You are on page 1of 24

Kepada Yth,

dr. Slamet Widi Saptadi, Sp. A

CASE-BASED DISCUSSION (CBD)


SEORANG ANAK 5 TAHUN DENGAN MORBILI DAN STATUS
GIZI BAIK

Disusun oleh :
Indit Septi Pamuji
30101206773

Pembimbing :
dr. Slamet Widi Saptadi, Sp. A
dr. Zuhriah Hidajati, Sp. A, Msi. Med
dr. Lilia Dewiyanti, Sp. A, Msi. Med
dr. Neni Sumarni, Sp. A
dr. Adriana, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SULTAN AGUNG
2017
CASE BASED DISCUSSION (CBD)
Seorang Anak 5 tahun dengan Morbili dan Status Gizi Baik

Nama Dokter Muda / NIM :


o Indit Septi Pamuji 30101206773

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melangkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
di RSUD Kota Semarang

Semarang, Maret 2017


Pembimbing,

dr. Slamet Widi Saptadi, Sp. A

2
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. WN
Umur : 5 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Genuk Sari, Semarang
Tanggal masuk RS : 18 Februari 2017
Nomor Rekam Medis : 191xxx
Bangsal : Nakula lantai 4

ORANG TUA/WALI
Ayah Ibu
Nama : Tn. S Nama : Ny. N
Umur : 31 tahun Umur : 27 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Karyawan
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Agama : Islam Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa Suku Bangsa : Jawa

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. N (ibu kandung
pasien) dan autoanamnesis pada tanggal 18 Februari 2017 jam 20.00 WIB di
bangsal Nakula 4 RSUD Kota Semarang.
Keluhan Utama : Demam
Keluhan Tambahan : Ruam, batuk, pilek, mata merah, mual,
muntah

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Semarang dibawa oleh orang tuanya dengan
keluhan demam tinggi disertai ruam merah diseluruh tubuh. Demam dirasakan 5
hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan semakin lama semakin tinggi,

1
turun setelah minum obat, lalu naik lagi. Ibu pasien mengaku tidak pernah kejang.
Pasien juga mengeluh pusing.
Muncul ruam berwarna merah dan teraba kasar, pertama kali muncul di
belakang telinga 1 hari SMRS ketika demam dirasakan lebih tinggi dari hari-hari
sebelumnya. Ruam dirasakan tidak gatal maupun nyeri. Ruam meluas ke leher,
wajah, dan tubuh, terakhir di kedua tangan dan kaki. Ibu pasien juga mengatakan
kedua mata pasien merah dan berair. Ibu pasien mengatakan pasien batuk tanpa
dahak, batuk susah untuk berhenti disertai pilek, muncul pertama kali bersamaan
dengan demam. Pasien sudah imunisasi campak sewaktu usia 9 bulan tetapi tidak
mendapatkan booster.
Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal. Riwayat sesak nafas disangkal.
Riwayat nyeri Terdapat mual tetapi tidak sampai muntah. Pasien menyangkal ada
BAB cair. BAK tidak ada keluhan. Nyeri menelan, nyeri perut, dan sesak disangkal.
di belakang mata disangkal. Riwayat mimisan dan nyeri sendi disangkal. Disekitar
pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat,
asma, dan alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit seperti pasien.
Riwayat, asma, dan alergi dalam keluarga disangkal.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Pasien merupakan anak pertama dari ibu P1A0 hamil 39 minggu, ANC
teratur di bidan, satu kali setiap bulan sampai usia kehamilan 8 bulan dan setiap
minggu ketika kehamilan mamasuki usia 9 bulan. Ibu tidak pernah meminum obat-
obatan maupun jamu-jamuan selama hamil. Pasien lahir secara SC atas indikasi
oligohidramnion dan induksi tak respon, ditolong oleh dr. Sp.OG RSUD Kota

2
Semarang pada tahun 2011. Lahir langsung menangis dan tidak biru. Tidak ada
kelainan bawaan, berat badan lahir 3.800 gr dan panjang badan 50 cm.
Kesan: Neonatus aterm lahir SC atas indikasi oligohidramnion dan induksi tak
respon.

Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak


- Pertumbuhan
Berat badan lahir 3.800 gram. Panjang badan lahir 50 cm.
Berat badan sekarang 18 kg. Tinggi badan 112 cm.
- Perkembangan
Motorik kasar
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Berjalan : 10 bulan
Motorik halus
Memegang benda : 7 bulan
Komunikasi
Senyum : 1 bulan
Bahasa
Bicara : 10 bulan

Saat ini anak berusia 5 tahun 9 bulan, sudah bias sepenuhnya berpakaian
sendiri tanpa dibantu, dapat membedakan warna-warna dasar, dapat melompat
dengan satu kaki. interaksi dengan orang sekitar baik. Pasien dapat bergaul dengan
teman sebayanya.
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai umur.

Riwayat Makan dan Minum Anak


ASI diberikan sejak lahir sampai pasien berumur 6 bulan, dan dilanjutkan
hingga pasien berumur 3 tahun dengan penambahan susu formula yang diberikan
bergantian dengan ASI. Mulai usia 6 bulan diberikan makanan pendamping berupa
pisang yang dilumat halus dan bubur susu sebanyak 3 kali dalam sehari. Mulai usia
1 tahun anak sudah diberi nasi biasa dan lauk pauk seperti makan keluarga. Pola
makan anak saat ini mengkonsumsi nasi, tahu, tempe, telur, ayam, daging, ikan,

3
sayur dan buah-buahan. Frekuensi makan 3 kali sehari. Ibu pasien mengaku
kebersihan dalam pemberian makanan anaknya terjaga dengan baik. Ibu pasien juga
mengatakan pasien sering jajan makanan dan minuman di pinggir jalan.
Kesan : ASI eksklusif tercapai, kuantitas dan kualitas makan dan minum baik.

Riwayat Imunisasi
- BCG : 1 x (usia 2 bulan), scar (+) di lengan kanan atas
- Hepatitis : 4 x (0, 2, 4, 6 bulan)
- Polio : 4 x (0, 2, 4, 6 bulan)
- DPT : 3 x (2, 4, 6 bulan)
- Campak : 1 x ( diberikan saat pasien usia 9 bulan)
Kesan: Anak sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap sesuai usia, tetapi belum
mendapatkan booster.

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dan ibu pasien bekerja sebagai
karyawan pabrik. Biaya pengobatan ditanggung BPJS.
Kesan : keadan sosial ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 18 Februari 2017, pukul 20.00 WIB di
bangsal nakula 4 RSUD Kota Semarang.

Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis.
Kesan sakit : Tampak sakit sedang. Tampak ruam.
Kesan gizi : Gizi cukup.

Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 132x/menit, isi cukup teraba kuat kanan dan kiri.
Pernapasan : 28x/menit
Suhu : 39,4C
Saturasi O2 : 96-98 %

4
Data Antopometri
Anak laki-laki, usia 5 tahun 9 bulan.
Berat Badan : 18 kg
Tinggi Badan : 112 cm
Pemeriksaan status gizi ( Z score ) :
IMT = 18 = 13,63
1,32
IMT = IMT median = 13,63 15,3 = - 1.39 SD (Normal)
U SD 15,3 14,1
Kesan : Gizi baik

Status Generalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam tidak mudah dicabut, terdapat ruam
merah pada wajah, diameter 0,5-1 cm, menonjol, nyeri tekan (-).
Mata : palpebra oedem (-), konjungtiva anemis -/-, injeksi konjungtiva (+)
minimal ODS, mata berair ODS.
Telinga: discharge (-/-), ruam merah di retroauriculer (+)
Hidung : simetris, napas cuping hidung (-), sekret +/+
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), Koplik spot (+) berwarna putih keabuan
pada bukal dekat M3 kiri.
Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (+).
Leher : simetris, tidak ada pembesaran KGB, terdapat ruam merah sejenis
seperti pada wajah.
Thorax : pergerakan dinding dada saat inspirasi dan ekspirasi simetris,
terdapat ruam merah tersebar diseluruh dada.
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba dengan 1 jari dari ICS 5
linea midclavikula 2 cm ke medial, pulsus
parasternal (-), pulsus epigastrium (-)
Perkusi
Kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
Atas jantung : ICS 2 linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS 5 linea midclavicula 2 cm ke
Medial
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, bising (-)

5
Pulmo
Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (-)
Palpasi : vocal fremitus hemithorax dextra sinistra sama
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: suara napas dasar vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : datar, terdapat ruam merah dengan diameter 0,5-1 cm
Auskultasi: bising usus (+)
Perkusi : timpani di seluruh kuadran
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar
dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill time < 2/ < 2 < 2/ < 2
Ruam merah +/+ +/+

Genital : laki-laki, fimosis (-), parafimosis (-)


Anus : tidak ada kelainan.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Rutin
Pemeriksaan Nilai Normal 18/2/17
Hematologi
Hb 11 15 11.7
Ht 40-52 34.7
Leukosit 3.8 10.6 5.600
Trombosit 150 400 266.000
Widal test
S typhii O Negatif Negative
S typhii H Negatif Negative

V. RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki-laki usia 5 tahun 9 bulan diantar ke IGD
RSUD Semarang oleh orang tuanya dengan keluhan demam tinggi disertai ruam
merah diseluruh tubuh. Demam dirasakan 5 hari sebelum masuk rumah sakit.

6
Demam dirasakan semakin lama semakin tinggi, turun setelah minum obat, lalu
naik lagi. Ibu pasien mengaku tidak pernah kejang. Pasien juga mengeluh pusing.
Muncul ruam berwarna merah dan teraba kasar, pertama kali muncul di
belakang telinga 1 hari SMRS ketika demam dirasakan lebih tinggi dari hari-hari
sebelumnya. Ruam dirasakan tidak gatal maupun nyeri. Ruam meluas ke leher,
wajah, dan tubuh, terakhir di kedua tangan dan kaki. Ibu pasien juga mengatakan
kedua mata pasien merah dan berair. Ibu pasien mengatakan pasien batuk tanpa
dahak, batuk susah untuk berhenti disertai pilek, muncul pertama kali bersamaan
dengan demam. Pasien sudah imunisasi campak sewaktu usia 9 bulan tetapi tidak
mendapatkan booster.
Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal. Riwayat sesak nafas disangkal.
Riwayat nyeri Terdapat mual tetapi tidak sampai muntah. Pasien menyangkal ada
BAB cair. BAK tidak ada keluhan. Nyeri menelan, nyeri perut, dan sesak disangkal.
di belakang mata disangkal. Riwayat mimisan dan nyeri sendi disangkal. Disekitar
pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien kesadaran compos mentis, tampak
sakit sedang, kesan gizi baik. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan Tekanan
darah 110/70 mmHg, HR 132x/menit, RR 28x/menit, suhu 39,40C. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan ruam merah diseluruh badan, menyebar dari wajah,
leher, dada, perut, punggung, serta dikeempat ekstremitas. Kedua mata pasien
terlihat merah dan berair. Pada mulut terdapat Koplik spot pada mukosa pipi dekat
M3 sebelah kiri. Pada pemeriksaan penunjang darah rutin dan tes widal dalam batas
normal.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Febris 5 hari dengan ruam merah
DD: Morbili
Rubella
Eksantema subitum
DHF

2. Status gizi

7
DD: Gizi baik
Gizi lebih
Gizi kurang

VII. DIAGNOSIS SEMENTARA


1. Morbili
2. Status gizi baik

VIII. TERAPI
1. Medikamentosa
- Inf. KA-EN 3B 3 cc/KgBB/jam
- PO: Paracetamol Syr 3 x 1 Cth
- Vitamin A 1 x 200.000 IU

2. Non medikamentosa
Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital.
Bedrest ruang isolasi
Asupan makanan gizi seimbang

IX. EDUKASI
a. Memberitahu keluarga pasien tentang faktor resiko dan cara
penularannya.
b. Memberitahu perjalanan penyakitnya, kesembuhan pasien, dan cara
pencegahan agar tidak tertular.
c. Memberitahu pasien dan keluarga pasien agar tidak menggunakan alat
makan yang sama.
d. Beritahukan kepada keluarga pasien untuk memberi makan kepada
pasien sedikit namun dengan frekuensi yang sering.

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam

8
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi Morbili
Morbili / Campak adalah suatu penyakit infeksi virus akut menular, ditandai
oleh tiga stadium: (1) stadium masa tunas sekitar 10-12 hari, (2) stadium
prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan eritem
pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva,
dan (3) stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga
menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki.
II. Epidemiologi
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih
tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian

9
luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case
fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Transmisi campak
terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita
saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat
menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah
ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila
telah sekali terinfeksi oleh campak.
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak
menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi
(0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia
1- 4 tahun (77%). Menurut kelompok umur kasus campak yang rawat inap di
rumah sakit selama kurun waktu 5 tahun (1984-1988) menunjukkan proporsi
yang terbesar dalam golongan umur balita dengan perincian 17,6% berumur < 1
tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun
dan 8,2% berumur 4 tahun.
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemik campak di Indonesia timbul
secara tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemik campak terjadi setiap 2-4
tahun. Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di
daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh
yang lemah. Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan
tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit.
Penyulit yang sering dijumpai adalah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis
(7,1%), ensefalitis (6,7%) dan lain-lain (7,9%).
III. Etiologi
Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan
genus Morbili virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip
dengan virus Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret
nasofaring, darah dan urin paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa
saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki
daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar
selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif

10
minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku,
minimal 4 minggu dalam temperatur 35C, beberapa hari pada suhu 0C, dan
tidak aktif pada pH rendah.
Measles, virus RNA beruntai tunggal negative yang berenvelope, merupakan
anggota genus Morbilivirus dari family Paramyxoviridae. Hanya ada satu
serotype. Virus ini mengkode enam protein structural, termasuk dua glikoprotein
transmembran, fusi (F), dan hemaglutinin (H), yang memfasilitasi perlekatan ke
sel penjamu dan masuknya virus. Antibodi terhadap F dan H bersifat
memberikan perlindungan.

Gambar 1. Morbilivirus

Genus Morbilivirusterdiri dari virus campak (rubeola) pada manusia dan


virus canine distemper, virus rindepest pada lembu, dan morbili virus akuatik
yang menginfeksi mamalia laut. Virus virus tersebut secara antigen terkait satu
sama lain tetapi tidak dengan anggota genus lain. Protein F banyak terdapat pada
morbilivirus, sedangkan protein H menunjukkan variabilitas yang lebih luas.
Virus campak mempunyai hemaglutinin tapi tidak memiliki aktivitas
neuramidase. Virus campak menginduksi pembentukan inklusi intranuklear,
sedangkan paramiksovirus yang lain tidak.
IV. Patologi
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit, membran mukosa nasofaring,
bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat
eksudat serosa dan proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel
polimorfonuklear. Karakteristik patologi dari Campak ialah terdapatnya
distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang merupakan hasil dari

11
penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah (1) sel
Warthin-Findkeley yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil,
appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul terutama
pada epitel saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di sekitar
kelenjar sebasea dan folikel rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah
bukal dan mukosa faring yang meluas hingga ke jaringan limfoid dan membran
mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus campak
menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang
terjadi mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
V. Patogenesis
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus
yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama
infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus
pertama pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah
penyebaran pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang
menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi
multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik
regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak
juga terjadi di lokasi pertama infeksi.
Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang
ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit,
konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi
organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan
virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan
kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama
infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit,
dan makrofag.
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa
bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus
dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak.

12
Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit
Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel
nasofaring atau kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat
infeksi pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk
saluran nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang
Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition

VI. Manifestasi Klinis


Infeksi pada pejamu yang tidak kebal hampir selalu simptomatik. Setelah
masa inkubasi sekitar 8-12 hari, penyakit campak biasanya berlangsung selama
7-11 hari (dengan fase prodromal 2-4 hari diikuti oleh fase erupsi 5-8 hari).

Gambar 2. Karakteristik campak

13
Demam timbul secara bertahap dan meningkat sampai hari kelima
atau keenam pada puncak timbulnya ruam. Kadang kurva suhu menunjukkan
gambaran bifasik, ruam awal pada 24-48 jam pertama diikuti dengan
turunnya suhu tubuh sampai normal selama periode satu hari, kemudian
diikuti dengan kenaikan suhu tubuh yang cepat mencapai 400C pada waktu
ruam sudah timbul diseluruh tubuh. Pada kasus yang tanpa komplikasi, suhu
tubuh turun mencapai suhu normal.
Fase prodormal ditandai dengan demam, bersin, batuk, hidung berair,
amta merah, bercak Koplik, dan limfopenia. Batuk dan koriza
menggambarkan reaksi inflamasi berat yang mengenai mukosa saluran
pernapasan. Demam dan batuk menetap hingga muncul ruam dan kemudian
menghilang dalam 1-2 hari. Konjungtivitis umumnya disertai fotofobia.
Dua hari sebelum ruam timbul, gejala Kopliks spot yang merupakan
tanda patognomonis dari penyakit campak, dapat dideteksi. Lesi ini telah
dideskripsikan oleh Koplik (1896) sebagai suatu bintik berbentuk tidak
teratur dan kecil berwarna merah terang, pada pertengahannya didapatkan
noda berwarna putih keabuan. Timbulnya Kopliks spot hanya berlangsung
sebentar kurang lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput
pada waktu dilakukan pemeriksaan klinis.

Gambar 3. Kopliks spot

14
Ruam timbul pertama kali pada hari ketiga sampai keempat dari
timbulnya demam. Ruam dimulai sebagai erupsi makulopapular eritematosa,
dan mulai timbul pada bagian atas samping leher, daerah belakang telinga,
perbatasan rambut di kepala dan meluas ke dahi. Kemudian menyebar ke
bawah ke seluruh muka dan leher dalam waktu 24 jam. Seterusnya menyebar
ke ekstremitas atas, dada, daerah perut dan punggung, mencapai kaki pada
hari ketiga. Bagian yang pertama kena mengandung lebih banyak lesi.
Setelah tiga atau empat hari, lesi tersebut berubah menjadi berwarna
kecoklatan. Hal ini kemungkinan sebagai akibat dari perdarahan kapiler, dan
tidak memucat dengan penekanan. Dengan menghilangnya ruam, timbul
perubahan warna dari ruam menjadi berwarna kehitaman atau lebih gelap.
Dan kemudian disusul dengan timbulnya deskuamasi berupa sisik berwarna
keputihan.

Gambar 4. Ruam Makulopapular pada Campak

Campak yang termodifikasi biasanya terjadi pada individu dengan imunitas


yang belum sempurna, misalnya bayi dengan antibody maternal residual. Masa
inkubasi memanjang, gejala prodormal menghilang, bercak Koplik biasanya
tidak muncul, dan ruam ringan.
VII. Diagnosis
Diagnosis campak dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang
sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam
tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki cirri khas,

15
yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada tubuh,
lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya
mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium prodromal dapat
ditemukan enantema di mukosa pipi yang merupakan tanda patonomonis
campak (bercak Koplik). Menentukan diagnosis juga perlu ditunjang data
epidemiologi. Tidak semua kasus manifestasinya sama dan jelas. Sebagai
contoh, pasien yang mengidap gizi kurang, ruamnya dapat sampai berdarah dan
mengelupas atau bahkan pasien sudah meninggal sebelum ruam timbul. Pada
kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang berkelanjutan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara
klinis sedangkan pemeriksaan penunjang hanya membantu, seperti pada
pemeriksaan sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan
pipi, dan pada pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. Campak yang
bermanfestasi tidak khas disebut campak atipikal.
Campak yang khas dapat didiagnosis berdasarkan latar belakang klinis,
diagnosis laboratorium mungkin diperlukan pada kasus campak atipikal dan
termodifikasi.
- Deteksi Antigen
Antigen campak dapat dideteksi langsung pada sel epitel dalam secret
repirasi dan urin. Antibodi terhadap nukleoprotein bermanfaat karena
merupakan protein virus yang paling banyak ditemukan pada sel terinfeksi
- Isolasi dan Identifikasi virus
Apusan nasofaring dan konjungtiva, sampel darah, secret pernapasan,
serta urin yang diambil dari pasien selama masa demam merupakan
sumber yang sesuai untuk isolasi virus. Virus campak tumbuh lambat, efek
sitopatik yang khas (sel raksasa multinukleus yang mengandung badan
inklusi intranuklear dan intrasitoplasmik) terbentuk dalam 7-10 hari.
Namun isolasi virus sulit secara teknik.
- Serologi
Pemastian infeksi campak secara serologis tergantung pada
peningkatan titer antbodi empat kali lipat antaraserum fase-akut dan fase

16
konvalensi atau terlihatnya antibody IgM spesifik campak di dalam
spesimen serum tunggal yang diambil antara 1 dan 2 minggu setelah
awitan ruam. ELISA, uji HI dan tes Nt semuanya dapat digunakan untuk
mengukur antibodi campak, walaupun ELISA merupakan metode yang
paling praktis. Bagian utama respons imun ditujukan untuk melawan
nucleoprotein virus. Pasien dengan panensefalitis sklerosa subakut
menunjukkan respon antibodi yang berlebihan, dengan titer 10-100 kali
lipat lebih tinggi dari peningkatan titer yang terlihat dalam serum
konvalensi yang khas

VIII. Diagnosis Banding


1. Rubella
2. Demam skarlatina
3. Eksantema subitum

IX. Komplikasi
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih
kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh
bakteri. Beberapa penyulit campak adalah :
1. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas,
yang bertambah parah saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan
distress pernapasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun
keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang.
2. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri.
Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi napas, dan adanya ronkhi
basah halus. Saat suhu turun, jika disebabkan oleh virus, gejala
pneumonia akan hilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai
beberapa hari. Apabila suhu tubuh tidak juga turun dan gejala saluran
napas masih berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri
yang mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus.
Gambaran infiltrate pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat

17
meneggakan diagnosis. Di negara sedang berkembang dimana malnutrisi
masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi dan
dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.
3. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam
saat ruam keluar.
4. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologis yang paling sering terjadi, biasanya
terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis
sekitar 1 dalam 1.000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%.
Terjadinnya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun
invasi langsung virus campak kedalam otak. Gejala ensefalitis dapat
berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi
napas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat ditemukan.
Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan
predominan sel mononuclear, peningkatan protein ringan, sedangkan
kadar glukosa dalam batas normal.
5. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
Subacute Sclerosing Panencephalitis merupakan kelainan degeneratif
susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh virus campak yang
persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang
sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi
campak. Risiko terjadi SSPE lebih besar pada usia yang lebih muda,
dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului
dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh
inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium
menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibody
terhadap campak dalam serum (CF dan HAI) meningkat (1:1280). Tidak
ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai
meninggal antara 6-9 bulan.
6. Otitis media
Invasi virus kedalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak.
Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium
erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak

18
karena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi
mastoiditis.

7. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret
pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus kedalam sel mukosa
usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein
(protein losing enteropathy).
8. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai
dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan
fotofobia. Kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak
atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari
pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya
hipopion dan panoftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula
timbul ulkus kornea.
9. Sistem kardiovaskular
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang
T, kontraksi premature aurikel dan perpanjangan interval A-V. perubahan
tersebut bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti
klinis.
X. Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat,
pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila
terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila
demam, dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun
dan 100.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk
membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan
morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah
limfosit total.
Indikasi rawat inap (di ruang isolasi) bila hiperpireksia (suhu
>39,0C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya komplikasi.

19
1.
Tatalaksana campak tanpa komplikasi
Pada umumnya tidak memerlukan indikasi rawat inap
Terapi vitamin A
Berikan 50.000 IU (jika umur anak < 6 bulan), 100.000 IU (usia 6-11
bulan), atau 200.000 IU (usia 12 bulan 5 tahun) diberikan secara oral
pada semua anak. Jika anak menunjukkan gejala pada mata akibat
kekurangan vitamin A atau dalam keadaan gizi buruk, vitamin A diberikan
3 kali (hari 1, hari 2, dan 2-4 minggu setelah dosis kedua).
Perawatan penunjang
Jika demam beri paracetamol. Berikan dukungan nutrisi dan cairan
sesuai dengan kebutuhan. Sementara itu, untuk konjungtivitis ringan
dengan cairan mata yang jernih, tidak perlu diberikan pengobatan. Jika
mata bernanah, bersihkan mata dengan kain katun yang telah direbus
dalam air mendidih, atau lap bersih yang direndam dalam air bersih.
Oleskan salep mata kloramfenikol atau tetrasiklin, 3 kali sehari selama 7
hari. Jangan menggunakan salep steroid. Kemudian jaga kebersihan
mulut, beri obat kumur antiseptic bila pasien dapat berkumur.
Kunjungan ulang
Minta ibu untuk segera membawa anaknya kembali dalam waktu dua
hari untuk melihat apakah luka pada mulut dan sakit mata anak sembuh,
atau apabila terdapat tanda bahaya.
2.
Tatalaksana campak dengan komplikasi1
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
penyulit yang timbul, yaitu :
Bronkopneumonia
Diberikan antibiotic ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam dosis
intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari
intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat
minum obat peroral. Antibiotik diberikan tiga hari demam reda. Apabila
dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak
sehat kembali (3-4 minggu kemudian) karena uji tuberkulin biasanya
negatif pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed
hypersensitivity disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.
Enteritis

20
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian
cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis +
dehidrasi.
Otitis media
Seringkali disebabkan oleh infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan
antibiotik kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 2 dosis).
Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga kebutuhan untuk
mengurangi edema otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu
dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.
XI. Pencegahan
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada
bayi berumur 9 bulan atau lebih.
Imunisasi Campak
Tahun 1954, Peenles dan Enders pertama kali berhasil
mengembangbiakkan virus campak pada kultur jaringan. Virus campak
tersebut berasal dari darah kasus campak bernama David Edmoston. Saat ini
ada beberapa macam vaksin campak : (1) monovalen, (2) kombinasi vaksin
campak dengan vaksin Rubela (MR), (3) kombinasi dengan mumps dan
rubella (MMR), (4) kombinasi dengan mumps, rubella, dan varisela
(MMRV).
Di Indonesia, sejak tahun 2004 imunisasi campak juga diberikan 2
kali, yang pertama pada umur 9 bulan dan yang kedua pada program BIAS
pada umur 6-7 tahun. Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan
imunodefisiensi primer, pasien TB yang tidak diobati, pasien kanker atau
transplantasi organ, pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak
immunocompromised yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa
imunosupresi dan tanpa bukti kekebalan terhadap campak, bisa mendapat
imunisasi campak.
Dosis dan Cara Pemberian
Dosis vaksin campak sebanyak 0,5 ml

21
Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan tapi dapat
juga diberikan secara intramuscular
Imunisasi campak diberikan lagi pada saat masuk sekolah SD
(Program BIAS)
XII. Prognosis
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai
dengan penyulit maka prognosisnya baik. Baik pada anak dengan keadaan
umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak
yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi.
Pada anak yang sehat, mortalitas jarang terjadi kecuali pada pasien
immunocompromised (HIV) atau pada malnutrisi, terutama defisiensi vitamin
A. mortalitas tertinggi didapat pada anak berusia dibawah 2 tahun.

22

You might also like