You are on page 1of 23

Abtraksi

A. Muqaddimah

B. Hakikat berpikir

Secara etimologi "berpikir" adalah terjemahan istilah


bahasa Inggris "thingking". Thingking pada hakikatnya
adalah kejadian batiniah, kebetulan, tak karuan dan
1
berulang kali.

1 216
menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan
memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam
ingatan.2

Jujun S. Suriasumantri berpendapat bahwa berpikir


adalah perkembangan idea dan konsep. Jika ada orang
yang bertanya pada orang lain, apa yang sedang kau
pikirkan?. Orang tadi menjawab, saya memikirkan keluarga
saya, maka proses ini termasuk proses berpikir.3

menurut Poerwadarminta berpikir adalah berbocara


dengan dirinya sendiri dalam batin, mempertimbangkan,
merenungkan, menganalisa, membandingkan, mencari
alasan-alasan, membuktikan menarik kesimpulan-
kesimpulan, mencari hubungan-hubungan antara berbagai
pengertian dan sebagainya.4

Hidayat Nataatmaja mendefinisikan berpikir sebagai


proses aktualisasi fitrah dalam menunaikan tugasnya,
sebagaimana diciptakan Khalik, fitrah yang menyalurkan
daya kemampuannya melalui otak sebagai penghubung

2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa


Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta : Gramedia, 2008), hlm. 1073

3 Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perpektif, (Jakarta: Yayasan


Obor Indonesia, 1992), hlm. 52

4 Poerwadarminta, At. Al, Seluk Beluk Filsafat Islam, (Bandung:


Rosda Karya, 1988), hlm. 22
antara sang subyek dengan dunia di luar dirinya (objek),
sehingga manusia mampu mengenal dunia obyektif.5

Burhanuddin Salam, berpikir adalah proses mental


dalam mereaksikan baik terhadap benda, tempat maupun
peristiwa, yang bila dilakukan terus menerus pada
akhirnya akan dapat memunculkan kemampuan berpikir
yang tajam.6
berpikir adalah aktifitas yang dipusatkan untuk
pengembangan potensi diri sehingga dapat mewujudkan
kebaikan-kebaikan tuhan diatas dunia ini, dan menjadikan
"refelstion" (refleksi) sebagai kontrolnya, untuk melahirkan
hidupnya kesadaran (pengetahuan) dalam pikiran.7

Dengan demikian dari berbagai pendapat para ahli


dapatlah disimpulkan bahwa berpikir adalah proses
pengenalan manusia akan diri, peristiwa dan sebagainya
untuk dicari keterkaitan dan permasalahan yang muncul,
guna dicari problem, memutuskan maupun
membandingkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya.

C. Konsep Berpikir dalam Alqur'an

5 Hidayat Nata Atmadja, Kebangkitan Al Islam, Bandung Risalah,


1985. hlm. 68

6 Burhanuddin Salam, Logika Formal, Filsafat Berfikir, Jakarta,


Bina Aksara, 1988, hlm. 08

7 Lian Hasibuan, Berpikir dalam Konsepsi Metode Belajar,


(Jambi: IAIN Sulthan Thaha Saofuddin, 2000), hlm. 9
Alquran menjelaskan term-term berpikir sebagai berikut:

1. Aqala (
Kata dasar al-aql tidak terdapat dalam Alquran. Ia
dipakai sebagai kata kerja (fiil) dalam 49 kali
penyebutan. 1 kali dalam bentuk lampau (fiil madi)
dan 48 kali dalam bentuk sekarang (fiil mudhori).
Sebagaimana dikatakan Harun Nasution, Alquran
hanya membawa kata akal dalam bentuk kata
kerjanya aqaluuh () dalam 1 ayat taqilun 24 ayat,
naqilu 1 ayat, yaqiluha 1 ayat dan yaqilun 22 ayat.
Kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti.
Berikut penggunaan derivasi term akal dalam
Alqur'an:
a. Ta'qilun dan bentuk istifham inkari nya.
Term ta'qilun terulang dalam Alquran beberapa
kalidan berkaitan dengan ayat-ayat yang Allah
jelaskan serta harus dipikirkan, baik ayat yang
tertulis tapi dapat dilihat. Dari sebagian besar
ayat yang ada, yang dimaksud dari ayat itu
adalah yang diturunkan Allah SWT.
M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbahnya
mengatakan bahwa kata ta'qilun terambil dari
akar kata aqala/mengikat dan iqali/tali.
potensi yang menghalangi manusia melakukan
keburukan dan kesalahan dinamai akal karena
potensi tersebut bagaikan mengikat yang
bersangkutan sehingga tidak terbawa oleh
arus kedurhakaan.
dalam kaitannya untuk memahami proses
dinamika kehidupan manusia,tern ini salah
satunya terdapat dalam surat ghafir ayat 67:
Terkait ayat diatas Quraish Shihab
menjelaskan bahwa kata ta'qilun terambil dari
kata aqala yang pada mulanya berarti
mengikat . seseorang yang menggunakan akal
pikirannya dengan baik, memperoleh petensi
yang memeliharanya dari kesalahan serta
kedurhakaan. seakan-akan potensi itu menjadi
pengikat baginya sehingga tidak terjerumus
dalam kesalahan.
ibn'Asyur memahami kalimat la'allakum
ta'qilun dalam arti agar kejadian manusia
seperti di gambarkan ayat ini menjadi bukti
tentang wujud dan sang khaliq Yang maha
pencipta serta keesaan-nya dan bahwa selain-
nya tidaklah wajar dipertuhankan. siapa yang
memahami hakikat tersebut , dia telah berada
dalam jalan yang benar dan sesuai dengan
tujuan pencipta-nya, sedang yang tidak
memahami hal di atas serupa dengan orang
yang tidak memiliki akal.
Thabathabai memahai maksud kata la'allakum
ta'qilun dalam arti agar kamu mengetahui
haq(kebenarann) yang tertancap dalam diri
kamu. haq adalah keyakinan akan keesaan
Allah yang merupakan fitrah dalam diri setiap
insan.
Dalam ayat lain terkait dorongan untuk
memahami kitab sycu Alquran, redaksi ini
terdapat dalam surat yusuf ayat 2
dalan ayat ini firman-nya anzalnahu atau
menurunkannya dapat dipahami dalam arti
kalam allah SWT dalam konteks Alquran Allah
memilih bahasa Arab. Dipilihnya bahasa arab
untuk menjelaskan petunjuk Allah SWT dalan
kitab ini disebabkan masyarakat pertama yang
ditemui Alqur'an adalah masyarakat berbahasa
arab.
M.Quraish Shihab menjelaskan bahwa
pernyataan ayat di atas yang menjadikan
tujuan dari dijadikan Alquran dalam bahasa
Arab
la'allakum ta'qulun hal tersebut
mengisyaratkan bahwa sebelum kitab suci ini
dijadikan dalam bahasa Arab, kalam Allah itu
tidak terjangkau oleh akal manusia, karena
akal manusia berpotensi untuk mengetahui
segala sesuatu yang dapat dipikirkan.

Dalam ayat ini Allah juga menggunakan redaksi ini dalam


bentuk lain sehingga terkesan mencolok, penggunaan
redaksi digunakan dalam bentuk istifham
ingkari(pertanyaan negatif) yang bertujuan untuk
memberikan dorongan dan membangkitkan semangat.
Bentuk redaksional seperti itu (afala ta ' qilun) terulang
sebanyak 13 kali dalam al-qur'an. seperti firman allah
sebagai berikut:

Ayat diatas menegaskan bahwa kalaulah ditimbang


antara perkampungan dunia dan akhirat , tentu yang lebih
berat adalah akhirat. kesenangan dunia itu hanyalah
sebentar dan akan hilang.

Dalam hadis sahih Rasulullah SAW bersabda:

bagaimana mungkin nilai dunia akan mengalahkan


keutamaan akhirat ?

Hanya orang-orang yang tidak mau berfikir dan


mengatakan seperti itu.

pada penggunaan kata afala ta'qilun (apakan kamu tidak


berakal) pada ayat diatas, quraish shihab berpendapat
bahwa Allah sengaja menjadikan kata ini untuk dapat
berbicara langsung kepada mereka yang terperdaya oleh
kehidupan dunia.

salah satu tujuan Allah SWT menurunkan Alquran dengan


bahasa mereka adalah agar mereka dapat meresapinya
dengan hati, tidak semata mendengarkannya dengan
telinga mereka tanpa memikirkan dan merenungkan.

salah satu tujuan Allah SWT menukan Alquran dengan


bahasa mereka adalah agar mereka dapat meresapinya
dengan hati mereka , tidak semata mendengarkannya
dengan telinga mereka tanpa memikirkan dan
merenungkan.

b. Na'qilu

Redaksi na'qilu digunakan di dalam Alquran hanya pada


satu ayat. Quraish Shihab menjelaskan kata na'qil terambil
dari kata aqala yang berarti mengikat. potensi yang
mengikat atau menghalangi seseorang terjerumus dalam
dosa atau pelanggaran dan kesalahan dinamai akal. jika
seseorang tidak menggunakan potensi itu, maka Alquran
tidak menamainya berakal. Dengan demikian seseorang
memiliki daya pikir yang sangat cemerlang tetapi ia dinilai
tidak berakal karena ia melakukan aneka dosa dan
pelanggaran.

sebagaimana firman allah swt dalam surat al-mulk ayat


10:

ayat di atas berisi penyesalan para penghuni neraka,


sehingga mereka berkata: "sekiranya kami mendengarkan
guna menarik pelajaran atau berakal, yakni memiliki
potensi yang dapat menghalangi kami terjerumus ke
dalam dosa niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-
penghuni neraka yang menyala-nyala." demikianlah
(dengan ucapan itu) mereka mengakui secara sungguh-
sungguh dosa. mereka pada saat itu dan tidak lagi
berguna pengakuan dan penyesalan. maka kebinasaanlah
yang wajar dijatuhkan allah atau semoga kebinasaan jatuh
bagi orang-orang yang bakal menjadi penghuni-penghuni
neraka yang menya-nyala.

c.ya'qiluha

redaksi ini di gunakan hanya 1 kali yang terdapat di


dalam surat al-ankabut ayat 43 . sebagaimana firman
allah:

dalam firman-nya tersebut , allah berbicara tentang


amtsal al-qur'an sebagai : '' tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang alim''

mengisyaratkan bahwa perumpamaan-perumpamaan


dalam Alquran mempunyai makna-makna yang dalam,
bukan terbatas pada pengertian kata-katanya.

menurut quraish shihab, penggunaan redaksi ya'qiluha


bermaksud untuk memahami sesuatu dengan kemampuan
ilmiahnya sehingga dapat menimba dari matsal itu.
pemahaman yang boleh jadi berbeda, bahkan lebih dalam
dari orang lain . ini juga berarti bahwa perumpamaan yang
di paparkan di sini bukan sekedar perumpamaan yang
bertujuan sebagai hiasan kata-kata, tetapi dia
mengandung makna serta pembuktian yang sangat jelas.

d. ya'qilun dan bentuk istifham ingkari nya.

redaksi ya'qilun datang dengan redaksional fi'il mudhari


untuk orang ketiga jamak ya'qilun sebanyak 22 kali.
sedangkan redaksi yang bersifat la ya qilun( mereka tidak
berpikir) adalah sebagai cercaan terhadap mereka yang
idak menggunakan akal mereka yang dianugerahkan allah.
mereka bahkan menafikan akal tersebut sama sekali
sehingga mereka bersifat statis , membelok dan ingkar.

adapun redaksi yang positif dari tern ya'qilun datang


dalam rangka merenungkan ayat-ayat allah, salah satunya
tentang ayat-ayat kauniyah yang terpampang dalam
galaksi,benda nai, tumbuhan, hewan dan manusia firman
allah swt:

merenungkan tentang khalaqa as-samawat wa al-ardh,


yakini

penciptaan langit dan bumi . kedua merenungkan


pergantian malam dan siang, yakini perputaran bum dan
porosnya yang melahirkan malam dan siang serta
perbedaannya, baik dalam masa maupun dalam panjang
serta pendek siang dan malam. ketiga merenungkan
tentang bahtera-bahtera yang berlayar di laut, membawa
apa yang berguna bagi manusia. ini mengisyaratkan
sarana transportasi yang hanya mengandalkan angin
dengan segala akibatnya.keempat merenungkan tentang
apa yang allah turunkan dari langit berupa air yang
kesemuanya merupakan kebutuhan bagi kelangsungan
dan kenyamanan hidup manusia, binatang dan tumbuh-
tumbuhan. kelima, berfikir tentang aneka binatang yang
diciptakan allah. semua itu menjadi obyek atau sasaran
dimana akal memikirkan dan mengingatnya terdapat
tanda-tanda keesaan dan kebesaran allah bagi kaum yang
berakal.

kata ini juga terdapat dalam surat al-jatsiyyah ayat 5:

kata ya'qilun pada ayat diatas berarti berakal, dalam arti


memiliki dan menggunakan daya pikir serta kesadaran
moralnya sehingga terikat dan terpelihara dan
keterjerumusan dalam dosa atay kedurhakaan.

dalam redaksi lain bentuk istifham inkari ya'qilun . allah


swt mendeskripsikan kebodohan mereka melalui ayat
berikut :

dalam ayat ini, allah menyerupakan orang-orang yang


tidak menggunakan akal(tidak mau berfikir) dan indera
yang telah diberikan oleh allah seperti halnya binatang.

quraish shihab menjelaskan bahwa maksud perumpamaan


orang yang menyeru orang-orang kari kepada kebenaran
adalah seperti penggembala yang berteriak. rasul atau
para juru dakwah di ibaratkan dengan pengembala ,
sedang para pengikut tradisi usang itu seperti binatang ,
mereka yang di ajak itu seperti binatang , keduanya
mendengar suara panggilan dan teriakan tetapi tidak
memahami atau tidak dapat memanfaatkan suara
panggilannya itu. disini orang-orang kafir di ibaratkan
seperti binatang-binatang dan tuhan-tuhan yang mereka
sembah diibaratkan serupa sebagai binatang-binatang.
orang-orang kafir yang mempertahankan tradisi usang itu
pada hakikatnya tuli. tidak memfungsikan alat
pendengaran mereka sehingga tidak dapat mendengar
bimbingan. bisu artinya tidak memfungsikan lidah mereka
tidak dapat bertanya dan berdialog, dan buta tidak
memfungsiakan mata mereka sehingga mereka tidak
dapat melihat tanda-tanda kebesaran allah dan akhirnya
mereka tidak dapat menggunakan alat-alat itu untuk
mendengar,melihat dan berfikir sesuai yang dikehendaki
sllsh ketika menganugerahkannya dan dengan demikian
mereka tidak dapat menggunkan akalnya (yakini tidak ada
kendali yang menghalanginya melakukan
keburukan,kesalahan dan mengikuti tradisi orang tua
walau mereka sesat atau keliru).

melalui firman berikut, allah swt mendeskripsikan orang-


orang yang menentang kebenaran dari kelompok ahli kitab
:

dari tafsir al-misbah, surat al-maidah ayat 58 menyebutkan


salah sata contoh pelecahan dan olok-olokm yakini apabila
mu'adzin menyeru untuk sholat, mereka menjadikannya
bahan ejekan dan permainan karena mereka adalah kamu
yang tidak mempergunakam akalnya. tentu saja orang
yang menghina panggilan salat dan ajakan untuk berdiri di
hadapan allah ( bahkan mereka kemudian menjadikannya
sebagai ejekan dan permainan) adalah orang yang tidak
berakal.
dengan demikian, orang yang menggunakan akalnya
niscaya mereka akan menghormati keyakinam dan
kepercayaannya orang lain walau pun tidak seagama
dengan mereka, apalagi ini adalah adzan, ajakan untuk
menghadap tuhan yang maha esa . apabila mereka mau
menggunakan akal niscaya mereka akan menemukan
bahwa memanggil dengan suara merdu dan kata-kata
indah yang menyentuh hati dan pikiran jauh lebih baik dari
pada memanggil dengan lonceng atau semacamnya .
seandainya mereka menggunakan akal niscaya mereka
akan menemukan hikmah dan rahasia yang di kandung
panggilan itu, dengan menggunakan akalnya manusia
dapat menambah iman dan taqwanya kepada allah swt.
karena tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk
beribadah kepada sang pencipta.

2. Nazara
Dalam Alqur'an kata yang terdiri dari wazan nazara
ada sekitar 129 kata dalam 115 ayat. Derivasi dari
term nazara meliputi unzur, awalam yanzuru,
waltanzur, falyanzur, afalan yanzuru, afala yanzurun,
fayanzuru, unzuru.
Kata ini oleh Quraish shihab diartikan sebagai nalar.
Kata ini digunakan secara tegas sebagai
memandang dengan mata kepala dan mata hati.
D. Fungsi dan Penggunaan term-term Berpikir

E. Tujuan Berpikir dalam Alqur'an

Dari analisis terhadap ayat-ayat tentang berpikir dapat


kita simpulkan tujuan berpikir dalam Alquran sebagai
berikut:

1. Mendapatkan Kebenaran;
Fitman Allah dalam Surah Al-Anam ayat 50.










Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa
perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui
yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku
seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan
kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang
melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?

Ayat ini memerintahkan manusia berpikir agar


mendapatkan kebenaran dan terhindar dari
kesesatan/takhayul. Ayat ini berusaha meluruskan
pandangan sesat kaum Quraisy tentang kenabian,
maka mereka diperintahkan untuk berpikir kembali.
Bahkan Allah menyindir bahwa tidak sama orang yang
berpikir dengan yang tidak, ibarat orang yang buta
dengan orang yang melihat.8

Dalam surah An-Nahl ayat 44 Allah berfirman.

8 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Dzilalil Qur'an Jilid 11, (Jakarta: Gema


Insani, 2004), hlm. 93
Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan
Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan

Ayat ini merupakan penegasan kenabian supaya


mereka memikirkannya sehingga dapat mengetahui
kebenaran tentang apa yang dibawa rasul pada mereka
yaitu wahyu dan syariat. Apa yang dibawa rasul adalah
peringatan dan membawa kebaikan, maka hendaklah
mereka memikirkannya.9

2. Mengamalkan Syariat Islam.

Sebelum mengamalkan syariat Islam, manusia harus


meyakini terlebih dahulu bahwa syariat Islam adalah benar
begitupun dengan orang yang membawa risalahnya.
Al-Quran mengajak manusia memikirkan bahwa Nabi
Muhammad Saw adalah benar bukanlah pendusta.
Al-Araf ayat 184 membantah tuduhan buruk kaum
Quraisy terhadap Nabi Muhammad Saw.10

9 Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Tafsir Alqur'an Al-aisar jilid 3


(Jakarta: Darus Sunnah Press, 2010), hlm. 212

10 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah vol 5 (Tangerang:


Lentera Hati, 2008), hlm. 327


Apakah (mereka lalai) dan tidak memikirkan bahwa
teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila.
Dia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang
pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan.

Surah Saba ayat 46 mengajak mereka untuk


memikirkan kembali siapa sebenarnya
Nabi.Muhammad Saw.11









Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak
memperingatkan kepadamu suatu hal saja, Yaitu
supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas)
berdua- dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu
fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila
sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain
hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum
(menghadapi) azab yang keras.

11 Hamka, Tafsir Al-Azhar juz 21, 22, 23, (Jakarta: Abadi Grup,
1988), hlm. 190
Setelah memikirkan siapa yang membawa
risalahnya, maka peneliti menemukan bahwa Al-
Quran mengajak manusia untuk memikirkan apa yang
terdapat dalam risalah itu. Surah Al-Baqarah ayat
219













mereka bertanya kepadamu tentang khamar[ dan
judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa
yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".
dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan."
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir..

merupakan ajakan Al-Quran untuk memikirkan syariat


Islam mengenai pelarangan khamr karena
keburukannya yang lebih banyak dibandingkan
dengan manfaatnya
(Thabathaba'i, 2011, hlm. 350).
Begitupun dengan syariat Islam yang melarang sikap riya
dalam setiap amalan. Surah Al-Baqarah ayat 266
menjelaskan perumpamaan mengenai prilaku riya
agar manusia lebih bisa memahami dan
menghayatinya (Al-Qarni, 2007, hlm.
213).
Bahkan dalam Al-Hasyr ayat 21 menegaskan bahwa
Alquran yang
mengandung syariat ini merupakan tanggung jawab
yang besar yang diberikan pada manusia. Jika
diberikan pada gunung niscaya gunung itu hancur
akibat ketakutannya tidak bisa menjaga amanah
ini. Sungguh disayangkan kebanyakan manusia
malah mengabaikan tidakmemikirkannya apalagi
mengamalkannya
(Ath-Thabari, 2009, hlm. 919).

c. Lebih Dekat dengan Allh


Berpikir dengan baik dapat membuat seseorang
mengenal Allah Swt sehingga lebih dekat dengan-Nya
sebagaimana surah Al-Mudair ayat 8 mengenai Al-
Walid Al-Mughirah yang sempat dekat dengan petunjuk
Allah, namun setelah itu ia malah memilih mengikuti
hawa nafsunya (Hamka, 1985, hlm. 212).
Adapun dalam surah All-Imran ayat 191 menggambarkan
dengan jelas bagaimana orang yang selalu
memikirkan dan mengingat kekuasaan Allah Swt akan selalu
dekat dengan Allah Swt (Al-Qarni,2007, hlm. 346).
Begitupun temuan peneliti dalam surah Al-Jaiyah
ayat 13, An-Nahl ayat 11 dan 69, Ar-Rm ayat 8, dan Ar-
Rad ayat 3 Allah Swt mengajak manusia memikirkan
bagaimana hebatnya alam
semesta yang telah Allah ciptakan dan tundukan. Semua
keteraturan dan keberagaman yang ada di alam
semesta tak
mungkin tercipta dengan sendirinya. Hal ini
membuktikan adanya zat sebagai pencipta dan
pengaturnya yaitu Allah Swt.
d. Berakhlak Baik.
Dari surah Al-Baqarah ayat 219 dan 266 peneliti
menemukan bahwa Allah memerintahkan manusia
untuk berpikir mengenai hal-hal yang dapat
menghalangi bahkan merusak manusia dari
perbuatan baik, yaitu khamr dan riya. Menurut
Thabathaba'i (2011, hlm. 350) efek buruk dari khamr
adalah menghalangi fungsi akal
dari membedakan sesuatu yang baik dan buruk,
orang yang terbiasa mengkonsumsinya akan sulit
berakhlak baik.
Adapun bahaya dari riya dapat merusak dan
menghapus amalan baik (Al-Qarni, 2007, hlm. 213).
Manusia tidak akan mampu berakhlak baik jika
dilandaskan riya. Amalan baik yang
dilandasi karena Allah maka akan bertambah rasa cintanya pada
Allah, sedangkan amalan berlandaskan nafsu dan
duniawi maka akan bertambah cinta pula ia padanya
dan melupakan Allh. Sungguh bahaya jika amalan baik
manusia disandarkan pada nafsu dan duniawi seperti
harta, jabatan, dan syahwat, jika tak ada hal itu
mungkin ia tidak akan melakukan kebaikan lagi.
Inilah bahaya
dari khamr dan riya, maka hendaklah manusia
memikirkannya sehingga mengatahui bahayanya
dan bisa berakhlak
baik sesuai fitrahnya.

F. Kedudukan Berpikir dalam Alqur'an


G. Kesimpulan
H. Saran
Daftar Pustaka

You might also like