
struktur serta fungsi enzim. Oleh sebab itu, untuk memahami
bagaimana tubuh mengatur konsentrasi ion hidrogen, kita harus
memahami bagaimana pengaruh perubahan faktor fisiko-kimia
dalam tubuh terhadap perubahan konsentrasi ion hidrogen.
BIOKIMIA LARUTAN CAIR
Pada umumnya, semua larutan pada tubuh manusia
mengandung air, dan air ini merupakan sumber dari ion hidrogen
yang tiada habisnya. Pada larutan ini, konsentrasi ion hidrogen
dipengaruhi oleh disosiasi air menjadi H + dan OH-. Dengan kata
4

lain, perubahan konsentrasi H + ini bukan disebabkan seberapa


banyak H+ yang ditambahkan atau diambil, akan tetapi
disebabkan oleh karena perubahan disosiasi dari air.
Faktor yang mempengaruhi perubahan disosiasi air adalah
sesuai dengan hukum fisiko-kimia dari suatu larutan. Dua yang
digunakan disini adalah hukum electroneutrality (dalam larutan,
jumlah semua ion positif harus sama dengan jumlah ion negatif )
dan conservation of mass (=kekekalan masa, dimana jumlah
suatu zat tetap konstan jika ke dalam zat tersebut tidak
ditambah, dikurangi, dibuat atau dihancurkan).
Air, sesuai prinsip electroneutrality mengandung ion
hidrogen yang sama banyak dengan ion hidroksil. Dalam larutan
yang lebih kompleks, untuk mengetahui konsentrasi H +, ada hal
lain yang harus kita pertimbangkan selain disosiasi dari air.
Misalnya, adanya zat lain (Na +, Cl-, protein) yang mempengaruhi
disosiasi dari air. Walaupun demikian, tetap air merupakan
sumber H+.
Meski cairan biologis merupakan suatu sistim yang dinamis
dan kompleks, namun menurut Stewart analisa masih
dimungkinkan dengan memperhatikan keberadaan zat-zat yang
terlibat dan bagaimana interaksi kimia dari masing-masing zat
tersebut terjadi.(4,5)
Ion hidrogen merupakan salah satu contoh dari beberapa
zat yang konsentrasinya sangat tergantung pada interaksi
beberapa reaksi (keseimbangan) kimia. Menurut Stewart,
konsentrasi ion hidrogen di dalam suatu larutan biologis dapat
ditentukan apabila kita mengetahui 3 variabel independen yang
mempengaruhinya, yaitu:
1. pCO2,
5

2. Perbedaan konsentrasi eletrolit kuat (kation-anion) yang


disebut strong ions difference = SID,
3. total konsentrasi asam lemah ([Atot]).
Variabel-variabel ini diatur dari luar sistim dan secara langsung
mempengaruhi sistim, namun sebaliknya tidak dipengaruhi
sistim.
1. pCO2 (tekanan parsial CO2)
CO2 dihasilkan oleh sel tubuh sebagai sisa pembakaran.
CO2 sangat mudah melewati membran sel, kemudian ke
interstitial dan menembus membran kapiler masuk ke dalam
darah. CO2 diekskresi melalui paru dan sangat sensitif sebagai
kontrol feedback melalui kemoreseptor perifer dan sentral.
Reseptor-reseptor ini akan merespon setiap peningkatan pCO 2
arteri untuk meningkatkan ventilasi sehingga pCO2 kembali
normal.
Jadi pada intinya nilai pCO2 arteri dan cairan tubuh tergantung
dari suatu mekanisme dari suatu keseimbangan kimia di dalam
cairan tubuh. Dan karena nilainya ditentukan dan diatur oleh
faktor eksternal yaitu ventilasi dan sirkulasi maka pCO 2 disebut
sebagai variabel indepeden.(6)
2. SID (Strong ions difference)
SID = (jumlah total konsentrasi kation kuat) dalam larutan
dikurangi (jumlah total konsentrasi anion kuat) dalam larutan.
Di dalam plasma, rumus untuk menentukan SID adalah:
SID = { [Na+] + [K+] + [Ca++] + [Mg++] } { [Cl-] + [strong anion
lain]
SID dianggap sebagai variabel independen sebab ion-ion
kuat (Na+, Cl-) yang dipakai untuk menghitung SID tidak
dipengaruhi oleh sistim, atau dengan kata lain didalam suatu
larutan encer (mengandung air) ion-ion tersebut tidak bisa
6

dipaksa untuk berkombinasi dengan ion-ion lemah membentuk


suatu molekul baru menjadi misalnya NaOH atau NaCl namun
ion-ion tersebut berdiri sendiri-sendiri sebagai bentuk ion
bermuatan. Karena sifatnya yang demikian maka ion-ion ini
sangat kuat mempengaruhi larutan (sistim) dimana ion tersebut
berada dan regulasinya diatur oleh mekanisme dari luar sistim,
yaitu ginjal.6,7
Ion-ion kuat in-organik seperti Na+, Cl- pada umumnya
diabsorpsi dari usus dan dikeluarkan melalui sistim ekskresi
ginjal. Sedangkan ion-ion kuat organik (laktat, keto-anion) di
produksi dan dimetabolisme di jaringan dan dieksresi lewat urin.
Konsentrasinyapun tidak ditentukan oleh reaksi di dalam larutan
(sistim) tersebut namun diatur sepenuhnya melalui mekanisme
dari luar sistim.(6)
Jika dalam suatu larutan kita mempunyai nilai ion kuat
tersebut maka kita dapat menghitung SID yang juga disebut
sebagai SIDa (apparent SID) yaitu:
SIDa = { [Na+] + [K+] + [Ca++] + [Mg++] } {[Cl-] + [laktat-]
140 100
Nilai SID normal berkisar 40-42 mEq/l (didapat dari 140 100),
sebab hanya Na+ dan Cl- yang konsentrasinya tinggi dibanding
ion kuat lain sehingga ion-ion ini dianggap mewakili. 6
Lebih spesifik lagi dapat dikatakan bahwa karena [Na +] berperan
penting pada tonisitas maka peran [Cl -] menjadi lebih dominan
dibanding [Na+] dalam menentukan pH cairan ekstrasel (ECF).6
3. [ATot] (total konsentrasi asam lemah yang non-volatile)
Menggambarkan jumlah total konsentrasi asam lemah non-
volatile dalam sistim. Secara kolektif semua asam-asam lemah
dalam sistim dipresentasikan sebagai HA. Reaksi disosiasinya
6
adalah:
7

HA <=> H+ + A-
Hukum kekekalan massa (the conservation of mass) berarti
jumlah total dari [ATot] di dalam sistim harus selalu konstan.Tidak
ada satu reaksipun di dalam yang dapat memproduksi atau
mengkonsumsi A. Konservasi dari A sbb:
[Atot] = [HA] + [A]
Di dalam plasma, asam lemah non-volatile yang utama adalah:
1. Protein {[Pr Tot ] = [Pr-] + [HPr]}
2. Fosfat {[ Pi ] = [PO4 3] + [HPO42 -] + [H2PO4-] + [H3PO4]}
Tot

Albumin [Alb] dianggap mewakili unsur protein sebagai


total asam lemah [ATot] dibanding globulin karena globulin tidak
berkontribusi secara berarti terhadap total muatan negatif dari
protein plasma. [Alb] plasma dapat mempengaruhi sistim namun
tidak diatur oleh sistim. Faktor utama yang berperan untuk
mengontrol kecepatan produksi albumin adalah tekanan osmotik
koloid dan osmolalitas di ruang ekstravaskular hati.(6)
Meski Fosfat terdapat dalam berbagai bentuk, namun
jumlah totalnya adalah konstan. Kadarnya dalam plasma diatur
bersamaan dengan pengaturan ion calsium. Fosfat hanya 5%
merepresentasikan jumlah ATot. Kontribusinya terhadap ATot hanya
akan bermakna jika konsentrasinya meningkat.(6)
APLIKASI KLINIS
Untuk mempermudah pemahaman keseimbangan asam
basa, berikut sketsa hubungan antara SID terhadap konsentrasi
[H+] dan [OH-] menurut Jonathan Waters.(14)
8

Gambar 1. Hubungan antara SID, H+ dan OH-


Dari sketsa tersebut ditunjukkan bahwa setiap perubahan
komposisi elektrolit dalam suatu larutan akan menghasilkan
perubahan pada [H+] atau [OH-] dalam rangka mempertahankan
prinsip kenetralan muatan listrik (electrical-neutrality). (14)
Misalnya, peningkatan ion klorida yang bermuatan negatif akan
menyebabkan peningkatan [H+] untuk mempertahankan
kenetralan muatan listrik. Peningkatan [H+] ini disebut asidosis.
Karena hubungan terbalik antara [H+] dengan [OH-] maka dapat
juga (lebih mudah) menilai perubahan pH tersebut melalui
perubahan pada [OH-]. Peningkatan [OH-] menyebabkan
alkalosis, penurunan [OH-] menyebabkan asidosis. Sebagai
contoh, pada keadaan hiperkloremia, setiap peningkatan klorida
akan menurunkan SID.(14)
KLASIFIKASI
Fencl dkk membuat suatu klasifikasi gangguan asam basa
berdasarkan metode Stewart (tabel 1). Klasifikasi ini
menunjukkan bahwa gangguan asam basa metabolik dapat
disebabkan oleh 2 kondisi yang abnormal; yaitu SID yang
abnormal atau konsentrasi asam-asam lemah non-volatile
yang abnormal. Sedangkan gangguan asam basa respiratorik
hanya bergantung dari perubahan pada nilai pCO2.(15)
Perubahan nilai SID dapat disebabkan oleh:
9

pertama;
adanya kelebihan atau kekurangan air dalam plasma,
dimana baik kation maupun anion kuat kedua-duanya
terdilusi atau terkonsentrasi dalam perbandingan
nilai yang sama (dilutional acidosis and
concentrational alkalosis),

kedua;
perubahan konsentrasi ion klorida, dan
ketiga;
adanya perubahan pada konsentrasi anion kuat lain.
(15)

Tabel 1. Klasifikasi gangguan keseimbangan asam basa,


menurut Fencl dkk(15)
ACIDOSIS ALKALOSIS
I. Respiratory PCO2 PCO2
II. Nonrespiratory
1. Abnormal SID
(metabolic)
a. Water SID, SID, [Na+]
b. Imbalance of
excess/deficit
strong anionsi. Chloride SID, [Cl-] SID, [Cl-]
ii. Unidentified
excess/deficit SID, [XA-]
anion2.excess
Non-volatile weak
acids i. Serum [Alb] [Alb]
albumin ii. Inorganic [Pi] [Pi]
A. RESPIRATORIK
phosphate
Gangguan respirasi sejauh ini lebih mudah didiagnosa dan
diterapi dibanding gangguan metabolik. CO2 diproduksi oleh
metabolisme sel atau titrasi HCO3- oleh asam metabolik. Secara
normal ventilasi alveolar akan mempertahankan PCO 2 antara 35-
45 mmHg. Namun jika kemampuan ventilasi alveolar tidak
sebanding lagi dengan produksi CO2, maka gangguan asam basa
respiratori akan terjadi.(10)
10

PATOFISIOLOGI
Karbondioksida merupakan sisa/produk metabolisme sel.
Dari sel CO2 akan ditransport melalui plasma dan sel darah
merah menuju paru untuk dieliminasi. Sebanyak 7% CO2 larut
dalam plasma dan sisanya 93% berikatan dengan sel darah
merah. Didalam sel darah merah 23% CO 2 akan berikatan
dengan hemoglobin (carbaminohemoglobin) dan sisanya 71%
akan dikonversi /bereaksi dengan H2O menjadi H2CO3 yang
kemudian secara cepat berubah menjadi HCO 3- dan H+.16
Selanjutnya HCO3- akan melakukan pertukaran dengan Cl- dalam
plasma yang disebut chloride shift. Sampai di paru CO2 baik dari
sel darah merah maupun yang terlarut dalam plasma akan
dilepas.(9-13)
Kecepatan produksi CO2 adalah 220 ml/menit, setara
dengan 15.000 mmol asam karbonat perhari sedangkan produksi
asam-asam non respirasi yang diatur oleh ginjal dan usus hanya
500 mmol/hari. Ventilasi paru diatur oleh pusat respirasi
berdasarkan respon terhadap perubahan dari PaCO 2, pH dan
PaO2, atau keadaan exercise, kecemasan dll. Normal PaCO 2
adalah 40 mmHg, merupakan matching yang baik antara
ventilasi dengan produksi CO2. Jadi perubahan pada PaCO2
merupakan mekanisme kompensasi sebagai respon dari pH arteri
dalam bentuk asidosis atau alkalosis.
ASIDOSIS RESPIRATORIK
Ketika rasio antara eliminasi dan produksi dari CO2 tidak
adekuat maka CO2 akan meningkat. Selanjutnya [H+] dan [HCO3-]
juga akan meningkat mengikuti persamaan keseimbangan asam
karbonat. Perubahan pada [HCO3-] ini bukan merupakan adaptasi
sistemik namun sepenuhnya merupakan keseimbangan kimia.
11

Dan perlu diingat juga bahwa peningkatan {HCO 3-] ini tidak akan
menetralisir (buffer) [H+].10
Asidosis jaringan selalu terjadi pada asidosis respiratori
sebab CO2 dibuat di jaringan. Jika hiperkapni menetap maka
terjadilah kompensasi dimana SID akan meningkat untuk
mengkompensasi peningkatan [H+]. Caranya dengan membuang
klorida dari plasma.10
Karena masuknya klorida ke dalam sel darah merah akan
menyebabkan asidosis intrasel, maka klorida dibuang dari
plasma agar SID tetap terjaga. Mekanisme ini dilakukan oleh
ginjal, oleh sebab itu pada pasien hiperkapni dengan gangguan
fungsi ginjal, klorida tidak dapat dibuang sehingga asidosis tetap
terjadi. Namun jika fungsi ginjal baik, dalam beberapa hari SID
akan meningkat untuk mencapai pH normal. 1 Peningkatan HCO3-
pada peningkatan PCO2 merupakan dampak (effect) dari
penurunan SID untuk mencapai pH normal, bukan sebagai
penyebab (cause) peningkatan pH.10
ALKALOSIS RESPIRATORIK
Respiratori alkalosis merupakan gangguan asam basa yang
paling sering ditemukan. Penyebabnya misalnya berada pada
ketinggian tertentu, nyeri, kehamilan atau keadaan patologis
10
seperti; intoksikasi salisilat, sepsis awal, gagal hati, dll.
Hipokapni merupakan indikator prognosis buruk pada
pasien-pasien sakit kritis. Jika hipokani persisten maka SID akan
menurun sebagai hasil reabsorpsi oleh ginjal. Alkalemia berat
karena alkalosis respiratori jarang ditemukan karena pada
umumnya penyebab cepat dikenali.10

B. METABOLIK
12

PATOFISIOLOGI
Gangguan terhadap keseimbangan asam basa terjadi
melalui 3 mekanisme.; (1) adanya disfungsi regulasi dari organ
utama, (2) pemberian obat atau cairan yang mengganggu
kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan, atau
(3) gangguan metabolisme. Organ-organ yang berperan dalam
regulasi SID terutama adalah ginjal dan sebagian kecil oleh
saluran cerna.10,14,15
Dalam menyelesaikan beberapa gangguan metabolik yang
terjadi dalam praktek sehari-hari perlu dipahami dahulu
mekanismenya. Jonathan Waters membuat ilustrasi yang mudah
dipahami. Seperti diketahui bahwa gangguan asam basa
metabolik dapat disebabkan oleh perubahan pada:10,14,15,17
I. SID, atau
II. Asam lemah

I. SID (Strong Ions Difference)


Ada 3 mekanisme yang menjelaskan terjadinya perubahan pada
SID:14
1. Perubahan volume air dalam plasma (contraction
alkalosis and dilutional acidosis)
2. Perubahan konsentrasi ion klorida dalam plasma
(hyperchloremic acidosis and hypochloremic alkalosis)
3. Peningkatan konsentrasi anion-anion yang tak
teridentifikasi (unidentified anions)
1. Perubahan volume air (free water change)
14
ASIDOSIS KARENA DILUSI
Secara tradisional asidosis dilusi dijelaskan sebagai
ekspansi volume air ekstrasel oleh larutan yang tidak
mengandung alkali. Ekspansi ini akan mendilusi konsentrasi dari
13

bufer HCO3-Akibat dilusi ini terjadilah asidosis. Secara logika


tentunya H+ juga harusnya terdilusi, namun sayangnya teori ini
tidak dapat menjelaskan mengapa hanya HCO3- yang terdilusi.14
Stewart menjelaskan kelainan ini melalui fenomena yang sangat
berbeda dengan teori lama tersebut. Menurut Stewart air akan
mendilusi elektrolit sehingga secara relatif konsentrasi elektrolit
akan berubah, dan terjadilah asidosis dilusi, yang terjadi sebagai
akibat perubahan pada SID. 7 Untuk menjelaskan proses ini kita
gunakan ilustrasi. Misalnya plasma kita asumsikan sebagai 1 liter
air yang mengandung Na+ 140 mEq/l dan Cl- 110 mEq/l dengan
nilai SID adalah 30 mEq (140-110). Kemudian kita tambahkan air
sebanyak 1 liter, maka larutan akan terdilusi dengan komposisi
menjadi Na+ 70 mEq/l dan Cl- 55mEq/l, dan SID akan menjadi 15
mEq. Karena terjadi penurunan SID dari 30 mEq menjadi 15
mEq, maka [H+] akan meningkat (OH- akan berkurang), sebab
disosiasi air harus terjadi untuk mendapatkan keseimbangan
elctroneutrality. Jika dihitung (kuantitatif) maka [H+] akan lebih
besar dibanding [OH-]. Terjadilah asidosis karena dilusi.14

Gambar 1, asidosis karena dilusi.


Pada operasi TUR prostat sering terjadi asidosis karena
dilusi, akibat penggunaan air dalam jumlah banyak untuk irigasi
selama operasi. Seperti diketahui bahwa sindrom TUR terutama
difokuskan pada keadaan dilusi hiponatremia. Terapi tradisional
14

terhadap hiponatremia ini selalu menggunakan cairan NaCl baik


yang normal (0.9%) maupun yang hipertonik (3%). Jika kita
menggunakan analisa Stewart maka terapi ini terlihat tidak
benar.14
Sebagai contoh, misalnya 1 liter larutan dengan komposisi Na +
70 mEq/l dan Cl- 55 mEq/l (SID = 15) ditambahkan 1 liter larutan
NaCL 0.9% yang terdiri dari Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (SID
= 0), maka hasilnya adalah kadar natrium akan meningkat
namun tidak sebesar peningkatan kadar klorida, akibatnya SID
turun. Larutan saat ini mengandung Na+ 112 mEq/l dan Cl- 105
mEq/l SID turun dari 15 menjadi 7 (112-105).14,17
Penurunan SID menyebabkan peningkatan [H+] atau
penurunan [OH-] yang berakibat terjadinya asidosis. Seharusnya
terapi yang adekuat adalah pemberian Na-laktat atau bikarbonat.
Dengan memberikan Na-laktat maka sebenarnya kita
menambahkan Na+ lebih banyak dibanding klorida. Meski SID Na-
laktat sama seperti NaCl yaitu 0, namun karena laktat cepat
dimetabolisme oleh hati dan ginjal maka SID larutan RL
sebenarnya 28. Dengan demikian penambahan natrium tanpa
disertai penambahan klorida yang berarti sehingga SID
meningkat atau pH naik alkalosis. Hal ini telah dibuktikan
dalam beberapa penelitian bahwa pemberian ringer laktat justru
mengakibatkan alkalosis bukan asidosis.10,15,17,18,19,20
Alternative lain adalah dengan memberikan Na-bikarbonat.
Prinsipnya sama dengan pemberian Na-laktat dimana HCO 3- akan
berubah menjadi CO2 dan cepat dikeluarkan melalui paru
sehingga hanya Na yang tinggal dalam plasma. Jadi pada intinya
tujuan pemberian Na-bikarbonat adalah meningkatkan SID yaitu
penambahan Na tanpa penambahan klorida bukan menetralisir
H+ dengan HCO3-. Namun bikarbonat mempunyai efek negatif
15

berupa akumulasi CO2 atau CO2 narkosis jika diberikan pada


pasien yang bernafas spontan atau pasien dengan gangguan
fungsi paru.10,15

Gambar 2. Plasma plus NaCl 0.9%


Hal ini sangat berbeda jika diberikan larutan ringer laktat:

Gambar 3. Plasma plus ringer laktat


Dari contoh diatas dapat diasumsikan bahwa laktat
dimetabolisme secara utuh di hati dan ginjal, sehingga
pemberian ringer laktat tidak akan menyebabkan asidosis
melainkan alkalosis.
ALKALOSIS KONTRAKSI
Alkalosis kontraksi dapat terjadi pada pasien-pasien
dengan restriksi cairan atau menggunakan diuretik. Sama
dengan yang terjadi pada asidosis dilusi, yaitu terjadi sebagai
akibat adanya perubahan pada komposisi air ekstrasel. Misalnya
contoh kasus yang ekstrem, 1 liter larutan dengan komposisi Na +
16

140 mEq/l dan Cl- 110 mEq/l diuapkan sampai tinggal liter.
Hasilnya adalah pemekatan dimana konsentrasi Na + akan
menjadi 280 mEq/l dan Cl- menjadi 220 mEq/l. SID saat ini 60
alkalosis.14
Terapinya adalah pemberian air dalam bentuk larutan
hipotonik yaitu NaCl 0.45% yang mengandung Na + dan Cl-
masing-masing 77 mEq/l. Hasilnya adalah larutan saat ini
mengandung Na+ 145 mEq/l dan Cl- 125 mEq/l dengan SID 20.
Jadi dengan memberikan larutan 0.45% SID akan turun dari 60
mEq menjadi 20 mEq, asidosis.7 Namun karena turunnya SID
terlalu jauh (menjadi asidosis) maka disebut juga alkalosis
dengan over koreksi.14
2. Perubahan konsentrasi ion klorida
HIPOKLOREMIA
Pergeseran klorida terjadi dalam hubungannya dengan
gangguan pada traktus gastrointestinal. Selama ini dikenal
bahwa asam yang terjadi pada lambung diakibatkan sekresi H +
ke dalam lambung. Seharusnya yang disekresi ke dalam lambung
adalah ion klorida, menyebabkan SID dalam cairan lambung
menjadi kecil/turun sehingga pH cairan lambung turun
10,17
asidosis. Sekresi Cl tersebut akan menyebabkan SID di
plasma (plasma site) akan meningkat alkalosis, sehingga
penyedotan asam lambung per nasogastrik tube atau muntah
akan menyebabkan alkalosis. Mekanismenya yaitu, klorida dari
cairan lambung sewaktu sampai di duodenum seharusnya
diabsorpsi lagi, agar pH plasma kembali normal. 10,15,17
Selanjutnya sampai diusus besar maka seharusnya kation (Na +)
diabsorpsi kembali agar pH plasma normal. 1 Namun jika terjadi
diare atau gangguan absorpsi di kolon maka terjadi asidosis
karena kation banyak keluar tanpa klorida sehingga SID dalam
17

plasma akan turun, atau dapat dikatakan klorida dalam plasma


relatif lebih tinggi dibanding Na+, SID menurun asidosis.10,15,17
Pada keadaan alkalosis karena penyedotan lambung atau
muntah maka, terapi cairan yang tepat adalah dengan
memberikan NaCl 0.9%,7 sedangkan pada keadaan asidosis
karena diare atau gangguan absorpsi usus besar terapi cairan
yang tepat adalah memberikan ringer laktat, dengan ilustrasi
sbb;

Gambar 4, alkalosis hipokloremik14

Jika dalam larutan dengan komposisi Na + 140 mEq/l dan Cl-


95mEq/l (SID 45) di tambahkan larutan NaCl 0.9% dengan
komposisi Na+ = Cl- = 154 mEq/l (SID 0) , maka hasil
akhirnya adalah Na+ 147 mEq/l dan Cl- 125 mEq/l dan SID
turun menjadi 22 mEq/l. Namun jika pasien bermasalah
dengan volume, atau volume ekstrasel sudah cukup atau
over load, maka kita cukup memberikan KCl, MgCl 2 atau
CaCl2. Sebenarnya sama juga dengan prinsip pemberian
Na-bikarbonat, pada kasus ini kita dapat juga memberikan
hanya Cl- yaitu dalam bentuk HCl, namun jarang dilakukan.
HIPERKLOREMIA
Hiperkloremia akan menyebabkan terjadinya asidosis atau
peningkatan [H+] akibat penurunan SID. Pada umumnya terjadi
iatrogenik akibat pemberian cairan dengan komposisi klorida
18

sama dengan natrium seperti larutan NaCl, starch dan albumin in


14-16
saline. Terapi difokuskan untuk meningkatkan SID, seperti Na
14
bikarbonat.
Pemberian Na-bikarbonat disini bukan berarti kita memberikan
HCO3- untuk menetralisir H+, namun tujuan pemberian Na-
bikarbonat disini adalah memberikan Na + agar SID meningkat,
sedangkan HCO3- tidak diperhitungkan karena akan cepat
berubah menjadi CO2. Dalam hal ini Na bersifat sebagai efektor
bukan HCO3-. Sebab HCO3- merupakan variabel dependent dan
akan cepat diekskresi melalui paru sebagai CO2.10,14,15,17
Cara lain mengoreksi hiperkloremia ini adalah dengan
memberikan anion-anion lain yang mudah dimetabolisme seperti
garam natrium dari laktat, glukonas, asetat atau sitrat.14,15

Gambar 5, Asidosis Hiperkloremik


3. Anion-anion yang tak terukur
Anion-anion yang tak terukur (Unmeasured Anions) terdiri
dari anion-anion yang dihasilkan oleh metabolisme sel. Setiap
peningkatan dari anion-anion tersebut akan menurunkan SID
sehingga terjadi asidosis, seperti laktat (asidosis laktat), asam
keto (ketoasidosis), sulfat dan posfat (gagal ginjal) atau
keracunan seperti salisilat atau metanol.10,15,17
Mediator-mediator pada sepsis juga berperan sebagai
anion-anion dan berkontribusi menyebabkan penurunan SID
19

asidosis.1 Sedangkan pada cairan-cairan koloid disebutkan bahwa


metabolisme polygeline dan starch diduga berperan juga dalam
24-27
meningkatkan UA (menyebabkan asidosis).
Pendekatan klasik untuk mengukur adanya UA selama ini
digunakan formula base-axcess, standard bicarbonat dan anion
gap. Namun beberapa studi dengan menggunakan prinsip
Stewart menunjukkan bahwa formula-formula lama tersebut
gagal mendeteksi adanya UA.29
Suatu studi yang dilakukan oleh dr. Balasubramanyan dkk
menunjukkan bahwa metode Fencl-Stewart dapat mendeteksi
adanya UA pada pasien-pasien anak yang sakit kritis meskipun
nilai BE dan AG normal. Selain itu metode ini lebih kuat
berhubungan dengan mortaliti dibanding dengan BE, AG atau
kadar laktat darah.28
Bellomo dalam suatu review artikelnya menyebutkan
bahwa dengan menggabungkan BE (Sigaard) dan Stewart maka
deteksi UA akan lebih akurat.29
Langkah-langkah mengkombinasikan BE dengan
pendekatan Stewart:29
1. Tentukan BE dari analisa gas darah
2. Tentukan efek SID.
Efek SID, mEq/l = A + B
A = Efek H2O dari Natrium = 0.3 x ([Na+] 140).
B = Efek koreksi klorida = 102 ([Cl-] x 140/[Na+]).
[Na+] dan [Cl-] merupakan komponen utama SID
3. Tentukan efek dari konsentrasi total asam lemah (ATot)
Efek asam lemah, mEq/l = (0.123 x pH 0.6310 x (42-
[alb]).
Alb merupakan komponen utama (ATot)
4. Tentukan efek ion yang tak terukur, (UA)
20

Efek (UA) = BE efek SID efek A(Tot)


II. ATot (Jumlah total dari konsentrasi asam-asam lemah)
Komposisi asam lemah terdiri dari protein dan posfat
inorganik. Karena kadar posfat yang kecil sekali maka tidak
dianggap berkontribusi terhadap perubahan nilai Atot, keculai
ada peningkatan bermakna dan posfat tersebut.10,15,17,24
Protein plasma terdiri dari Albumin dan globulin, namun
albumin yang mempunyai peran penting dalam keseluruhan
jumlah protein. Seperti diketahui bahwa protein mengandung 99
asam amino yang bermuatan negatif yang terdiri dari asam
aspartat dan glutamat, dan 77 residu yaitu arginin dan lisin yang
bermuatan positif. Jadi total jumlah muatan adalah negatif 22
eq/mol.24 Albumin juga mengandung 16 residu histidin dimana
group imidazolnya dapat bereaksi dengan H+. 30

Atot sebagian besar ditentukan oleh konsentrasi protein


total dalam plasma. Atot merupakan jumlah total dari fraksi yang
terdisosiasi maupun yang tidak, dan merupakan fungsi dari
metabolisme protein dan volume distribusi.30
Setiap penurunan kadar albumin plasma akan
menyebabkan alkalosis dan sebaliknya peningkatan kadar
albumin plasma akan menyebabkan asidosis (paraprotein). Studi
dari Wilkes menunjukkan bahwa penurunan kadar albumin
(alkalosis) akan dikompensasi oleh ginjal dengan menahan
klorida sehingga SID menurun kembali (asidosis).30
21

mEq/l 150
+ HCO3-
Na SIDe
K+ Alb-
ATot
Mg++ Pi-
100
Ca++ UA-
H+
Unmeasured Anions:
Lactate
Sulfat
Cl- Keto acids
Metanol
50 Salisylate

Kation Anion

Gambar 6, gamblegram SIDe, ATot dan Unmeasured anions


15

KESIMPULAN
Pendekatan Stewart ini perlahan-lahan mulai diaplikasikan
di beberapa journal penelitian tentang keseimbangan asam
basa tubuh.
Pendekatan ini memberi suatu pandangan baru ke dalam
proses kimia yang menentukan pH cairan tubuh.
Perbedaan yang jelas terlihat antara H-H dengan Stewart
ini adalah jika pada pendekatan H-H perhatian tertuju pada
ion bikarbonat, maka pada pendekatan Stewart ion klorida
merupakan anion terpenting sebagai faktor kausatif.
22

Asidosis maupun alkalosis respirasi disebabkan oleh


adanya hiperkapni atau hipokapni, hal ini menunjukkan
bahwa pCO2 merupakan variabel independen pada
gangguan ini. Asidosis metabolik sebagian besar
disebabkan oleh penurunan SID sedangkan alkalosis
metabolik sebagian besar disebabkan oleh peningkatan
SID.
Perubahan pada A[Tot] bagaimanapun juga dapat
menyebabkan gangguan asam basa metabolik. Misalnya,
hipoalbumin dapat menyebabkan alkalosis metabolik
dan hiperalbumin menyebabkan asidosis metabolik.
Sebagai contoh, alkalosis metabolik yang terjadi pada
pasien dengan sirosis dan sindrom nefrotik adalah akibat
kadar [Alb] yang rendah sehingga SID akan meningkat
alkalosis. Peningkatan posfat, sulfat dan urate dalam
plasma pada gagal ginjal berkontribusi terhadap terjadinya
penururnan SID asidosis metabolik.
Peningkatan Unmeasured anion (UA) seperti laktat, keto,
intoksikasi akan berkontribusi menurunkan SID asidosis.

Daftar Pustaka

1. Leblanc M, Kellum JA. Biochemical and Biophysical


Principles of Hydrogen Ion Regulation. In: Critical Care
Nephrology. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, The
Netherlands, 1998. pp 261-277.
2. Kellum JA. Determinants of Blood pH in Health and
Disease. Critical Care 2000;4:6-14.
3. Jones NL: A quantitative physciochemical approach to
acid-base physiology. Clin Biochem 1990; 23:89-195.
23

4. Stewart PA. How to understand acid-base. In A


quantitative acid-base primer for biology and
medicine. Edited by Stewart PA. Elsevier, New York,
1981:1--286.
5. Stewart PA. Modern quantitative acid-base chemistry.
Can J Physiol Pharmacol 61:1444-1461, 1983.
6. Schalkwyk JV.m A Basic Approach to Body pH.. Cited on
1999, Kellum JA. Available on;
http://www.anaesthetist.com/icu/elec/ionz
7. Brandis K.Quantitative Analysis of Acid-Base
Disorders, In: Acid-Base Physiology An Online Tutorial,
chapter 10.Cited On 14 March 2002, Available on:
http://www.qldanaesthesia.com.
8. Wilkes P. Acid-base lecture in Acid-base management.
University of Ottawa Departemen of Anesthesiology,
Physics and Fluids Core Program, october 11,2001.
9. Gilfix BM, Bique M, Magder S: A physical chemical
approach to the analysis of acid-base balance in the
clinical setting. J Crit Care 1993, 8:187--197.
10. Kellum JA. Diagnosis and Treatment of Acid-Base
Disorders. In: Textbook of Critical Care, W.B. Saunders Co,
Philadelphia, PA , 1999. Grenvik A, Shoemaker PK, Ayers S,
Holbrook (eds). pp839-853.
11. Metabolic acidosis in the critically ill: Lessons
from physical chemistry. Kidney International 53 (Suppl
66): S81-S86, 1998.
12. Fencl,V. and T.H. Rossing. Acid-base disorders in
critical care medicine. Am.Rev.Med 40:17-29,1989.
24

13. Kellum JA, Kramer DJ, Pinsky MR: Strong ion gap: A
methodology for exploring unexplained anions. J Crit
Care 1995,10:51--55.
14. Waters J. Using Stewart for Clinical Gain. 2001,
Available on: http://www.anaesthetist.com/icu/elec/ionz
15. Fencl V, Jabor A, Kazda A, Figge J. Diagnosis of
metabolic acid-base disturbances in critically ill
patients. Am J Respir Crit Care Med 2000
Dec;162(6):2246-51
16. Morfei J. Stewarts Strong Ions Difference
Approach to Acid-Base Analysis. Respir Care
1999;44(1):45-52.
17. Magder S. Pathophysiology of metabolic acid-
base disturbances in patients with critical illness.In:
Critical Care Nephrology. Kluwer Academic Publishers,
Dordrecht, The Netherlands, 1998. pp 279-296.Ronco C,
Bellomo R (eds).
18. Scheingraber S, Rehm M, Sehmisch C, Finsterer U:
Rapid saline infusion produces hyperchloremic
acidosis in patients undergoing gynecologic surgery.
Anesthesiology 1999, 90:1265--1270.
19. Morgan TJ, Hall JA: Hyperlactaemia without
acidosis-an investigation using an in vitro model.
Critical Care and Resuscitation 1999; 1:354-359.
20. Mustafa I, Laverve M. Metabolic and
Haemodynamic Effects of Hypertonic Solution:
Sodium Lactate Versus Sodium Chloride Infusion In
Postoperative Patients. Shock 2002,18:306310
25

21. Kellum JA, Bellomo R, Kramer DJ, Pinsky MR: Etiology


of Metabolic Acidosis During Saline Resuscitation in
Endotoxemia. Shock 1998, 9: 364--368.
22. Waters JH, Miller LR, Clack S, Kim JV. Cause of
metabolic acidosis in prolonged surgery. Crit Care
Med. 1999; 27:2142-6.
23. Liskaser FJ, Bellomo R, Hayhoe M, et al: Role of
Pump Prime in the Etiology and Pathogenesis of
Cardiopulmonary Bypass-associated Acidosis.
Anesthesiology 2000; 93:1170-1173
24. Rehm M, Orth V, Scheingraber S, et al: Acid-Base
Changes Caused by 5% Albumin versus 6%
Hydroxyethyl Starch Solution in Patients Undergoing
Acute Normovolemic Hemodilution: A Randomized
Prospective Study. Anesthesiology 2000; 93:1174-1183
25. Waters JH, Bernstein CA: Dilutional Acidosis
following Hetastarch or Albumin in Healthy
Volunteers. Anesthesiology 2000; 93:1184-1187.
26. Hayhoe M. Bellomo R. Liu G. McNicol L. Buxton B.
The aetiology and pathogenesis of cardiopulmonary
bypass-associated metabolic acidosis using
polygeline pump prime. Intens Care Med. 1999;25:680-
6855.
27. Hayhoe M, Bellomo R, Liu G, Kellum JA, McNicol L,
Buxton B. The role of the splanchnic circulation in
acid-base balance during cardio-pulmonary bypass.
Crit Care Med 1999; 27:2671-2677.
28. Balasubramanian N, Havens PL and Hoffmann GM.
Unmeasured anions identified by the Fencl-Stewart
method predict mortality better than base excess,
26

anion gap, and lactate in patients in the intensive


care unit. Critical Care Med 1999; 27:1577-81.
29. David AS, Bellomo R. Hendersen-Hasselbach vs
Stewart: Another Acid-Base Controversy. Crit Care &
Shock 2002;2:59-63
30. Wilkes P: Hypoproteinemia, strong ion
difference, and acid-base status in critically ill
patients. J Appl Physiol 1998, 84:1740--1748.

You might also like