Professional Documents
Culture Documents
PENGERTIAN
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui
saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. (Standar Pelayanan
Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005)
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan oksigen di atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam udara ruangan adalah
21%. Tujuan terapi oksigen adalah memberikan transport oksigen yang adekuat dalam darah
sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stres pada miokardium. (Brunner &
Suddarth,2001)
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen pada konsentrasi yang lebih timggi dari
udara bebas untuk mencegah terjadinya hipoksemia dan hipoksia yang akan mengakibatkan
terjadinya kematian sel. (Patria & Fairuz,2012)
Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi keadaan
Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas dan
meurunkan kerja miokard.
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi
utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :
1. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah,
2. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan
hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja
otot-otot tambahan pernafasan,
3. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi
gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada
klien dengan gejala :
1. Sianosis,
2. Hipovolemi,
3. Perdarahan,
4. Anemia berat,
5. Keracunan CO,
6. Asidosis,
7. Selama dan sesudah pembedahan,
8. Klien dengan keadaan tidak sadar.
a. Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu dengan
aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur pemasangan kateter ini
meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai naso faring. Persentase oksigen
yang mencapai paru-paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama
jika mukosa nasal membengkak.
1) Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, dan
membersihkan mulut, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter
penghisap. Dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.
2) Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%, tehnik
memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat kateter melewati
nasofaring, dan mukosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi kateter akan memberi
tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan diinsersi kedalam
nostril lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi iritasi selaput lendir nasofaring,
aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan
mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat dan tertekuk.
D. POHON MASALAH
Penanganan :
1. Resusitasi
3. Medika mentosa
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengertian Terapi oksigen adalah salah satu tindakan untuk meningkatkan tekanan
parsial oksigen pada inspirasi yang dapat dilakukan dengan menggunakan
nasal kanul, simple mask, RBM mask dan NRBM mask.
2. Tujuan 1. Mempertahankan dan meningkatkan oksigen
2. Mencegah atau mengatasi hipoksia
3. Referensi Buku Pedoman Perawatan Dasar Depkes RI tahun 2015
4. Prosedur Alat dan bahan :
a. Kanule oksigen (Nasal kanule, Nasal khateter, Sungkup O 2)
b.Tabung oksigen yang berisi O2
c. Houmedifire (tabung pelembab)
d. Air steril ( aqua bidest )
e. Plester putih
G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
- Peningkatan sekresi pernafasan
- Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
- Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
- Menggunakan otot aksesoris pernafasan
- Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
- Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
- Papiledema
- Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi
dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala
asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri
(pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang
hebat yang disertai gangguan kesadaran. Keluhan dan gejala tergantung berat
ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa
adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling
umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat
hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang
berlangsung terus untuk waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma
dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui
penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara
bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan
otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat
klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan
diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama
pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
4) Sistem pernafasan
a) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna
dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama
kalau terjadi infeksi sekunder.
b) Frekuensi pernapasan meningkat
c) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
d) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang
disertai ronchi kering dan wheezing.
e) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
f) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
1. Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
2. Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot
bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
g) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan
dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent
chest), sianosis.
5) Sistem kardiovaskuler
a) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
b) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
1. Takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
2. Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah
sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih
daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau
lebih.
c) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama
jantung.
H. DAFTAR PUSTAKA
Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.
Alsagaf Hood, dkk. (2010) Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Airlangga university perss
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Depkes RI.2005. Standar Pelayanan Keperawatan di ICU. Jakarta: Depkes RI