Professional Documents
Culture Documents
MIMIN ULFAH
012.01.2663
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, kami dapat menyelesaikan Makalah
Keperawatan Gerontik II yang berjudul Asuhan Keperawatan Gangguan Fungsi
Respirasi Pada Lansia dengan baik, tanpa ada halangan suatu apapun.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Junjungan Nabi Agung
Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya dari dunia sampai akhirat.
Dan tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan teman-
teman yang telah memberikan motivasi kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca
tentang asuhan keperawatan gangguan fungsi respirasi pada lansia dan dapat berguna dalam
kemajuan ilmu keperawatan.
Penyusun
Kelompok 8
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar... ii
Daftar Isi. iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang .. 1
B. Tujuan Penulisan 2
C. Metode Penulisan 2
BAB IV Penutup 27
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat memberikan dampak yang sangat luas bagi
masyarakat. Dampak yang timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit-penyakit
Infeksi menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler) meningkat.
Dampak lainnya ialah usia harapan hidup menjadi lebih meninggi dan jumlah anggota masyarakat
yang berusia lanjut lehih banyak (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan
H.Hadi Martono. 1999)
Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor lingkungan yang lain,
terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal perubahan itu mungkin
merupakan homeostasis martial, kemudian bisa timbul homeostasis abnormal atau reaksi
adaptasi dan paling akhir terjadi kematian sel (Kumar et al, 1992). Salah satu organ tubuh
yang mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat bertambahnya usia seseorang adalah
sistem pernafasan.
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul pula penyakit-
penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-prnyakit yang diderita kelompok usia
lanjut merupakan : (1) kelanjutan penyakit yang diderita sejak umur muda; (2) akibat gejala sisa
penyakit yang pernah diderita sebelumnya; (3) penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu di
masa lalu (misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya); dan (4) penyakit-
penyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-penyakit paru yang diderita kelompok
usia lanjut juga mengikuti pola penyebab atau kejadian tersebut (Mangunegoro, I992.
Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Insidens. Belum banyak dijumpai laporan para ahli tentang insidens PPOM orang usia
lanjut. Insidens PPOM usia lanjut yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi tahun 1990 1991 adalah
sebesar 5,6% (Rahmatullah, 1994. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Pada kesempatan ini akan diuraikan mengenai gangguan fungsi system respirasi pada
usia lanjut, meliputi aspek anatomik-fisiologik, aspek epidemiologik, serta aspek klinik, dan
terapi modalitas yang akan diberikan.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu agar mahasiswa mengetahui bagaimana
proses asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan fungsi system pernapasan.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan
metode pustaka, dimana kami mencari bahan-bahan materi dari berbagai sumber yang
berkaitan dengan materi penyajian.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
D. Aspek Klinik
Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, yang paruing ada 4 macam:
pneumoni, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif menahun (PPOM),dan karsinoma
paru.
1. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran
nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu
(Mangunegoro, 1992. , Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,
bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002. , Didalam buku
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Termasuk dalam kelompok PPOM adalah bronkitis kronis, emfisema paru dan
penyakit saluran nafas perifer.
2. Etiologi.
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan faktor-
faktor resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok sigaret yang berlangsung
lama, polusi udara, infeksi paru berulang, umur, jenis kelamin, ras, defisiensi alfa-1
antitripsin, defisiensi antioksidan dan sebagainya. Pengaruh dari masing-masing faktor
resiko terhadap terjadinya PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap
yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit ini.
3. Patofisiologi.
Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolis terminal. Akibat dari
kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus keel (bronkiolus terminal), yang
mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang pada saat inspirasi
mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi banyak yang terjebak. dalam alveolus
dan terjadilah penumpukan udara (airtrapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya
keluhan sesak nafas dengan segara akibat-akibatnya. Adanya obstruksi dini saat awal
ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase
ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi
darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993. , Didalam buku R.Boedi-
Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
4. Gambaran klinik
Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit paru yang mendasari
ditambah tanda-tanda klinik akihat terjadinya obstruksi bronkus. Gambaran klinik bila
diamati secara cermat akan mengarah pada dua hal atau dua tipe pokok: (1)
mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronkitis kronis (blue bloater type); dan
(2) gambaran klinik predominant ke arah emfisema (pink puffer type).
5. Diagnosis.
Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan sistimatik),
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk, sesak nafas, sesak
nafas waktu aktivitas clan nafas berbunyi, mengi atau wheeze. Oleh karena perjalanan
penyakitnya lambat, maka anamnesis harus dilakukan secara hati-hati dan teliti.
Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal mungkin tidak
ditemukan kelainan. Adanya ekspirasi yang memanjang merupakan petunjuk kelainan
dial. Pada penyakit tingkat lanjut, tampak bentuk dada seperti tong, ditemukan
penggunaan otot-otot bantu nafas, suara nafas melemah, terdengar suara mengi yang
lemah. Kaitting ditemukan (gerak) pernafasan paradoksal. Selain itu dapat ditemukan
edema kaki, mites dan jari tabuh (Mangunegoro, 1992; Das Jardin dan Burton, 1995).
Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, untuk
mendiagnosis PPOM. Untuk menentukan apakah pada penderila terdapat obtruksi
saluran nafas dapat dilakukan pemeriksaan dengan spirometri ( spirogram) atau
memeriksa nilai arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat sederhana, yaitu
menggunakan mini Wright
Peak Plow Meter. Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama (VEP I )
merupakan pemeriksaan akurat, standar, mudah dilakukan dengan spirometer, dan dapat
digunakan untuk melihat beratnya obstruksi saluran nafas (Mangunegoro, 1992. , Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Tingkatan hemoglobin dalam darah itu dapat memperkirakan adanya Polycytemia, yang
mengakibatkan terjadinya Hypoxemia secara perlahan-lahan. Tingkatan PPOM menurut
National Institu Of Health Lung and Blood. Bethesda 2001
TINGKATA
NILAI / DERAJAT PERSENTASI VEP I
N
Spirometry Normal
0 Resiko Gejala menaun ( batuk,
produksi sputum )
I Ringan 80 %
II Sedang < 80 %
III Berat < 30 %
6. Penatalaksanaan.
Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhatikau faktor-faktor yang dapat
memperjelek perjalanan penyakit, yang hams dicegah terjadinya pada penderita. Apabila
faktor-faktor tadi sudah ada pada penderita, hendaknya diusahakan .meniadakannya atau
menguranginya. Faktor-faktor yang dapat memperjelek keadaan penyakit penderita,
misalnya :
a. Faktor-faktor resiko, yaitu faktor yang dapat memperjelek penyakit, misalnya
kebiasaan merokok, polusi udara dan lingkungan pekerjaan, faktor genetik, infeksi
(saluran nafas) dan perubahan cuara.
b. Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi. Oleh karena itu identifikasi
komponen-komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas (obstruksi) sangat
perlu dilakukan.
c. Tahap perjalanan penyakit. Perjalanan penyakit PPOM lambat progresif. Oleh
karena itu perlu diketahui apakah penyakit PPOM sedang tenang atau progresif
perjalanannya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN FUNGSI SISTEM PERNAPASAN
(PENYAKIT PARU OBSRUKSI MENAHUN) PPOM
A. Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada kegiatan
sehari hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan juga
mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor pendukung
terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala yang muncul antara lain,
tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi lainnya antara lain perjalanan
penularan temperatur dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada, Respiratory
Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu pernafasan dan juga
warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum.
Palpasi dan perkusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap
peningkatan gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma.
Ketika mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup
waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa pusing (dizzy)
(Loukenotte, M.A, 2000).
Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk
mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6. Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer
dan sekunder, penyakit kronis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan
kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah
mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif
C. Intervensi/Perencanaan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
a. Tujuan dan criteria hasil
Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas
Hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih / jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
Misal : Batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
b. Intervensi
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels,
ronki.
Rasional : Beberapa derajat bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius.
- Kaji / paruau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema)
Rasional : takipnea ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan / selama stress / adanya proses infeksi akut
- Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat
tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi, namun pasien dengan slifres berat akan
mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas
- Pertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll
Rasional : Pencitus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentrigen episode
akut.
- Bantu latihan nafas abdomen / bibir
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara.
- Ajarkan teknik nafas dalam batu efektif
Rasional : . Batuk dapat menetap tetapi efektif khususnya bila pada
lansia,sakit akut, atau kelemahan
- Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : Membantu dalam proses penyembuhan.
b. Intervensi :
- Kaji frekuensi kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori,
nafass bibir, ketidakmampuan bicara / berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi distress pernafasan dan kronisnya proses
penyakit.
- Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang
mudah untuk bernafas.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi,
dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja
nafas.
- Dorong mengeluarkan sputum: Penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : Kental, tebal, banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas
- Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat
sekitar bibir / daun telinga) keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan
beratnya hipoksemia.
- Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikarena, disritimia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
D. Evaluasi
Fokus utama pada klien Lansia dengan PPOM adalah untuk mengembalikan
kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan.
Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga
termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi
conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam
rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik
rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus
mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup
mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada usia lanjut terjadi penularan analomik-fisiologik paru dan saluran nafas,
antara lain berupa pengurangan elastic recoil paru; kecepatan arus ekspirasi, tekanan
oksigen acted serta respons pusat reflek pernafasan terhadap rangsangan oksigen arteri atau
hiperkapnia. Hal-hal tersebut berpengaruh pada mekanisme perthanan tubuh terhadap
timbulnya penyakit paru
Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi saluran nafas
akut bagian bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk pencegahan terhadap
timbulnya infeksi pernafasan akut bagian bawah, PPOM. Untuk mencegab melanjunya
penurunan fungsi paru, antara lain dapat diatasi dengan melakukan olah raga atau latihan
fisik yang teratur, selain meningkatkan taraf kesehatan usia lanjut. Laju penurunan fungsi
paru dapat diketahui dengan pemeriksaan faal paru secara berkala.
B. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan dengan sebaik-
baiknya bagi para pembaca khususnya mahasiswa/i keperawatan dalam proses belajar.
DAFTAR PUSTAKA