You are on page 1of 11

Mata Ajar : Keperawatan Dewasa 2

Pembimbing : Safruddin , S.Kep, Ns., M.Kep

ASUHAN KEPERAWATAN HERPES ZOSTER

DISUSUN OLEH KELOMOK 1:

1. ULFA DESRIYANI ABDUL MUTHALIB 142 2014 0042


2. NURUL DWI UTAMI SYAM 142 2014 0071
3. MAULIDYA FAHMITA 142 2014 0037
4. ARFIFI SUSANTI 142 2014 0045
5. WD. RIEZKY WAHYUNI 142 2014 0040
6. RAHMI SAKIR 142 2014 0043
7. SITTI MARWAH INDAH 142 2014 0081

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017

ASUHAN KEPERAWATAN HERPES ZOSTER


TINJAUAN TEORI
A. Pengertian

Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela
zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus
yang terjadi setelah infeksi primer.

B. Etiologi

Reaktivasi virus varisela zoster. Herpes zoster terjadi karena reaktivasi


dari virus varicella (cacar air). Frekuensi meningkat pada pasien dengan imunitas
yang lemah dan menderita malignitas;seperti leukemia dan limfoma.
Cara penularan :

1. Kontak langsung dengan lesi aktif


2. Sekresi pernafasan.
3. Umur:
Dewasa lebih sering dibanding anak-anak.
4. Jenis kelamin : pria = wanita
5. Musim/iklim : tidak tergantung musim.

C. Patofisiologi

Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan syaraf tepi dan ganglion
kranalis kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan
daerah persyarafan ganglion tersebut. Kadang virus ini juga menyerang ganglion
anterior, bagian motorik kranalis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan
motorik.
1. Gejala prodromal (80%) : nyeri, demam.
2. Kelainan kulit:
3. Lesi : Eritema papula dan vesikula bula.
4. Isi lesi : jernih keruh dapat bercampur darah.
5. Lokasi : bisa di semua tempat, paling sering unilateral pada servikal IV
dan lumbal II.

D. Tanda dan Gejala

Daerah yang paling sering terkena adalah daerah thorakal. Frekuensi


penyakit ini pada pria dan wanita sama. Sedangkan mengenai umur lebih sering
pada orang dewasa.
Sebelum timbul gejala kulit terhadap gejala prodromal baik sistemik
seperti demam, pusing, malaise maupun lokal seperti nyeri otot-tulang, gatal,
pegal dan sebagainya. Setelah timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi
vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel ini
berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi
pastala dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah yang disebut herpes zoster
haemoragik dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus
dengan penyembuhan berupa sikatriks.

Massa tunasnya 7-12 hari. Massa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru
yang tetap timbul berlangsung kurang lebih 1-2 minggu. Disamping gejala kulit
dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar geth bening regional. Lokalisasi
penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat
persyarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik tetapi pada
susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis
memungkinan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala
yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada
nervus trigeminus atas nervus fasialis dan otikus.

Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang-cabang pertana


nervus trigeminus. Sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu
juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah
persyarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasalis
dan otikus sehingga menyebabkan pengelihatan ganda paralisis otot muka
(Paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persyarafan, tinnitus
vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.
Herpes zoster abortif artinya penyakit ini berlangsnug dalam waktu yang singkat
dan kelainan kulit hanya berupa vesikel dan eritema. Pada Herpes Zoster
generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit
yang menyebar secara generalisa berupa vesikel yang solitar dan ada umbilikasi.
Nauralgia pasca laterpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan
bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Hal ini cenderung dijumpai
pada usia lebih dari 40 tahun.

D. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan percobaan Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti


banyak Tzancks smear dan punch biopsy: adanya sel raksasa berinti banyak dan
sel epitel mangandung badan inklusi eosinofilik, yang tidak terdapat pada lesi
yang lain, kecuali virus herpes simpleks. Isolasi virus: cairan vesikel, darah,
cairan serebrospinalis, jaringan terinfeksi, antigen VVZ.

F. Komplikasi

Pada usia lanjut lebih dari 40 tahun kemungkinan terjadi neuralgia pasca
herpetik.
1) Sikatriks
2) Neuralgia pascaherpetik

G. Penatalaksanaan

Terapi sistemik umumnya bersifat simtonatik, untuk nyerinya diberikan


analgetik, jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.
Pada herpes zoster oftalmikus mengingat komplikasinya diberikan obat antiviral
atau imunostimulator. Obat-obat ini juga dapat diberikan pada penderita dengan
defisiensi imunitas.

Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.


Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya parasialis. Terapi
seirng digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis ganglion.

Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium


vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel
agar tidak terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan kompres terbuka. Kalau
terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian

1. Data Subyektif
Demam, pusing, malaise, nyeri otot-tulang, gatal dan pegal, hipenestesi.

1. Data Obyektif

Eritema, vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan
edema. Vesikel berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna
abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta. Kadang vesikel mengandung
darah, dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan aleus
dengan penyembuhan berupa sikatrik.

Dapat pula dijumpai pembesaran kelenjar lympe regional. Lokalisasi


penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermafonal sesuai dengan
tempat persyarafan.

Paralitas otot muka

1. Data Penunjang

Pemeriksaan percobaan Tzanck ditemukan sel datia berinti banyak.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri s.d infeksi virus

2. Gangguan integritas kulit s.d vesikel yang mudah pecah

3. Cemas s.d adanya lesi pada wajah

4. Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus


C. Rencana
No Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman Tujuan :
nyeri s.d infeksi virus, Rasa nyaman terpenuhi Kaji kualitas & kuantitas
ditandai dengan : setelah tindakan keperawatan nyeri
DS : pusing, nyeri otot, Kriteria hsil :
tulang, pegal Rasa nyeri berkurang/hilang Kaji respon klien terhadap
DO: erupsi kulit berupa Klien bias istirahat dengan nyeri
papul eritema, vseikel, cukup
pustula, krusta Ekspresi wajah tenang Jelaskan tentang proses
penyakitnya

Ajarkan teknik distraksi dan


relaksasi

Hindari rangsangan nyeri

Libatkan keluarga untuk


menciptakan lingkungan
yang teraupeutik

Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai program

2. Gangguan integritas kulit Tujuan :


s.d vesikel yang mudah Integritas kulit tubuh kembali Kaji tingkat kerusakan kulit
pecah, ditandai dengan : dalam waktu 7-10 hari
DS : - Kriteria hasil : Jauhkan lesi dari manipulasi
DO: kulit eritem vesikel, Tidak ada lesi baru dan kontaminasi
krusta pustula Lesi lama mengalami involusi
Kelola tx topical sesuai
program

Berikan diet TKTP

3. Cemas s.d adanya lesi pada Tujuan :


wajah, ditandai dengan : Setelah dilakukan tindakan Kaji tingkat kecemasan
DS : klien menyatakan keperawatan cemas akan klien
takut wajahnya cacat hilang/berkurang
DO : tampak khawatir lesi Kriteria hasil : Jalaskan tentang
pada wajah Pasien merasa yakin penyakitnya dan prosedur
penyakitnya akan sembuh
sempurna
Lesi tidak ada infeksi perawatan
sekunder
Tingkatkan hubungan
teraupeutik

Libatkan keluarga untuk


member dukungan

4. Potensial terjadi penyebaran Tujuan :


penyakit s.d infeksi virus Setelah perawatan tidak terjadi Isolasikan klien
penyebaran penyakit
Gunakan teknik aseptic
dalam perawatannya

Batasi pengunjung dan


minimalkan kontak langsung

Jelaskan pada klien/keluarga


proses penularannya

I. Pengkajian Keperawatan

Data Sub yektif

a. Riwayat

Riwayat menderita penyakit cacar

Riwayat immunocompromised (HIV/AIDS, leukimia)

Adanya keluhan demam, pusing, malaise, nyeri otot-tulang, gatal dan


pegal

b. Riwayat psikososial

Kondisi psikologis pasien, Kecemasan, Respon pasien terhadap penyakit

Data Obyektif

c. Pemeriksaan fisik

1. Adanya eritema, vesikel yang berkelompok, pustule dan krusta.


Munculnya infeksi sekunder berupa ulkus atau sikatrik. Terjadi
pembesaran kelenjar getah bening dan lokasi penyakit unilateral bersifat
dermatomal sesuai persyarafan.

2. Paralitas otot muka

3. Tanda-tanda vital (tensi, nadi, RR & suhu)

Data Penunjang

Pemeriksaan Tzanck untuk mengidentifikasi virus herpes

II. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri s.d infeksi virus

2. Gangguan integritas kulit s.d vesikel yang mudah pecah

3. Cemas s.d adanya lesi pada wajah

4. Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus

III. Rencana Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri s.d infeksi virus, ditandai dengan :

DS : pusing, nyeri otot, tulang, pegal

DO: erupsi kulit berupa papul eritema, vesikel, pustula, krusta

Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi setelah tindakan keperawatan

Kriteria hasil :

Rasa nyeri berkurang/hilang

Klien bisa istirahat dengan cukup

Ekspresi wajah tenang

Intervensi

Kaji kualitas & kuantitas nyeri

Kaji respon klien terhadap nyeri


Jelaskan tentang proses penyakitnya

Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

Hindari rangsangan nyeri

Libatkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang teraupeutik

Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program

2. Gangguan integritas kulit s.d vesikel yang mudah pecah, ditandai dengan :

DS : -

DO: kulit eritema vesikel, krusta pustula

Tujuan :

Integritas kulit tubuh kembali dalam waktu 7-10 hari

Kriteria hasil :

Tidak ada lesi baru

Lesi lama mengalami involusi

Intervensi

Kaji tingkat kerusakan kulit

Jauhkan lesi dari manipulasi dan kontaminasi

Kelola tx topical sesuai program

Berikan diet TKTP

3. Cemas s.d adanya lesi pada wajah, ditandai dengan :

DS : klien menyatakan takut wajahnya cacat

DO : tampak khawatir lesi pada wajah

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas akan hilang/berkurang

Kriteria hasil :

Pasien merasa yakin penyakitnya akan sembuh sempurna

Lesi tidak ada infeksi sekunder

Intervensi

1. Kaji tingkat kecemasan klien

2. Jelaskan tentang penyakitnya dan prosedur perawatan

3. Tingkatkan hubungan teraupeutik

4. Libatkan keluarga untuk member dukungan

4. Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus

Tujuan : Setelah perawatan tidak terjadi penyebaran penyakit

Intervensi

1. Isolasikan klien

2. Gunakan teknik aseptic dalam perawatannya

3. Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung

4. Jelaskan pada klien/keluarga proses penularannya


DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI : Jakarta

Harahap, Marwali.2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates: Jakarta.

Handoko R.P.2005. Herpes Simpleks dalam ilmu penyakit kulit dan kelamin.

Hartadi, Sumaryo, S.2000.Herpes Simpleks Dalam Ilmu Penyakit Kulit,


Hipokrates.Jakarta:EGC

Smeitzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner &


Suddarth. EGC: Jakarta

You might also like