You are on page 1of 27

MAKALAH REMIDIAL

KEPERAWATAN GERONTIK DAN HOMECARE


ASKEP GANGGUAN FUNGSI RESPIRASI PADA LANSIA

MIMIN ULFAH
012.01.2663

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM


PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2013/2014

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, kami dapat menyelesaikan Makalah
Keperawatan Gerontik II yang berjudul Asuhan Keperawatan Gangguan Fungsi
Respirasi Pada Lansia dengan baik, tanpa ada halangan suatu apapun.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Junjungan Nabi Agung
Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya dari dunia sampai akhirat.
Dan tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan teman-
teman yang telah memberikan motivasi kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca
tentang asuhan keperawatan gangguan fungsi respirasi pada lansia dan dapat berguna dalam
kemajuan ilmu keperawatan.

Mataram, 11 April 2013

Penyusun

Kelompok 8

DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar... ii
Daftar Isi. iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang .. 1
B. Tujuan Penulisan 2
C. Metode Penulisan 2

BAB II Landasan Teoritis


A. Perubahan Anatomik Fislologik Sistem Pernafasan Pada Usia Laniut. 3
B. Faktor-faktor yang Memperburuk Fungsi Paru.. 5
C. Patogenesis Penyakit Paru pada Usia Lanjut 7
D. Aspek Klinik. 9

BAB III ASKEP TEORITIS 18

BAB IV Penutup 27

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat memberikan dampak yang sangat luas bagi
masyarakat. Dampak yang timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit-penyakit
Infeksi menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler) meningkat.
Dampak lainnya ialah usia harapan hidup menjadi lebih meninggi dan jumlah anggota masyarakat
yang berusia lanjut lehih banyak (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan
H.Hadi Martono. 1999)
Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor lingkungan yang lain,
terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal perubahan itu mungkin
merupakan homeostasis martial, kemudian bisa timbul homeostasis abnormal atau reaksi
adaptasi dan paling akhir terjadi kematian sel (Kumar et al, 1992). Salah satu organ tubuh
yang mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat bertambahnya usia seseorang adalah
sistem pernafasan.
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul pula penyakit-
penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-prnyakit yang diderita kelompok usia
lanjut merupakan : (1) kelanjutan penyakit yang diderita sejak umur muda; (2) akibat gejala sisa
penyakit yang pernah diderita sebelumnya; (3) penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu di
masa lalu (misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya); dan (4) penyakit-
penyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-penyakit paru yang diderita kelompok
usia lanjut juga mengikuti pola penyebab atau kejadian tersebut (Mangunegoro, I992.
Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Insidens. Belum banyak dijumpai laporan para ahli tentang insidens PPOM orang usia
lanjut. Insidens PPOM usia lanjut yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi tahun 1990 1991 adalah
sebesar 5,6% (Rahmatullah, 1994. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Pada kesempatan ini akan diuraikan mengenai gangguan fungsi system respirasi pada
usia lanjut, meliputi aspek anatomik-fisiologik, aspek epidemiologik, serta aspek klinik, dan
terapi modalitas yang akan diberikan.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu agar mahasiswa mengetahui bagaimana
proses asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan fungsi system pernapasan.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan
metode pustaka, dimana kami mencari bahan-bahan materi dari berbagai sumber yang
berkaitan dengan materi penyajian.

BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Perubahan Anatomik Fislologik Sistem Pernafasan Pada Usia Laniut


Pada orang orang sehat, peruhahan anatomik fisiologik tersebut merupakan bagian
dari proses menua, Usia Ianjut bukanlah merupakan penyakit, tetapi merupakan tahap
lanjut dari suatu kehidupan yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk
beradaptasi terhadap stres atau pengaruh lingkungan. Proses menua melandasi berbagai
kondisi yang terjadi pada usia lanjut (Kumar et al, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo
dan H.Hadi Martono. 1999)
Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah
disebabkan oleh proses menua dan bukan disebabkan oleh penyakit yang menyertai
proses menua, ada 4 kriteria yang harus dipenuhi (Widjayakusumah, 1992. R Didalam buku
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999) :
1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya
umum terjadi pada setiap orang.
2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi
sel dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan
oleh faktor luar.
3. Proses menua terjadi secant progresif, berkelanjutan, berangsur Iambat dan tidak dapat
berbalik lagi.
4. Proses menua bersifat proses kemunduran/kerusakan (injury).

1. Perubahan anatomik sistem pernafasan


Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir
seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi tel, jaringan atau organ yang
bersangkutan.
Yang mengalami perubahan adalah :
a. Dinding dada : tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulangtulang rawan
mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada. Sudut epigastrik
relatif mengecil dan volume rongga dada mengecil.
b. Otot-otot pernafasan : mengalami kelemahan akibat atrofi
c. Saluran nafas : akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis bronkus dan
alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-cincin tulang rawan bronkus
mengalami perkapuran (Widjayakusumah, 1992; Bahar, 1990. Didalam buku
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
d. Struktur jaringan parenkim paru : bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus membesar
secara progresip, terjadi emfisema senilis (Bahar, 1992). Struktur kolagen dan elastin
dinding saluran nafas perifer kualitasnya mengurang sehingga menyebabkan elastisitas
jaringan parenkim pam mengurang. Penurunan elastisitas jaringan parenkim paru pada
usia lanjut dapat karena menurunnya tegangan perrnukaan akibat pengurangan daerah
permukaan alveolus (Taylor et al, 1989; Levinzky, 1995; Bahar, 1990 Didalam buku
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

2. Perubahan-perubahan fisiologik sistem pernafasan


Perubahan fisiologik (fungsi) pada sistem pernafasan yang terjadi antara lain :
a. Gerak pernafasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun volume rongga
dada akan merubah mekanika pernafasan, amplitudo pernafasan menjadi dangkal,
timbul keluhan sesak nafas. Kelemahan otot pernafasan menimbulkan penurunan
kekuatan gerak nafas, lebih-Iebih apabila terdapat deformitas rangka dada akibat
penuaan (Bahar, 1990. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono.
1999)
b. Distribusi gas. Perubahan struktur anatomik saluran nafas akan menimbulkan
penumpukan Warn dalam alveolus (air trapping) ataupun gangguan pendistribusian
udara nafas dalam cabang-cabang bronkus.
c. Volume dan kapasitas paru menurun. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor: (1)
kelemahan otot nafas, (2) elastisitas jaringan parenkim parts menurun, (3) resintensi
saluran nafas (menurun sedikit). Secara umum dikatakan bahwa pada usia lanjut
terjadi pengurangan ventilasi paru (Bahar. 1190; Widjajakusumah, 1992. Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

d. Gangguan transport gas.


Pada usia lanjut terjadi penurunan Pa02 secara bertahap, yang penyebabnya terutama
disebabkan (deli adanya ketidakseimhangan ventilasi-perfusi (Mangunegoro, 1992).
Selain itu diketahui bahwa pengambilan 02 oleh darah dari alveoli (difusi) dan transport 02
ke jaringan-jaringan berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan olah raga.
Penurunan pengambilan 02 maksimal disebabkan antara lain karena : (1) berbagai
perubahan pada jaringan paru yang menghambat difusi gas, dan (2) karena
berkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnya curah jantung (Widyakusumah,
1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
e. Gangguan perubahan ventilasi pain.
Pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru, akibat adanya penurunan
kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral ataupun pusat-pusat
pernafasan di medulla oblongata dan pons terhadap rangsangan berupa penurunan
Pa02, peninggian PaCO2, perubahan pH darah arteri dan sebagainya (Bahar, 1990.
Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

B. Faktor-faktor yang Memperburuk Fungsi Paru


Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat beberapa faktor yang
dapat memperburuk fungsi paru (Silverman dan Speizer, 1996; Tim Pneumobil
Indonesia, 1994. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999) Faktor-
faktor yang memperburuk fungsi paru antara lain :
1. Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan saluran nafas.
Pada tingkat awal, saluran nafas akan mengalami obstruksi clan terjadi penurunan
nilai VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru tad. Pada tingkat
lanjut dapat terjadi obstruksi yang iereversibel, timbul penyakit paru obstruktif
menahun (PPOM) (Silverman dan Speizer, 1996; Burrows, 1990. Didalam buku
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
2. Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pala obesitas,
biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan (finding perut, akan dapat
mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume paru atau terjadi
keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan timbul gangguan fungsi paru tipe
restriktif (Taylor et al, 1989; Levinxky, 1995. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan
H.Hadi Martono. 1999)
3. Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otot-otot
berkontraksi, sehingga kapasitas vital. paksa atau volume paru akan "relatif'
berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat
memperburuk fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan
imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru dan sebagainya
(Mangunegoro, 1992). Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan dengan menjalankan olah
raga secara intensif (Rahmatullah, 1993. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)
4. Operasi
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari pengalaman para
ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan pengaruh faal paru adalah :
a. pembedahan toraks (jantung dan paru);
b. pembedahan abdomen bagian atas; dan
c. anestesi atau jenis obat anestesi tertentu. Peruhahan fungsi paru yang timbul,
meliputi perubahan proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah
kapiler paru. Adanya perubahan patofisiologik paru pasca bedah mudah
menimbulkan komplikasi paru: atelektasis, infeksi atau sepsis dan selanjutnya
mudah terjadi kematian, karena timbulnya gagal nafas (Rahmatullah, 1997. Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

C. Patogenesis Penyakit Paru pada Usia Lanjut


Mekanisme timbulnya penyakit yang menyertai usia lanjut dapat dijelaskan atau
dapat dikaitkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan-
perubahan tersebut. adalah :
1. Perubahan anatomik-fisiologik
Dengan adanya perubahan anatomik-fisiologik sistem pernafasan ditambah adanya
faktor-faktor lainnya dapat memudahkan timbulnya beberapa macam penyakit paru:
bronkitis kronis, emfisema paru, PPOM, TB paru, kanker paru dan sebagainya
(Mangunegoro, 1992; Davies, 1985; Widjayakusumah, 1992; Rahmatullah,1994;
Suwondo 1990 a, 1990 b; Yusuf, 1990. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)
2. Perubahan daya tahan tubuh
Pada usia lanjut terjadi penurunan daya tahan tubuh, antara lain karena lemahnya fungsi
limfosit B dan T (Subowo, 1993; Roosdjojo dkk, 1988), sehingga penderita rentan
terhadap kuman-kuman pathogen virus, protozoa, bakteri atau jamur (Haryanto clan
Nelwan, 1990, Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
3. Perubahan metabolik tubuh
Pada orang usia lanjut sering terjadi peruban metabolik tuhuh, dan paru dapat ikut
mengalami peruban penyebab tersering adalah penyakit-penyakit metabolik yang
bersifat sistemik: diabetes mellitus, uremia, artritis rematoid dan sebagainya. Fakator
usia peranannya tidak jelas, tetapi lamanya menderita penyakit sistemik mempunyai
andil untuk timbulnya kelainan paru tadi (Davies,88. Didalam buku R.Boedi-
Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
4. Perubahan respons terhadap obat
Pada orang usia lanjut, bisa terjadi bahwa penggunaan obat-ohat tertentu akan
nemnemberikansan respons atau perubahan pada paru dan saluran nafas, yang
mungkin perubahan-perubahan tadi tidak terjadi pada usia muda. Contoh, yaitu
penyakit paru akibat idiosinkrasi terhadap obat yang sering digunakan dalam
pengobatan penyakit yang sedang dideritanya yang mana proses tadi jarang terjadi
pada usia muda (Davies, 1985. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)
5. Perubahan degenerative
Perubahan degeneratif merupakan perubahan yang tidak dapat dielakkaan
terjadinya pada individu-individu yang mengalami proses penuaan. Penyakit paru
yang timbul akibat proses (perubahan) degeneratif tadi, misalnya terjadinya bronkitis
kronis, emfisema paru, penyakit paru obstruktif menahun, karsinoma paru yang
terjadinya pada usia lanjut dan sebagainya (Davies, 1985. Didalam buku R.Boedi-
Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
6. Perubahan atau kejadian lainnya
Ada pengaruh-pengaruh lain yang terjadi sebelum atau selama usia lanjut yang dapat
mempengaruhi dirinya sehingga dapat memudahkan penyakit paru tertentu pada usia
lanjut, misalnya :
a. Kebiasaan merokok masa lalu dan sekarang
Merokok yang berlangsung lama dapat menimbulkan perubahan- perubahan
struktur pada saluran nafas, juga dapat menurunkan fungsi sistem pertahanan
tubuh yang diperankan oleh paru dan saluran nafas, sehingga memudahkan
timbulnya infeksi pada paru dan saluran nafas. Merokok selain dapat memberikan
perubahan- perubahan pada saluran nafas, dapat pula memudahkan timbulnya
keganasan paru, PPOM, bronkitis kronis dan sebagainya (Mangunegoro,
1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
b. Pengaruh atau akibat kekurangan gizi
Pada usia lanjut telah diketahui terjadi penurunan daya tahan tubuh, terutama
respons imun seluler (Roosdjojo, 1988). Ini merupakan konsekuensi lanjut atas
terjadinya involusi kelenjar timus pada usia lanjut. Proses involusi
kelenjar timus menyebabkan jumlah hormon timus yang beredar dalam
peredaran darah menurun, berakibat proses pemasakan limfosit T berkurang dan
limfosit T yang beredar dalam peredaran darah juga berkurang. Imunitas humoral
pada usia lanjut juga terdapat perubahan yang berarti, bahkan terdapat peninggian
kadar autoantibodi (Subowo, 1993). IgA dan IgG terdapat peningkatan,
sedangkan IgM mengalami penurunan.

D. Aspek Klinik
Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, yang paruing ada 4 macam:
pneumoni, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif menahun (PPOM),dan karsinoma
paru.
1. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran
nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu
(Mangunegoro, 1992. , Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,
bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002. , Didalam buku
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Termasuk dalam kelompok PPOM adalah bronkitis kronis, emfisema paru dan
penyakit saluran nafas perifer.

2. Etiologi.
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan faktor-
faktor resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok sigaret yang berlangsung
lama, polusi udara, infeksi paru berulang, umur, jenis kelamin, ras, defisiensi alfa-1
antitripsin, defisiensi antioksidan dan sebagainya. Pengaruh dari masing-masing faktor
resiko terhadap terjadinya PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap
yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit ini.

3. Patofisiologi.
Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolis terminal. Akibat dari
kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus keel (bronkiolus terminal), yang
mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang pada saat inspirasi
mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi banyak yang terjebak. dalam alveolus
dan terjadilah penumpukan udara (airtrapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya
keluhan sesak nafas dengan segara akibat-akibatnya. Adanya obstruksi dini saat awal
ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase
ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi
darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993. , Didalam buku R.Boedi-
Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
4. Gambaran klinik
Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit paru yang mendasari
ditambah tanda-tanda klinik akihat terjadinya obstruksi bronkus. Gambaran klinik bila
diamati secara cermat akan mengarah pada dua hal atau dua tipe pokok: (1)
mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronkitis kronis (blue bloater type); dan
(2) gambaran klinik predominant ke arah emfisema (pink puffer type).
5. Diagnosis.
Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan sistimatik),
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk, sesak nafas, sesak
nafas waktu aktivitas clan nafas berbunyi, mengi atau wheeze. Oleh karena perjalanan
penyakitnya lambat, maka anamnesis harus dilakukan secara hati-hati dan teliti.
Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal mungkin tidak
ditemukan kelainan. Adanya ekspirasi yang memanjang merupakan petunjuk kelainan
dial. Pada penyakit tingkat lanjut, tampak bentuk dada seperti tong, ditemukan
penggunaan otot-otot bantu nafas, suara nafas melemah, terdengar suara mengi yang
lemah. Kaitting ditemukan (gerak) pernafasan paradoksal. Selain itu dapat ditemukan
edema kaki, mites dan jari tabuh (Mangunegoro, 1992; Das Jardin dan Burton, 1995).
Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, untuk
mendiagnosis PPOM. Untuk menentukan apakah pada penderila terdapat obtruksi
saluran nafas dapat dilakukan pemeriksaan dengan spirometri ( spirogram) atau
memeriksa nilai arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat sederhana, yaitu
menggunakan mini Wright
Peak Plow Meter. Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama (VEP I )
merupakan pemeriksaan akurat, standar, mudah dilakukan dengan spirometer, dan dapat
digunakan untuk melihat beratnya obstruksi saluran nafas (Mangunegoro, 1992. , Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Tingkatan hemoglobin dalam darah itu dapat memperkirakan adanya Polycytemia, yang
mengakibatkan terjadinya Hypoxemia secara perlahan-lahan. Tingkatan PPOM menurut
National Institu Of Health Lung and Blood. Bethesda 2001
TINGKATA
NILAI / DERAJAT PERSENTASI VEP I
N
Spirometry Normal
0 Resiko Gejala menaun ( batuk,
produksi sputum )
I Ringan 80 %
II Sedang < 80 %
III Berat < 30 %
6. Penatalaksanaan.
Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhatikau faktor-faktor yang dapat
memperjelek perjalanan penyakit, yang hams dicegah terjadinya pada penderita. Apabila
faktor-faktor tadi sudah ada pada penderita, hendaknya diusahakan .meniadakannya atau
menguranginya. Faktor-faktor yang dapat memperjelek keadaan penyakit penderita,
misalnya :
a. Faktor-faktor resiko, yaitu faktor yang dapat memperjelek penyakit, misalnya
kebiasaan merokok, polusi udara dan lingkungan pekerjaan, faktor genetik, infeksi
(saluran nafas) dan perubahan cuara.
b. Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi. Oleh karena itu identifikasi
komponen-komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas (obstruksi) sangat
perlu dilakukan.
c. Tahap perjalanan penyakit. Perjalanan penyakit PPOM lambat progresif. Oleh
karena itu perlu diketahui apakah penyakit PPOM sedang tenang atau progresif
perjalanannya.

Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah:


a. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala, tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga pada fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono.
1999)

Penanganan untuk penderita PPOM usia lanjut adalah sebagai berikut :


a. Meniadakan faktor etiologik/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara..
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi, antimikroba
tidal( perlu diberikan. Pemberian anti-mikroba hams tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi, yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
d. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Pent gunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih
kontroversial.
e. Pengobatan simtomatik ( lihat tanda dan gejala yang muncul )
f. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul. Pengobatan
oksiogen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat: 1
2 liter/menit.
g. Tindakan rehabilitasi.

7. Pencegahan penyakit paru pada usia lanjut


Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur anatomik
maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari, Pencegahan terhadap timbulnya
penyakit-penyakit paru pada usia lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan
meningkatkan daya tahan tubuhnya dengan memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan
hal-hal yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, misalnya menghentikan
kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya.
Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan Fara
yang lazim :
a. Usaha pencegahan infeksi paru/saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat mengurangi atau
meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi. Hal positif yang
dapat dilakukan misalnya dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok
untuk menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia lanjut
vaksinasi ini kurang berefek (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-
Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
b. Usaha mencegah timbulnya TB paru.
Yang bisa dilakukan ialah menghindari kontak person dengan penderita TB
paru atau mengbindari cara-cara penularan lainnya.
c. Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru.
Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya kelainan
paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan pemantauan secara berkala: (1)
pemeriksaan foto rontgen toraks, dan (2) pemeriksaan faal paru, paling tidak
setahua sekali. Sangat dianjurkan bagi mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok
berat dan laki-laki) menghindari atau segera berhenti merokok (Mangunegoro,
1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN FUNGSI SISTEM PERNAPASAN
(PENYAKIT PARU OBSRUKSI MENAHUN) PPOM

A. Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada kegiatan
sehari hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan juga
mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor pendukung
terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala yang muncul antara lain,
tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi lainnya antara lain perjalanan
penularan temperatur dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada, Respiratory
Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu pernafasan dan juga
warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum.
Palpasi dan perkusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap
peningkatan gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma.
Ketika mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup
waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa pusing (dizzy)
(Loukenotte, M.A, 2000).
Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk
mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6. Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?

Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang


patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
1. Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
2. Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
3. Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
4. Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
5. Apakah tampak sianosis?
6. Apakah vena leher pasien tampak membesar?
7. Apakah pasien mengalami edema perifer?
8. Apakah pasien batuk?
9. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
10. Bagaimana status sensorium pasien?
11. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :
1. Aktifitas / istirahat
Keletihan , kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah,takikardi.
3. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4. Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan,
turgor kulit buruk, berkeringat.
5. Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas sehari-
hari, kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu pernafasan.
7. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
8. Seksualitas
Penurunan libido.
9. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas fisik.
(Doengoes, 2000 :152 ).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer
dan sekunder, penyakit kronis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan
kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah
mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif

C. Intervensi/Perencanaan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
a. Tujuan dan criteria hasil
Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas
Hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih / jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
Misal : Batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
b. Intervensi
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels,
ronki.
Rasional : Beberapa derajat bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius.
- Kaji / paruau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema)
Rasional : takipnea ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan / selama stress / adanya proses infeksi akut
- Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat
tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi, namun pasien dengan slifres berat akan
mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas
- Pertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll
Rasional : Pencitus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentrigen episode
akut.
- Bantu latihan nafas abdomen / bibir
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara.
- Ajarkan teknik nafas dalam batu efektif
Rasional : . Batuk dapat menetap tetapi efektif khususnya bila pada
lansia,sakit akut, atau kelemahan
- Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : Membantu dalam proses penyembuhan.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen


a. Tujuan dan criteria hasil :
Tujuan : Memenuhi suplai oksigen pada tubuh.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat yang
bila dalam rentang normal + bebas gejala distres pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan /
situasi.

b. Intervensi :
- Kaji frekuensi kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori,
nafass bibir, ketidakmampuan bicara / berbincang.
Rasional : Berguna dalam evaluasi distress pernafasan dan kronisnya proses
penyakit.
- Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang
mudah untuk bernafas.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi,
dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja
nafas.
- Dorong mengeluarkan sputum: Penghisapan bila diindikasikan.
Rasional : Kental, tebal, banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas
- Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat
sekitar bibir / daun telinga) keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan
beratnya hipoksemia.
- Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional : Takikarena, disritimia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

- Awasi / gambaran seri GDA dan nadi, oksimetri


Rasional : PaCO2. Biasanya meningkat (bronkhitis, emfisema) dan PaCO2
secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih / lebih
besar
- Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan
toleransi pasien.
Rasional : Dapat memperbaiki / mencegah buruknya hipoksia.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer


dan sekunder, penyakit kronis.
a. Tujuan dan criteria hasil
Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu
- Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
- Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
b. Intervensi
- Awasi suhu
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi
- Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan
masukan cairan adekuat.
Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk
menurunkan resiko terjadi infeksi paru.
- Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum
Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan
- Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan
memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan
penyembuhan.
- Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman
gram kultur / sensitivitas.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan
kerentanan
- Berikan anti mikrobia sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi
dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko
tinggi.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa,


kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah
a. Tujuan dan criteria hasil
Tujuan : Memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara adekuat
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
- Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan /
mempertahankan berat yang tepat.
b. Intervensi
- Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan
makan, evalusi BB dan ukuran tubuh.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea,
produksi sputum dan obat
- Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan
memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan
penyembuhan.
- Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman
gram kultur / sensitivitas.
Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan
kerentanan terhadap berbagai anti mikrobia.
- Berikan anti mikrobia sesuai indikasi
Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi
dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko
tinggi.

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan


kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
a. Tujuan dan criteria hasil
Tujuan : Mengembalikan aktifitas klien seperti semula.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Melaporkan / Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas yang
dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda
vital dalam rentang normal.
b. Intervensi
- Evaluasi respons pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan
setelah aktivitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi
- Bantu aktivitas perawatan dini yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
- Ajarkan klien untuk mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan
kelelahan
Rasional : Mengurangi kelelahan

6. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah


mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif
a. Tujuan dan criteria hasil
Tujuan : Klien mampu untuk mengetahui tentang pengertian / informasi PPOM.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan
- Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit
dan menghubungkan dengan faktor penyebab
b. Intervensi
- Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi
pada rencana pengobatan.
- Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan
latihan kondisi umum.
Rasional : Nafas bibir + nafas abdominal / diafragmatik menguatkan otot
pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil dan
memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea.
- Diskusikan obat pernafasan, efek samping + reaksi yang tak diinginkan
Rasional : Pasien ini sering mendapat obat pernafasan banyak sekaligus yang
mempunyai efek samping hampir sama + potensial interaksi obat
- Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi
Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat
menimbulkan infeksi saluran nafas atas.
- Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi mis: udara terlalu
kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei
aerosol, polusi udara.
Rasional : Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi bronkial
menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas.
- Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik
dan kultur
Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk
memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi

D. Evaluasi
Fokus utama pada klien Lansia dengan PPOM adalah untuk mengembalikan
kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan.
Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga
termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi
conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam
rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik
rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus
mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup
mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada usia lanjut terjadi penularan analomik-fisiologik paru dan saluran nafas,
antara lain berupa pengurangan elastic recoil paru; kecepatan arus ekspirasi, tekanan
oksigen acted serta respons pusat reflek pernafasan terhadap rangsangan oksigen arteri atau
hiperkapnia. Hal-hal tersebut berpengaruh pada mekanisme perthanan tubuh terhadap
timbulnya penyakit paru
Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi saluran nafas
akut bagian bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk pencegahan terhadap
timbulnya infeksi pernafasan akut bagian bawah, PPOM. Untuk mencegab melanjunya
penurunan fungsi paru, antara lain dapat diatasi dengan melakukan olah raga atau latihan
fisik yang teratur, selain meningkatkan taraf kesehatan usia lanjut. Laju penurunan fungsi
paru dapat diketahui dengan pemeriksaan faal paru secara berkala.

B. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan dengan sebaik-
baiknya bagi para pembaca khususnya mahasiswa/i keperawatan dalam proses belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.


Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.
http://www.google.com/ asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan fungsi system
pernapasan.tanggal akses 9 desember 2011.

You might also like