Professional Documents
Culture Documents
DI SUSUN OLEH :
DANAR FAUZAN ADI PRAYITNO
NIM. P.12 013
DI SUSUN OLEH :
DANAR FAUZAN ADI PRAYITNO
NIM. P.12 013
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
SURAKARTA.
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Ditetapkan di : Surakarta
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/Tanggal : Senin, 15 Juni 2015
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ns. Joko Kismanto, S.Kep (..)
NIK. 200670020
Penguji I : Ns. Alfyana Nadya Rachmawati, M.Kep (..)
NIK. 201086057
Penguji II : Ns. Meri Oktariani, M.Kep (..)
NIK. 200981037
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII keperawatan
STIKES Kusuma Husada Surakarta
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis
MOEWARDI SURAKARTA.
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
terhormat :
1. Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII
di Stikes Kusuma Husada Surakarta dan selaku dosen penguji yang telah
v
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
4. Ns. Alfyana Nadya Rachmawati, M.Kep, selaku dosen penguji yang telah
6. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan ............................................................... 5
C. Manfaat Penulisan ............................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ................................................................... 7
1. Tuberkulosis Paru ....................................................... 7
2. Sistem Pernapasan ...................................................... 27
3. Posisi Semi Fowler ..................................................... 33
B. Kerangka Teori .................................................................. 36
C. Kerangka Konsep .............................................................. 37
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset........................................................... 38
B. Tempat dan waktu ............................................................. 38
C. Media atau alat yang digunakan ........................................ 38
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset .................... 38
E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset.......................... 39
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas klien .................................................................... 40
B. Pengkajian ......................................................................... 40
vii
C. Perumusan Masalah Keperawatan..................................... 47
D. Perencanaan Keperawatan ................................................. 48
E. Implementasi Keperawatan ............................................... 50
F. Evaluasi Keperawatan ....................................................... 58
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ......................................................................... 62
B. Diagnosa Keperawatan ...................................................... 68
C. Perencanaan Keperawatan ................................................. 73
D. Implementasi Keperawatan ............................................... 76
E. Evaluasi Keperawatan ....................................................... 82
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................ 86
B. Saran .................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2009 ada 9,4 juta kasus baru dengan 1,7 juta kematian secara global.
keterbatasan sumber daya (Belay et al, 2010 dalam Majampoh, dkk, 2013).
Tiga Negara dinyatakan sebagai negara dengan disease burden tertinggi yaitu
semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit menular
(Harrison, 2013 dalam Majampoh, dkk, 2013). Menurut Kemenkes RI, 2013
dalam Majampoh, dkk, 2013 Jumlah kasus baru BTA+ yang ditemukan di
Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 202.301 kasus. Jumlah tersebut sedikit
Penemuan penderita baru BTA (+) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008
CDR tahun 2007 sebesar 47,75 %. CDR tertinggi adalah di Kota Pekalongan
sebesar 106,44 % dan yang terendah adalah di Kota Salatiga sebesar 24,08 %.
1
2
Terdapat lima kabupaten atau kota yang sudah melampaui target 70 % yaitu Kota
Pekalongan (106,44 %), Kota Surakarta (84,29 %), Kabupaten Tegal (71,55 %),
Kota Pekalongan (80,02 %), dan Kabupaten Batang (77,53 %) (Dinkes Jateng,
2008 dalam Prabowo, 2012). Sedangkan berdasarkan data dari Balai Besar
jumlah kasus TB Paru dewasa pada tahun 2008 terdapat 398 kasus pada tahun
2009 terdapat 588 kasus, sedangkan pada tahun 2010 terdapat 435 kasus. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah kasus tuberkulosis pada orang
fluktuaktif artinya jumlah kasus tidak menentu selama tiga tahun terakhir.
diketahui bahwa jumlah pasien penderita Tuberkulosis Paru pada tahun 2013
berjumlah 285 orang, sedangkan tahun 2014 sampai Maret 2015 berjumlah 428
pasien mengatakan sesak napas, batuk disertai dahak, dan nyeri di dada. Data
objektif napas dalam pendek, terdapat otot bantu pernapasan, terdapat cuping
bervariasi.
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronik, sub kronik atau
(2011) tuberkulosis atau yang lebih terkenal dengan singkatan TBC adalah
walaupun pada beberapa kasus, organ-organ lain ikut terserang. gejala klinis
kebutuhan istirahat, seperti adanya nyeri dada saat aktivitas, dyspnea saat
istirahat atau aktivitas, letargi dan gangguan tidur (Heather, 2013 dalam
kemiringan 30-45 (Yulia, 2008 dalam Majampoh, dkk, 2013). Posisi semi
fowler pada pasien TB paru telah dilakukan sebagai salah satu cara untuk
2013). Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menurunkan konsumsi O2 dan
4
Hal ini sesuai dengan teori Supadi, Nurachmah, & Mamnuah (2008),
optimal. Sesak nafas akan berkurang dan akhirnya perbaikan kondisi pasien
lebih cepat. Sedangkan menurut Angela dalam Refi Safitri dan Annisa
Andriyani (2008), posisi yang paling efektif bagi pasien dengan penyakit
Kestabilan Pola Napas Pada Pasien Tuberkulosis Paru. Hal ini dituangkan
dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah dengan judul Pemberian Posisi Semi
Surakarta.
5
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Moewardi Surakarta.
2. Tujuan Khusus
Tuberkulosis Paru.
Tuberkulosis Paru.
Tuberkulosis Paru.
Tuberkulosis Paru.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Tuberkulosis Paru.
posisi semi fowler pada pasien dengan Tuberkulosis paru agar di Rumah
Tuberkulosis Paru.
5. Bagi Pembaca
posisi semi fowler terhadap kestabilan pola napas pada pasien Tuberkulosis
Paru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Tuberkulosis Paru
2007).
7
8
b. Klasifikasi
tuberkulosis sekunder.
1) Tuberkulosis Primer
2) Tuberkulosis Sekunder
AIDS.
micotema.
c. Etiologi
sebagai berikut :
diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat
histologis.
histologis.
d. Faktor Resiko
sebagai berikut :
e. Patofisiologi
terdiri atas satu sampai tiga gumpalan. Basil yang lebih besar
sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat
dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju getah
f. Manifestasi Klinis
keringat malam.
mukoid atau kopurulen, nyeri dada, batuk darah, dan gejala lain.
g. Komplikasi
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Tes Darah :
kalsium.
2) Tes Mantoux :
3) Tes Heaf :
tuberkulosis dini, dan suatu nodul > 5-7 mm dengan vesikel atau
4) Mikrobiologi :
Basil tahan asam dapat dideteksi pada sputum atau bilasan paru
5) Histopatologi :
6) Radiografi Dada :
i. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a) Aktifitas / istirahat
b) Integritas Ego
c) Makanan / Cairan
d) Kenyamanan
e) Pernapasan
bercak darah.
f) Keamanan
g) Interaksi sosial
tanggung jawab.
2) Diagnosa Keperawatan
membrane alveolar-kapiler.
3) Intervensi Keperawatan
efektif.
(3) Intervensi :
napas).
mengeluarkan sekret.
efektif.
(3) Intervensi :
vital.
batuk efektif.
(unilateral).
tension pneumothoraks.
maksimal.
membrane alveolar-kapiler.
tidak terjadi.
rentan normal.
(3) Intervensi :
keadaan pasien.
program terapi.
pasien terpenuhi.
26
nutrisinya.
(3) Intervensi :
tepat.
muntah.
2. Sistem Pernapasan
udara yang dihirup berdifusi dari alveolus paru ke darah dalam kapiler
a. Definisi Pernapasan
komponen :
yang ditarik dari udara masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan
Sebagai ampas (sisanya) dari pembakaran adalah CO2 dan zat ini
kotoran dan benda asing. Adanya benda asing / kotoran tersebut bisa
(bulu-bulu getar) dapat rusak apabila adanya gas beracun dan dalam
(Syaifuddin, 2006).
c. Paru-paru
paru mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan
dan muncul sedikit lebih tinggi dari pada klavikula di dalam dasar
mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus
dengan kepala dan dada lebih tinggi dari pada posisi panggul dan
(Suparmi, 2008).
b. Tujuan
c. Prosedur
4) Siapkan alat-alat.
5) Cuci tangan.
9) Atur tempat tidur pada posisi datar. Ambil semua bantal dan
di atas dadanya.
35
10) Naikkan posisi tempat tidur bagian kepala 30-40o atau sesuai
kebutuhan.
13) Letakkan bantal kecil mulai dari bawah lutut sampai tumit.
nyaman pasien.
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1
Kerangka Teori
Sumber : (Ardiansyah, 2012)
37
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.2
Kerangka Konsep
BAB III
Subjek dalam pengambilan kasus ini adalah Tn. P dengan Tuberkulosis Paru
Prosedur tindakan yang akan dilakukan pada aplikasi riset tentang pengaruh
pemberian posisi semi fowler terhadap kestabilan pola napas pada Tn. P
1. Mencuci tangan dan gunakan sarung tangan / masker bila diperlukan untuk
38
39
3. Gunakan satu, dua atau tiga bantal untuk menopang kepala dan bahu.
penopang.
O2.
LAPORAN KASUS
1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta mulai dilaksanakan pada tanggal 9 Maret 2015.
A. Identitas Pasien
perawat dan pengkajian fisik pasien. Hasil pengkajian pada Tn. P, alamat
B. Pengkajian
yang dirasakan oleh pasien adalah sesak napas. Pasien mengatakan sejak 2
40
41
klinik prima mediza di Sragen tetapi tidak mengalami perubahan pada tanggal
6-3-2015 pukul 13.40 WIB pasien dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi Surakarta,
pasien tiba di IGD dengan kriteria umum lemah, kesadaran compos mentis
nyeri pada dada timbul saat sesak napas rasanya seperti ditusuk-tusuk jarum
S : 37o C, RR : 30 x/menit dan dengan hasil GCS : E4M5V5. Pada jam 17.45
sakit amal sehat Sragen pada tahun 2012 dengan penyakit yang sama, pasien
sebelumnya.
pernah sakit paru-paru dan untuk anggota keluarganya yang lain serta anak-
anaknya tidak ada yang mengalami penyakit yang sama dengan yang dialami
Keterangan :
: Laki-laki : Pasien/Tn. P
Gambar 4.1
Genogram
pedesaan yang jauh dari polusi udara, pasien selalu menjaga kebersihan
penyakit itu merupakan cobaan dari Allah dan harus sabar dalam
keadaan yang dihadapi sekarang dan menurut klien sehat itu merupakan
keadaan dimana klien dapat melakukan segala aktifitas tanpa ada kendala.
makannya tiga kali sehari dengan komposisi nasi, sayur, lauk. Pasien
biasanya makan habis 1 porsi dan tidak mengalami keluhan. Selama sakit
pasien mengatakan makannya tiga kali sehari dengan komposisi nasi, sayur,
lauk. Pasien hanya habis setengah porsi karena perutnya rasanya kembung.
Pola eliminasi, Pasien mengatakan tidak ada masalah dalam BAK dan
BAB, pasien mengatakan sebelum dan selama sakit BAB satu kali sehari,
Sedangkan sebelum dan selama sakit BAK tujuh kali sehari, jumlah urine
8 jam sehari, tidak ada gangguan masalah, bangun terasa segar. Selama sakit
pasien mengatakan sulit tidur karena merasakan sesak napas dan nyeri di
menggunakan alat bantu). Pasien mengatakan ada gangguan pada saat sesak
44
jarum. Pada Nyeri di bagian dada di ukur dengan PQRST. P : nyeri saat sesak
baik tidak ada yang cacat, pasien sebagai bapak dan kakek, pasien melakukan
perannya sebagai seorang suami, bapak dan kakek yang baik, pasien berharap
cepat sembuh dan pasien bersoalisasi dengan baik dengan orang sekitar.
cerita / berkeluh kesah kepada keluarga dan bila memiliki masalah bisa
sholat 5 waktu tetapi saat pasien sakit di rumah sakit belum bisa sholat.
pendek dan berwarna putih. Pada mata palbebra tidak ada lingkaran hitam,
45
2 mm, reflek terhadap cahaya positif, tidak ada alat bantu penglihatan. Pada
hidung bentuk simetris, tidak ada deviasi septum, tidak ada polip, terdapat
cuping hidung. Mulut tidak ada stomatitis, mukosa bibir kering. Gigi klien
berwarna kekuningan dan berlubang. Pada telingan simetris kanan dan kiri,
leher tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid, tidak ditemukan distensi vena
bentuk thorax simetris tidak terdapat kelainan bentuk dada, terdapat retraksi
otot bantu pernapasan, palpasi : tidak ada benjolan abnormal, vocal fremitus
sama, perkusi : paru sonor kanan dan kiri, auskultasi : terdapat suara
cordis tidak tampak, palpasi : ictus cordis teraba pada IC 5 mid clavicula,
perut datar, tidak ada jejas, perut elastis, auskultasi : bising usus 12 x/menit,
perkusi : tympani, palpasi : tidak ada pembesaran massa, tidak ada nyeri
tekan. Untuk genetalia tidak terpasang DC. Rektum tidak ada luka dan lesi,
tidak ada hemoroid. Daerah ekstermitas atas jari tangan lengkap, akral teraba
hangat, tidak ada cacat, simetris gerakan baik, tangan kanan terpasang infus,
kekuatan otot kanan dan kiri baik 5/5. Daerah ekstermitas bawah jari kaki
46
lengkap, akral teraba hangat, tidak ada cacat, simetris gerakan baik, kekuatan
ribu/ul, eritrosit 4.51, MCV 91.3 /um, MCH 29.7 pg, MCHC 32.5 g/dl, RDW
12.5 %, MPV 8.6 f1, PDW 16 %, Eosinofil 0.30 %, Basofil 0.40 %, Netrofil
68.60 %, Limfosit 22.40 %, Monosit 8.30 %, PT 14.2 detik, APTT 34.2 detik,
INR 1.170, GDS 112 mg/dl, SGOT 43 u/l, SGPT 25 u/l, Albumin 3.5 g/dl,
Natrium darah 136 mmol/L, Kalium darah 5.9 mmol/L, chlorida darah 103
mmol/L, PH 7.212, BE 1.3 mmol/L, PCO2 80.1 mmHg, PO2 40.0 mmHg,
HCO3 24.6 mmol/L, Total CO2 29.6 mmol/L, O2 Saturasi 56.6 %, HBsAg
Non reactive.
besar dan bentuk normal, pulmo : tampak fibrinfiltrat di supra parahiler kanan
dan kiri disertai multiple kalsifikasi kedua lapang paru tampak penebalan
kanan tenting kiri normal trachea kesan tertarik tenting kiri normal trakhea
kesan tertarik ke sisi kiri tampak penyempitan ics kiri atas. Pengecatan BTA
paru aktif proses lama disertai scwarte dan efusi pleura kiri yang sudah
organisasi.
47
Hasil EKG pada tanggal 7 Maret 2015, HR : 88 bpm, R-R : 678 ms,
P-R : 146 ms, QRS : 98 ms, QT : 377 ms, QTC : 475, AXIS : 32 deg, RV5 :
Analisa data pada tanggal 9 Maret 2015 pukul 08.30 WIB di temukan
Analisa data pada tanggal 9 Maret 2015 pukul 08.35 WIB di temukan
sesak napas. Data objektifnya napas dalam pendek, terdapat retraksi otot
Analisa data pada tanggal 9 Maret 2015 pukul 08.40 WIB ditemukan
masalah keperawatan yang ketiga yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
D. Perencanaan Keperawatan
3 x 24 jam diharapkan jalan napas efektif dengan kriteria hasil tidak ada suara
napas tambahan, tidak batuk berdahak, tidak terdapat sekret pada jalan napas,
letak sputum dan adanya suara wheezing, berikan posisi semi fowler untuk
agar jalan napas kembali normal, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
dengan hiperventilasi tujuan dari tindakan yang akan dilakukan adalah setelah
efektif dengan kriteria hasil tidak ada cuping hidung, pernapasan regular,
SaO2 : 95-100 %.
TTV terutama RR dan SaO2 untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien ada
berikan posisi semi fowler untuk mengurangi sesak napas dan menstabilkan
pola napas pasien, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat untuk
proses penyembuhan.
cidera biologis tujuan dari tindakan yang akan dilakukan adalah setelah
atau hilang dengan kriteria hasil skala nyeri normal dari 4 menjadi 0, pasien
TTV untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien ada tidaknya kelainan, kaji
tingkat nyeri 0-10 untuk mengetahui tingkatan nyeri pasien, berikan posisi
nyaman (semi fowler) untuk posisi tubuh yang nyaman akan memberikan otot
untuk relaksasi, berikan teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi dan
proses penyembuhan.
E. Implementasi Keperawatan
jumlah berlebih pada hari pertama Senin 9 Maret 2015 08.45 WIB adalah
mengobservasi keadaan umum pasien. Pasien lemah. Pada pukul 09.05 WIB
x 200 mg. Pasien mengatakan bersedia diberikan obat. Obat sudah berhasil
diberikan dan tidak ada tanda-tanda alergi. Pada pukul 09.30 WIB melakukan
tanda-tanda alergi, sesak napas berkurang. Pada pukul 10.15 WIB melakukan
auskultasi area dada atau paru-paru. Pasien mengatakan bersedia. Suara napas
bersedia diberikan obat. Obat sudah berhasil diberikan dan tidak ada tanda-
tanda alergi. Pada pukul 09.00 WIB melakukan nebulizer fenoterol 1,0 mg / 6
jam. Pasien mengatakan bersedia. Tidak ada tanda-tanda alergi, sesak napas
dalam pendek, suara napas terdengar wheezing. Pada pukul 11.15 WIB
Pada pukul 15.25 WIB memonitor RR dan SaO2. Pasien mengatakan bersedia.
RR : 26 x/menit, SaO2 : 93 %.
bersedia diberikan obat. Obat sudah berhasil diberikan dan tidak ada tanda-
tanda alergi. Pada pukul 09.00 WIB melakukan nebulizer fenoterol 1,0 mg / 6
jam. Pasien mengatakan bersedia. Pasien tenang, tidak ada tanda-tanda alergi,
auskultasi area dada atau paru-paru. Pasien mengatakan bersedia. Pola napas
teratur, suara napas wheezing hilang, tidak batuk berdahak lagi. Pada pukul
x/menit, SaO2 : 95 %. Pada pukul 09.50 WIB melakukan posisi semi fowler.
Pasien mengatakan bersedia. Pasien tidur posisi semi fowler, sesak napas
fowler, pasien mengatakan bersedia. Pasien tidur posisi semi fowler, sesak
: 97 %.
Senin 9 Maret 2015 pukul 08.55 WIB mengkaji sianosis. Pasien tidak terlihat
adanya kebiruan. Pada pukul 09.05 WIB memonitor TTV. Pasien mengatakan
bersedia diberikan obat. Obat sudah berhasil diberikan dan tidak ada tanda-
tanda alergi. Pukul 11.00 WIB memonitor RR dan SaO2 pasien mengatakan
semi fowler. Pasien mengatakan bersedia. Pasien tidur posisi semi fowler,
: 90 %.
Pada pukul 08.45 WIB memberikan terapi obat injeksi lefofloxacin 750 mg /
8 jam, NAC 3 x 200 mg, pasien mengatakan bersedia di berikan obat. Obat
sudah berhasil diberikan dan tidak ada tanda-tanda alergi. Pada pukul 09.45
SaO2 : 91 %. Pada pukul 09.55 WIB melakukan posisi semi fowler. Pasien
mengatakan bersedia. Pasien tidur posisi semi fowler, sesak napas berkurang,
x/menit, SaO2 : 92 %. Pada pukul 14.25 WIB melakukan posisi semi fowler.
Pasien mengatakan bersedia. Pasien tidur posisi semi fowler sesak napas
Pada pukul 08.45 WIB memberikan terapi obat injeksi lefofloxacin 750 mg /
55
8 jam, NAC 3 x 200 mg. Pasien mengatakan bersedia di berikan obat. Obat
sudah berhasil diberikan dan tidak ada tanda-tanda alergi. Pada pukul 09.40
SO2 : 95 %. Pada pukul 09.50 WIB melakukan posisi semi fowler. Pasien
mengatakan bersedia. Pasien tidur posisi semi fowler, sesak napas hilang. RR
SaO2 : 95 %. Pada pukul 14.10 WIB melakukan posisi semi fowler. Pasien
mengatakan bersedia. Pasien tidur posisi semi fowler, sesak napas hilang. RR
berhubungan dengan agen cidera biologis pada hari Senin 9 Maret 2015 pukul
jam, NAC 3 x 200 mg. Pasien mengatakan bersedia diberikan obat. Obat
sudah berhasil diberikan dan tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul 09.45 WIB
nyeri timbul saat sesak napas, Q : pasien mengatakan nyeri seperti tertusuk-
56
Pasien gelisah, meringis nyeri, pasien memegangi dadanya. Pada pukul 10.00
dalam.
Pada pukul 08.45 WIB memberikan terapi obat injeksi lefofloxacin 750 mg /
8 jam, NAC 3 x 200 mg. Pasien mengatakan bersedia di berikan obat. Obat
sudah berhasil diberikan dan tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul 09.15 WIB
tenang, tidak meringis nyeri lagi. Pada pukul 09.30 WIB memberikan posisi
rileks.
Pada pukul 08.45 WIB memberikan terapi obat injeksi lefofloxacin 750 mg /
8 jam, NAC 3 x 200 mg, pasien mengatakan bersedia di berikan obat. Obat
sudah berhasil diberikan dan tidak ada tanda-tanda alergi. Pada pukul 09.15
nyeri lagi atau nyeri hilang. Pasien tenang atau rileks, pasien tidak meringis
nyeri lagi.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi untuk diagnosa pertama pada hari Senin 9 Maret 2015 pukul
14.00 WIB pasien mengatakan sering batuk berdahak. Suara napas terdengar
auskultasi area dada atau paru-paru, berikan posisi semi fowler, berikan
pemberian obat.
pukul 15.35 WIB pasien mengatakan masih batuk berdahak. Suara napas
auskultasi area dada atau paru-paru, berikan posisi semi fowler, berikan
pemberian obat.
Evaluasi untuk diagnosa pertama pada hari Rabu 11 Maret 2015 pukul
15.20 WIB pasien mengatakan sudah tidak batuk berdahak lagi. Suara napas
dada atau paru-paru, berikan posisi semi fowler, berikan nebulizer, berikan
Evaluasi untuk diagnosa kedua pada hari Senin 9 Maret 2015 pukul
14.10 WIB pasien mengatakan sesak napas. Napas dalam pendek, terdapat
Evaluasi diagnosa kedua pada hari Selasa 10 Maret 2015 pukul 15.45
WIB pasien mengatakan sesak napas berkurang. Napas dalam pendek, masih
SaO2, kaji adanya sianosis, berikan posisi semi fowler, kolaborasi dengan
Evaluasi diagnosa kedua pada hari Rabu 11 Maret 2015 pukul 15.30
WIB pasien mengatakan sudah tidak merasakan sesak napas lagi. Pola napas
teratur, tidak terdapat retraksi otot bantu pernapasan, tidak terdapat cuping
terutama RR dan SaO2, kaji adanya sianosis, berikan posisi semi fowler,
Evaluasi untuk diagnosa ketiga pada hari Senin 9 Maret 2015 pukul
14.20 WIB P : pasien mengatakan nyeri timbul saat sesak napas, Q : pasien
sering timbul selama 5 menit. Pasien gelisah, pasien meringis nyeri, pasien
TTV, kaji tingkat nyeri, berikan posisi nyaman (semi fowler), berikan teknik
Evaluasi diagnosa ketiga pada hari Selasa 10 Maret 2015 pukul 15.40
selama 5 menit. Pasien sudah tenang, tidak gelisah lagi, pasien tidak meringis
nyeri lagi. Masalah belum teratasi. Lanjutkan intervensi : monitor TTV, kaji
tingkat nyeri, berikan posisi nyaman (semi fowler), berikan teknik relaksasi
Evaluasi diagnosa ketiga pada hari Rabu 11 Maret 2015 pukul 15.40
WIB pasien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri lagi atau nyeri hilang,
Pasien tenang atau rileks, tidak meringis nyeri lagi. Masalah teratasi.
PEMBAHASAN
Bab V dalam karya tulis ini akan dijelaskan mengenai pembahasan yang
akan menguraikan hasil analisa dan perbandingan antara teori dan aplikasi yang
A. Pengakajian
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
2012).
Hasil pengkajian pada Tn. P yang dilakukan pada tanggal 9 Maret 2015
adalah pasien sering batuk berdahak, sekret keluar banyak, berwarna kuning
napas dalam pendek, terdapat retraksi otot bantu pernapasan, terdapat cuping
hidung, merasakan nyeri pada dada, seperti tertusuk-tusuk jarum, nyeri sering
S : 37o C.
62
63
Menurut (Corwin, 2007) tanda dan gejala yang muncul pada pasien
Tuberkulosis Paru yaitu : demam terutama pada siang hari, malaise, keringat
malam, hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan, batuk purulen
produktif disertai nyeri dada pada infeksi aktif. Sedangkan menurut Zulkoni,
(2011) gejala umum Tuberkulosis Paru yaitu : batuk terus menerus dan
berdahak selama tiga minggu atau lebih dan gejala lain yang sering dijumpai
yaitu : batuk darah, dahak bercampur darah, sesak napas dan rasa nyeri dada,
badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak
Dari tanda dan gejala yang disebutkan diatas, antara teori dan observasi
dengan kasus yaitu pada Tn. P salah satunya sesak napas, sesak napas pada
sakit amal sehat sragen pada tahun 2012 dengan penyakit yang sama, pasien
dulu bapaknya pernah sakit paru-paru dan untuk anggota keluarganya yang
lain serta anak-anaknya tidak ada yang mengalami penyakit yang sama
dengan yang dialami oleh pasien dan anak-anaknya tidak memiliki penyakit
tinggal dipedesaan yang jauh dari polusi udara, kondisi lantai rumahnya
karena Tn. P alergi debu. Dalam teori dijelaskan bahwa debu yang ada dalam
terhadap debu rumah akan membentuk zat anti golongan IgE yang spesifik.
Seperti dijelaskan terlebih dahulu ikatan zat anti IgE dan alergennya akan
rumah ialah alergi hidung yang disebut rinitis alergi : bersin-bersin, hidung
gatal, berair dan tersumbat yang dapat disertai alergi mata (konjungtivitis
alergi) berupa mata gatal, merah dan berair yang sifatnya terus-menerus
sepanjang tahun, tidak tergantung pada musim. Debu rumah dapat pula
65
menimbulkan jenis alergi lain yaitu asma : napas bunyi mengi dan ada
menggunakan alat bantu). Pasien mengatakan ada gangguan pada saat sesak
jarum. Pada Nyeri di bagian dada di ukur dengan PQRST. P : nyeri saat sesak
nyeri tersebut sesuai dengan teori Brunner dan Suddart (2002) kaitan yang
erat penyakit paru dengan nyeri dada adalah pleura parietalis mempunyai
sangat banyak saraf sensori yang terstimulasi oleh inflamasi dan regangan
membran. Nyeri pleuritik akibat iritasi pleura parietalis terasa tajam, nyeri ini
menjadi lebih nyaman jika mereka berbaring pada sisi yang sakit, yaitu postur
Teori diatas diperkuat dengan teori Ardiansyah (2012) bahwa tanda dan
gejala Tuberkulosis Paru dalam keluhan respiratoris salah satunya ialah nyeri
dada pada TB Paru termasuk nyeri pleuritik ringan. Gejala ini timbul apabila
sistem saraf di pleura terkena TB. Sehingga dari pengkajian dan teori ada
kesesuaian.
66
teori didapatkan hasil inspeksi pada klien dengan Tuberkulosis Paru, terlihat
adanya otot bantu nafas. Pada saat inspeksi biasanya, biasanya dapat terlihat
bentuk dada barrel chest, terdapat cara bernafas pursed lips breathing (seperti
nafas, pada palpasi didapatkan sela iga melebar, pada perkusi hipersonor,
kelainan bentuk dada, terdapat retraksi otot bantu pernapasan, palpasi : tidak
ada benjolan abnormal, vocal fremitus sama, perkusi : paru sonor kanan dan
Untuk lebih mendukung tanda dan gejala yang muncul pada pasien
ribu/ul, trombosit 154 ribu/ul, eritrosit 4.51, MCV 91.3 /um, MCH 29.7 pg,
MCHC 32.5 g/dl, RDW 12.5 %, MPV 8.6 f1, PDW 16 %, Eosinofil 0.30 %,
14.2 detik, APTT 34.2 detik, INR 1.170, GDS 112 mg/dl, SGOT 43 u/l,
SGPT 25 u/l, Albumin 3.5 g/dl, Natrium darah 136 mmol/L, Kalium darah
5.9 mmol/L, chlorida darah 103 mmol/L, PH 7.212, BE 1.3 mmol/L, PCO2
80.1 mmHg, PO2 40.0 mmHg, HCO3 24.6 mmol/L, Total CO2 29.6 mmol/L,
inflamasi pada mata, rematik, asma bronkhial, radang / alergi pada kulit,
berfungsi mengobati mukolitik pada bronkhial akut dan kronik dan paru
B. Diagnosa Keperawatan
yang kental.
pada masalah keperawatan ini yaitu tidak ada batuk, ada suara nafas
69
antara teori dengan tanda dan gejala pada Tn. P, jadi antara diagnosis
Tn. P yaitu sesak napas / dispnea, terdapat cuping hidung, napas dalam
pada teori dan kasus Tn. P ditemukan adanya kesesuaian antara teori
dengan tanda dan gejala pada Tn. P, jadi antara diagnosis penulis dan
alveolar-kapiler.
dengan anoreksia.
Batasan karakteristik yang ada pada masalah keperawatan ini yaitu kram
karakteristik yang sesuai pada diagnosa tersebut dan tidak terkaji secara
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
dilatasi pupil, melaporkan nyeri secara verbal, fokus pada diri sendiri,
gangguan tidur. (Herdman, 2012) pada teori diagnosa tidak terdapat nyeri
Hal tersebut diperkuat dalam teori Ardiansyah (2012) bahwa tanda dan
satu dari dua jenis nyeri dada (chest pain) nyeri dada yang lain adalah
nyeri sentral (central pain, visceral pain). Nyeri pleuritik dapat ditentukan
lokasinya dengan mudah (localized atau tidak difus), rasa nyeri ini
paru tidak sensitif terhadap rangsang sakit, hanya pleura parietalis yang
C. Perencanaan Keperawatan
sekret dengan benar, frekuensi napas normal, suara napas tambahan seperti
74
mengetahui letak sputum dan adanya suara wheezing, berikan posisi semi
fowler untuk mengurangi sesak napas dan menstabilkan pola napas pasien,
agar jalan napas kembali normal, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
Ahern, 2012).
75
mempertahankan curah jantung dan sesak napas berkurang. Pada posisi tidur
berbaring (lying flat) akan menyebabkan sesak napas semakin berat. Menurut
Angela dalam Refi Safitri dan Annisa Andriyani (2008), saat terjadi sesak
napas biasanya pasien tidak dapat tidur dalam posisi berbaring, melainkan
harus dalam posisi duduk atau setengah duduk untuk meredakan penyempitan
efektif, hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Safitri dan
Andriyani (2011), bahwa terbukti ada perbedaan kestabilan pola napas antara
adalah pemberian posisi semi fowler dapat efektif pada pasien dengan
Tujuan intervensi pada diagnosa yang ketiga, nyeri akut yaitu setelah
gelisah lagi, pasien tidak meringis nyeri (Wilkinson dan Ahern, 2012).
tidaknya kelainan, kaji tingkat nyeri 0-10 untuk mengetahui tingkatan nyeri
pasien, berikan posisi nyaman (semi fowler) untuk posisi tubuh yang nyaman
akan memberikan otot untuk relaksasi, berikan teknik relaksasi napas dalam
D. Implementasi Keperawatan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap kestabilan pola napas pada
dapat dilakukan pada penderita TB Paru untuk kestabilan pola napas, salah
satunya adalah pemberian posisi semi fowler, Pemberian posisi semi fowler
pada pasien TB paru telah dilakukan sebagai salah satu cara untuk membantu
mengurangi sesak napas. Posisi yang tepat bagi pasien dengan penyakit
kemiringan 30 45o. Hal ini sesuai dengan teori Supadi, Nurachmah, &
menjadi optimal. Sesak nafas akan berkurang dan akhirnya perbaikan kondisi
pasien lebih cepat. Sedangkan menurut Angela dalam Refi Safitri dan Annisa
Andriyani (2008), posisi yang paling efektif bagi pasien dengan penyakit
pertama pada pasien sehingga tidak terjadi sesak napas dan pola napas yang
menjadi optimal. Sesak napas akan berkurang dan akhirnya proses perbaikan
hasil dalam rentang yang telah ditentukan. Tindakan keperawatan yang telah
prosedur pemberian posisi semi fowler dalam teori (Yulia, Suparmi 2008).
Coma Skala (GCS) dengan hasil GCS 15 compos mentis / kesadaran penuh
mengenali gejala yang ada dan ia boleh memilih untuk hanya mengkaji
sistem tubuh yang terlibat serta untuk membuat penilaian klinis tentang
Tindakan lain yang dilakukan memberikan posisi semi fowler. Hal ini
nafas akan berkurang dan akhirnya perbaikan kondisi pasien lebih cepat.
Sedangkan nebulizer adalah alat yang digunakan untuk merubah obat dari
bentuk cair ke bentuk partikel aerosol. Bentuk aerosol ini sangat bermanfaat
metode batuk dengan benar dilakukan melalui gerakan yang terencana atau
tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal yang
kolagen, alergi dan inflamasi pada mata, rematik, asma bronkhial, radang /
alergi pada kulit, gangguan pernapasan, dan saluran penernaan.Serta obat oral
akut dan kronik dan paru dengan mukus yang tebal (ISO, 2012).
yang terjadi jika sejumlah besar hemoglobin dalam darah tidak secara
dalam adalah sebuah teknik yang telah lama diperkenalkan untuk mengatasi
nyeri terutama pada klien yang mengalami nyeri kronis. Berbagai teknik
tekanan supaya klien merasa nyaman dan nyeri berkurang (Dewi, 2009).
82
E. Evaluasi Keperawatan
tindakan keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat
(Dermawan, 2012).
tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan sesuai dengan rentang normal.
Evaluasi untuk diagnosa pertama pada hari Senin 9 Maret 2015 pukul
14.00 WIB pasien mengatakan sering batuk berdahak. Suara napas terdapat
auskultasi area dada atau paru-paru, berikan posisi semi fowler, berikan
pemberian obat.
Evaluasi untuk diagnosa pertama pada hari Selasa 10 Maret 2015 pukul
15.35 WIB pasien mengatakan masih batuk berdahak. Suara napas terdapat
auskultasi area dada atau paru-paru, berikan posisi semi fowler, berikan
83
pemberian obat.
Evaluasi untuk diagnosa pertama pada hari Rabu 11 Maret 2015 pukul
15.20 WIB pasien mengatakan sudah tidak batuk berdahak lagi. Suara napas
dada atau paru-paru, berikan posisi semi fowler, berikan nebulizer, berikan
Evaluasi untuk diagnosa kedua pada hari Senin 9 Maret 2015 pukul
14.10 WIB pasien mengatakan sesak napas. Napas dalam pendek, terdapat
Evaluasi diagnosa kedua pada hari Selasa 10 Maret 2015 pukul 15.45
WIB pasien mengatakan sesak napas berkurang. Napas dalam pendek, masih
SaO2, kaji adanya sianosis, berikan posisi semi fowler, kolaborasi dengan
Evaluasi diagnosa kedua pada hari Rabu 11 Maret 2015 pukul 15.30
WIB pasien mengatakan sudah tidak merasakan sesak napas lagi. Pola napas
teratur, tidak terdapat retraksi otot bantu pernapasan, tidak terdapat cuping
terutama RR dan SaO2, kaji adanya sianosis, berikan posisi semi fowler,
Evaluasi untuk diagnosa ketiga pada hari Senin 9 Maret 2015 pukul
14.20 WIB P : pasien mengatakan nyeri timbul saat sesak napas, Q : pasien
sering timbul selama 5 menit. Pasien gelisah, pasien meringis nyeri, pasien
TTV, kaji tingkat nyeri, berikan posisi nyaman (semi fowler), berikan teknik
Evaluasi diagnosa ketiga pada hari Selasa 10 Maret 2015 pukul 15.40
selama 5 menit. Pasien sudah tenang, tidak gelisah lagi, pasien tidak meringis
nyeri lagi. Masalah belum teratasi. Lanjutkan intervensi : monitor TTV, kaji
tingkat nyeri, berikan posisi nyaman (semi fowler), berikan teknik relaksasi
Evaluasi diagnosa ketiga pada hari Rabu 11 Maret 2015 pukul 15.40
WIB pasien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri lagi atau nyeri hilang,
Pasien tenang atau rileks, tidak meringis nyeri lagi. Masalah teratasi.
diberikan posisi semi fowler sebagian besar termasuk frekuensi sesak napas
serta terdapat pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap kestabilan pola
A. KESIMPULAN
1. Pengkajian
mengalami sesak napas, napas dalam pendek, terdapat retraksi otot bantu
2. Diagnosa Keperawatan
86
87
3. Perencanaan Keperawatan
obat.
monitor TTV terutama RR dan SaO2, kaji adanya sianosis, berikan posisi
monitor TTV, kaji tingkat nyeri 0-10, berikan posisi nyaman (semi
4. Implementasi Keperawatan
pola napas pada pasien Tuberkulosis Paru dengan keluhan sesak napas.
5. Evaluasi Keperawatan
6. Analisa
adalah terjadi kestabilan pola napas saat diberikan pemberian posisi semi
fowler. Hal itu ditunjukkan dengan pasien tidak lagi mengalami sesak
napas, RR menjadi normal 16-24 x/menit dan SaO2 menjadi normal 95-
100 %.
B. SARAN
Paru penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya
yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan yang lain dalam
Tuberkulosis Paru.
DAFTAR PUSTAKA
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, &
Praktik. Jakarta : EGC.
Melanie, R. 2012. Analisa Pengaruh Sudut Tidur terhadap Kualitas Tidur dan
Tanda Vital pada Pasien Gagal Jantung di Ruang Rawat Intensif
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Stikes Jenderal A. Yani Cimahi.
Mubarak, W. I. 2005. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori & Aplikasi
dalam Praktik. Jakarta : EGC.
Supadi, E. N. dan Mamnuah. 2008. Hubungan Analisa Posisi Tidur Semi Fowler
dengan Kualitas Tidur pada Pasien Gagal Jantung di RSU Banyumas
Jawa Tengah. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Volume 4. No. 2.
Thomas, J & Monaghan, T. 2010. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Keterampilan
Praktis. Jakarta : EGC.