You are on page 1of 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bencana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu


yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan.
Sedangkan bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh alam.
(Purwadarminta, 2006)

Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau


rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana merupakan
pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang
dipicu oleh suatu kejadian.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia.
(Kamadhis UGM, 2007).

2.2 Jenis-Jenis Bencana Alam

Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain:

1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, kebakaran gedung
dan pemukiman, epidemi dan wabah penyakit.
a) Gagal teknologi
Kegagalan teknologi merupakan kejadian yang diakibatkan oleh
kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam
menggunakan teknologi dan atau industri. Dampak yang ditimbulkan dapat
berupa kebakaran, pencemaran bahan kimia, bahan radioaktif/nuklir,
kecelakaan industri, kecelakaan transportasi yang menyebabkan kerugian jiwa
dan harta benda. Dalam bab ini ditampilkan daerah-daerah yang rawan
terhadap bencana kegagalan teknologi ini serta jika data memungkinan
ditampilkan juga statistik kejadian dan kerusakan yang pernah dialami.

b) Kebakaran Gedung dan Permukiman


Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada
musim kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia diantaranya
pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti standard keamanan
bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus pendek listrik, meledaknya
kompor serta kobaran api akibat lilin/lentera untuk penerangan merupakan
sebab umum kejadian kebakaran permukiman/gedung. Dalam bab ini
ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap bencana kebakaran ini serta
jika data memungkinan ditampilkan juga statistik kejadian dan kerusakan
yang pernah dialami.

c) Epidemi dan Wabah Penyakit


Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari
pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka. Epidemi baik yang mengancam manusia maupun
hewan ternak berdampak serius berupa kematian serta terganggunya roda
perekonomian. Beberapa indikasi/gejala awal kemungkinan terjadinya
epidemi seperti avian influenza/Flu burung, antrax serta beberapa penyakit
hewan ternak lainnya yang telah membunuh ratusan ribu ternak yang
mengakibatkan kerugian besar bagi petani. Pada bab ini disajikan identifikasi
daerah-daerah yang rawan terhadap wabah penyakit manusia/hewan yang
berpotensi menimbulkan bencana.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror (UU RI, 2007)

Kata konflik menurut Kamus Bahasa Indonesia berarti percekcokan,


perselisihan, pertikaian, pertentangan, benturan, atau clash antar manusia. Konflik
seperti itu bisa timbul bila ada perbedaan pendapat, pandangan, nilai, cita- cita,
keinginan, kebutuhan, perasaan, kepentingan, kelakuan, atau kebiasaan.
Sedangkan dalam pengertian yang umum (longgar), didefinisikan sebagai
perbedaan sosio-kultural, ekonomi, politik, dan ideologis di antara berbagai
kelompok masyarakat, pada dasarnya tak bisa dipisahkan dari hakikat keberadaan
manusia dalam kehidupan kolektif.

Adapun contoh dari konflik social adalah konflik social antar ras berupa
penjarahan pertokoan, pembunuhan dan pemerkosaan non pribumi bulan Mei
1998 di Jakarta. konflik sosial antar kelompok beragama berupa pembakaran dan
pemboman gereja (peristiwa Ketapang, Jakarta), pembakaran mesjid
(Kupang,NTT) dan kemudian menyebar ke Ambon, Januari 1999 dan Ujung
Pandang, April 1999. konflik sosial antar suku berupa perkelahian dengan
pembunuhan antar suku di Sambas Kalimantan Barat.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010), jenis-jenis bencana


antara lain:

1. Gempa Bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi


(pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Mekanisme perusakan
terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan ke seluruh bagian bumi. Di
permukaan bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan runtuhnya
bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa. Getaran gempa juga dapat
memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan, dan kerusakan tanah lainnya
yang merusak permukiman penduduk. Gempa bumi juga menyebabkan bencana
ikutan berupa , kecelakaan industri dan transportasi serta banjir akibat runtuhnya
bendungan maupun tanggul penahan lainnya. Jenis gempa bumi:
1.1 Gempa bumi vulkanik ; Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas
magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya
semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan
menimbulkan terjadinya getaran atau goyangan pada permukaan bumi.
Biasanya untuk gempa bumi jenis ini hanya terasa di sekitar gunung api
tersebut.

1.2 Gempa bumi tektonik ; Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas
tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang
mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar.
Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi,
getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi.
Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan [tenaga] yang terjadi
karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet
ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan
antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik.

2. Tsunami diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang


ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut
bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran. Kecepatan
tsunami yang naik ke daratan (run-up) berkurang menjadi sekitar 25-100 Km/jam
dan ketinggian air.

3. Letusan Gunung Berapi adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang
dikenal dengan istilah "erupsi". Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan
dengan zona kegempaan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng. Pada
batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi
sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar
(magma). Magma akan mengintrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui
rekahan-rekahan mendekati permukaan bumi. Setiap gunung api memiliki
karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau produk yang
dihasilkannya. Akan tetapi apapun jenis produk tersebut kegiatan letusan gunung
api tetap membawa bencana bagi kehidupan. Bahaya letusan gunung api memiliki
resiko merusak dan mematikan. Gunung berapi yang akan meletus dapat
diketahui melalui beberapa tanda, antara lain:
a) Suhu di sekitar gunung naik.
b) Mata air menjadi kering
c) Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa)
d) Tumbuhan di sekitar gunung layu
e) Binatang di sekitar gunung bermigrasi
4. Tanah Longsor atau sering disebut gerakan tanah longsor adalah suatu peristiwa
geologi yang terjadi karena pergerakan massa batuan atau tanah dengan berbagai
tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum
kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu factor pendorong dan faktor
pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi
material itu sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah factor yang menyebabkan
bergeraknya material tersebut. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah
gravitasi yang memengaruhi suatu lereng yang curam, ada pula faktor-faktor
lainnya yang turut berpengaruh, yaitu:
a) Erosi yang disebabkan oleh sungai-sungai atau gelombang laut yang
menciptakan lereng-lereng yang terlalu curam.
b) Lereng bebatuan dan tanah lemah melalui yang diakibatkan hujan
lebat.
c) Gempa bumi menyebabkan tekanan yang mengakibatkan longsornya
lereng lereng yang lemah
d) Gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat
dan aliran debu-debu
e) Getaran mesin, lalu lintas, penggunaan bahan-bahan peledak, dan
bahkan petir.
f) Berat yang terlalu berlebihan, misalnya dari berkumpulnya hujan atau
salju
5. Banjir dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang
begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba
yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena pengundulan
hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah-rumah penduduk maupun
menimbulkan korban jiwa. Banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan
hidup berupa :
a) Rusaknya areal pemukiman penduduk
b) Sulitnya mendapatkan air bersih
c) Rusaknya sarana dan prasarana penduduk
d) Rusaknya areal pertanian
e) Timbulnya wabah penyakit
f) Menghambat transportasi darat
6. Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam
masa yang berkepanjangan, beberapa bulan hingga bertahun-tahun. Biasanya
kejadian ini muncul bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah
hujan di bawah rata-rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan
kekeringan karena cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi),
transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia. Kekeringan dapat menjadi
bencana alam apabila mulai menyebabkan suatu wilayah kehilangan sumber
pendapatan akibat gangguan pada pertanian dan ekosistem yang ditimbulkannya.
Dampak ekonomi dan ekologi kekeringan merupakan suatu proses sehingga
batasan kekeringan dalam setiap bidang dapat berbeda-beda. Namun demikian,
suatu kekeringan yang singkat tetapi intensif dapat pula menyebabkan kerusakan
yang signifikan.
7. Angin Topan adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam
atau lebih yang sering terjadi di wilayah tropis diantara garis balik utara dan
selatan, kecuali di daerah-daerah yang sangat berdekatan dengan khatulistiwa.
Angin topan disebabkan oleh perbedaan tekanan dalam suatu sistem cuaca. Angin
paling kencang yang terjadi di daerah tropis ini umumnya berpusar dengan radius
ratusan kilometer di sekitar daerah sistem tekanan rendah yang ekstrem dengan
kecepatan sekitar 20 Km/jam. Di Indonesia dikenal dengan sebutan angin badai.
8. Gelombang pasang adalah gelombang air laut yang melebihi batas normal dan
dapat menimbulkan bahaya baik di lautan, maupun di darat terutama daerah
pinggir pantai. Umumnya gelombang pasang terjadi karena adanya angin kencang
atau topan, perubahan cuaca yang sangat cepat, dan karena ada pengaruh dari
gravitasi bulan maupun matahari. Kecepatan gelombang pasang sekitar 10-100
Km/jam. Gelombang pasang sangat berbahaya bagi kapal-kapal yang sedang
berlayar pada suatu wilayah yang dapat menenggelamkan kapal-kapal tersebut.
Jika terjadi gelombang pasang di laut akan menyebabkan tersapunya daerah
pinggir pantai atau disebut dengan abrasi.
9. Kebakaran adalah situasi dimana suatu tempat atau lahan atau bangunan dilanda
api serta hasilnya menimbulkan kerugian. Sedangkan lahan dan hutan adalah
adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan desain,
pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan teknologi
atau industri.keadaan dimana lahan dan hutan dilanda api sehingga
mengakibatkan kerusakan lahan dan hutan serta hasil-hasilnya dan menimbulkan
kerugian.
Beberapa sejarah bencana alam yang terjadi di Indonesia adalah :

a. Gunung Merapi meletus 3 Juli 2011. Korban 54 Orang.


b. Tsunami Mentawai, 26 Oktober 2010. Korban 538 Orang.
c. Banjir bandang Wasior Papua Barat, 2010. Korban 147 Orang.
d. Gempa tektonik 7,6 SR Sumatera Barat, 2009. Korban 6.234 Orang.
e. Tsunami Pangandaran, 17 Juli 2006. Korban 197 Orang.
f. Gempa Tektonik 5,9 SR Yogyakarta dan Jawa Tengah, Mei 2006. Korban
3000 orang.
g. Tsunami 26 Desember 2004 di Aceh, Nias, Asia Selatan, Asia Tenggara dan
Afrika. Korban lebih 200.000 orang (150.000 orang di Aceh dan Nias).
Ketinggian tsunami mencapai 35 meter karena gempa tektonik 8.5 SR di
Samudera Hindia.
h. Gunung Tambora meletus, tahun 1815. Korban 92.000 orang.
i. Tsunami Gunung Krakatau meletus, 26 Agustus 1883. Korban 36.417 orang.
j. Gempa tektonik 6.2 SR di Yogyakarta, 27 Mei 2006. Korban 6.234 orang.
k. Gunung Kelud, meletus 19 Mei 1919. Korban 5.115 orang.
l. Tsunami Ende, Flores-NTT, 12 Disember 1992. Korban 2100 orang.
m. Gempa bumi 6,5 SR Sulawesi Tengah, 4 Mei 2000. Korban 386 orang.
n. Tsunami pantai selatan Jawa (Pangandaran) 17 Juli 2006. Korban lebih 341
orang.
o. Tsunami Banyuwangi-Jawa Timur pada 3 Juni 1994. Korban 208 orang.
p. Tsunami Sumba-NTT, 19 Agustus 1977. Korban 189 orang.

Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana


disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan yaitu:
1. Cepat dan Tepat
Yang dimaksud dengan prinsip cepat dan tepat adalah bahwa dalam
penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan
tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanggulangan akan berdampak pada
tingginya kerugian material maupun korban jiwa.
2. Prioritas
Yang dimaksud dengan prinsip prioritas adalah bahwa apabila terjadi
bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada
kegiatan penyelamatan jiwa manusia.

3. Koordinasi dan Keterpaduan


Yang dimaksud dengan prinsip koordinasi adalah bahwa penanggulangan
bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung.
Yang dimaksud dengan prinsip keterpaduan adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang
didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.

4. Berdaya Guna dan Berhasil Guna


Yang dimaksud dengan prinsip berdaya guna adalah bahwa dalam
mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu,
tenaga, dan biaya yang berlebihan.
Yang dimaksud dengan prinsip berhasil guna adalah bahwa kegiatan
penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi
kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang
berlebihan.

5. Transparansi dan Akuntabilitas


Yang dimaksud dengan prinsip transparansi adalah bahwa penanggulangan
bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
Yang dimaksud dengan prinsip akuntabilitas adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
6. Kemitraan

Penanggulangan tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Kemitraan


dalam penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah dengan masyarakat
luas termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun dengan organisasi-
organisasi kemasyarakatan lainnya. Bahkan, kemitraan juga dilakukan dengan
organisasi atau lembaga di luar negeri termasuk dengan pemerintahannya.

7. Pemberdayaan
Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengetahui, memahami dan melakukan langkah-langkah antisipasi, penyelamatan
dan pemulihan bencana. Negara memiliki kewajiban untuk memberdayakan
masyarakat agar mengurangi dampak dari bencana.

8. Non Diskriminatif
Yang dimaksud dengan prinsip nondiskriminatif adalah bahwa negara
dalam penanggulangan bencana tidak memberi perlakuan yang berbeda terhadap
jenis kelamin, suku, agama, ras dan aliran politik apapun.

9. Non Proletisi

Yang dimaksud dengan prinsip proletisi adalah bahwa dilarang


menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama
melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.

2.3 Fase Fase bencana


Menurut Barbara santamaria (1995), ada tiga fase dapat terjadinya suatu bencana
yaitu :
2.3.1 Pre Impact
Merupakan warning phase, tahap awal dari bencana. Informasi
didapat dari badan satelit dan meteotologi cuaca.
Kegiatan yang dapat dilakukakn pada periode pra bencana adalah
untuk kegiatan kesiapsiagaan yang kegiatan antara lain penyusunan peta
rawan bencana, pelaksanaan analisis resiko bencana, peningkatan
kemampuan tenaga kesehatan masyarakat, penyusunan pedoman, standar
prosedur dan lainnya.
Pada fase pra bencana sebaiknya ada upaya untuk melakukan
pencegahan ataupun pembelajaran untuk mengurangi atau mencegah
dampak bencana agar tidak membawa korban. Masyarakat dapat
dipersiapkan dengan berbagai simulasi situasi bencana. Petugas atau
siapapun yang punya niat menolong haruslah memiliki keterampilan dan
dibekali fasilitas untuk menolong orang lain maupun dirinya sendiri.

2.3.2 Impact
Merupakan fase terjadinya klimaks bencana.inilah saat-saat
dimana manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup, fase impact
ini terus berlanjut hingga tejadi kerusakan dan bantuan-bantuan yang
darurat dilakukan.
Penanggulangan bencana, merupakan upaya untuk mencegah atau
menurunkan resiko kesehatan sesaat dari setelah bencana seperti
pertolongan gawat darurat dan munculnya KLB penyakit menular dan
gizi. Kegiatannya antara lain penilaian cepat, mobilisasi petugas
kesehatan, respons cepat untuk penanggulangan gawat darurat medis,
pemantauan dan lainnya.
Pada suatu kejadian bencana ada beberapa hal yang perlu diperbuat
dalam upaya penanggulangan maupun pemulihan. Pada fase sesaat setelah
bencana masalah utama adalah tanggap darurat untuk memberikan
pertolongan. Pada pencarian dan odentifikasi korban meninggal sangan
dibutuhkan petugas penolong dengan kemampuan basic life support,
damage control sugery sangat diharapkan oleh korban yang
cidera/luka/sakit. Penyediaan sandang dan pangan yang memadai adalah
kebutuhan bagi petugas becnana yang selamat. Potensi terjadinya
secondary disaster dikarenakan hygine dan sanitasi lingkungan yang jelas
membutuhkan penanganan yang benar.

2.3.3 Post Impact


Merupakan saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari fase
darurat. Juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada
fungsi kualitas normal. Secara umum pada fase post impact para korban
akan mengalami tahap respons fisiologi mulai dari penolakan (denial),
marah (angry), tawar-menawar (bargaing), depresi (depression) hingga
penerimaan (acceptance).
Setelah kejadian bencana beberapa kegiatan yang dilakukan antara
lain operasional pos kesehatan, perbaikan kualitas air bersih dan kesehatan
lingkungan, pengawasan sanitasi makanan di dapur umum, pemberantasan
vector, promosi kesehatan, surveilans factor resiko kesehatan dan penyakit
menular dan kegiatan lainnya.
Pada fase pasca bencana maka aspek rekonstruksi dan rehabilitasi
menjadi dominan. Kegiatan pembangunan prasarana dan sarana menjadi
focus kegiatan, namun yang tidak boleh dilupakan adalah membangun
berbagai system kehidupan sosial. Kegiatan pelayanan public adalah
kebutuan yang sangat diharapkan masyarakat. Pada pasca bencana
beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan kahian lebih lanjut
adalah perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana, jumlah
fasilitas kesehatan yang berfungsi, ketersediaan obat dan alat kesehatan,
kelompok masyarakat yang berisiko tinggi dan kemampuan sumberdaya
setempat.
2.4 Cedera umum

Cedera adalah hasil suatu tenaga berlebihan yang dilimpahkan pada tubuh
tidak dapat menahan atau menyesuaikan dirinya (Depdiknas, 2000:175).
Sedangkan menurut Andun Sudijandoko (2000: 6) cedera adalah suatu akibat
daripada gaya-gaya yang bekerja pada tubuh atau sebagian daripada tubuh dimana
melampaui kemampuan tubuh untuk mengatasinya, gaya-gaya ini bisa
berlangsung dengan cepat, atau jangka lama.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan cedera adalah suatu tenaga


berlebihan dilimpahkan pada tubuh baik pada waktu latihan, berolahraga ataupun
sesudah pertandingan dan dapat menimbulkan rasa sakit, cacat, luka, rusak pada
otot atau sendi serta bagian lain dari tubuh.
Menurut Andun Sudijandoko (2000: 12), klasifikasi cedera olahraga dapat
dibagi menjadi:
1. Cedera tingkat 1 (cedera ringan)
Pada cedera ini penderita tidak mengalami keluhan yang serius, namun dapat
menganggu penampilan atlet, misalnya: lecet, memar, sprain yang ringan.
2. Cedera tingkat 2 (cedera sedang)
Pada cedera ini tingkatan kerusakan jaringan lebih nyata, berpengaruh pada
performance atlet, keluhan bisa berupa nyeri, bengkak, gangguan fungsi (tanda-
tanda inplamasi) misalnya: lebar otot, strain otot, robeknya ligament (sprain grade
II)
3. Cedera tingkat 3 (cedera berat)
Pada cedera tingkat ini atlet perlu penanganan yang intensif, istirahat total dan
mungkin perlu tindakan bedah, terdapat robekan lengkap atau hampir lengkap
ligament atau fraktur tulang.
4. Strain dan Sprain
Strain dan sprain adalah kondisi yang sering ditemukan pada cedera olahraga.
a. Strain
Strain adalah menyangkut cedera otot atau tendon. Strain dapat dibagi atas 3
tingkat, yaitu :
1) Tingkat 1 (ringan)
Strain tingkat ini tidak ada robekan hanya terdapat kondisi inflamasi
ringan, meskipun tidak ada penurunan kekuatan otot, tetapi pada kondisi
tertentu cukup mengganggu atlet. Misalnya strain dari otot hamstring (otot
paha belakang) akan mempengaruhi atlet pelari jarak pendek (sprinter),
atau pada baseball pitcher yang cukup terganggu dengan strain otot-otot
lengan atas meskipun hanya ringan, tetapi dapat menurunkan endurance
(daya tahannya).

2) Tingkat 2 (sedang)
Strain pada tingkat 2 ini sudah terdapat kerusakan pada otot atau tendon,
sehingga dapat mengurangi kekuatan atlet.
3) Tingkat 3 (berat)
Strain pada tingkat 3 ini sudah terjadi rupture yang lebih hebat sampai
komplit, pada tingkat 3 diperlukan tindakan bedah (repair) sampai
fisioterapi dan rehabilitasi.

b. Sprain
Sprain adalah cedera yang menyangkut cedera ligament. Sprain dapat dibagi 4
tingkat, yaitu :
1) Tingkat 1 (ringan)
Cedera tingkat 1 ini hanya terjadi robekan pada serat ligament yang
terdapat hematom kecil di dalam ligamen dan tidak ada gangguan fungsi.

2) Tingkat 2 (sedang)
Cedera sprain tingkat 2 ini terjadi robekan yang lebih luas, tetapi 50%
masih baik. Hal ini sudah terjadi gangguan fungsi, tindakan proteksi harus
dilakukan untuk memungkinkan terjadinya kesembuhan. Imobilisasi
diperlukan 6-10 minggu untuk benar-benar aman dan mungkin diperlukan
waktu 4 bulan. Seringkali terjadi pada atlet memaksakan diri sebelum
selesainya waktu pemulihan belum berakhir dan akibatnya akan timbul
cedera baru lagi.

3) Tingkat 3 (berat)
Cedera sprain tingkat 3 ini terjadinya robekan total atau lepasnya ligament
dari tempat lekatnya dan fungsinya terganggu secara total. Maka sangat
penting untuk segera menempatkan kedua ujung robekan secara
berdekatan.

4) Tingkat 4 (Sprain fraktur)


Cedera sprain tingkat 4 ini terjadi akibat ligamennya robek dimana tempat
lekatnya pada tulang dengan diikuti lepasnya sebagian tulang tersebut.

You might also like