Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Karies gigi merupakan suatu penyakit yang terjadi pada jaringan keras gigi,
yaitu email, dentin dan sementum.2 Karies adalah suatu proses kerusakan yang
berlaku disebabkan oleh aktivitas jasad renik terutama bakteri yang ada dalam suatu
karbohidrat yang diragikan.2,7 Interaksi antara bakteri dan karbohidrat pada
permukaan gigi menghasilkan keadaan yang bersifat asam di rongga mulut sehingga
menyebabkan terjadinya demineralisasi email dan mengakibatkan terjadinya karies.12
Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi,
diikuti dengan kerusakan pada bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi
ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.2 Demineralisasi email merupakan
suatu proses patologis yang merusak struktur jaringan keras gigi yang kemudian
diikuti oleh kerusakan bahan organiknya.10
Karies dapat mengenai gigi sulung dan gigi permanen, tetapi gigi sulung lebih
rentan terhadap karies karena struktur dan morfologi gigi sulung yang berbeda dari
gigi permanen, meliputi bentuk anatomis dan juga komposisinya.2 Karies khusus
yang terjadi di kalangan bayi dan anak usia pra-sekolah lebih dikenal sebagai Early
Childhood Caries (ECC) dan Severe Early Childhood Caries (S-ECC). Kemunculan
ECC dan S-ECC seringkali dihubungkan dengan konsumsi nutrisi yang inadekuat,
namun mekanisme awal terjadi dan perkembangan penyakit ini adalah sangat
kompleks.6
sulung yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya termasuk
karbohidrat dalam jangka waktu yang panjang.1,5
American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) mendefinisikan ECC
sebagai kerusakan yang terjadi pada satu atau lebih gigi berupa lesi kavitas atau non-
kavitas, gigi yang dicabut karena karies atau tambalan pada permukaan gigi sulung
pada anak di bawah usia 71 bulan.1,3-6 Sedangkan S-ECC didefinisikan sebagai pola
kerusakan pada permukaan gigi berupa lesi kavitas atau non-kavitas pada anak di
bawah usia 3 tahun.1,3-5 Seorang anak di antara usia 3-5 tahun juga dikatakan
mengalami S-ECC jika skor dmf-t (decayed, missed, and filled teeth index) > 4 untuk
anak usia 3 tahun, > 5 untuk anak usia 4 tahun dan > 6 untuk anak usia 5 tahun pada
gigi sulung anterior maksila.3,5,13,14 Lesi S-ECC biasanya muncul secara tiba-tiba,
menyebar dengan luas dan cepat mengenai pulpa.13,14
Menurut Drury et al (cit. Cvetkovic), banyak ahli menerima definisi ECC dan
S-ECC sebagai jenis karies gigi sulung yang paling sering terjadi pada bayi dan anak
usia pra-sekolah.6 ECC dan S-ECC dikenal juga sebagai gabungan penyakit dan
kebiasaan, karena sering terjadi pada anak kecil yang menggunakan botol berisi
cairan yang mengandung gula agar bayi menjadi tenang dan mudah tidur.15
maksila. Biasanya pada tahap ini, orang tua tidak menyadarinya karena tiadanya
keluhan dari anak.14 Jika tidak dirawat, area putih tersebut akan berubah dengan cepat
menjadi kavitas kuning-coklat dan menyebar ke gigi posterior.16
Gambar 1. Gambaran tahap inisial ECC16
2. Tahap dua
Tahap dua terjadi ketika anak berusia 16-24 bulan. Lesi putih pada gigi
insisivus berkembang dengan cepat dan menyebabkan demineralisasi email sehingga
mengenai dan terbukanya dentin. Ketika lesi berkembang, lesi putih pada email
tersebut berpigmentasi menjadi kuning terang, coklat kemudian hitam, dan pada
kasus yang lebih parah, lesi juga dapat mengenai tepi insisal.14 Perubahan warna
email disebabkan oleh pigmen yang berasal dari saliva (coklat dan hitam), makanan
serta akibat penetrasi dari bakteri.6 Gigi molar pertama maksila pula mulai terkena
tahap inisial pada regio servikal, proksimal dan oklusal. Pada tahap ini, anak mulai
mengeluh karena sensitif terhadap rasa dingin dan orang tua juga sudah mulai
menyadari perubahan warna pada gigi anaknya.14
Gambar 2. Gambaran tahap kedua ECC6
3. Tahap tiga
Tahap tiga terjadi ketika anak berusia 20-36 bulan. Pada tahap ini, lesi sudah
meluas hingga terjadi iritasi pulpa. Lesi pada gigi molar pertama maksila sudah
berada pada tahap dua, sedangkan pada gigi molar pertama mandibula dan kaninus
mandibula berada pada tahap inisial. Gejala yang timbul pada tahap tiga ini adalah
anak mengeluh sakit ketika mengunyah makanan dan ketika menyikat gigi, serta sakit
spontan pada waktu malam.14
Gambar 3. Gambaran tahap ketiga ECC16
4. Tahap empat
Tahap empat terjadi ketika anak berusia 30-48 bulan. Tahap ini ditandai
dengan lesi yang meluas dengan cepat ke seluruh permukaan email, mengelilingi
regio servikal dan mengenai dentin dalam waktu yang singkat, serta terjadi kerusakan
yang parah di seluruh mahkota gigi hingga terjadi fraktur dan hanya akar yang
tersisa.6,14 Pada tahap ini gigi insisivus maksila biasanya mengalami nekrosis dan gigi
molar pertama maksila berada pada tahap tiga, sedang gigi molar dua maksila, gigi
kaninus maksila dan molar pertama mandibula berada pada tahap dua. Biasanya
anak-anak menderita namun tidak dapat mengekspresikan rasa sakitnya, selain
mengalami kesukaran tidur dan menolak untuk makan.14
Gambar 4. Gambaran tahap keempat ECC16
ECC memiliki pola yang khas.17 Proses ECC selalu dimulai pada gigi
insisivus lateral maksila, menyebar dengan cepat ke gigi lain di rahang atas sebelum
menyebar ke gigi geligi di rahang bawah.6,17 ECC jarang mengenai gigi insisivus
sentral dan lateral serta kaninus mandibula, karena pada saat pemberian susu ibu atau
susu botol, puting susu akan bersandar pada palatum selama waktu penghisapan,
sedangkan gigi anterior mandibula akan terlindung oleh lidah. Susu ataupun cairan
lainnya kemudian akan tergenang di sekitar gigi insisivus maksila, mengalir ke
sekitar bagian tengah lidah dan membasahi permukaan oklusal dan lingual gigi
posterior.15
ECC yang tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan dini gigi sulung dan
mempengaruhi pertumbuhan serta pematangan gigi permanen, di samping
mempengaruhi artikulasi berbicara, praktek diet dan pertumbuhan. Pada kasus yang
lebih ekstrim, ECC dapat menyebabkan rampant decay, infeksi, nyeri, abses, masalah
pengunyahan, malnutrisi, gangguan pencernaan dan mempengaruhi rasa rendah diri
anak. Selain itu, anak-anak dengan ECC juga memiliki peningkatan risiko untuk
mendapat lesi baru ketika usia mereka bertambah, baik ketika fase gigi sulung
maupun gigi permanen.5,14,15
adalah sama seperti etiologi karies lainnya secara umum. ECC terjadi bukan
disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi
disebabkan oleh serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Pada
tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan (cit. Pintauli), karies dinyatakan sebagai
penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab
terbentuknya karies.2
Ada empat faktor utama yang saling mempengaruhi untuk terjadinya karies,
yang digambarkan sebagai empat lingkaran yang bertumpang-tindih dan saling
berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Untuk terjadinya karies, maka kondisi
setiap faktor tersebut harus saling mendukung dan berinteraksi yang digambarkan
sebagai lingkaran pertama yaitu tuan rumah atau host yang rentan meliputi gigi dan
saliva, lingkaran kedua yaitu substrat yang bersifat kariogenik, lingkaran ketiga yaitu
mikroorganisme penyebab karies dan lingkaran keempat yaitu waktu yang lama.2,7
Saliva sangat penting dalam menjaga kesehatan rongga mulut dan merupakan
sistem pertahanan utama terhadap karies.4 Kapasitas aliran, pengenceran, buffering
dan remineralisasi saliva diakui menjadi faktor penting yang mempengaruhi, dan
dalam beberapa hal mengatur perkembangan dan regresi karies.1 Saliva membentuk
sistem buffer dengan bertindak mengimbangi keasaman plak di rongga mulut yang
disebabkan oleh fermentasi karbohidrat oleh bakteri dan mempertahankan pH supaya
tetap konstan pada pH 6-7.4,19 Jika lingkungan rongga mulut seimbang dan
menguntungkan, saliva dapat berkontribusi pada proses remineralisasi gigi dengan
menyediakan beberapa komponen untuk membantu membangunkan struktur apatit
yang kuat.1 Selain mempunyai efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan
rongga mulut dari debris-debris dan sisa makanan sehingga bakteri tidak dapat
berkembang biak. Pada anak yang berkurang kuantitas dan fungsi salivanya akibat
kelainan pada kelenjar saliva atau disebabkan faktor lainnya, maka aktivitas karies
akan meningkat secara signifikan.2
2.3.3 Mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies.
Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada
permukaan gigi yang tidak dibersihkan dengan baik.2 Penelitian menunjukkan bahwa
komposisi plak didominasi oleh Streptococcus mutans yang merupakan salah satu
mikroorganisme penyebab karies yang paling virulen di kalangan anak-anak.1,14
Streptococcus mutans ini menguraikan gula yang terdapat dalam makanan
terutamanya monosakarida dan disakarida untuk menghasilkan tenaga, dan
lingkungan rongga mulut yang asam sehingga menyebabkan demineralisasi email
gigi yang menjadi penyebab utama karies.12,16
Diet dengan kandungan karbohidrat yang tinggi pada anak membantu
kolonisasi Streptococcus mutans, yang mengarah pada perkembangan awal dari plak
pada permukaan gigi.6 Plak akan terbentuk apabila adanya karbohidrat, sedangkan
karies akan terbentuk apabila terdapat plak dan karbohidrat.2
2.3.4 Waktu
Karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang
dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Waktu mempengaruhi kecepatan
terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat menempel di permukaan gigi.
Secara umum, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk karies berkembang menjadi
suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan sekitar 6-48 bulan.2
Makanan yang siap untuk diurai oleh bakteri dalam plak dental disebut
sebagai makanan kariogenik. Dalam hal ini, karbohidrat merupakan satu-satunya
makanan yang bersifat kariogenik. Maupun protein dan juga lemak, kedua-duanya
tidak menjadi substrat kepada bakteri di rongga mulut.24
Dari hasil penelitian diketahui bahwa makanan yang bersifat manis dan
lengket lebih mempengaruhi terjadinya karies gigi pada anak-anak.10 Hal ini
dihubungkan dengan sifat gula yang terdapat dalam makanan yang berfungsi sebagai
pemanis dan bahan pengawet serta memberikan aroma yang harum; hal ini akan
menimbulkan daya tarik baik rasa, bau maupun bentuk makanan itu sendiri, sehingga
ada kecenderungan anak-anak untuk memilih makanan yang tinggi kandungan
gulanya.7
Sifat fisik makanan yang mengandung karbohidrat memainkan peranan yang
penting dalam pembentukan karies. Makanan yang keras dan lengket lebih bersifat
kariogenik dibanding makanan yang lunak dan cair.24 Hal ini karena semakin lama
sesuatu makanan yang mengandung karbohidrat itu berkontak dengan permukaan
email gigi, semakin besar pula kemungkinan untuk waktu lamanya produksi asam di
rongga mulut. Akibatnya, tingkat demineralisasi asam dari email dapat langsung
berhubungan dengan jumlah waktu makanan tersebut melekat pada permukaan
gigi.19,24 Sebagai contoh, konsumsi biskuit dan permen lainnya yang diketahui
mempunyai sifat fisik yang keras dan lengket terkait dengan prevalensi karies yang
tinggi pada anak-anak.25
Selain sifat fisik, level kariogenitas makanan berkarbohidrat juga turut
berperan penting dalam terjadinya karies. Level kariogenitas suatu jenis karbohidrat
tidak sama dengan karbohidrat yang lain.24 Karbohidrat sederhana yang kadang-
kadang disebut juga sebagai karbohidrat difermentasi, adalah lebih kariogenik
dibandingkan karbohidrat yang lebih kompleks. Hal ini karena karbohidrat yang
sederhana adalah lebih mudah difermentasi oleh plak dental dibandingkan
karbohidrat kompleks yang harus diurai terlebih dahulu menjadi bentuk yang lebih
ringkas sebelum dapat difermentasi oleh bakteri di dalam plak.24
Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti di Eastman Dental Center (EDC),
New York membagikan beberapa jenis makanan berdasarkan tingkat kariogenitasnya
(Tabel 3).
Menurut studi Vipeholm (cit. Naylor), individu yang makan makanan yang
tinggi kandungan gula pada waktu makan utama dan diikuti dengan mengemil di
antara jam makan utama mempunyai potensi yang tinggi untuk mendapat karies gigi
dibandingkan individu yang hanya makan makanan yang tinggi kandungan gula
hanya pada waktu makan utama tanpa mengemil di antara jam makan.9,27
Henkin et al (cit. Moynihan) pula melaporkan bahwa adanya korelasi positif antara
pola diet dan prevalensi karies pada anak-anak di Hawaii apabila frekuensi konsumsi
makanan adalah antara 3-8 kali per hari.19
Penjelasan tentang korelasi positif antara peningkatan karies dan frekuensi
makan per hari juga dijelaskan oleh studi pH plak yang dilakukan oleh Stephen
(cit. Moynihan).19 Studi ini menunjukkan bahwa setelah mengonsumsi sukrosa, pH
plak dental akan menurun dari 6,5 kepada 5,0 yaitu pH kritikal yang mengakibatkan
terjadinya demineralisasi email dan berlangsung selama 20-30 menit, oleh karena itu
salah satu penyebab terjadinya karies adalah karena kontak yang berulang-ulang oleh
plak dental terhadap gula pada periode waktu 30 menit, yang mengakibatkan email
gigi terpapar kepada lingkungan asam dalam waktu yang lama disebabkan oleh pola
diet dengan frekuensi yang tinggi.19.27 Jadi, jika gula dikonsumsi dengan frekuensi
yang tinggi per hari, maka potensi gigi untuk mengalami demineralisasi semakin
tinggi, dan potensi untuk terjadinya karies juga semakin besar.1,16
Seperti yang disarankan oleh Graf (cit Moynihan), gigi memerlukan kira-kira
3 jam untuk pulih dari setiap paparan kariogenik. Jika interval waktu antara makan
diperpendek dengan paparan cuma sekali mengemil, maka karies sudah dapat
berkembang secara signifikan. Jadi, konsumsi gula antara waktu makan utama dapat
menyebabkan pH plak dental berada di bawah tingkat kritikal selama 8 jam yang
akan mengganggu proses remineralisasi gigi.19
Penelitian menunjukkan jika seseorang makan cuma 3 kali sehari, tanpa
mengemil di antara waktu makan kecuali minum air putih, gigi-geliginya hanya
terpapar kepada risiko serangan karies selama 20 menit setiap kali makan. Walau
bagaimanapun, mengemil tidak berbahaya bagi gigi jika makanan yang dimakan saat
mengemil merupakan makanan yang tidak bersifat kariogenik.24
adalah konsentrasi gula di dalam makanan tersebut; semakin tinggi konsentrasi gula,
semakin besar kemungkinan gula tersebut dapat menembus masuk ke dalam plak
dental secara cepat dan dimetabolisme oleh bakteri dalam plak dental untuk
menghasilkan asam laktat yang menjadi faktor utama penyebab karies pada gigi
sebelum dapat dinetralisir secara efektif oleh saliva melalui sistem buffer.19
di rongga mulut. Walau bagaimanapun, bukti bahwa kariogenitas dari susu sapi, ASI
dan susu formula masih bervariasi dan belum dapat dipastikan.15
Pencegahan