You are on page 1of 4

SITOLOGI SEL EPITEL

RONGGA MULUT
Posted by belindch in dentistry and tagged with oral biology 7 Desember 2009

INTISARI

Pengamatan kondisi patologis yang terjadi di dalam rongga mulut dapat dilakukan dengan
membuat preparat apusan yang diperoleh dengan membuat irisan tipis dari sepotong kecil
jaringan yang telah difiksasi, kemudian dipulas, dilekatkan dalam medium dengan indeks
refraksi yang sesuai di atas sebuah kaca objek kemudian ditutup dengan suatu kaca tutup.
Praktikum ini dilakukan dengan cara membuat preparat apus dari mukosa mulut yang didapat
dari gingiva, palatum durum, palatum molle, mukosa bukal, mukosa labial, lidah, dan dorsum
lidah kemudian diwarnai dengan bahan pewarna Papanicolau dan selanjutnya diamati dengan
menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
sel-sel yang terdapat pada masing-masing mukosa tersebut didominasi oleh sel intermediet.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan melakukan
prosedur pembuatan preparat apusan sel epitel lidah, mukosa bukal atau gingiva untuk
mengamati keadaan sel epitel subyek dalam keadaan normal ataupun kondisi patologis.

Kata Kunci : Papanicolau, epitelium, mukosa mulut

PENDAHULUAN

Pengamatan kondisi patologis yang terjadi di dalam rongga mulut dapat dilakukan dengan
membuat preparat apusan yang diperoleh dengan membuat irisan tipis dari sepotong kecil
jaringan yang telah difiksasi, kemudian dipulas, dilekatkan dalam medium dengan indeks
refraksi yang sesuai di atas sebuah kaca objek kemudian ditutup dengan suatu kaca tutup.
Setelah hasil usapan ditempel pada gelas objek secara merata kemudian direndam dalam
larutan alkohol 96% untuk fiksasi. Jaringan yang telah difiksasi kemudian direhidrasi dengan
cara merendam gelas objek dalam sederetan alkohol yang konsentrasinya makin menurun.
Setelah itu, baru dilakukan pemulasan atau pewarnaan yang bertujuan meningkatkan kontras
alami dan untuk memperjelas berbagai unsur sel dan jaringan. Setelah dipulas, kelebihan
warna dihilangkan melalui proses dehidrasi (penarikan molekul air dari dalam jaringan) yang
dilakukan dengan cara merendam gelas objek dalam deretan alkohol dengan konsentrasi yang
makin meningkat. Jaringan tersebut kemudian dijernihkan dengan agen penjernih seperti
xilol, kloroform, benzene, dan minyak kayu sedar. Setelah dikeluarkan dari larutan
penjernih, diatas irisan jaringan tersebut diberi setetes medium saji yang mempunyai indeks
refraksi hampir sama dengan indeks refraksi kaca, misalnya balsam Canada. Sajian itu
ditutup dengan kaca tutup dan dibiarkan mengering (Leeson,1990).

Jaringan epitelium (epithelial tissue) terdapat dalam wujud lapisan-lapisan sel yang terkemas
dengan rapat. Pada banyak epitelium, sel-sel tersebut dipatri menjadi satu oleh tight junction
(persambungan ketat). Permukaan bebas pada epitelium itu terpapar ke udara atau cairan,
sementara sel-sel yang berada di bagian dasar rintangan itu melekat ke suatu membran basal
(Campbell, 2004).
Sel-sel epitel mukosa mulut terdiri dari empat lapisan berturut-turut dari yang paling dalam
ke permukaan yaitu lapisan germinativum/basalis, lapisan spinosum, lapisan granulosum dan
lapisan corneum. Stratum basalis terdiri dari selapis sel berbentuk kubus yang berbatasan
dengan lamina propia dan mengandung sel-sel induk yang secara kontinyu bermitosis dan
anak selnya dikirimkan ke lapisan yang lebih superfisial. Stratum spinosum terdiri dari
beberapa lapis sel berbentuk bulat atau oval dan mempunyai karakteristik sel yang mulai
matang. Stratum granulosum terdiri dari beberapa lapis sel yang lebih gepeng dan lebih
matang dari stratum spinosum dan mengandung banyak granula keratohyalin yang
merupakan bakal sel keratin. Stratum corneum terdiri dari selapis atau berlapis-lapis sel
(tergantung regio) berbentuk pipih yang tidak berstruktur dan tidak mempunyai inti sel.
Mukosa mulut dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu mukosa pengunyahan, mukosa
penutup dan mukosa khusus. Mukosa pengunyahan terdapat di regio rongga mulut yang
menerima tekanan kunyah seperti gusi dan palatum durum. Jaringan epitelnya parakeratinised
(mempunyai lapisan keratin tipis yang beberapa selnya da yang masih memiliki inti sel yang
tidak sempurna). Mukosa penutup terdapat pada dasar mulut, permukaan inferior lidah,
permukaan dalam bibir dan pipi, palatum molle dan mukosa alveolaris kecuali gusi. Tipe
epitelnya nonkeratinised (tidak memiliki lapisan keratin). Mukosa khusus terdapat pada
dorsum lidah, tipe epitelnya ortokeratinised (memiliki lapisan keratin yang tebal yang terdiri
dari sel-sel yang sudah tidak berinti) (Puspitawati, 2003). Perbandingan antara sel basal-
parabasal, sel intermediet, dan sel superfisial disebut indeks maturasi. Pada kondisi normal,
jumlah sel pada lapisan superfisial sesuai dengan jumlah sel pada lapisan sel basal (Naib,
1970).

Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan melakukan
prosedur pembuatan preparat apusan sel epitel lidah, mukosa bukal atau gingiva untuk
mengamati keadaan sel epitel subyek dalam keadaan normal ataupun kondisi patologis.

BAHAN DAN CARA

Praktikum ini membutuhkan alat dan bahan seperti cytobrush, gelas obyek dan glass cover
slip, staining jar, mikroskop cahaya, aquades 0,9%, alkohol 96% dan bahan pengecatan
Papanicolau.

Pertama kali yang harus dilakukan adalah membuat preparat apus dari sel epitel lidah,
mukosa bukal, dan gingiva. Cytobrush dibasahi dengan aquades kemudian diusap memutar
pada daerah yang ditentukan. Hasil usapan tadi diusapkan pada gelas obyek yang telah diberi
label secara merata kemudian direndam dalam alkohol 96% untuk fiksasi.

Setelah preparat apusan jadi, langkah selanjutnya adalah pengecatan. Preparat direhidrasi
dengan cara merendam gelas obyek dalam alkohol 90%, 80%, 70%, 50%, 30%, dan terakhir
dalam aquades, dilakukan selama 1 menit dalam tiap-tiap larutan. Selanjutnya preparat
direndam dalam larutan Harris haematoxylin selama 5 menit kemudian dicuci di bawah air
mengalir selama 10 menit. Preparat kemudian didehidrasi dengan cara merendam gela sobyek
dalam alkohol 30%, 50%, 70%, 80%, 90%, dan 96%, masing-masing selama 1 menit.
Preparat diletakkan di atas alas datar, ditetesi zat warna Orange G-6, dibiarkan selama 3
menit, dan dibilas alkohol 95% sebanyak 3 kali. Preparat kemudian dipulas dengan zat warna
E. A 50 dan dibiarkan 6 menit kemudian dibilas alkohol 96% sebanyak 3 kali. Preparat
dimasukkan ke dalam alkohol absolut tiga kali berturut-turut, masing-masing selama 3 menit
kemudian dikeringkan dengan kertas saring. Kemudian preparat dimasukkan ke dalam
larutan xylol I, II, III masing-masing selama 5 menit. Terakhir preparat dimounting dengan
balsam canada dan diamati dengan mikroskop cahaya menggunakan perbesaran 400x. Sel
dihitung sesuai jenisnya yaitu sel basal-parabasal, sel intermediate dan sel superfisial
menggunakan 100 buah sel yang tidak saling tumpang tindih dengan kriteria masing-masing
sebagai berikut :

Tabel 1. Kriteria Penilaian Jenis-Jenis Sel

Sel basal-parabasal Sel Intermediate Sel Superfisial

Berwarna biru hingga biru Berwarna biru atau merah Berwarna orange; bentuk
tua; bentuk bulat atau oval; muda; bentuk poligonal, bulat poligonal kadang bulat atau
inti sel bulat atau oval. atau oval; inti bulat atau oval. oval; inti bulat atau piknotik,
kadang tanpa inti.

HASIL PENGAMATAN

Tabel 2. Hasil Penghitungan Jenis-Jenis Sel

Jenis Sel
Lokasi Apusan
Superfisial Intermediate Basalis
GingivaPalatum 14%9% 85%89% 1%2%
Durum
37% 44% 19%
Palatum Molle
11% 83% 6%
Mukosa Bukal
23% 75% 2%
Mukosa Labial
20% 77% 3%
Lidah
23% 68% 9%
Dorsum Lidah

PEMBAHASAN

Seperti yang dapat dilihat pada tabel 2, mayoritas sel yang terdapat pada masing-masing
mukosa adalah sel intermediate, kemudian sel superfisial, dan yang paling sedikit adalah sel
basal. Hasil ini sesuai dengan teori Balaciart (2004) yang menyatakan bahwa sel terbanyak
yang biasa ditemukan pada mukosa oral yang normal adalah intermediate sel dan bukannya
basal-parabasal sel. Hal ini terjadi karena aktivitas proliferasi pada epitel mulut yang normal
tampak lebih banyak terjadi pada lapisan intermediet daripada sel basal-parabasal maupun sel
superfisial (Maidhof, 1979).

Dari data di atas juga dapat dilihat bahwa persentasi jumlah sel-sel superfisial lebih besar
daripada sel-sel basal. Hal ini tidak sesuai dengan teori Naib (1970) yang menyatakan bahwa
pada kondisi normal, jumlah sel pada lapisan superfisial sesuai dengan jumlah sel pada
lapisan sel basal. Selain itu, konsep homeostasis sel epitel mengindikasikan bahwa produksi
sel di lapisan yang lebih dalam seimbang dengan derajat kehilangan sel di lapisan permukaan
(Puspitawati, 2003). Ketidaksesuaian ini tidak selalu menunjukkan keabnormalan karena hal
ini dapat terjadi karena beberapa faktor misalnya kurangnya ketelitian praktikan dalam
menghitung jumlah sel, kesalahan dalam menentukan lapang pandang, atau kesalahan dalam
pembuatan preparat misalnya apusan terlalu tipis sehingga hanya mengandung sedikit sel
(Lusa, 2009).

KESIMPULAN

1. Epitel mukosa oral dibentuk oleh sel-sel yang memiliki karakteristik berbeda di tiap
lapisannya

2. Cara pembuatan preparat apus dapat mempengaruhi hasil penghitungan jumlah sel

3. Penghitungan jumlah sel dapat digunakan untuk mengetahui keabnormalan serta


menunjukkan indeks maturasi suatu jaringan.

4. Praktikum ini dapat membuktikan teori proliferasi pada epitel mulut yang normal
tampak lebih banyak terjadi pada lapisan intermediet daripada sel basal-parabasal
maupun sel superfisial.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell Neil, et al. 2004. Biologi. Edisi Kelima. Jilid III. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Puspitawati Ria. 2003. Struktur Makroskopik dan Mikroskopik Jaringan Lunak Mulut.
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia; 10 (Edisi Khusus) : 462-467.

Lesson C, et al. 1990. Mempersiapkan Jaringan dalam Buku Ajar Histologi. Edisi V. Jakarta.
EGC. Hal 7-8.

Naib Z M. 1970. Exfoliative Cytophatology. 2nd Edition. Boston. Little Brown and Company.

You might also like