You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permintaan untuk layanan medis khusus seperti perawatan kritis sering melebihi

ketersediaan, sehingga penjatahan dari unit perawatan intensif (ICU) tempat tidur yang

biasa mengarah ke keputusan triase sulit. Banyak faktor yang dapat memainkan peran

dalam keputusan untuk memasukan pasien ke ICU, termasuk keparahan penyakit dan

kebutuhan untuk perawatan khusus terbatas pada unit-unit ini. Meskipun keputusan triase

akan didasarkan semata-mata pada pasien dan faktor tingkat kelembagaan, ada

kemungkinan bahwa intensivists membuat keputusan yang berbeda ketika ada lebih sedikit

tidur ICU tersedia (J Clin Med Res. 2014)


Sistem triase yang paling terstruktur menggunakan beberapa tanda-tanda vital

tersedia adalah Swedia Proses Adaptive Triage, dikembangkan di 2006, yang

menggunakan kombinasi keluhan dan tanda-tanda vital untuk membuat skor triase Total.

Dalam studi validasi, Barfod et al menemukan bahwa di antara tanda-tanda vital, yang

terbaik prediktor dari kematian di rumah sakit yang tingkat pernapasan, oksigen Skala

kejenuhan, tekanan darah sistolik, dan Glasgow Coma skor. Di antara keluhan, dyspnea

dan perubahan status mental memiliki asosiasi tertinggi dengan angka kematian (12% dan

11%, masing-masing).
Pada tahun 1999, sekelompok ahli yang ditunjuk oleh Departemen Kesehatan di

Inggris dan dipimpin oleh Dr. Valerie Day menyarankan bahwa pasien di rumah sakit harus

diberi tingkat perawatan berdasarkan penilaian kebutuhan klinis mereka, terlepas dari

lokasi mereka . Dalam kajian mereka dari layanan perawatan kritis diterbitkan pada tahun

2000, mereka menggambarkan tingkat ini sebagai berikut:


Tingkat 0: dirawat di rumah sakit pasien biasa dengan tidak ada monitoring atau

perawatan intensif persyaratan.


1
Tingkat I: pasien yang memerlukan pemantauan tambahan seperti pemantauan

elektrokardiografi terus menerus.


Tingkat II: pasien yang memerlukan lebih sering monitoring dan intervensi, seperti

yang dengan disfungsi tunggal organ, yang tidak dapat disediakan di tingkat sebelumnya.
Tingkat III: pasien yang membutuhkan terapi suportif hidup, seperti yang gagal

single atau multiorgan, yang hanya dapat diberikan di ICU (Nates et al. 2016)

B. RumusanMasalah
1. Apa Definisi Triase ?
2. Apa Indikasi pasien masuk dan keluar ICU ?
3. Apa saja jenis-jenis triase?
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk menyelesaikan tugas kuliah keperawatan Gawat Darurat Intensif
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi triase
2. Untuk mengetahui indikasi pasien masuk dan keluar ICU
3. Untuk mengetahui jenis-jenis triase

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Triase
Triase merupakan proses menempatkan pasien pada status perawatan mereka yang

paling tepat, berdasarkan kebutuhan pasien atas terapi medis dan pengkajian dimana

pasien akan mendapatkan manfaat dari perawatan di ruang ICU. Pasien yang dipindahkan

ke ruang ICU dapat berasl dari bermacam-macam sumber yaitu IGD, kamar operasi,

bangsal umum, unit perawatan intermediet, atau rujukan dari rumah sakit lain.

2
Darimanapun pasien yang dipindahkan ke ICU berasal, kebanyakan pemindahan pasien ke

ICU dikarenakan kegawatan dan tidak direncanakan. Pembuatan keputusan triase di ruang

intensif harus dibuat secara eksplisit tanpa bias (Etnis, ras, jenis kelamin, status sosial,

preferensi seksual atau status finansial merupakan hal-hal yang tidak boleh dimasukkan

dalam pertimbangan dalam pembuatan keputusan triase. Dibawh kondisi normal, pasien

masuk atau dipindahkan berdasarkan seberapa banyak keuntungan yang akan pasien

dapatkan dalam perawatan di ICU (Nates, et al., 2016). Menurut Nates et. Al secara umum

pasien yang dipindahkan ke ICU setidaknya memenuhi satu tau lebih kriteria di bawah ini:
1. Membutuhkan perawatan yang khusus yang hanya dimiliki oleh petugas ICU yang

tidak tersedia di ruangan lain (misalnya ventilator, manajemen syok, oksigenasi

membran ekstracorporeal, dan intra aortic baloon pump).


2. Memiliki keadaan klinis yang tidak stabil (misalnya status epileptikus, hipoksemia,

dan hipotensi).
3. Dalam kondisi penurunan yang cepat (misalnya pasien dengan intubasi)

B. Indikasi pasien masuk dan keluar ICU


Pada keadaan sarana dan prasarana ICU yang terbatas pada suatu rumah sakit,

diperlukan mekanisme untuk membuat prioritas apabila kebutuhan atau permintaan akan

pelayanan ICU lebih tinggi daripada kemampuan pelayanan yang dapat diberikan. Kepala

ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di ICU. Bila

kebutuhan masuk ICU melebihi tempat tidur yang tersedia, Kepala ICU menentukan

berdasarkan prioritas kondisi medik, pasien mana yang akan dirawat di ICU. Prosedur

untuk melaksanakan kebijakan ini harus dijelaskan secara rinci untuk tiap ICU. Menurut

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/Menkes/Sk/XII/2010,

kriteria masuk dan keluar pasien ICU antara lain:


1. Kriteria masuk
ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi

yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien yang

memerlukan terapi intensif (prioritas 1) didahulukan dibandingkan pasien yang


3
memerlukan pemantauan intensif (prioritas 3). Penilaian objektif atas beratnya

penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk ke

ICU.
a. Pasien prioritas 1 (satu)
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan

terapi intensif dan tertitrasi, seperti: dukungan/bantuan ventilasi dan alat bantu

suportif organ/sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif kontinyu, obat anti

aritmia kontinyu, pengobatan kontinyu tertitrasi, dan lain-lainnya. Contoh pasien

kelompok ini antara lain, pasca bedah kardiotorasik, pasien sepsis berat, gangguan

keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa. Institusi

setempat dapat membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat

hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan darah tertentu. Terapi pada pasien

prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas.


b. Pasien prioritas 2 (dua)
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab

sangat berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya

pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh pasien

seperti ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung-paru, gagal

ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan major. Terapi pada

pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas, karena kondisi mediknya senantiasa

berubah.
c. Pasien prioritas 3 (tiga)
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status

kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya,

secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan/atau manfaat terapi di

ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan

keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan

jalan napas, atau pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai

4
komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya

untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai

melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.


d. Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan Kepala ICU,

indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bias dikecualikan, dengan catatan

bahwa pasien-pasien golongan demikian sewaktu waktu harus bisa dikeluarkan

dari ICU agar fasilitas ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien

prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga). Pasien yang tergolong demikian antara lain:

1) Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup

yang agresif dan hanya demi perawatan yang aman saja. Ini tidak

menyingkirkan pasien dengan perintah DNR (Do Not Resuscitate).

Sebenarnya pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan

canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.

2) Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.

3) Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak. Pasien-pasien seperti

itu dapat dimasukkan ke ICU untuk menunjang fungsi organ hanya untuk

kepentingan donor organ.

Tabel 2.1 Kerangka Prioritas pasien masuk ICU


Level Priotitas Jenis pasien
Perawatan
Prioritas 1 pasien sakit kritis yang membutuhkan dukungan kehidupan
bagi kegagalan organ, pemantauan yang intensif, dan terapi
hanya tersedia di lingkungan ICU. dukungan kehidupan
termasuk invasif ventilasi, terapi pengganti ginjal terus
menerus, invasif hemodinamik monitoring untuk mengarahkan
intervensi hemodinamik agresif, paru-paru buatan, pompa balon

5
intraaortic, dan situasi lain yang memerlukan perawatan kritis
ICU (misalnya, pasien dengan hipoksemia berat atau shock)
(Intensive Care
Unit) Prioritas 2 Pasien, seperti dijelaskan di atas, dengan probabilitas signifikan
lebih rendah dari pemulihan dan yang akan ingin menerima
terapi perawatan intensif tapi resusitasi tidak cardiopulmonary
dalam kasus serangan jantung (misalnya, pasien dengan kanker
metastatik dan gagal napas sekunder untuk pneumonia atau di
syok septik membutuhkan vasopresor)

Prioritas 3 Pasien dengan disfungsi organ yang membutuhkan pemantauan


dan / atau terapi intensif (misalnya, ventilasi noninvasif), atau
yang, menurut pendapat klinis dokter mendahulukan, bisa
dikelola pada tingkat yang lebih rendah dari perawatan dari
ICU (misalnya, pasien pasca operasi yang memerlukan
pemantauan ketat untuk risiko kerusakan atau memerlukan
perawatan pasca operasi intens, pasien dengan pernapasan
IMU insufisiensi toleransi intermiten ventilasi noninvasif). Pasien-
pasien ini mungkin perlu dirawat ICU jika manajemen awal
(Intermediate gagal untuk mencegah kerusakan atau tidak ada kemampuan
Care Uniit) IMU di rumah sakit

Prioritas 4 Pasien, seperti dijelaskan di atas tetapi dengan probabilitas


rendah pemulihan / survival (misalnya, pasien dengan penyakit
metastasis yang mendasari) yang tidak ingin diintubasi atau
diresusitasi. Sebagai di atas, jika rumah sakit tidak memiliki
kemampuan IMU, pasien tersebut dapat dianggap untuk ICU
dalam keadaan khusus

Palliative care Prioritas 5 pasien terminal atau hampir mati tanpa kemungkinan
pemulihan; pasien tersebut secara umum tidak sesuai untuk
masuk ICU (kecuali mereka potensial donor organ). dalam
kasus di mana individu telah tegas menolak terapi perawatan
intensif atau proses ireversibel seperti kanker metastatik tanpa
kemoterapi tambahan atau Pilihan terapi radiasi, perawatan
paliatif harus awalnya ditawarkan

2. Kriteria keluar
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis dari

kepala ICU atau tim lain, antara lain :

6
a. Penyakit atau keadaan pasien yang sudah membaik dan cukup stabil sehingga

tidak memerlukan terapi dan pemantauan intensif lebih lanjut.


b. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak

bermanfaat atau tidak memberikan hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada

waktu itu pasien tidak menggunakan alat bantu ventilasi mekanik. Contoh pasien

yang dalam menderita oenyakit (misal ARDS stadium akhir). Pasien yang

demikian sebelum dikeluarkan dari ICU, maka keluarga harus diberikan

penjelasan terlebih dahulu.


c. Pasien hanya memerlukan observasi secara intensif saja, sedangkan ada pasien

lain yang lebih gawat yang memerlukan terapi dan observasi secara intensif.

Pasien demikian perlu dipindahan ke ruang High Care Unit (HCU).


C. Jenis-jenis Triase
Menurut Nates, et al (2016) terdapat beberapa jenis triase dalam penerimaan

pasien ke ruang ICU yaitu diantaranya:


1. Triase penerimaan pasien lansia di ICU
Pembuatan keputusan dalam triase penerimaan pasien lansia di ICU pada

pasien lansia yang berusia >80 tahun berdasarkan pada komorbiditas pasien,

keparahan penyakit, status fungsional pre hospital dan preferensi pasien berkenaan

dengan terapi penunjang kehidupan, tidak pada umur kronologis mereka. Penggunaan

umur sebagai kriteria potensial untuk triase akan memiliki implikasi pada pemakaian

bahan dan admisi potensial ke ICU. Pada studi retrospeksif dari 1970 pasien yang

dievaluasi oleh tim trauma, peschman et al (176) menunjukan parameter kemandirian

fisiologis, usia senidiri adalah faktor resiko di rumah sakit setelah trauma.
Hasil studi penelitian lain menunjukan bahwa sepsisdan trauma untuk pasien

lansia dibutuhkan untuk dirawat di ICU. Bagaimanapun banyak penelitian

menunjukan bahwa pasien lansia memiliki resiko ditolak untuk dirawat diruang ICU

daripada pasien yang lebih muda. Dalam studi observasi Eldicius, sprung et al (2013)

menunjukan manfaat yang lebih besar pada populasi lansia yang diterima diruang icu

daripada yang ditolak. Sekarang sebagian besar peneliti setuju bahwa triase di ICU
7
tidak seharusnya diputuskan berdasarkan usia pasien saja. Namun, diagnosis masuk

dan keparahan dari penyakitnya, bukan umur yang menentukan kelangsungan hidup

pasien di ICU.
2. Triase penerimaan pasien dengan keganasan
Pembuatan keputusan dalam riase penerimaan pasien dengan keganasan di

ICU ditetapkan untuk semua pasien perawatan kritis, dengan pertimbangan cermat

dari prognosis jangka panjang mereka (tidak ditingkatkan mutunya). Selain bahwa

perawatan ICU dari semua pasien sakit kritis, khususnya pasien kanker dengan

penyakit lanjut, dinilai ulang dan dibahas dengan pasien, keluarga terdekat,

perwakilan hukum, atau surat kuasa secara berkala (tidak ditingkatkan mutunya).
Pasien kanker tertentu dengan keganasan hematologi sering dianggap sebagai

calon dengan prognosis yang buruk diruang ICU karena tingginya angka kematian.

Dalam studi konsekutif dari 320 pasien dengan pasien keganasan hematologi yang

masuk ke ruang ICU, mortalitas pada pasien-pasien ini 77% dua kali lipat lebih tinggi

dibandingkan dengan pasien lain yang masuk ke ICU sebesar 33%.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem triase yang paling terstruktur menggunakan beberapa tanda-tanda

vital tersedia adalah Swedia Proses Adaptive Triage, dikembangkan di 2006,


8
yang menggunakan kombinasi keluhan dan tanda-tanda vital untuk membuat

skor triase Total.


Triase merupakan proses menempatkan pasien pada status perawatan

mereka yang paling tepat, berdasarkan kebutuhan pasien atas terapi medis dan

pengkajian dimana pasien akan mendapatkan manfaat dari perawatan di ruang

ICU.

B. Saran
Diharapkan perawat dapat memahami konsep dasar triase pasienmasuk di

ICU, sehingga pasien yang masuk ICU benar-benar pasien yang akan

mendapatkan manfaat yang besar

DAFTAR PUSTAKA

J Clin Med Res. 2014. Triage of Patients Consulted for ICU Admission During Times

of ICU-Bed Shortage. diperoleh pada tanggal 11 maret 2017

tersedia:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4169089/

Nates et al. 2016. ICU Admission, Discharge, and Triage Guidelines: A Framework

to Enhance Clinical Operations, Development of Institutional Policies, and Further

Research. diperoleh pada tanggal 11 maret 2017 tersedia:


9
http://www.learnicu.org/SiteCollectionDocuments/ICU-Admission-Discharge-Triage-

Guidelines.pdf /

10

You might also like